• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

LUSIANA PUTRI RAHAYU

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSITITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

LUSIANA PUTRI RAHAYU

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSITITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

LUSIANA PUTRI RAHAYU. The Behavior of Sanitary Napkin Utilization on College Students. Under Guidance of LILIK NOOR YULIATI and MEGAWATI SIMANJUNTAK

The objective of this research were to identified amount of source information of sanitary napkin; attachment of sample with mother, knowledge about napkin, brand awareness, brand image and the behavior os sanitary utilization; to analyze the relationship of samples’ characteristics and attachment with mothers with sanitary knowledge; to analyze the relationship of top of mind with brand using; and to analyyze factors that affected the suitability of brand using with top of mind.

The result showed that 60% percent samples got information from three to five information sources. Half samples were categorized moderate in sanitary napkin knowledge. Seventy percent samples had menstrual from six to seven days per period and 69% samples usually use 11–20 sanitary napkins. During the last three months, most samples used maxi sanitary napkins type and 67% samples used Charm. About sixty three percents samples mentioned that Charm was on top rank in top of mind and the first rank brand recall was Laurier. Correlation between age and education with samples’ knowledge level was positive and significant, only amount of allowance affected significantly the suitability between brand using with top of mind.

(4)

LUSIANA PUTRI RAHAYU. Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku penggunaan pembalut pada mahasiswi, dengan tujuan khususnya adalah mengidentifikasi jumlah sumber informasi mengenai pembalut, kedekatan contoh dengan ibu, tingkat pengetahuan terkait dengan pembalut, kesadaran merek pembalut, brand image, dan perilaku penggunaan pembalut, menganalisis hubungan karakteristik individu dan hubungan kedekatan contoh dengan ibu dengan pengetahuan mengenai pembalut, menganalisis hubungan top of mind dengan merek yang digunakan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind.

Disain penelitian ini adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2009. Populasi adalah mahasiswi Institut Pertanian Bogor jenjang program diploma, sarjana, dan pascasarjana. Total populasi adalah 11429 dan total contoh yang diambil secara convenience sampling adalah 100 orang, terdiri dari S0 27 orang, S1 60 orang, S2 10 orang, dan S3 tiga orang.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: 1) karakteristik contoh, 2) akses informasi yang berhubungan dengan pembalut, 3) kedekatan contoh dengan ibu berkaitan dengan menstruasi dan masalah perempuan, 4) pengetahuan contoh terkait dengan pembalut, 5) brand awareness pembalut yang beredar dipasaran, 6) brand image, dan 7) perilaku penggunaan pembalut. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum produk pembalut.

Analisis data menggunakan komputer program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13. Data diolah melalui proses editing, coding, skoring, entry, cleaning, dan selanjutnya data dianalisis secara deskriptif, Chi-Square, uji Cochran, dan analisis korelasi Spearman untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti. Serta analisis regresi logistik untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind.

Karakteristik contoh digambarkan oleh umur contoh, tingkat pendidikan, urutan diantara anak perempuan, dan uang saku. Proporsi terbesar contoh adalah 60 persen mahasisiwi S1 dan umur contoh termasuk dalam kategori 21 sampai 30 tahun. Separuh (50%) contoh mempunyai uang saku dalam sebulan kurang dari sama dengan Rp 600.000,00. Sebagian besar (89%) contoh adalah anak perempuan dengan urutan pertama atau kedua diantara anak perempuan yang ada dalam keluarganya.

(5)

sebanyak dua kali. Sebanyak 61 persen contoh menggunakan satu jenis pembalut setiap bulannya. Selama tiga bulan terakhir ada 15 kombinasi jenis pembalut dan selama tiga bulan itu jenis pembalut maxi merupakan jenis yang paling banyak digunakan contoh sebanyak 28 persen. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa lebih dari tiga per lima (67%) contoh menggunakan pembalut dengan merek Charm. Contoh yang menggunakan dua merek pembalut dalam satu bulan sebanyak lima persen.

Lebih dari tiga per lima (63%) menyebutkan merek Charm yang berada dalam puncak pikiran dan menempati urutan pertama. Hasil pengukuran menggunakan uji Cochran terhadap kesan tiga merek tertinggi yang digunakan contoh semua atribut melekat di benak konsumen. Pengetahuan merek pembalut yang disebutkan secara spontan tanpa dibantu (brand recall) pada urutan pertama ditempati oleh Laurier (47%), kedua Charm (24%), ketiga Kotex (18%), dan keempat Softex (7%).

Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan konsumen adalah positif dan signifikan (p=0,000; r= 0,342). Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan konsumen adalah positif dan signifikan (p=0,001; r=0,322). Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman, terdapat hubungan yang negatif dan signifikan (p=0,12; r=-0,251) antara urutan anak dan tingkat pengetahuan Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan bahwa kedekatan contoh dengan ibu dan uang saku dengan tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p=-0,047; r=0,640 dan p=0,167; r=0,139). Hasil analisis uji chi-square menunjukkan bahwa antara top of mind dengan merek yang digunakan adalah signifikan (p=0,000). Hasil analisis regresi logistik yang diperoleh, hanya uang saku yang mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind.

Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah meneliti aspek lain seperti peer-group dikarenakan hubungan kedekatan dengan ibu tidak berpengaruh dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi perilaku penggunaan pembalut. Selain itu, sebaiknya contoh dibedakan dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas agar data yang diperoleh heterogen.

(6)

Judul : Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi Nama : Lusiana Putri Rahayu

NIM : I24050409

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA Megawati Simanjuntak, SP NIP. 19640718 198903 2 003 NIP. 19721103 200501 2 002

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Dr. Ir. Hartoyo, M. Sc NIP. 19630714 198703 1 002

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1987 dari pasangan Agustinus Legimin dan Christiana Wartini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari sekolah dasar di Regina Pacis Bogor kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di Budi Mulia Bogor. Setelah itu, tahun 2002 penulis meneruskan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor. Selepas lulus dari SMA tahun 2005, penulis berhasil diterima di IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

(8)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Penelitian ini berjudul Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA dan Megawati Simanjuntak, SP selaku pembimbing skripsi atas bimbingannya selama penulis kuliah dan menyelesaikan skripsi di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

2. Ir. Retnaningsih, M.Si sebagai dosen penguji ujian skripsi dan juga dosen Pembimbing Akademik dan Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen Pemandu Seminar.

3. Staf program pascasarjana, sarjana, dan diploma yang sudah memberikan banyak bantuan dan informasi jumlah mahasiswi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Keuskupan Bogor, Bu Harini, Yayasan Bhumiksara, dan teman-teman Bhumiksara.

5. Bapak, Mama, dan Yohanes tercinta atas doa, perhatian, motivasi, dan kasih sayangnya.

6. Teman-teman IKK khususnya angkatan 42 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. 7. Teman-teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari masih ada kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Akhirnya, mudah-mudahan skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2010

(9)

DAFTAR TABEL ... viii

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilihan Merek ... 11

Pendidikan ... 11

Usia ... 11

Hubungan Ibu dan Remaja Puteri ... 11

Kedudukan Anak Dalam Keluarga ... 12

Menstruasi ... 13

Sejarah Pembalut ... 13

Gambaran Umum Produk ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

Disain, Tempat, dan Waktu ... 18

Teknik Penentuan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

Definisi Operasional ... 24

PEMBAHASAN ... 25

Karakteristik Contoh ... 25

(10)

vii

Brand Awareness ... 36

Top of Mind ... 36

Brand Recall ... 37

Brand Image ... 37

Hubungan Karakteristik Contoh dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut ... 39

Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan pembalut ... 39

Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan pembalut ... 40

Hubungan uang saku dengan tingkat pengetahuan pembalut ... 40

Hubungan urutan anak dengan tingkat pengetahuan pembalut ... 41

Hubungan Kedekatan dengan Ibu dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut ... 42

Hubungan Top of Mind dengan Merek yang Digunakan ... 43

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesesuaian Merek Pembalut yang Digunakan dengan Top of Mind ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menstruasi atau haid adalah salah satu keadaan alami yang akan dialami oleh setiap wanita, sering disebut “datang bulan” atau “datang tamu”. Hal tersebut ditunjukkan dengan timbulnya noda berupa darah kotor yang keluar dari mulut vagina. Peristiwa ini dialami wanita setiap bulannya dan siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Ketika menstruasi, wanita membutuhkan pembalut. Pembalut wanita adalah alat pembantu vital pada wanita yang sedang mengalami menstruasi (Putra 2001).

Produk pembalut memang merupakan kebutuhan dasar wanita karena digunakan untuk menyerap cairan agar pakaian dalam tidak ternoda. Semakin meningkatnya jumlah wanita di Indonesia (menurut Sensus Penduduk Antar Sensus pada tahun 2005 jumlah wanita sebanyak 108.472.769 orang, jumlah

pemakai pembalut kurang lebih sebanyak 71.566.684 orang) yang didukung

dengan kemajuan pendidikan dan pola pikir masyarakat membuat masyarakat

menerapkan pola hidup yang praktis dan higienis dengan mengutamakan

kenyamanan (Anonim 2005a).

Dahulu pembalut tidak memiliki bentuk, kemasan, kepraktisan dan kecanggihan seperti sekarang ini. Wanita jaman dahulu hanya menggunakan kain bersih yang diikatkan pada pakaian dalamnya. Pada saat ini, wanita-wanita membutuhkan produk pembalut yang mempunyai kualitas daya rekat, daya serap yang maksimum, serta ketipisan produk pembalut. Hal ini karena saat ini banyak wanita terutama remaja putri mempunyai banyak kegiatan diluar rumah dan lebih proaktif daripada wanita pada jaman dahulu (Anonim 2009b).

(12)

perempuan. Apalagi, jika kebersihan kurang terjaga, pembalut dapat menjadi pemicu munculnya infeksi, iritasi, atau vaginitis (radang vagina) bahkan dapat menjadi kanker serviks. Kanker serviks atau kanker leher rahim mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang berkembang, yaitu menempati urutan pertama. Di Indonesia terutama di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan 76.2 persen kasus kanker leher rahim (Aziz 2005).

Merek merupakan salah satu faktor yang menentukan keputusan konsumen dan merupakan salah satu indikator kualitas sekaligus indikator evaluasi terhadap suatu produk. Suatu merek dapat menunjukkan ataupun berhubungan langsung dengan eksistensi, fungsi, citra, dan mutu suatu produk. Berbagai merek pembalut yang muncul dewasa ini seperti Softex, Laurier, Charm, Whisper, Kotex, Hers Protex, dan seterusnya mengharuskan produsen melakukan berbagai inovasi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan meningkatkan kualitas produknya supaya konsumen merasa puas. Hal tersebut dijadikan peluang oleh perusahaan-perusahaan untuk memproduksi produk yang serupa, sehingga menimbulkan munculnya berbagai merek pembalut yang beredar di pasaran Indonesia. Saat ini, di Indonesia telah dipasarkan lebih dari 15 merek pembalut dengan berbagai keunggulannya. Terdapat lima sampai enam merek yang secara konsisten mendominasi pasar, seperti Laurier (PT. KAO Indonesia), Charm (PT. Uni Charm Indonesia), Whisper, Kotex (Kimberly-Unilever), dan Softex (PT. Softex Indonesia) (Sari 2003).

Oleh karena banyaknya pilihan merek pembalut wanita yang beredar dipasaran dengan keunggulan masing-masing, maka dilakukan penelitian mengenai perilaku penggunaan pembalut. Agar konsumen tidak salah dalam memilih produk pembalut dan mengkonsumsinya, sehingga tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

Perumusan Masalah

(13)

bahan yang telah disterilkan dan berisi kapas. Pembalut ini juga perlu diganti setiap empat sampai enam jam sekali (Cyssco 2009).

Terdapat banyak sekali merek pembalut dengan berbagai bentuk dan ukuran yang dapat dipilih. Biasanya seorang konsumen setelah beberapa kali menggunakan berbagai pembalut akan menemukan merek yang paling cocok. Sebagian konsumen menggunakan hanya satu merek dan sebagian lagi menggunakan lebih dari satu merek. Merek sangat penting bagi konsumen karena memudahkan konsumen dalam menentukan pilihan, menjadi jaminan kualitas, mencegah risiko, serta menjadi pernyataan diri dan gengsi. Banyak produsen yang rela menghabiskan begitu banyak uang hanya untuk membangun mereknya. Agar merek menjadi kuat diperlukan pengetahuan merek yang merupakan tingkat tahunya konsumen pada deskripsi produk atau merek pembalut bersangkutan. Atribut pada produk pembalut meliputi ketebalan, ada atau tidaknya pelindung sisi, dan ukuran panjang.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen mengenai penggunaan pembalut, sehingga dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana sumber informasi mengenai pembalut, kedekatan konsumen dengan ibu, tingkat pengetahuan, kesadaran merek pembalut, dan brand image, dan perilaku penggunaan pembalut?

2. Bagaimana hubungan karakteristik individu dan hubungan kedekatan ibu dan contoh dengan pengetahuan mengenai pembalut?

3. Bagaimana hubungan top of mind dengan merek pembalut yang digunakan konsumen?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesesuaian antara merek yang digunakan dengan top of mind ?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis perilaku konsumen dalam penggunaan pembalut. Tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain:

(14)

merek pembalut, brand image, dan perilaku penggunaan merek pembalut.

2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan kedekatan dengan ibu dengan pengetahuan mengenai pembalut.

3. Menganalisis hubungan top of mind dengan merek yang digunakan contoh.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku penggunaan pembalut pada lingkup mahasiswi Institut Pertanian Bogor. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai wadah mengembangkan diri dan memperluas pengetahuan serta wawasan. Bagi pemerintah diharapkan dapat sebagai acuan dalam membuat kebijakan sehingga hak-hak sebagai konsumen dapat terlindungi. Bagi konsumen, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menggunakan pembalut.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan

Pengetahuan secara umum didefinisikan sebagai informasi-informasi yang disimpan di dalam ingatan manusia. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel et al. 1994). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan ini timbul karena konsumen mencari informasi - informasi dari sebuah produk dan konsumen menyimpannya di dalam ingatannya, dimana proses pencarian informasi ini bertujuan untuk proses pencapaian tujuan akhir dari penggunaan produk yaitu tercapainya keseimbangan antara harapan konsumen dengan nilai-nilai yang diberikan oleh produk (Sumarwan 2004).

Pengetahuan produk bisa didapat dari produk itu sendiri ataupun dari pengalaman penggunaan produk, seperti periklanan, interaksi dengan tenaga penjual, informasi dari teman atau media, pengambilan keputusan yang sebelumnya atau penggunaan produk, dan ingatan konsumen. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) pengetahuan produk mencakup:

1. Kesadaran akan kategori dan merek produk di dalam kategori produk. 2. Terminologi produk (misalnya "floppy disk" dalam komputer ). 3. Atribut atau ciri produk.

4. Kepercayaan tentang kategori produk secara umum dan mengenai merek secara spesifik.

(16)

Kebutuhan

Kebutuhan yang dirasakan konsumen bisa dimunculkan oleh diri konsumen sendiri seperti rasa lapar dan haus, kebutuhan akan makanan, air, udara, rumah, pakaian, atau seks. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan fisiologis atau biologis (innate needs) dan sering juga disebut sebagai kebutuhan primer. Produk tersebut dibutuhkan konsumen untuk mempertahankan hidupnya (Sumarwan 2004).

Kebutuhan juga bisa dimunculkan oleh faktor luar konsumen, misalnya aroma makanan yang dating dari restoran sehingga konsumen terangsang ingin makan. Kebutuhan ini juga disebut kebutuhan sekunder atau motif. Kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang diciptakan (acquired needs) adalah kebutuhan yang muncul sebagai reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya. Kebutuhan tersebut biasanya bersifat psikologis karena berasal dari sikap subjektif konsumen dan dari lingkungan konsumen. Kebutuhan meliputi self-esteem, prestige, affection, dan power (Sumarwan 2004).

Kebutuhan yang dirasakan (felt needs) seringkali dibedakan berdasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari pembelian dan penggunaan produk. Pertama adalah kebutuhan utilitarian (utilitarian needs), yang mendorong konsumen membeli produk karena manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut. Misalnya obeng akan memberikan manfaat fungsional untuk kemudahan dalam membuka dan memasang kembali mur pada peralatan mesin. Yang kedua adalah kebutuhan ekspresive atau hedonic (expressive needs atau hedonic needs), yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya. Kebutuhan ini seringkali muncul untuk memenuhi tuntutan sosial dan estetika (Sumarwan 2004).

(17)

begitulah seterusnya. Seperti digambarkan pada Gambar 1, dua kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman dan keamanan. Sementara kebutuhan paling tinggi adalah aktualisasi diri, yang tercapai saat terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup seseorang. Menurut Maslow setiap individu memiliki motif dan dorongan untuk mencapai keunikan dari potensi dirinya, kapasitas dan bakatnya, yang disebutnya sebagai aktualisasi diri (Sumarwan 2004).

Gambar 1 Hirarki Kebutuhan Maslow

Pencapaian aktualitasasi diri membutuhkan kekuatan ego diri, penerimaan dari peer grup nya, dan penghargaan dirinya sendiri. Menurut Maslow aktualisasi diri ini tidak dapat tercapai sampai usia dewasa. Meski kontribusi Maslow terfokus pada kepribadian orang dewasa, namun teorinya juga banyak memberikan inspirasi pada anak, karena para pendidik mulai menyadari pentingnya menekankan keunikan diri setiap anak dan menolong untuk menemukan dan menggunakan setiap potensi yang dimiliknya.

Merek

(18)

Merek diartikan sebagai nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor (Aaker 1991). Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Pada dasarnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Berdasarkan undang-undang merek dagang, penjual diberikan hak eksklusif untuk menggunakan mereknya untuk selamanya. Mereka sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek bersifat emosional, memilki kepribadian, serta mencakup hati dan benak konsumennya (Kotler 2005).

Menurut Rangkuti (2002), merek yang terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun, nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian yaitu:

a. Attributes ( atribut)

Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.

b. Benefits (manfaat)

Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.

c. Value (nilai)

Merek juga menyatakan suatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut. d. Culture (Budaya)

(19)

Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang digunakan. f. User (pemakai)

Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya.

Pengetahuan Merek

Pengetahuan merek merupakan rangkaian lengkap asosiasi merek yang berhubungan dengan ingatan jangka panjang konsumen. Pengetahuan merek berupa tingkat “tahunya” konsumen pada deskripsi produk atau merek bersangkutan. Pengetahuan merek adalah sejauh mana konsumen familiar dengan merek. Konsep brand knowledge terdiri dari 2 dimensi yaitu brand awareness dan brand image (Ferrinadewi 2008).

Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Konsumen cenderung membeli merek yang sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal, konsumen merasa aman, terhindar dari berbagai risiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat diandalkan. Tingkat penerimaan awal dari seseorang ketika melihat dan atau mendengar suatu informasi tentang produk beserta mereknya adalah kesadaran merek (Brand Awareness). Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk (Durianto et al. 2001).

Kesadaran merek adalah suatu respon yang diberikan konsumen terhadap suatu merek sekaligus pengukuran sejauh mana konsumen peduli san memahami keberadaan merek tersebut. Kesadaran merek juga dapat diartikan sebagai kekuatan sebuah merek unttuk dapat diingat kembali oleh konsumen dan dapat dilihat dari kemampuan konsumen itu sendiri untuk mengidentifikasikan merek dalam berbagai kondisi (Surjaatmadja 2008).

(20)

dari kategori suatu produk. Kesadaran merek membutuhkan suatu rentang kontinum dari perasaan yang tidak pasti bahwa suatu merek dikenal, sampai menjadi keyakinan bahwa suatu merek merupakan satu-satunya merek yang paling dikenal dalam suatu kategori produk. Merek yang berada pada tingkat kesadaran yang tinggi memberikan keuntungan kompetitif, karena akan memperhitungkan dalam situasi pembelian.

Pengukuran brand awareness berdasarkan tingkat kesadaran merek yang mencakup puncak pikiran (top of mind), pengingatan kembali (brand recall), pengenalan merek (brand recognition), dan tidak menyadari merek (brand unaware). Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat reponden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk. Merek yang berada pada tingkat ini merupakan merek yang utama dalam benak konsumen, sehingga dalam siatuasi pembelian, merek lain tidak diperhitungkan. Brand recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat contoh setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Pada tingkatan ini disebut juga dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall). Brand recognition contoh dimana kesadarannya diukur dengan diberikan bantuan (an aided recall). Brand unaware adalah tingkatan yang paling rendah dalam pengukuran kesadaran merek, contoh sama sekali tidak menyadari atau mengenal akan suatu merek setelah diberikan bantuan. Kesadaran merek dapat meningkatkan asosiasi merek (brand association) (Aaker 1991).

Brand Image

(21)

penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman (Aaker 1991).

Brand image adalah sekumpulan aosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen (Rangkuti 2002). Citra merek (brand image) adalah suatu pandangan masyarakat terhadap merek suatu produk. Brand image merupakan bagian dari merek yang dpaat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Citra sebuah merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemegang merek (Surjaatmadja 2008).

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilihan Merek

Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan membelinya. Usia. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2004).

Hubungan Ibu dan Remaja Putri

(22)

Interaksi orangtua dan anak adalah suatu pola perilaku yang melibatkan orang tua dan anak secara timbal balik mencakup berbagai upaya keluarga. Hubungan komunikasi yang lancar dan terbuka harus selalu dijaga agar dapat diketahui hal-hal yang ingin diketahui remaja sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja. Menurut penelitian Wulandari (2007), sebagian besar (94%) remaja putri senang mencurahkan semua masalah kepada ibu, 18 persen remaja putri menyatakan sering berdiskusi dengan ibu mengenai kesehatan reproduksi, bahasan mengenai haid 70 persen serta kebersihan pakaian dalam dan alat kelamin 16 persen. Ibu adalah tokoh yang mendidik anak-anaknya, yang memelihara perkembangan anak-anaknya, dan juga mempengaruhi aktivitas-aktivitas anak di luar rumahnya. Selama ini hanya tokoh ibu yang dianggap dapat memberikan perhatian terhadap anak, sementara ayah hanya dianggap sebagai tokoh yang patut ditakuti, sering keluar rumah, dan tidak dekat dengan anak (Gunarsa dan Gunarsa 2008).

Salah satu cara untuk melakukan sosialisasi terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan berkomunikasi. Melalui komunikasi antara orang tua dan anak, anak mengetahui nilai-nilai mana yang dianggap baik dan nlai-nilai mana yang dianggap tidak baik, serta hal-hal apa yang harus dielakkan. Emotional bonding remaja putri kepada ibu berkaitan dengan pengetahuan reproduksi remaja putri.

Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Setiap anak dalam keluarga mempunyai posisinya sendiri-sendiri. Setiap kedudulan menyebabkan tanggung jawab dan konsekuesi yang berbeda.hal ini bias disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orangtua yang berbeda. Urutan anak yang dikenal adalah anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu serta anak tunggal.

(23)

oleh seorang atau beberapa orang kakak dan seorang atau beberapa adik. Anak bungsu yaitu anak terakhir dalam keluarga. Anak tunggal merupakan kedudukan anak yang tidak mempunyai kakak dan adik (Gunarsa dan Gunarsa 2008).

Menstruasi

Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Periode ini akan terjadi di kira-kira setiap dua puluh delapan hari sampai mencapai menopause, pada akhir empat puluhan atau awal lima puluhan tahun (Hurlock 1980).

Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause. Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Lamanya menstruasi yang normal berkisar antara tiga sampai lima hari (William 2001). Biasanya pada saat menstruasi wanita memakai pembalut untuk menampung darah yang keluar saat beraktivitas terutama saat tidur agar pantat dan celana tidak basah dan tetap nyaman. Pembalut perlu diganti setiap empat sampai enam jam sekali sehari untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi pada vagina (Cyssco 2009).

Sejarah Pembalut

Dimulai dari zaman Mesir Kuno, orang Mesir kuno sudah mengenal pembalut yang pada saat itu masih terbuat dari daun papyrus yang dilembutkan dan bentuknya seperti tampon. Lalu berkembang di Yunani kuno dengan menggunakan bahan kapas halus dan dan dibungkus kayu kecil. Berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembalut wanita seperti rumput kering, wol, kapas, kain bekas, maupun serat sayuran. Bentuknya yaitu dimasukkan kedalam kantong dan diselipkan di antara kedua kaki (Aditrock 2009).

(24)

yang diikat di pinggang. Pada saat itu, wanita tidak menggunakan apa-apa dibalik roknya, sehingga jika sedang menstruasi, mereka memakai pembalut tersebut. Pada tahun 1876, bahan dari mangkuk menstruasi tersebut diganti bahannya menjadi bahan karet yang memungkinkan dapat menampung darah haid, lalu terus mengalir melalui selang menuju ke kantong penampungan yang digunakan diluar badan. Namun, yang menggunakan menstrual cup hanya orang-orang tertentu saja. Orang miskin masih menggunakan kain yang bisa dicuci sehingga bisa dipakai berulang kali, karena mereka tidak sanggup membeli menstrual cup. Barulah pada perang dunia pertama, cikal bakal disposable pads (pembalut sekarang ini) ditemukan. Seorang perawat Perang Dunia pertama, ketika itu menyadari bahwa pembalut yang mereka gunakan untuk membalut luka tentara ternyata bisa digunakan ketika haid (Aditrock 2009).

Gambaran Umum Produk

Pembalut yang beredar di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Seperti yang kita ketahui, pembalut merupakan salah satu produk yang digunakan saat menstruasi yang menjadi suatu kebutuhan pokok untuk wanita. Pembalut yang beredar dan mendominasi pangsa pasar di Indonesia antara lain merek Charm, Laurier, dan Softex.

Produsen pambalut di Indonesia antara lain PT. Uni Charm, PT Kao, dan PT. Softex Indonesia. Masing-masing produsen memiliki kekhususan merek produksi. PT. Uni Charm memproduksi Charm. PT Kao memproduksi Laurier. PT. Softex Indonesia memproduksi Softex.

(25)
(26)

KERANGKA PEMIKIRAN

Menstruasi merupakan keadaan yang dialami oleh seorang perempuan normal setiap bulan. Agar cairan menstruasi yang keluar dari dinding rahim tidak menodai pakaian yang dipakai maka perempuan menggunakan pembalut. Pembalut yang beredar dipasaran bermacam-macam merek dan teknologi yang digunakan. Pembalut dapat menyebabkan iritasi, dan keputihan sehingga perempuan sebagai konsumen harus memilih pembalut yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mereka. Untuk mendapatkan pembalut yang sesuai dibutuhkan pengetahuan bagi perempuan sebagai konsumen pembalut. Karakteristik contoh yang meliputi usia, uang saku per bulan, tingkat pendidikan, dan urutan diantara anak perempuan dalam keluarga akan mempengaruhi pengetahuan konsumen. Selain itu, akses informasi yang diperoleh konsumen tentang menstruasi, pembalut, dan merek pembalut terlibat dalam membentuk pengetahuan konsumen terhadap merek suatu pembalut yang akan digunakannya. Akses informasi yang digunakan antara lain jumlah sumber informasi yang diperoleh (baik dari media cetak, media elektronik maupun orang yang berada didekatnya).

(27)

Karakteristik contoh: • Usia

• Pendidikan • Uang saku atau

pendapatan • Urutan di antara

anak perempuan

Brand Awareness: • Top of Mind Brand Recall

Pengetahuan contoh: • Menstruasi • Pembalut

Perilaku penggunaan Pembalut Akses Informasi

tentang menstruasi, pembalut, dan merek pembalut:

Jumlah sumber (media elektronik, cetak, dll)

Kedekatan contoh

dengan ibu Brand Image

Keterangan: --- : tidak diteliti : diteliti

(28)

METODE PENELITIAN

Disain, Tempat, dan Waktu

Disain penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study

adalah data yang dikumpulkan pada saru waktu untuk memperoleh gambaran

karakteristik contoh (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian ini dilakukan di

Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Dramaga dan

Gunung Gede Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive sampling) dengan pertimbangan kemudahan dalam memperoleh contoh. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2009.

Teknik Penentuan Contoh

Populasi penelitian adalah mahasiswi IPB dengan contoh penelitian

merupakan mahasiswi yang masih aktif baik yang menempuh program diploma,

sarjana, maupun pascasarjana. Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah

non-probability sampling (penarikan sampel secara tak acak) dengan cara

convenience sampling. Teknik ini merupakan prosedur sampling yang pada pengambilan sampel berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk

mendapatkannya (Suliyanto 2005).

Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil, digunakan rumus Slovin

berikut (Umar 2003):

n = N = 11429 = 99.13

(1+Ne2) 1 + 11429 (0.12)

Dimana:

n = Jumlah contoh yang diambil N= Jumlah populasi

e = error 0.1

Berdasarkan perhitungan jumlah minimal contoh untuk penelitian adalah

99 orang, maka contoh yang diambil sebanyak 110 contoh dengan pertimbangan

10 persen untuk menghindari drop out data. Jumlah sampel akhir yang digunakan adalah 100 contoh dikarenakan 10 contoh tidak mengisi kuesioner secara lengkap.

(29)

pendidikan, yakni dengan menentukan jumlah contoh berdasarkan jumlah setiap

program pendidikan dibagi dengan jumlah mahasiswi secara keseluruhan dikali

dengan persentase (100%), kemudian contoh yang akan diambil setiap program

pendidikan yaitu dengan cara nilai persen program pendidikan dikalikan dengan

jumlah contoh yang akan diambil dengan jumlah minimal contoh. Proses

pemilihannya secara convinience sampling yakni contoh dipilih berdasarkan kesediaannya untuk mengisi kuesioner dan wawancara langsung sesuai dengan

jumlah per program pendidikan. Jumlah contoh dibagi menjadi 4 kelompok

program pendidikan sesuai dengan jumlah contoh mahasiswi tiap program

pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan jenjang pendidikan

Jenjang pendidikan

Keterangan: Sumber data dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB dan buku Pascasarjana dalam angka tahun 2006-2008

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer terdiri dari data karakteristik individu, akses informasi

mengenai yang berhubungan dengan pembalut, kedekatan contoh dengan ibu

berkaitan dengan menstruasi dan masalah perempuan, pengetahuan pembalut,

kesadaran merek pembalut, brand image, dan perilaku penggunaan pembalut.

Data sekunder diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB dan buku

Pascasarjana dalam angka sebagai data jumlah populasi penelitian, internet, artikel

mengenai pembalut dan menstruasi, buku-buku mengenai merek dan perilaku

konsumen dan literatur-literatur yang dikeluarkan lembaga-lembaga terkait seperti

data mengenai kanker serviks. Cara pengumpulan data adalah wawancara

menggunakan kuesioner dan contoh mengisi langsung kuesioner. Daftar

pertanyaan kuesioner dirancang dengan memberikan pertanyaan terbuka, tertutup,

(30)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpul dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, entri data ke komputer, cleaning data, dan analisis data. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 13 for Windows. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas, analisis deskriptif, uji Cochran,

korelasi Spearman, chi-square, dan regresi logistik.

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur kuesioner agar alat ukur dapat

dipercaya, sehingga memiliki realibilitas yang baik. Menurut Suliyanto (2005), uji

reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, jika hasil

pengukuran yang dilakukan berulang menghasilkan hasil yang relatif sama,

pengukuran tersebut dianggap memiliki reliabilitas yang baik. Variabel yang

diukur adalah tingkat kedekatan contoh dengan ibu, pengetahuan konsumen dan

kesan terhadap merek yang dipakai (brand image). Alpha cronbach memiliki

rentang antara 0-1, sehingga memiliki kategori yang dapat diinterpretasikan,

sebagai berikut: 1) nilai koefisien alpha berkisar antara 0-0.20 berarti kurang

realibel, 2) nilai koefisien alpha berkisar antara 0.21-0.40 berarti agak realibel, 3)

nilai koefisien alpha berkisar antara 0.41-0.60 berarti cukup realibel, 4) nilai

koefisien alpha berkisar antara 0.61-0.80 berarti realibel, 5) nilai koefisien alpha

berkisar antara 0.81-1.00 berarti sangat realibel. Kedekatan contoh dengan ibu

berkaitan dengan pembalut dan brand image mempunyai koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0.886 dan 0.866 termasuk sangat realibel dan pengetahuan

konsumen mempunyai koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0.472

termasuk cukup realibel (Yulianti 2008).

Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu

data, seperti berapa rata-rata, standar deviasi, varians dan sebagainya (Santoso

2000). Dalam penelitian ini analisis deskriptif yang digunakan untuk

mengidentifikasi jumlah sumber informasi mengenai yang berhubungan dengan

pembalut yang digunakan oleh contoh, kedekatan contoh dengan ibu berkaitan

dengan menstruasi dan masalah perempuan, tingkat pengetahuan pembalut,

kesadaran merek pembalut, brand image dan perilaku penggunaan pembalut.

Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah rata-rata,

(31)

Pada penelitian ini alat ukur menggunakan berbagai jenis skala. Skala

rasio digunakan pada variabel usia dan uang saku per bulan. Sedangkan yang

menggunakan skala nominal hanya pada variabel kesesuaian merek (Tabel 2).

Tabel 2 Variabel, Skala, dan Kategori Data

Variabel Skala Kategori Urutan di antara anak

perempuan

Kedekatan contoh dengan ibu Ordinal Berdasarkan Khomsan (2002):

1. Tinggi (>80%) 2. Sedang (60-80%) 3. Rendah (<60%)

Tingkat pengetahuan Ordinal Berdasarkan Khomsan (2002):

1. Tinggi (>80%) 2. Sedang (60-80%) 3. Rendah (<60%)

Brand Image Ordinal 1. Tinggi (88,9-100,0%) 2. Sedang (77,8-88,9%) 3. Rendah (66,7-77,8%)

Kesesuaian merek Nominal 1. Sesuai

2. Tidak sesuai

Masing-masing variabel dan skala data mempunyai kategori yang berbeda.

Terdapat dua cara pengkategorian dalam penelitian ini, yaitu menggunakan

interval kelas dan berdasarkan hasil rujukan yang diharapkan dapat memberikan

hasil yang optimal. Variabel yang menggunakan rujukan adalah kedekatan contoh

(32)

yaitu usia, uang saku, jumlah sumber informasi, dan brand image menggunakan interval kelas. Kelas interval yang digunakan menggunakan rumus:

Interval Kelas: Nilai Maksimum-Nilai Minimum Jumlah Kategori

Uji Cochran digunakan untuk menguji signifikansi hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek. Asosiasi yang saling berhubungan akan

membentuk brand image dari merek tersebut dengan membandingkan nilai

Cochran dengan Chi Square Table. Uji Cochran digunakan pada variabel brand image untuk mengetahui signifikan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi (Rangkuti 2002). Brand image yang terbentuk adalah dengan ketentuan nilai Cochran kurang dari nilai Chi Square Table (Durianto et al. 2001). Langkah-langkah pada uji Cochran adalah:

1. Hitung nilai Q dengan rumus: Q = C(C-1)∑Cj2 – (C-1)N2

CN - ∑Ri2

Keterangan:

C = banyaknya variabel (asosiasi) Ri = jumlah baris jawaban ”ya” Cj = jumlah kolom jawaban ”ya” N = total besar

2. Tolak H0 bila Q > χ2 Tabel (ά, v), V = C-1

Tahap pertama dalam uji Cochran adalah untuk mengetahui

signifikansi setiap asosiasi yang terdapat dalam suatu merek dimulai

dengan pengujian semua asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan

perbandingan antara nilai Q dengan χ2 Tabel (ά, v). Jika diperoleh nilai Q < χ2 Tabel (ά, v), maka H0 diterima yang berarti semua asosiasi yang diuji

saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek. Jika

diperoleh nilai Q > χ2 Tabel (ά, v) maka dapat disimpulkan belum cukup bukti untuk menerima H0. Dengan demikian, tidak semua asosiasi adalah

sama dan pengujian dilanjutkan ke tahap dua.

Tahap kedua adalah mengetahui asosiasi-asosiasi mana yang tidak

(33)

suatu merek. Dengan demikian nilai N sekarang akan berkurang sebesar

nilai total kolom yang dikeluarkan. Nilai Q dihitung kembali dengan

mempertimbangkan kondisi terbaru tersebut. Saat ini asosiasi yang diuji

signifikansi hubungannya menjadi berkurang satu pula sehingga derajat

bebas dari χ2 Tabel (ά, v) berkurang satu juga. Jika Q > χ2 Tabel (ά, v), tahap pengujian dilanjutkan ke tahap ketiga dengan teknik yang sama

seperti sebelumnya. Apabila Q < χ2 Tabel (ά, v) maka pengujian dihentikan yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi-asosiasi terakhir yang diuji.

Untuk menganalisis hubungan karakteristik contoh dan kedekatan dengan

ibu dengan tingkat pengetahuan pembalut digunakan analisis korelasi Spearman.

Analisis korelasi Spearman adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier antara satu variabel dengan variabel lain.

Korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan

antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala

ordinal. Korelasi dapat menghasilkan angka positif atau negatif (Suliyanto 2005).

Uji chi-square adalah pengujian untuk mengetahui hubungan antara baris dan kolom, variabel data yang digunakan berskala nominal atau bisa ordinal tetapi

tidak diukur tingkatannya (Priyanto 2008). Hubungan top of mind dengan perilaku merek yang digunakan contoh digunakan analisis chi-square.

Uji regresi logistik digunakan untuk mencari persamaan regresi jika

variabel dependennya merupakan variabel dependennya merupakan variabel yang

berbentuk skala ordinal (Santosa dan Ashari 2005). Uji regresi logistik digunakan

untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek yang

(34)

Definisi Operasional

Contoh: mahasiswi Institut Pertanian Bogor yang masih aktif dari proporsi diploma, sarjana, dan pascasarjana.

Karakteristik contoh: ciri contoh yang meliputi lama usia, pendidikan, dan uang saku.

Usia: ukuran waktu contoh selama hidup sampai sekarang.

Pendidikan: tingkat pendidikan yang ditempuh contoh.

Uang saku per bulan: jumlah nilai dalam rupiah yang diperoleh contoh yang bersumber dari orang tua, saudara, beasiswa dan bekerja dalam satu bulan

yang digunakan selama kuliah.

Urutan di antara anak perempuan: tingkatan anak perempuan dari anak perempuan dalam keluarga.

Akses informasi terhadap menstruasi dan merek pembalut: suatu saluran infromasi mengenai menstruasi, pembalut dan merek pembalut yang

diperoleh.

Jumlah sumber informasi: banyak sumber informasi yang didapat contoh dari beberapa media informasi (televisi, radio, majalah, koran, internet, guru,

teman, dan keluarga)

Kedekatan ibu dengan contoh: hubungan tingkat dekat atau tidaknya contoh dengan ibu dalam mengkomunikasikan tentang menstruasi dan masalah

perempuan.

Pengetahuan pembalut: Tingkat sejauh mana konsumen mengetahui mengenai menstruasi, produk pembalut, dan merek.

Brand awareness: Tingkat kesadaran konsumen akan keberadaan merek pembalut

melalui top of mind dan brand recall.

Brand Image: kesan konsumen yang timbul terhadap merek yang dipakainya.

Perilaku penggunaan pembalut: kegiatan contoh dalam menghabiskan produk (seberapa banyak pembalut yang digunakan setiap satu siklus, merek yang

digunakan setiap bulan, jenis pembalut yang digunakan) dan kesesuaian

merek yang digunakan contoh dengan top of mind.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Usia. Tiga per lima (60%) dari 100 contoh berusia antara 21-30 tahun. Dua

orang contoh berkategori usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun (Tabel 3).

Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap

merek (Sumarwan 2004). Usia maksimum contoh 48 tahun, saat menjelang

menopause. Hal ini dikarenakan proporsi pengambilan contoh mahasiswi program S1 lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswi S0, S2, dan S3. Selain itu,

karena banyak wanita di atas usia 25 tahun yang kembali ke kampus untuk

melanjutkan pendidikannya (Engel et al. 1994). Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia (n=100)

Usia (Tahun) Persentase (%)

≤ 20 38,0

Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai

yang dianut, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu

masalah. Sebanyak 60 contoh sedang menjalani pendidikan program sarjana,

sedangkan contoh yang menjalani program doktor hanya tiga orang (Tabel 4).

Contoh penelitian diambil berdasarkan jumlah mahasiswi secara keseluruhan.

Oleh karena itu, mahasiswi program sarjana paling banyak di antara

program-program pendidikan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Tingkat pendidikan

konsumen yang tinggi akan membawa dampak pada pengetahuan informasi

produk yang semakin luas pula (Engel et al. 1995).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan (n=100)

Tingkat pendidikan Persentase (%)

S0 27,0 S1 60,0 S2 10,0 S3 3,0

(36)

Uang Saku. Contoh mempunyai uang saku untuk keperluannya selama

kuliah yang diperoleh dari kiriman orangtua, beasiswa, ataupun penghasilannya.

Separuh (50%) contoh mempunyai uang saku sebulan kurang dari atau sama

dengan Rp 600.000, dengan nilai terendah Rp 300.000. Hanya sebagian kecil

lebih dari atau sama dengan Rp 1.300.001 yang berjumlah enam orang.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku perbulan (n=100)

Uang saku Persentase (%)

≤ Rp 600.000 50,0

Rp 600.001 - Rp 1.300.000 44,0

≥ Rp 1.300.001 6,0

Total 100,0

Rata-rata ± SD 728.800 ± 321.619,3

Kisaran (min-max) 300.000 - 2.000.000

Urutan di antara anak perempuan. Keluarga merupakan lingkungan

mikro yang paling dekat dengan konsumen. Keluarga adalah kelompok yang

terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan,

atau adopsi dan tinggal bersama (Engel et al. 1994). Sebanyak 65 persen contoh merupakan anak pertama di antara anak perempuan dalam keluarga (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan urutan di antara anak perempuan (n=100)

Urutan anak Persentase (%)

1 65,0

Sumber informasi diperoleh melalui media televisi, radio, internet, leaflet,

salesman, label kemasan, teman atau keluarga, kelompok acuan, maupun toko. Menurut Kotler (2000), sumber informasi konsumen di antaranya adalah sumber

pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), sumber komersil (iklan, tenaga

(37)

dan organisasi penilaian konsumen), dan sumber percobaan (penanganan,

pengujian, dan penggunaan produk).

Media elektronik dan media cetak paling banyak memberikan contoh

dalam memperoleh informasi mengenai pembalut. Sebanyak 23,6 persen contoh

menggunakan media elektronik seperti televisi dan radio. Sedangkan contoh yang

mengakses informasi melalui internet sangat sedikit hanya 3,4 persen. Hal ini

dikarenakan separuh contoh memiliki uang saku rendah (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi (n=100)

Sumber informasi Persentase (%)

Sumber komersil

Kelompok acuan (Guru dan dokter) 9,9

Lainnya (seminar,brosur) 7,1

Total 100,0

Sebanyak 67 persen contoh memperoleh informasi antara tiga sampai lima

sumber. Jumlah sumber informasi yang berkisar enam sampai dengan tujuh

sebanyak 21 orang (Tabel 8). Konsumen yang kurang mempunyai informasi akan

lebih mudah terbujuk oleh informasi yang kurang relevan (Engel et al. 1995). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi (n=100)

Jumlah sumber informasi Persentase (%)

1 - 2 12,0

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) selama ini hanya tokoh ibu yang

dianggap dapat memberikan perhatian terhadap anak, sementara ayah hanya

(38)

dengan anak. Sebanyak 38 persen contoh mempunyai tingkat kedekatan yang

sedang dengan ibu dalam mencurahkan hati, berdiskusi mengenai pembalut dan

menstruasi. Contoh yang mempunyai kedekatan yang tinggi dengan ibu sebanyak

33 persen (Gambar 3).

Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%)

P

ers

entase

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu

Kedekatan contoh dengan ibu mempunyai kategori tidak pernah yang

mempunyai nilai satu, jarang yang bernilai dua, dan sering bernilai tiga.

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai rataan skor dari keseluruhan

pernyataan sebesar 2,1. Nilai tersebut merupakan nilai yang lebih mendekati

katagori jarang, sehingga berarti kedekatan keseluruhan contoh dengan ibu

termasuk katagori jarang.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan intensitas sering dalam kedekatan dengan ibu (n=100)

No Pernyataan Tidak pernah Jarang Sering Skor

1 Memberitahukan kepada ibu saat anda mendapatkan menstruasi

10,0 42,0 48,0 23,8

2 Bercerita kepada ibu jika mengalami sakit nyeri pada saat menstruasi/PMS

20,0 30,0 50,0 23,0

3 Membicarakan tentang

menstruasi kepada ibu 14,0 52,0 34,0 22,0

4 Berdiskusi mengenai pembalut yang baik dengan ibu

41,0 44,0 15,0 17,4

(39)

Tabel 9 Lanjutan

No Pernyataan Tidak pernah Jarang Sering Skor

6 Berdiskusi dengan ibu tentang

merek-merek pembalut 38,0 48,0 14,0 17,6

7 Berdikusi mengenai kesehatan organ intim perempuan

dengan ibu

31,0 48,0 21,0 19,0

8 Berdiskusi tentang masalah-masalah kewanitaan dengan ibu

18,0 50,0 32,0 21,4

Rataan Skor 2,1

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 21 persen sering berdiskusi

mengenai kesehatan organ intim perempuan, sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Wulandari menunjukkan 18 persen remaja putri menyatakan sering

berdiskusi dengan ibu mengenai kesehatan reproduksi. Jadi, dapat disimpulkan

hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Wulandari (2007). Secara

keseluruhan dapat

Pengetahuan Pembalut

Berdasarkan Gambar 4, separuh (50%) contoh dapat menjawab pertanyaan

dengan kategori sedang, yaitu 60 sampai 80 persen dari total pertanyaan. Contoh

yang memiliki pengetahuan yang tinggi sebanyak 27 persen lebih banyak

dibandingkan dengan kategori pengetahuan rendah. Hal ini disebabkan oleh

pengalaman yang berbeda sehingga dapat menciptakan pengetahuan yang berbeda

(Engel et al. 1994). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya

yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan

dengan fungsinya sebagai konsumen (Sumarwan 2004).

23

Re ndah (<60%) Se dang (60-80%) Tinggi(>80%)

Pe

(40)

Berdasarkan dari Tabel 10, pengetahuan mengenai merek yang beredar di

Indonesia, hampir seluruh (96%) contoh memiliki pengetahuan macam-macam

merek. Untuk pengetahuan mengenai pengertian menstruasi, hampir seluruh

(90%) contoh mengetahui pengertian menstruasi.

Tabel 10 Persentase berdasarkan jawaban pengetahuan pembalut yang benar (n=100)

Pernyataan Persentase (%) yang

mengetahui Merek 96,0 Menstruasi

Pengertian menstruasi 90,0

Informasi periode menstruasi 70,0

Pembalut

Fungsi pembalut 76,0

Cara menggunakan pembalut 71,0

Arah penyerapan cairan 76,0

Ciri-ciri pembalut yang aman 44,0

Informasi lama memakai pembalut 78,0

Bahan dasar pembalut 71,0

Cara pengecekan pembalut yang berkualitas 43,0

Warna air jika pembalut dilarutkan dalam air 76,0

Yang akan terjadi jika pembalut dilarutkan dalam air 50,0

Ukuran pembalut 54,0

Konsumen memutuskan untuk mengkonsumsi atau membeli suatu produk

didasarkan pada pengetahuannya mengenai produk yang akan dibelinya.

Pengetahuan contoh mengenai suatu produk akan memberikan manfaat kepada

konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen.

Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan

yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau

mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. Sebanyak 71 persen contoh

mengetahui cara menggunakan pembalut. Sebaliknya, pengetahuan mengenai cara

pengecekan pembalut yang berkualitas, kurang dari separuh (43%) contoh tidak

mengetahuinya (Tabel 10). Hal ini dikarenakan kurangnya publikasi mengenai

(41)

Perilaku Penggunaan Pembalut dan Merek

Menstruasi merupakan periode pengeluaran darah secara periodik

(biasanya setiap bulan). Sebanyak 70 persen contoh mengalami menstruasi selama

enam sampai tujuh hari per periode (Tabel 11). Kisaran lama satu siklus

menstruasi contoh adalah empat sampai sembilan hari. Menurut William (2001),

biasanya lama menstruasi adalah antara tiga sampai lima hari. Hasil penelitian ini

yang termasuk dalam kategori tersebut sebanyak 14 orang. Pada wanita siklus

menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak

semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi

setiap 21 hari hingga 30 hari (Hurlock 1980). Perbedaan lamanya menstruasi ini

dapat disebabkan berbagai faktor, termasuk ketebalan endometrium, pengobatan,

dan penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan (William 2001).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lamanya mendapatkan menstruasi (n=100)

Lama menstruasi (Hari) Persentase (%)

4 - 5 14,0

Pembalut merupakan produk sekali pakai. Selama satu siklus haid, separuh

(50%) contoh mengganti pembalut setiap harinya sebanyak dua kali (Tabel 12).

Pembalut harus diganti minimal dua kali sehari untuk mencegah agar tidak terjadi

infeksi pada vagina. Menurut Cyssco (2009) sebaiknya pembalut diganti empat

sampai enam jam sekali sehari. Hanya 11 persen yang sesuai dengan pernyataan

tersebut. Oleh karena itu, kebutuhan akan pembalut untuk setiap harinya adalah

empat sampai enam pembalut.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dalam sehari (n=100)

Banyaknya jumlah pembalut sehari Persentase (%)

(42)

Saat mendapatkan menstruasi, seorang perempuan membutuhkan

pembalut agar tidak menodai pakaian yang dikenakannya. Jumlah pembalut dalam

satu siklus, merek yang digunakannya, dan jenis pembalut yang dipakainya

merupakan perilaku konsumen dalam penggunaan pembalut. Perilaku konsumen

adalah suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta

menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan

mengikuti tindakan tersebut (Engel et al. 1994). Pembalut merupakan produk sekali pakai. Sebanyak 3 persen contoh menggunakan pembalut kurang dari 10

buah selama satu siklus haid (Tabel 13). Jumlah pembalut yang dipakai seseorang

berbeda-beda sesuai dengan lamanya menstruasi dan banyaknya darah yang

keluar.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut yang dipakai dalam satu siklus menstruasi (n=100)

Jumlah pembalut Persentase (%)

<10 buah 3,0

Kebutuhan yang dirasakan konsumen bisa dimunculkan oleh diri

konsumen sendiri seperti rasa lapar dan haus, kebutuhan akan makanan, air, udara,

rumah, pakaian, atau seks. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan fisiologis

atau biologis (innate needs) dan sering juga disebut sebagai kebutuhan primer (Sumarwan 2004). Pembalut merupakan salah satu produk tersebut yang

dibutuhkan konsumen untuk mempertahankan hidupnya.

Setiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda termasuk dalam

kebutuhan menggunakan pembalut. Pada usia lebih dari atau sama dengan 31

tahun, contoh menghabiskan pembalut lebih dari 20 buah pembalut setiap

siklusnya (Tabel 14). Hal ini diduga karena pada usia lebih dari 40 tahun telah

(43)

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dan usia (n=100)

Selain jumlah pembalut yang dikemukakan sebelumnya, dalam

penggunaan merek dan jenis pembalut konsumen pun berbeda-beda. Jenis-jenis

pembalut yang biasa digunakan dalam produk pembalut antara lain maxi, regular, slim, ultra slim dan night. Karena setiap bulannya berbeda-beda maka dilihat dari penggunaan jenis pembalut contoh pada satu bulan terakhir. Pada satu bulan

terakhir pemakaian, jenis pembalut contoh ada yang memakai dengan satu sampai

tiga jenis pembalut. Sebanyak 61 persen contoh menggunakan satu jenis pembalut

setiap bulannya. Hanya lima persen dari contoh yang menggunakan tiga jenis

pembalut setiap bulannya (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi jenis pembalut (n=100)

Kombinasi jenis pembalut Persentase (%)

Satu jenis 61,0

Dua jenis 34,0

Tiga Jenis 5,0

Total 100,0

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat selama tiga bulan terakhir, contoh yang

menggunakan ketebalan pembalut beranekaragam. Selama tiga bulan terakhir ada

15 kombinasi jenis pembalut. Setengah dari kombinasi penggunaan jenis

pembalut menggunakan night dan sepertiga kombinasi menggunakan regular. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pemakaian jenis pembalut selama tiga bulan

terakhir (n=100)

Jenis pembalut Persentase (%)

1 Bulan terakhir 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir

(44)

Tabel 16 Lanjutan

Jenis pembalut Persentase (%)

1 Bulan terakhir 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir

Slim, night 3,0 3,0 3,0

Urutan kombinasi jenis pembalut kedua yang terbanyak adalah contoh

menggunakan kombinasi maxi dan night. Penggunaan pembalut menurut

ketebalan dan ukuran selama tiga bulan terakhir, contoh ada yang konsisten dan

ada yang tidak sehingga jumlah tiap bulannya tidak sama. Hasil ini mendukung

penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Kristen Petra, bahwa

kontribusi penjualan pembalut di Indonesia masih didominasi oleh jenis maxi

(Sari 2003).

Konsumsi produk pembalut berbeda-beda setiap individu karena dalam

proses keputusan penggunaan jenis pembalut salah satunya dipengaruhi oleh

faktor perbedaan individu. Menurut Sumarwan (2004) faktor perbedaan individu

terdiri dari kebutuhan dan motivasi, kepribadian, pengolahan informasi dan

persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap konsumen.

Merek-merek pembalut yang beredar dipasaran semakin beragam dan

menawarkan berbagai kelebihan. Merek sangat penting bagi konsumen karena

memudahkan dalam menentukan pilihan, memberikan jaminan kualitas,

mencegah risiko, serta menjadi pernyataan diri dan pengerek gengsi. Pemasar

sangat tertarik pada pengetahuan konsumen terhadap merek. Menurut hasil

penelitian ini dengan populasinya yang merupakan mahasiswa dari jenjang

diploma, sarjana, dan pascasarjana, sebanyak 67 persen contoh menggunakan

pembalut dengan merek Charm (Gambar 5). Selain itu, merek yang digunakan

contoh adalah Laurier, Kotex, Softex, Whisper, dan lain-lain. Merek Softex,

Whisper, dan lain-lain mempunyai persentase yang sama yaitu dua persen. Merek

(45)

dengan penelitian mahasiswa universitas Kristen Petra, merek yang paling sering

digunakan adalah Charm (Sari 2003).

1 2

Charm Laurier Kotex Softex Whisper Lain-lain

Merek

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek contoh

Merek yang digunakan oleh contoh juga bervariasi dengan 12 kombinasi.

Selama tiga bulan terakhir secara konsisten, lebih dari tiga per lima (61%) contoh

menggunakan merek Charm. Setelah merek Charm, merek kedua yang dipakai

oleh contoh adalah merek Laurier terbanyak 18 persen dan untuk dua bulan

terakhir sebesar 16 persen. Kemudian merek ketiga adalah Kotex dengan

persentase 10 persen dan dua bulan terakhir sebesar sembilan persen (Tabel 17).

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek selama 3 bulan terakhir (n=100)

Merek yang digunakan Persentase (%)

1 Bulan terakhir 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir

Charm 61,0 61,0 61,0

Laurier 18,0 16,0 18,0

Kotex 10,0 9,0 10,0

Hers Protex 2,0 1,0 0,0

Laurier, Charm 2,0 3,0 3,0

Avail 1,0 1,0 1,0

Charm, Kotex 1,0 1,0 1,0

Hers Protex, Charm 1,0 1,0 1,0

Laurier, Whisper 1,0 1,0 1,0

Protex 1,0 0,0 0,0

Softex 1,0 5,0 3,0

Whisper 1,0 1,0 1,0

(46)

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh (95%)

contoh menggunakan merek tunggal. Sedangkan yang menggunakan merek lebih

dari satu hanya lima persen di lihat pada penggunaan merek satu bulan terakhir.

Brand Awareness

Top of Mind

Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau

mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori suatu

produk (Aaker 1991). Tingkat kesadaran merek yang mencakup puncak pikiran

disebut dengan Top of Mind. Top of Mind memiliki citra merek atau asosiasi merek yang lebih kuat. Merek-merek yang disebutkan oleh contoh yang

merupakan Top of Mind contoh adalah Charm, Laurier, Kotex, Softex, Whisper, dan lain-lain. Lain-lain dalam hal ini adalah merek Hers Protex dan Avail. Dari

tujuh merek yang disebutkan tersebut, lebih dari tiga per lima (63%) contoh

menyebutkan merek Charm yang berada dalam puncak pikiran dan menempati

urutan pertama (Gambar 6).

63

Charm Laurier Kotex Softex Whisper Lain-lain

Merek

Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan Top of Mind

Menurut riset yang dilakukan oleh majalah SWA, merek pembalut yang

menempati peringkat pertama adalah merek Laurier, sedangkan pada penelitian

ini merek Laurier berada pada urutan kedua. Hal ini berbeda dengan hasil

penelitian ini, dikarenakan contoh yang digunakan berbeda. Merek avail adalah

merek yang dipasarkan dengan cara Multi Level Marketing (MLM), produk

(47)

tempat-tempat yang menjadi anggota distributornya sehingga konsumen yang mengetahui

merek tersebut jarang.

Brand Recall

Brand awareness juga dapat diartikan sebagai kekuatan sebuah merek untuk dapat diingat kembali oleh konsumen dan dapat dilihat dari kemampuan

konsumen itu sendiri untuk mengidentifikasi merek dalam berbagai kondisi.

Brand recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Pada tingkatan ini disebut juga

dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall) (Aaker 1991).

Merek-merek yang disebutkan contoh setelah Top of Mind adalah Charm, Laurier, Kotex, Softex, dan lain-lain (Hers Protex dan Avail). Merek Top of Mind yang tidak ada pada brand recall adalah Whisper.

Pengetahuan merek pembalut yang disebutkan secara spontan tanpa

dibantu (brand recall) pada urutan pertama ditempati oleh Laurier (47%), kedua Charm (24%), ketiga Kotex (18%), keempat Softex (7%) dan terakhir lain-lain

sebesar empat persen. Merek lain-lain adalah Hers Protex dan Avail dengan

masing-masing tiga persen dan satu persen (Tabel 18). Pada Brand Recall merek Laurier lebih unggul dibanding dengan merek yang lain.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan brand recall setelah top of mind (n=100)

Merek Persentase (%)

Laurier 47,0

Brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Berdasarkan Gambar 7,

seperempat (25%) contoh memberikan kesan dari merek pembalut yang

digunakan termasuk pada kategori sedang atau tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu

rendah. Terdapat 46 orang contoh yang mempersepsikan merek yang dipakainya

(48)

konsumen dalam terciptanya rasa percaya pada merek dan pengalaman akan

mempengaruhi evaluasi konsumen dalam konsumsi, penggunaan atau kepuasan

secara langsung dan tidak langsung dengan merek (Coastabile 2002 dalam

Ferrinadewi 2008).

Rendah (66,7-77,8% ) Sedang (77,8-88,9% ) Tinggi (88,9-100,0%

Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori score brand image terhadap merek yang digunakan

Berdasarkan penggunaan merek pembalut, maka diambil tiga peringkat

pertama yang tertinggi yaitu merek Charm. Laurier, dan Kotex. Hasil pengukuran

asosiasi merek dengan menggunakan uji Cochran menunjukkan bahwa semua

asosiasi yang berjumlah 12 butir melekat pada merek Charm, Laurier, dan Kotex.

Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image- nya)

menjadi pijakan konsumen dalam proses keputusan pembelian dan loyalitas pada

merek tersebut (Durianto et al. 2001).

Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat di rangkai sehingga

membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Kesan yang kuat

untuk contoh yang menggunakan merek Charm adalah kelembutan bahan, daya

serap yang tinggi, nyaman, dan higienis. Merek Laurier mempunyai kesan yang

kuat dengan atribut kemudahan memperolehnya, tidak mudah bocor, ukuran yang

sesuai, dan nyaman. Sedangkan merek Kotex adalah merek terkenal, kemasan

yang menarik, kelembutan bahan, tidak mudah bocor, anti kerut, ukuran yang

sesuai, tetap ada sirkulasi udara, nyaman, dan higienis (Tabel 19). Menurut hasil

penelitian Susanti (2008) yang meneliti mengenai analisis asosiasi merek pada

produk pembalut Charm adalah produknya efektif, aman digunakan, harganya

terjangkau dan produknya mudah didapatkan. Konsumen yang menggunakan

(49)

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan asosiasi-asosiasi pembentuk brand image

pembalut (n=100)

No Atribut Charm Laurier Kotex

1 Nyaman √ √ √

11 Tetap ada sirkulasi

udara - - √

Hubungan Karakteristik Contoh dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut

Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan pembalut

Usia merupakan karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi selera

konsumen terhadap suatu produk atau jasa. Setengah dari contoh yang memiliki

usia kurang dari atau sama dengan 20 tahun, memiliki tingkat pengetahuan

pembalut dengan kategori sedang. Sebanyak delapan persen pada kategori usia 21

sampai 30 tahun, mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai pembalut. Tiga

per empat contoh yang berada pada kategori usia lebih dari atau sama dengan 31

tahun mempunyai tingkat pengetahuan pembalut terkategori sedang (Tabel 20).

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia dan tingkat pengetahuan pembalut

Usia (Tahun) Tingkat pengetahuan pembalut(%)* Total(%)

Rendah Sedang Tinggi

≤ 20 15,0 19,0 4,0 38,0

21-30 8,0 28,0 22,0 58,0

≥ 31 0,0 3,0 1,0 4,0

Total 23,0 50,0 27,0 100,0

Ket: * signifikan pada p<0,05

Gambar

Tabel 2 Variabel, Skala, dan Kategori Data
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan pembalut
Tabel 10 Persentase berdasarkan jawaban pengetahuan pembalut yang benar (n=100)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rasionalization (rasionalisasi), capability

Untuk menjadi perusahaan penerbangan yang unggul dan terkemuka, Garuda Indonesia memiliki misi untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan bukan hanya di dalam pesawat tetapi juga

Harga diri ( self- esteem) mungkin suatu sifat yang menyemarakkan efikasi diri. Sebagai contoh, sesorang bisa memiliki efikasi diri secara umum yang tinggi, dia

Dari perhitungan untuk mendapatkan hasil penentuan parameter yang optimal dengan menggunakan metode Taguchi, maka didapatkan faktor yang berpengaruh, yaitu getaran mesin,

Penurunan ukuran droplet emulsi yang diakibatkan peningkatan EOR juga telah dilaporkan baik dengan metode emulsifikasi spontan maupun fase inversi pada sistem

g. Membuat penilaian yang disesuaikan dengan SK, KD dan tujuan dari pembelajaran. Selain itu guru biologi kelas X MA Uswatun Hasanah membuat perencanaan

Tindak tutur melarang dalam bahasa Jawa dialek standar merupakan ungkapan dengan tujuan untuk melarang penutur kepada mitra tuturnya untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang