• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI MINYAK DAN EMULSIFIER TERHADAP KARAKTERISTIK NANOEMULSI MINYAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANII) ABDUL AZIZ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI MINYAK DAN EMULSIFIER TERHADAP KARAKTERISTIK NANOEMULSI MINYAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANII) ABDUL AZIZ"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI MINYAK DAN EMULSIFIER

TERHADAP KARAKTERISTIK NANOEMULSI MINYAK

KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANII)

ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konsentrasi Minyak dan Emulsifier terhadap Karakteristik Nanoemulsi Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016 Abdul Aziz NIM F24120026

(4)
(5)

ABSTRAK

ABDUL AZIZ. Pengaruh Konsentrasi Minyak dan Emulsifier terhadap Karakteristik Nanoemulsi Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii). Dibimbing oleh TIEN R MUCHTADI dan SRI YULIANI.

Nanoemulsi minyak kayu manis (MKM) sebagai sistem pembawa komponen bioaktif lipofilik yang dapat meningkatkan sifat fungsionalnya di bidang pangan. Penelitian bertujuan menyeleksi metode emulsifikasi energi rendah dan jenis emulsifier serta mengetahui pengaruh konsentrasi minyak dan emulsifier terhadap karakteristik nanoemulsi. Seleksi dilakukan diantara metode emulsifikasi spontan dan fase inversi dengan emulsifier Tween 20 dan Tween 80. Emulsi stabil dengan metode fase inversi dan Tween 80. Karakterisasi nanoemulsi dilakukan dengan konsentrasi minyak 5% dan 10% pada emulsifier to oil ratios (EOR) 0.25; 0.50; 0.75; 1.00. Peningkatan konsentrasi minyak dan emulsifier menyebabkan peningkatan viskositas dan penurunan zeta potensial. Peningkatan konsentrasi emulsifier menyebabkan penurunan ukuran droplet dan indeks polidispersitas (PDI). Uji kestabilan terhadap freeze thaw dipengaruhi oleh Tween 80. Pengamatan dengan TEM pada formula terpilih menunjukan ukuran droplet kisaran 100-200 nm.

Kata kunci: minyak kayu manis, fase inversi, nanoemulsi, Tween 80

ABSTRACT

ABDUL AZIZ. Influence of Oil and Emulsifier Concentration towards Charactheristics of Cinnamon (Cinnamomum burmanii) Oil Nanoemulsion. Supervised by TIEN R MUCHTADI and SRI YULIANI.

Cinnamon oil nanoemulsion is delivery system for liphohilic bioactive compounds which increase good characteristics in food applications. This research aims to select the low energy approach emulsification method and emulsifier type and identify the influence of oil and emulsifier concentration in the emulsion characteristics. Selection step were conducted by using spontaneous emulsification and phase inversion method, also using Tween 20 and Tween 80. Cinnamon oil emulsion was stabilized by using phase inversion method and Tween 80. Characterization cinnamon oil emulsion were conducted on 5% and 10% oil with emulsifier to oil ratios (EOR) varians 0.25; 0.50; 0.75; 1.00. This research showed that the increasing of oil and emulsifier concentration led to viscosity increased and zeta potential decreased. The increase of emulsifier concentration caused the decreasing droplet size and polydispersity index (PDI). Freeze thaw stability was influenced by Tween 80. TEM observations on selected formula showed the droplets size in the range of 100-200 nm.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH KONSENTRASI MINYAK DAN EMULSIFIER

TERHADAP KARAKTERISTIK NANOEMULSI MINYAK

KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANII)

ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr Elvira Syamsir, STP MSi Penguji

(10)
(11)

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Minyak dan Emulsifier terhadap Karakteristik Nanoemulsi Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

Nama : Abdul Aziz NIM : F24120026

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tien R Muchtadi, MS Pembimbing I Dr Sri Yuliani, MT Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda Hudati, Ayahanda Budiyana, kakak-kakak tercinta (Iftahudin Ahmad; Ahmad Syarifudin; Istianah Suharyanti; Endi Pramono) dan Keluarga Besar Bani Basri dan Keluarga Besar Bani Mini, terimakasih banyak atas doa dan dukungannya

2. Prof Dr Ir Risfaheri, MSi selaku kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah bersedia menerima penulis untuk melaksanakan kegiatan penelitian.

3. Prof Dr Ir Tien R Muchtadi, MS dan Dr Sri Yuliani, MT selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan evaluasi kepada penulis. Dr Elvira Syamsir STP, MSi selaku dosen penguji yang banyak memberi masukan guna perbaikan kualitas penulisan skripsi. 4. Staff Balai Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian terkhusus di laboratorium nanoteknologi, mikrobiologi dan kimia serta staff lainnya yang telah memberi bantuan, bimbingan dan nasihat.

5. Para Dosen, staff Unit Pelayanan Terpadu, teknisi, serta rekan-rekan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, terkhusus angkatan 49. Terimakasih atas doa dan dukungannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB

6. Keluarga Birena Al Hurriyyah IPB, Tim “Kara Benguk” dan Tim “Blusukan Pangan” yang banyak menginspirasi bersama Dr.agr Eny Palupi, STP MSc.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016 Abdul Aziz

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Emulsi 3 Emulsifier 3 Destabilisasi Emulsi 4 Nanoemulsifikasi 5 METODE 7

Bahan dan Alat 7

Prosedur Penelitian 7

Analisis Mutu Minyak Kayu Manis 8

Seleksi Metode Emulsifikasi dan Jenis Emulsifier 8

Karakterisasi Nanoemulsi 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Minyak Kayu Manis 11

Penentuan Metode Emulsifikasi dan Jenis Emulsifier 11

Karakteristik Nanoemulsi Minyak Kayu Manis 16

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 33

(16)

DAFTAR TABEL

1 Rentang HLB dan aplikasinya 3

2 Profil jenis emulsifier yang digunakan dalam penelitian 4 3 Aplikasi dan keunggulan nanoemulsi berbagai komponen bioaktif 6

4 Perbandingan karakteristik MKM 11

5 Kondisi emulsi cinnamon oil (minyak 5%) yang disimpan pada suhu

ruang (27 oC) selama 24 jam 11

6 Ukuran droplet emulsi MKM (nm) pada berbagai konsentrasi minyak

dan EOR 16

7 Nilai PDI nanoemulsi MKM 18

8 Zeta potensial (mV) nanoemulsi MKM 19

9 Viskositas nanoemulsi MKM 21

DAFTAR GAMBAR

1 Mekanisme destabilisasi emulsi (Tadros 2013) 4

2 Diagram alir tahapan penelitian 7

3 Skema representasi metode emulsifikasi spontan (Komaiko dan

McClements 2015) 12

4 Hasil emulsifikasi metode emulsifikasi spontan setelah 24 jam pada suhu ruang (27 oC). Tanda panah menunjukkan sedimentasi fase

minyak. 12

5 Proses emulsifikasi MKM metode emulsifikasi spontan 13 6 Hasil emulsifikasi metode fase inversi setelah 24 jam pada suhu ruang

(27 oC), tanda panah menunjukkan sedimentasi emulsi MKM. Tanda

panah menunjukkan sedimentasi fase minyak. 13

7 Proses emulsifikasi fase inversi 14

8 Skema representasi emulsifikasi metode fase inversi (Ostertag et al.

2012) 14

9 Perbandingan emulsi cinnamon oil zeta potensial tinggi -31.8 mV, tanda panah menunjukkan sedimentasi (a) zeta potensial rendah -19.2 mV (b) pada suhu ruang (27 oC) selama 24 jam 20 10Destabilisasi nanoemulsi MKM perlakuan freeze thaw siklus ke-1 pada

berbagai formula: atas ke bawah konsentrasi minyak 5%-10%; kiri ke

kanan EOR 0.25, 0.50, 0.75 dan 1.00 22

11Tingkat pemisahan formula emulsi MKM pada berbagai EOR dengan konsentrasi minyak 5% (a) dan minyak 10% (b) 23 12Pengaruh freeze thaw siklus ke-0 (a) ke-1 (b) dan ke-3 (c) pada formula

minyak 10% dan EOR 0.75 dan 1.00 24

13Foto TEM nanoemulsi MKM dengan konsentrasi minyak 5% pada EOR 0.75 dengan perbesaran 9700x (a) dan 47000x (b) 25 14Foto TEM nanoemulsi MKM dengan konsentrasi minyak 10% dan

EOR 0.75 dengan perbesaran 9700x (a) dan 23000x (b). Tanda panah menunjukkan pendugaan jenis destabilisasi emulsi. 26 15Mekanisme pembentukan droplet minyak metode emulsifikasi spontan

(17)

16Mekanisme pembentukan droplet minyak metode fase inversi (Perazzo

et al. 2015) 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan 33

2 Tingkat pemisahan perlakuan freeze thaw 36

3 Hasil uji kelarutan MKM 37

4 Mekanisme pembentukan droplet emulsifikasi spontan dan fase inversi 38 5 Perbedaan kestabilan emulsi secara kinetik dan termodinamik dan

dampak terhadap aplikasi di bidang pangan. 40

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak kayu manis (MKM) merupakan minyak atsiri yang memiliki kandungan sinnamaldehid (80-90 %), eugenol, sinnamil asetat, sinnamil alkohol, metil eugenol, benzaldehid, linalool, benzil alkohol dan sebagainya (Kaskatepe et al. 2016; Peter 2000). Komponen bioaktif yang terkandung dalam MKM memiliki sifat fungsional sebagai flavor, antioksidan, antibakteri, antifungi, antidiabetik dan aktivitas bioaktif lainnya (Ghosh et al. 2013a; Peter 2000). Potensi MKM pada produk pangan sangat luas. Namun, penggunaan ingridien MKM ini masih terbatas karena bersifat sensitif terhadap lingkungan serta bersifat lipofilik sehingga kelarutan dalam air dan bioavaibilitasnya rendah (Silva et al. 2012; Santiago-Adame et al. 2015). Teknologi emulsi merupakan solusi permasalah tersebut. Emulsifikasi menjadi salah satu proses esensial untuk meningkatkan kelarutan, penyalutan, penghantaran dan perlindungan ke dalam sistem pangan yang bersifat hidrofilik (Hashtjin dan Abbasi 2015; McClements 2012).

Bentuk sediaan emulsi oil in water (O/W) meningkatkan peluang penggunaannya pada industri pangan, farmasi, kosmetik, agrokimia dan petrokimia (Komaiko dan McClements 2014). Aplikasi di bidang pangan, komponen MKM dapat dicampur ke dalam matriks pangan untuk meningkatkan cita rasa, umur simpan produk, sifat fungsional antidiabetik dan lainnya. Emulsi O/W berdasarkan ukuran droplet minyaknya dibedakan menjadi dua jenis yaitu mikroemulsi dengan ukuran droplet diatas 500 nm dan nanoemulsi dengan ukuran droplet 10-500 nm (Bilia et al. 2014). Pengembangan pada skala nano adalah untuk mengatasi masalah yang berhubungan lambat dan rendahnya serapan dan ketidakstabilan komponen bioaktif pada teknik ukuran mikro (Carvajal et al. 2010). Ukuran yang sangat kecil membuat luas permukaan semakin besar mampu meningkatkan kestabilan, absorbsivitas, kejernihan dan memperbaiki mutu sensori maupun sifat fisiologis komponen inti (Afandi 2014; McClements 2012).

Menurut Herrera (2012) nanoemulsi dapat dibuat dengan metode energi rendah yaitu dengan emulsifikasi spontan atau fase inversi dan metode energi tinggi yaitu dengan mikrofluidasi, high pressure homogenizer atau sonifikasi. Emulsifikasi energi rendah dan energi tinggi mampu menghasilkan ukuran droplet minyak skala nanometer yang tidak berbeda nyata (Kotta et al. 2015; Komaiko dan McClements 2014). Namun, pendekatan energi tinggi membutuhkan biaya investasi yang besar. Pendekatan rendah menjadi solusinya karena biaya terjangkau. Keunggulan lain emulsifikasi pendekatan energi rendah adalah implementasi mudah dan efesien dalam penggunaan energi. Pendekatan tersebut terdiri dari metode emulsifikasi spontan dan fase inversi. Perbedaan mekanisme kedua metode tersebut menghasilkan karakteristik emulsi yang berbeda.

Komponen formula emulsi menjadi faktor keberhasilan nanoemulsifikasi pendekatan energi rendah. Pemilihan jenis emulsifier sangat kritis karena berperan dalam kestabilan emulsi (Amaral dan Bhargava 2015). Jenis emulsifier yang akan dipilih adalah grup emulsifier non ionik karena memiliki afinitas yang mendekati dengan fase air dan minyak, menurunkan tegangan permukaan, menghasilkan muatan droplet minimal tanpa mempengaruhi oksidasi (Walker et al. 2015) serta

(20)

2

besifat aman, biocompatible dan tidak dipengaruhi pH medium (Sanjeewani dan Sakeena 2013). Kelemahan emulsifikasi pendekatan energi rendah adalah penggunaan emulsifier sintetik yang cukup banyak (Silva et al. 2012). Penggunaan emulsifier di bidang pangan seefektif mungkin karena merupakan bahan tambahan pangan yang memiliki batas konsumsi harian dan dapat mempengaruhi mutu sensori produk. Konsentrasi minyak juga perlu dipertimbangkan untuk efesiensi dalam penggunaan, penyimpanan dan transportasi. Konsentrasi minyak juga berpengaruh terhadap sifat kestabilan emulsi dan degradasi komponen kimia selama penyimpanan (Piorkowski dan McClements 2014).

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian seleksi metode emulsifikasi pendekatan energi rendah dan jenis emulsifier untuk menghasilkan nanoemulsi minyak kayu manis (MKM) yang stabil. Pengkajian tentang karakteristik nanoemulsi MKM dengan variasi konsentrasi minyak dan emulsifier penting untuk dilakukan. Konsentrasi emulsifier dalam penelitian dinyatakan sebagai emulsifier to oil ratios (EOR). Hasil tersebut sebagai informasi awal pengembangan nanoemulsi MKM dalam rangka aplikasi ke produk pangan. Sehingga diperoleh konsentrasi minyak dan emulsifier optimum dalam pembuatan nanoemulsi MKM yang stabil dengan karakteristik optimum.

Perumusan Masalah

Metode emulsifikasi, jenis emulsifier dan komponen penyusun formula emulsi sangat berperan dalam menentukan karakteristik nanoemulsi. Oleh karena itu, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh metode emulsifikasi pendekatan energi rendah dan jenis emulsifier terhadap kestabilan nanoemulsi MKM. Hasil seleksi metode dan jenis emulsifier selanjutnya digunakan dalam mengkaji pengaruh konsentrasi minyak dan emulsifier terhadap karakteristik nanoemulsi MKM.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menyeleksi metode emulsifikasi pendekatan energi rendah (fase inversi dan emulsifikasi spontan) dan jenis emulsifier (Tween 20 dan Tween 80). Tujuan tahap selanjutnya adalah mengkaji pengaruh konsentrasi minyak dan emulsifier terhadap karakteristik nanoemulsi MKM dengan metode emulsifikasi dan jenis emulsifier terpilih. Karateristiknya meliputi ukuran droplet, indeks polidispersitas (PDI), zeta potensial, viskositas, kestabilan terhadap freeze-thaw serta pengamatan morfologi droplet pada formula terpilih.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan informasi karakteristik nanoemulsi MKM yang dihasilkan dengan pendekatan energi rendah. Informasi ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan produk di bidang pangan sebagai bahan edible coating, flavor, enkapsulat, pangan fungsional dan sebagainya. Selain itu juga dapat diterapkan dalam pengembangan di bidang non pangan seperti farmasi dan kosmetika.

(21)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Emulsi

Menurut Sanjeewani dan Sakeena (2013) emulsi adalah sistem heterogen yang minimal terdiri atas dua fase yang tidak bercampur (immiscible), satu diantaranya menjadi terdispersi sebagai droplet (fase internal) dan satu yang lainnya sebagai fase pendispersi (fase eksternal atau fase kontinyu). Tiga komponen utama sistem emulsi adalah minyak, emulsifier/ko-surfaktan dan air (Madaan et al. 2014). Berdasarkan struktur sistem emulsi, Tadros (2013) membagi emulsi menjadi lima jenis: (i) Makroemulsi O/W (oil in water) dan W/O (water in oil) yang memiliki ukuran droplet 0.1-5 µm; (ii) Nanoemulsi yang memiliki ukuran droplet 20-100 nm dan mirip dengan mikroemulsi tetapi stabil secara kinetik; (iii) Mikroemulsi dengan ukuran droplet 5-50 nm dan stabil secara termodinamik; (iv) double atau multiple emulsi yaitu emulsi dengan sistem O/W/O (oil in water in oil) atau W/O/W (water in oil in water); (v) emulsi campuran yaitu sistem yang terdiri dari dua droplet yang terdispersi dan tidak bercampur pada medium kontinyu.

Emulsifier

Emulsifier sebagai komponen ketiga yang berfungsi mendispersi kedua fase yang tidak bercampur (Tadros 2013). Selama proses pencampuran, emulsifier mengabsorbsi permukaan minyak-air yang menyebabkan penurunan tegangan permukaan dan menyebabkan sistem emulsi stabil (Piorkowski dan McClements 2014). Emulsifier merupakan senyawa amfilik yang memiliki gugus hidrofilik (polar) yang mengikat air dan lipofilik (non polar) yang mengikat minyak. Menurut (Madaan et al. 2014) emulsifier juga bekerja membentuk film tipis disekeliling droplet-droplet yang terdispersi. Emulsifier ini digolongkan berdasarkan bahan dasarnya yaitu golongan polisakarida, protein dan surfaktan (Piorkowski dan McClements 2014). Golongan polisakarida meliputi gum arab, pati termodifikasi, pektin; golongan protein meliputi kasein, konsentrat whey protein, isolate whey protein, gelatin dan lainnya; serta golongan surfaktan yang memiliki muatan non ionik, anionik atau kationik, contoh surfaktan adalah golongan Tween atau polisorbat, span, gula ester dan lainnya.

Tadros (2013) menyatakan bahwa seleksi emulsifier golongan surfaktan dapat dilakukan dengan dengan sistem HLB. Sistem HLB (Hidrophilic-Lipophilic Balance) atau kesetimbangan sistem hidrofilik-lipofilik digunakan untuk

Tabel 1 Rentang HLB dan aplikasinya

Rentang HLB Penggunaan 3-6 Emulsifier W/O 7-9 Agen pembasah 8-18 Emulsifier O/W 13-15 Detergen 15-18 Solubilizer Sumber: Tadros (2013)

(22)

4

menentukan jumlah bahan yang diemulsikan serta mencari emulsifier (tunggal atau kombinasi) yang cocok. Sistem ini memberikan pedoman untuk menentukan emulsifier yang dapat menstabilkan emulsi pada derajat yang diinginkan. Nilai HLB menjelaskan ukuran relatif dan kekuatan gugus hidrofilik dan lipofilik dalam emulsifier. Emulsifier yang bersifat lipofilik umumnya memiliki nilai HLB dibawah 9,0 sedangkan tipe emulsifier yang hidrofilik memiliki nilai HLB diatas 11,0. Sistem ini dikembangkan oleh Griffin pada tahun 1949 (Tadros 2013) (Tabel 1). HLB besar mengindikasikan molekul emulsifier memiliki banyak gugus hidrofilik, memiliki sifat lebih hidrofilik dan substansinya larut air. Oleh karena itu sistem didominasi oleh air dan membentuk sistem emulsi O/W, begitu pula sebaliknya pada HLB rendah (Kamba at al. 2003). Emulsifier yang digunakan pada penelitian adalah Tween 80 dan Tween 20 dengan HLB yang sesuai emulsi O/W (Tabel 2).

Destabilisasi Emulsi

Beberapa mekanisme ketidakstabilan emulsi antara lain (Gambar 1): (1) Creaming, adalah pemisahan akibat densitas dari fase terdispersi lebih kecil dibandingkan densitas fase pendispersi dan dipengaruhi oleh gravitasi. Hal ini

Tabel 2 Profil jenis emulsifier yang digunakan dalam penelitian Jenis

emulsifier

Struktur kimia Bobot molekul Nilai HLB ADI* Tween 20 Polioksietilen- 20-sorbitan-monolaurat (C12) 1228g mol-1 16.7 0-10 mg kg bb-1 Tween 80 Polioksietilen- 20-sorbitan-monooleat (C18:1) 1310 g mol-1 15 0-10 mg kg bb-1 Sumber: Ostertag et al. 2012

*Food Safety Commission 2007

(23)

5 menyebabkan pemisahan fase yang menghasilkan cream. (2) Sedimentation, adalah pemisahan akibat densitas dari fase terdispersi besar dibandingkan densitas fase pendispersi dan dipengaruhi oleh gravitasi. Hal ini menyebabkan pemisahan fase yang menghasilkan endapan. (3) Flokulasi, merupakan agegrasi droplet tanpa adanya destruksi secara individual serta tanpa mengubah ukuran droplet awal. Hal ini dikarenakan adanya gaya tarik London-van der Waals diantara droplet koloid serta tolakan elektrostatik dari emulsifier bermuatan dalam emulsi. (4) Koalesen, terjadi akibat kombinasi droplet menjadi droplet yang lebih besar. Peningkatan konsentrasi fase terdispersi meningkatkan kemungkinan terjadinya koalesensi dan menyebabkan terjadi pemisahan dua fase diakhir destabilisasi koalesen. (5) Inversi, fenomena komponen terdispersi menjadi komponen pendispersi dan sebaliknya yang terjadi melalui fase transisi yang menghasilkan multiple emulsion. (6) Ostwald ripening fenomena peningkatan ukuran droplet terdispersi selama penyimpanan yang dikarenakan difusi molekul droplet kecil ke droplet besar yang disebabkan komponen immiscible memiliki tingkat kelarutan yang hampir sama (Tadros 2013).

Nanoemulsifikasi

Pendekatan dalam produksi nanoemulsi terbagi menjadi 2 golongan besar yaitu metode energi tinggi dan energi rendah (Piorkowski dan McClements 2014). Metode energi tinggi menggunakan perlengkapan mekanik untuk menghasilkan gaya yang dapat memecah minyak menjadi droplet yang sangat kecil dan terdispersi dalam fase air. Pendekatan energi tinggi ini dapat dilakukan dengan alat high pressure homogenizer, microfluidizer dan sonikasi. Qian dan McClements (2011) menyatakan bahwa ukuran droplet yang minimum dengan pendekatan energi tinggi bergantung pada jenis homogenizer, kondisi pengoperasian (intensitas energi, waktu dan suhu), komposisi sampel (jenis minyak, emulisifier dan konsentrasi relatif), serta sifat fisikokimia komponen fase (tegangan permukaan dan viskositas). Pendekatan energi tinggi ini memiliki kelebihan dalam hal penggunaan emulsifier sintetik yang rendah. Kekurangannya adalah terkait biaya investasi yang tinggi jika dilakukan peningkatan ke skala industri. Sedangkan pada pendekatan energi rendah, pembentukan ukuran droplet minyak terjadi secara spontan pada campuran minyak-emulsifier-air ketika komposisi atau suhu berubah pada kondisi khusus. Pendekatan ini memiliki daya tarik akan perlengkapan dan metode yang sederhana sehingga lebih ekonomis jika dilakukan scale up. Kelemahan dari pendekatan ini adalah penggunaan emulsifier sintetik yang jumlahnya lebih banyak dan bisa berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik produk pangan yang dikembangkan.

Banyak penelitian telah melaporkan keunggulan atau keuntungan dari pengembangan nanoemulsi di bidang pangan, kesehatan, obat, kosmetik dan sebagainya (Tabel 3). Keuntungan yang diperoleh dari aplikasi nanoemulsi akibat dari ukuran hingga nanometer diantaranya yaitu: (i) stabil terhadap creaming atau sedimentasi selama penyimpanan; (ii) menghambat terjadinya flokulasi dan koalesen; (iii) sistem penghantar komponen aktif yang efesien melalui kulit, karena luas permukaan emulsi yang lebih besar; (iv) sistem yang transparan yang memberikan nilai estetika; (v) meningkatkan sifat bioavaibilitas, bioaksesbilitas; (vi) meningkatkan sifat penyebaran dan penetrasi (Thakur et al. 2012). Selain itu, masih banyak presepsi konsumen bahwa produk nanoemulsi mahal, mekanisme proses pembentukan ukuran droplet dan perananan emulsifier yang kurang

(24)

6

dipahami, kurangnya sosialisasi keunggulan nanoemulsi dibandingkan emulsi klasik (Lovelyn dan Attama 2011).

Tabel 3 Aplikasi dan keunggulan nanoemulsi berbagai komponen bioaktif

Metode Komponen Bioaktif Ukuran droplet (nm) Keunggulan Referensi Emulsifikasi

spontan Cinnamon oil 5.7

Stabil terhadap pembekuan dan aktivitas antimikroba Ghosh et al. 2013a Emulsifikasi

spontan Minyak ikan 96.5

Transparan dan stabil terhadap keruskakan oksidatif. Walker et al. 2015 Emulsifikasi spontan Vitamin D < 200 Stabil selama penyimpana pada suhu ruang selama 1 bulan.

Guttoff et al.

2015

Fase inversi Gingerol < 100

Bioavaibilitas lebih tinggi 13.22% disbanding ekstrak.

Harmi 2014 Fase inversi Kurkumin 198.6 Lebih stabil 59 hari

dbanding control.

Borrin et al.

2016 Sonikasi Cinnamon oil 65

Aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap B. cereus. Ghosh et al. 2013b

Sonikasi Orange peel

essential oil 12.68

Stabil pada suhu 5 dan 25 oC selama lebih dari 3 bulan.

Hashtjin dan Abbasi 2015 Sonikasi Minyak cengkeh 43 Stabil selama 6 bulan. Shahavi et al. 2015 Sonikasi Kurkuminoid 523.5 Meningkatkan aktivitas antihiperglikemia pada tikus percobaan. Rahmayani 2015 Homogenisasi Kurkumin 95 Bioavaibilitas lebih tinggi 21.75% dibanding ekstrak. Jusnita 2014 High pressure homogenizer Karotenoid < 200 Biokasesbilitas tinggi. Sotomayor-Gerding et al. 2016

(25)

7

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak kayu manis dari PT Djasula Wangi, aquades, Tween 20 for synthesis Merck KGaA, Tween 80 for synthesis Merck KGaA. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah stirrer, particle size analyzer, transmission electron microscopy (TEM), magnetic stirrer, viskometer, neraca analitik dan water bath.

Prosedur Penelitian

Tahap awal penelitian adalah menganalisis mutu MKM. Selanjutnya dilakukan seleksi metode emulsifikasi dan jenis emulsifier. Metode dan jenis emulsifier yang terpilih digunakan untuk karakterisasi formula nanoemulsi MKM. Formula terpilih akan dilakukan pengamatan morfologi droplet emulsi. Secara ringkas tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian Nanoemulsi

Aquades Tween 20;

Tween 80 MKM

Seleksi metode emulsifikasi dan jenis emulsifier Metode dan emulsifier

terpilih Analisis: Ukuran droplet Indeks polidispersitas Zeta potenisal Viskositas Kestabilan Analisis: Berat jenis Kelarutan Formula terpilih Morfologi droplet

(26)

8

Analisis Mutu Minyak Kayu Manis Berat Jenis dengan Piknometer (AOAC 2005)

Piknometer dibersihkan kemudian dibilas dengan etanol dan biarkan kering. Timbang piknometer kosong pada neraca analitik hingga stabil (m). Setelah itu isi piknometer dengan aquades secara pelan-pelan hingga tidak terbentuk gelembung udara, dilap sampai bersih bagian luar piknometer dan diletakkan diruangan bersuhu 25 oC. Timbang piknometer berisi aquades pada neraca analitik hingga bobotnya stabil (m1). Selanjutnya, kosongkan piknometer dan bilas dengan etanol. Masukkan sampel minyak pada piknometer dan biarkan diruangan bersuhu 25 oC. Timbang piknometer berisi minyak pada neraca analitik hingga stabil (m3). Perhitungan berat jenis menggunakan persamaan berikut:

Berat jenis=m2− m m1− 𝑚

Uji Kelarutan dalam Etanol 70%, metode Guenther (Guenther 1948)

Sampel minyak sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml. Tambahkan etanol 70% setetes demi setetes. Setiap penambahan 1 ml campuran minyak dan etanol dilakukan pengadukan dengan stirrer pada kecepatan 60 rpm hingga homogen. Amati perubahan dan lakukan penambahan etanol per 1 ml sampai minyak dan etanol tercampur rata dengan ditandai warna jernih. Mencatat pada perbandingan berapa etanol terhadap minyak menghasilkan campuran jernih.

Seleksi Metode Emulsifikasi dan Jenis Emulsifier

Pada tahap ini dilakukan seleksi metode emulsifikasi pendekatan energi rendah yaitu emulsifikasi spontan dan fase inversi serta jenis emulsifier Tween 20 dan Tween 80. Konsentrasi minyak yang digunakan pada tahap ini adalah 5% (b/b) dengan emulsifier to oil ratios (EOR) 0.50 dan 1.00.

Pembuatan Emulsi dengan Metode Emulsifikasi Spontan (Komaiko dan McClements 2015)

Teknik emulsifikasi spontan dilakukan dengan menambahkan fase organik ke dalam fase air melalui penetesan (tetes demi tetes). Minyak dan emulsifier sebelumnya dihomogenisasi terlebih dahulu selama 30 menit pada kecepatan 500 rpm dengan magnetic stirrer, Fisher Scientific untuk membentuk fase organik. Basis formula pembuatan fase organik dengan total akhir emulsi adalah 25 g. Penetesan fase organik dilakukan selama 5 menit sambil homogenisasi dengan kecepatan 700 rpm dan dilanjutkan 5 menit setelah penetesan fase organik selesai.

Pembuatan Emulsi dengan Metode Fase Inversi (Ostertag et al. 2012)

Teknik emulsifikasi fase inversi dilakukan dengan menambahkan fase air ke dalam fase organik melalui penetesan (tetes demi tetes). Minyak dan emulsifier sebelumnya dihomogenisasi terlebih dahulu selama 30 menit pada kecepatan 750 rpm dengan magnetic stirrer, Fisher Scientific untuk membuat fase organic serta jumlah sampel berbasis total akhir emulsi (50 g). Penetesan fase air dilakukan dengan kecepatan 4 ml/menit sambil homogenisasi dengan kecepatan 750 rpm selama 60 menit.

(27)

9

Karakterisasi Nanoemulsi

Penelitian pada tahap ini dilakukan pada berbagai tingkat konsentrasi minyak dan EOR. Metode dan jenis emulsifier yang digunakan dalam pembuatan nanoemulsi menggunakan hasil dari tahapan penelitian sebelumnya. Formula nanoemulsi MKM yang dikarakterisasi adalah dengan konsentrasi minyak 5% dan 10% (b/b) dengan variasi EOR 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.00.

Penentuan Ukuran Droplet Emulsi dengan PSA (Mao et al. 2009)

Analisis ukuran droplet dan keseragaman ukuran nanoemulsi dilakukan dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) (Zetasizer Nano ZS, Malvern Instrument) yang dapat mengukur droplet dengan kisaran 1 nm hingga 10,000 nm menggunakan dynamic light scattering. Sampel sebanyak 2 tetes dilarutkan dalam aquades 20 ml kemudian. Hasil preparasi sampel dituangkan ke dalam disposable cuvettes. Kemudian kuvet diletakkan pada tempat preparat objek dengan sudut 90o dari detektor. Instrumen tempat objek preparat ditutup dan dilakukan pengukuran dengan software Zetasizer dengan input data berupa indeks bias pelarut serta pengaturan intensitas sinar laser. Nilai rata-rata ukuran droplet secara otomatis terbaca pada hasil pengukuran alat. Ukuran diameter nanoemulsi dinyatakan dengan rata-rata diameter (nm) berdasarkan number distribution serta distribusi ukuran droplet dinyatakan dengan nilai polydispersity index (PDI).

Penentuan Nilai Zeta Potensial dengan PSA (Mao et al. 2009)

Analisis zeta potensial nanoemulsi dilakukan dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) (Zetasizer Nano ZS, Malvern Instrument). Sampel sebanyak 2 tetes dilarutkan dalam aquades 20 ml kemudian. Hasil preparasi sampel dituangkan ke dalam disposable folded capillary cell yang dilengkapi elektrode dari logam emas hingga batas volume kuvet. Kemudian kuvet diletakkan pada tempat preparat objek dan dimasukkan ke tempat preparat dengan sudut 90o dari detektor. Instrumen tempat preparat objek ditutup dan dilakukan pengukuran dengan software Zetasizer dengan input data berupa indeks bias pelarut dan pelarut serta pengaturan intensitas sinar laser. Nilai rata-rata ukuran droplet secara otomatis terbaca pada hasil pengukuran alat. Nilai zeta potensial hasil analisis ditunjukkan dengan satuan mV.

Viskositas Nanoemulsi dengan Viskometer (Ali et al. 2014)

Pengukuran viskositas bahan emulsi dilakukan dengan menggunakan alat Viskometer Model TV-10 TOKI Sangyo Co. LTD. Sejumlah sampel (± 25 ml) dimasukkan ke dalam wadah khusus pada alat Viskometer. Pengukuran viskositas dilakukan dengan spindle M1 pada kecepatan 100 rpm. Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah mengukur besarnya hambatan akibat kekentalan suatu fluida yang dialami oleh silinder atau piringan ketika berputar dalam fluida yang diukur. Hasil pengukuran viskositas otomatis terbaca pada layar viskometer. Pengukuran dilakukan dengan dua ulangan dan tiga kali pengukuran.

Pengujian Kestabilan dengan Uji Freeze-Thaw Stability (Palazolo et al. 2011)

Pada analisis freeze-thaw stability sampel sebanyak 25 mL disimpan dalam freezer bersuhu -20 C selama 22 jam. Setelah itu sampel kemudian dicairkan pada

(28)

10

waterbath bersuhu 40 C selama 2 jam. Setelah itu tinggi pemisahan diukur dan dilakukan hingga empat siklus freeze-thaw. Penentuan stabilitas dengan mengukur persen pemisahan minyak dengan rumus:

% pemisahan= H2 H1 ×100 Keterangan:

H1 = Tinggi mula-mula H2 = Tinggi pemisahan

Pengamatan Morfologi Droplet Nanoemulsi dengan TEM (Lovelyn dan Attama 2011)

Analisis morfologi nanoemulsi yang dihasilkan diamati dengan menggunakan TEM (Transmission Electron Microscope) TECNAI G2 dengan tegangan 120 kV serta metode pewarnaan negatif dengan pereaksi uranil asetat 2%. Lempengan grid Cu mesh 400 FormVar carbon ditetesi sampel nanoemulsi MKM, kemudian dibiarkan kering. Setelah kering, lempengan tersebut diamati pada beberapa perbesaran (9,700 kali – 23,000 kali) hingga ditemukan morfologi droplet minyak yang jelas.

(29)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Minyak Kayu Manis

Tabel 4 Perbandingan karakteristik MKM

Parameter Penelitian Peter (2000)

Penampakan Kuning gelap jernih,

cairan berminyak Kuning gelap jernih, cairan berminyak Bobot jenis @ 25 oC (g cm-3)

1.03 1.02 – 1.03

Indeks refraktif @ 20 oC * 1.568 – 1.535

Kelarutan pada alkohol 70% 1:3 1:3

Taste * Cinnamon, spicy,

woody, warm heat, slight fruity

*Tidak dilakukan pengukuran pada penelitian.

Tabel 4 menunjukkan hasil karakterisasi mutu MKM. Mutu MKM yang digunakan sebagai bahan pembuatan nanoemulsi sesuai dengan standar MKM dalam Handbook of Herbs and Spices (Peter 2000). Hasil pengukuran bobot jenis menunjukkan bobot jenis MKM lebih besar dari bobot jenis air pada suhu yang sama. Bobot jenis air pada suhu 25 oC adalah 0.99 g cm-3 (AOAC 2005). Kelarutan MKM secara sempurna terjadi pada alkolhol 70% dengan perbandingan minyak dan alkohol 1:3.

Penentuan Metode Emulsifikasi dan Jenis Emulsifier

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan nanoemulsi MKM dengan metode energi rendah. Berdasarkan kajian literatur bidang pangan, nanoemulsifikasi energi rendah umumnya dilakukan dengan penambahan fase air ke dalam fase minyak atau sebaliknya dengan titrasi menggunakan buret (Borrin et al. 2016). Tahap pertama penelitian adalah menyeleksi metode emulsifikasi (emulsifikasi spontan atau fase inversi) dan jenis emulsifier (Tween 20 atau Tween 80) dengan nilai EOR 0.50 dan 1.00.

Tabel 5 Kondisi emulsi cinnamon oil (minyak 5%) yang disimpan pada suhu ruang (27 oC) selama 24 jam

Metode

Emulsifikasi Jenis Emulsifier EOR Kondisi Emulsifikasi

Spontan Tween 20

0.50 Terbentuk endapan 1.00 Terbentuk endapan Tween 80 0.50 Terbentuk endapan 1.00 Terbentuk endapan Fase Inversi

Tween 20 0.50 Terbentuk endapan 1.00 Terbentuk endapan

Tween 80 0.50 Stabil

(30)

12

Metode emulsifikasi spontan tidak cocok untuk memproduksi nanoemulsi MKM (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan dari semua formula baik menggunakan Tween 20 maupun Tween 80 menghasilkan emulsi tidak stabil pada suhu ruang (27 oC) selama 24 jam (Gambar 3). Hasil penelitian menunjukkan mekanisme destabilisasi emulsi MKM adalah sedimentasi. Sedimentasi merupakan pemisahan minyak ke lapisan bawah karena bobot jenis fase terdispersi lebih besar dari fase pendispersinya (Piorkowski dan McClements 2014) (Tabel 5).

Penyebab terjadinya sedimentasi pada metode emulasifikasi spontan diduga karena ukuran droplet yang dihasilkan berukuran besar sehingga proses agregasi droplet-droplet lebih cepat membentuk endapan. Penggunaan Tween 80 ataupun Tween 20 dengan EOR 0.5 dan 1.00 belum mampu menghasilkan ukuran droplet yang minimum. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian Gosh et al. (2013a) yang membuat emulsi MKM dengan metode emulsifikasi spontan pada formula Tween 20 EOR dibawah 4.00 menghasilkan ukuran droplet kisaran mikrometer (4000 – 9000 nm) dan mudah mengendap setelah 24 – 48 jam.

Mekanisme emulsifikasi spontan terjadi melalui proses difusi cepat emulsifier hidrofilik dan membentuk droplet saat kontak antara fase organik dan fase air dengan bantuan pengadukan oleh stirrer (Anton dan Vandame 2009; Shah 2011) (Gambar 4). Proses difusi terjadi karena fase organik ini memiliki tegangan permukaan yang rendah dan polaritas yang hampir sama dengan air. Pembentukan droplet minyak yang kecil terjadi pada fase batas antara minyak dan air (Horn dan Rieger 2001). Peristiwa pembentukan droplet emulsi O/W terjadi secara spontan

Gambar 4 Hasil emulsifikasi metode emulsifikasi spontan setelah 24 jam pada suhu ruang (27 oC). Tanda panah menunjukkan sedimentasi fase minyak.

Gambar 3 Skema representasi metode emulsifikasi spontan (Komaiko dan McClements 2015)

(31)

13 ditunjukkan dengan terbentuk warna putih secara langsung selama proses emulsifikasi (Gambar 5).

Emulsifier yang memiliki HLB tinggi (HLB > 10) menunjukkan sifat lebih polar (Edris dan El-Galeel 2010). Oleh karena itu, Tween 20 dan Tween 80 yang digunakan pada penelitian memiliki kelarutan tinggi pada air. Emulsifier yang telah membawa minyak dari fase organik saat berdifusi dengan air membentuk droplet kecil. Namun, polaritas emulsifier yang hampir mirip dengan air menyebabkan emulsifier cenderung mudah berdifusi dengan air. Kemudahan difusi tersebut menyebabkan emulsifier dari fase organik meninggalkan minyak. Tegangan permukaan minyak menjadi tinggi menyebabkan minyak meninggalkan fase pendispersi dan mengalami sedimentasi. Hal tersebut diduga sebagai penyebab terjadinya destabilisasi emulsi MKM dengan metode emulsifikasi spontan. Penelitian lain melaporkan bahwa pengamatan di bawah mikroskop pada proses emulsifikasi spontan menunjukkan adanya struktur awal emulsi berupa struktur kristal likuid yang besar, sedangkan pada fase inversi struktur tersebut ditemukan ditengah proses emulsifikasi namun dengan ukuran yang jauh lebih kecil (Komaiko dan McClements 2014; Ren et al. 2014). Kristal likuid pada emulsifikasi spontan terbentuk dari emulsifier saat terjadi kontak dengan air. Sehingga, pembentukan droplet kecil sulit tercapai dengan metode emulsifikasi spontan jika energi pengadukan tidak ditingkatkan. Hal tersebut menyebabkan droplet berukuran besar dan mudah mengalami destabilisasi.

Gambar 5 Proses emulsifikasi MKM metode emulsifikasi spontan

Gambar 6 Hasil emulsifikasi metode fase inversi setelah 24 jam pada suhu ruang (27 oC), tanda panah menunjukkan sedimentasi emulsi MKM. Tanda panah menunjukkan sedimentasi fase minyak.

(32)

14

Hasil emulsifikasi fase inversi menunjukkan beberapa formula menghasilkan emulsi MKM yang stabil (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa metode emulsifikasi fase inversi cocok sebagai metode pembuatan nanoemulsi MKM. Metode nanoemulsifikasi dengan fase inversi yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan pada prinsip fisiko-kimia fase katastropik. Fase katastropik ini merupakan mekanisme yang didasarkan pada perubahan parameter komposisi rasio fase eksternal (air) terhadap fase internal (minyak) (Ostertag et al. 2012; Lv et al. 2014). Mekanisme emulsifikasi metode ini dapat dijelaskan dengan Gambar 7. Sumbu x menunjukkan perubahan komposisi rasio air terhadap minyak (water to oil ratio / WOR) dalam sistem emulsi. Sumbu y menunjukkan perubahan formulasi yang dinyatakan sebagai HLD (hydrophilic-lipophilic deviation). HLD adalah ukuran afinitas relatif emulsifier terhadap fase air dan fase minyak.

Jenis fase inversi yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode emulsion inversion point yang artinya pembentukan emulsi didasarkan atas perubahan parameter komposisi rasio air terhadap minyak. Metode fase inversi dilakukan dengan penetesan air ke dalam fase organik. Proses awal emulsifikasi menghasilkan emulsi W/O (water in oil) karena sistem didominasi oleh fase minyak. Peningkatan volume air saat mencapai sekitar 20% s.d 30% dari total emulsi, menyebabkan emulsi W/O bersifat sangat tidak stabil dan terbentuk multiple emulsion O/W/O

Gambar 8 Skema representasi emulsifikasi metode fase inversi (Ostertag et al. 2012)

(33)

15 (Sajjadi 2006; Mayer et al. 2013; Lv et al. 2014; Borrin et al. 2016). Pembentuk droplet minyak internal melalui proses emulsifikasi spontan yaitu fase organik yang sebelumnya menjadi fase eksternal berdifusi ke dalam droplet air karena memiliki polaritas yang hampir sama dengan air (Anton dan Vandame 2009). Ostertag et al. (2012) lebih lanjut menjelaskan bahwa pada rasio air terhadap air (WOR) semakin tinggi, emulsi yang terbentuk dari: (i) emulsi W/O yang berwarna kuning; (ii) emulsi O/W/O yang berwarna kuning-putih; (iii) emulsi O/W yang berwarna putih cerah (Gambar 8). Droplet minyak internal dalam emulsi O/W/O pada fase katastropik adalah droplet minyak yang terdispersi pada emulsi O/W (Komaiko dan McClements 2015).

Kunci pembentukan nanoemulsi dengan metode fase inversi adalah pengaruh formasi emulsi intermidiet O/W/O yang memiliki droplet minyak yang sangat kecil pada fese internalnya (Mayer et al. 2013). Sajjadi (2006) dalam penelitiannya juga menyatakan perbedaan rute pembetukan rute emulsifikasi spontan dan fase inversi menghasilkan ukuran droplet yang berbeda. Dijelaskan bahwa rute pembentukan emulsifikasi spontan terjadi tanpa melewati fase transisi multiple emulsion dan terbentuk langsung emulsi O/W. Sedangkan, fase inversi proses pembentukan emulsi melewati fase katastropik. Tegangan antarmuka pada saat terjadi inversi mendekati nilai yang sangat rendah. Titik keseimbangan dengan tegangan antarmuka terendah hanya ditemukan pada rute fase inversi.

Perbandingan ukuran droplet nanoemulsi yang dihasilkan dari metode emulsifikasi energi rendah dengan sistem emulsifier-minyak-air yang sama menunjukkan bahwa ukuran droplet terkecil dihasilkan dari metode fase inversi (Komaiko dan McClements 2015). Sehingga, diduga pada penelitian ini dengan metode fase inversi mampu menghasilkan ukuran droplet emulsi MKM yang lebih kecil. Semakin kecil ukuran droplet minyak maka semakin menurunkan laju tabrakan antar droplet minyak dalam sistem emulsi dan berdampak pada peningkatan kestabilan emulsi. Ukuran droplet awal yang kecil mampu menurunkan laju pemisahan gravitasi (creaming atau sedimentasi), flokulasi dan koalesen (Amaral dan Bhargava 2015; Sanjeewani dan Sakeena 2013). Komaiko dan McClements (2014) juga menyatakan bahwa stabilitas emulsi yang dihasilkan dari fase inversi pada suhu 25 oC lebih stabil dibandingkan emulsi dari emulsifikasi spontan. Hal tersebut dibuktikan dengan pengamatan selama 60 menit tingkat kekeruhan emulsi fase inversi lebih rendah dan lebih stabil dibandingkan emulsi dari emulsifikasi spontan. Kestabilan kekeruhan tersebut menunjukkan ukuran droplet yang stabil.

Pembentukan droplet yang minimum juga tidak lepas dari pengaruh penggunaan jenis emulsifier. Formula dengan Tween 80 menghasilkan emulsi yang stabil dibandingkan emulsi dengan formula Tween 20 baik pada EOR 0.50 maupun 1.00 pada metode fase inversi (Tabel 5) (Gambar 6). Penelitian menunjukkan bahwa jenis emulsifier yang berbeda menghasilkan kestabilan emulsi yang berbeda. Oleh karena itu, jenis emulsifier menjadi faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi. Penentuan HLB yang tepat menghasilkan emulsi dengan kestabilan optimum. Setiap jenis minyak atsiri memiliki HLB yang ideal untuk menghasilkan ukuran droplet minimum (Orafidiya dan Oladimeji 2002). Besarnya HLB sangat bergantung terhadap karakteristik komponen fase terdispersi untuk meghasilkan emulsi yang stabil dan diketahui dengan hasil eksperimen (Edris dan El-Galeel

(34)

16

2010; Fernandes et al. 2012; Niczinger et al. 2015). Penelitian menunjukkan bahwa HLB yang ideal untuk MKM dalam sistem emulsi O/W adalah 15.

Ostertag et al. (2012) dan Mayer et al. (2013) melaporkan bahwa ukuran droplet emulsi yang dihasilkan dari metode pendekatan energi rendah tidak memiliki korelasi dengan nilai HLB. Hal tersebut disebabkan karena perubahan karakteristik molekuler emulsifier yang mempengaruhi nilai afinitas fase air dan fase minyak yang akhirnya mempengaruhi kestabilannya. Tween 80 memiliki packing parameter yang tinggi karena memiliki ikatan jenuh dan memiliki ukuran packing parameter yang minimum karena memiliki satu ikatan jenuh sehingga molekul Tween 80 mampu melingkupi droplet minyak dengan optimum dan berukuran minimum (Guttof et al. 2015; Mayer et al. 2013). Banyak laporan yang telah membuktikan penggunaan Tween 80 dalam pembuatan emulsi mampu menghasilkan ukuran droplet minimum dibandingkan jenis Tween atau emulsifier lainnya karena karakteristik dan bentuk molekulnya (Guttof et al. 2015; Komaiko dan McClements 2015; Mayer et al. 2013; Ostertag et al. 2012). Sehingga diduga kuat penggunaan Tween 80 pada pembuatan emulsi MKM dengan metode fase inversi menghasilkan ukuran droplet minimum dan berdampak pada kestabilan yang optimum selama penyimpanan.

Karakteristik Nanoemulsi Minyak Kayu Manis

Penggunaa metode emulsifikasi dan jenis emulsifier pada tahap karakterisasi didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya. Metode yang menghasilkan emulsi dengan kestabilan terbaik adalah fase inversi dengan formula emulsifier Tween 80. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam tahap karakterisasi adalah emulsifikasi fase inversi dan jenis emulsifier yang digunakan adalah Tween 80.

Ukuran Droplet dan Indeks Polidispersitas (PDI)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan EOR 0.50 0.75 dan 1.00 menghasilkan ukuran droplet dibawah 500 nm (Tabel 5). Menurut Bilia et al. (2014) emulsi yang memiliki ukuran droplet < 500 nm disebut sebagai nanoemulsi. Sedangkan formula dengan minyak 10% pada EOR 0.25 dan 0.50 menghasilkan emulsi yang bersifat sangat tidak stabil. Perbedaan jeda waktu analisis pengukuran

Tabel 6 Ukuran droplet emulsi MKM (nm) pada berbagai konsentrasi minyak dan EOR

EOR Konsentrasi minyak (%)

5 10

0.25 585.4 ± 70.1* 17,106.0 ± 16,150.5*

0.50 426.7 ± 59.8b 772.2 ± 278.4*

0.75 192.6 ± 9.6a 184.3 ± 13.2a

1.00 161.7 ± 8.4a 175.0 ± 16.6a

aAngka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan).

*: data tidak dimasukkan dalam analisis sidik ragam karena emulsi mudah mengendap (sedimentasi) dan ukuran memiliki nilai distribusi yang besar.

(35)

17 dengan PSA pada formula tersebut menunjukkan hasil ukuran droplet minyak yang memiliki standar deviasi sangat besar. Hal tersebut disebabkan karena emulsi bersifat sangat tidak stabil. Diduga terjadi agregasi droplet yang cepat selama waktu tunggu analisis PSA. Agreagasi droplet yang cepat ini disebabkan karena ketersediaan emulsifier rendah yang tidak mampu membentuk membran protektif droplet minyak (Piorkowski dan McClements 2014). Ostertag et al. (2012) menyatakan bahwa jika formula konsentrasi emulsifier rendah, maka pembentukan multiple emulsions tertekan dan pada akhirnya yang terbentuk adalah droplet minyak yang berukuran besar. Namun, konsentrasi minyak 5% pada EOR yang sama (0.25) memiliki kestabilan yang lebih baik dibandingkan pada formula minyak 10%. Hal tersebut disebabkan konsentrasi droplet minyak tinggi pada konsentrasi minyak 10%. Peningkatan konsentrasi droplet memberikan peluang tabrakan antar droplet lebih tinggi sehingga dengan mudah dan cepat terjadi agregasi droplet minyak.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi minyak tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata ukuran droplet nanoemulsi yang dihasilkan (Lampiran 1). Konsentrasi minyak pada taraf yang lebih tinggi pada EOR yang sama tidak memberikan pengaruh terhadap ukuran droplet emulsi. Borrin et al. (2016) dalam penelitiannya dengan menggunakan konsentrasi minyak kedelai 10% s.d 20%, Tween 80 dan metode yang sama, menghasilkan ukuran droplet yang tidak berbeda nyata. Konsentrasi emulsifier Tween 80 berpengaruh nyata terhadap ukuran droplet yang dihasilkan. Pengaruh konsentrasi Tween 80 terhadap rata-rata ukuran droplet nanoemulsi dapat dilihat dari hasil uji lanjut Duncan pada taraf nyata 5 %. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa EOR 0.5 menghasilkan rata-rata ukuran droplet yang berbeda nyata dengan EOR 0.75 dan 1.00 (Lampiran 1).

EOR berpengaruh terhadap ukuran droplet nanoemulsi yang dihasilkan. Semakin tinggi EOR, maka ukuran droplet yang dihasilkan semakin kecil, begitu sebaliknya (Tabel 5). Ukuran droplet terkecil tercapai pada formula EOR 0.75 dan 1.00 dengan ukuran rata-rata 188.4 nm dan 168.3 nm. Penurunan ukuran droplet emulsi yang diakibatkan peningkatan EOR juga telah dilaporkan baik dengan metode emulsifikasi spontan maupun fase inversi pada sistem emulsi yang menggunakan Tween 80 dan berbagai jenis minyak (Ostertag et al. 2012 dan Komaiko dan McClements 2015). Penelitian yang dilakukan Salim et al. (2011) menunjukkan bahwa penambahan Tween 80 diatas EOR 7.00 meningkatkan ukuran droplet emulsi ibuprofen dan membentuk kurva “U”. Peningkatan viskositas yang terjadi menandai formasi emulsi mendekati fase likuid kristalin. Pada fase tersebut ukuran droplet emulsi ukurannya lebih besar karena memiliki sifat antarmuka yang rigid, sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk mendispersikan dan menghasilkan ukuran yang lebih kecil (Wang et al. 2009). Jika dilakukan peningkatan EOR terus-menerus akan membentuk kurva huruf “U” dengan nilai EOR yang berbeda-beda dan tergantung karakteristik dan komposisi fase organik dan jenis emulsifier (Komaiko dan McClements 2014; Piorkowski dan McClements 2014).

Pada penelitian ini, nanoemulsi terbentuk dengan proses titrasi campuran minyak dan surfaktan non ionic (Tween 80) dengan aquades. Pembentukan multiple emulsion O/W/O selama proses emulsifikasi dengan metode ini menjadi prasyarat terbentuknya ukuran droplet yang kecil pada sistem emulsi O/W yang terbentuk diakhir proses (Sajjadi 2006). Pembentukan ukuran droplet pada penelitian tercapai

(36)

18

pada skala nanometer dengan formula EOR 0.50, 0.75 dan 1.00. Berdasarkan hasil penelitian, ukuran droplet emulsi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan emulsifier dan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi minyak. Berdasarkan kajian literatur, ukuran droplet emulsi dengan pendekatan energi rendah juga dipengaruhi oleh jenis minyak, jenis emulsifier dan lokasi awal emulsifier (Ostertag et al. 2012; Komaiko dan McClements 2015).

Selain parameter ukuran droplet, PDI emulsi menjadi parameter yang mengambarkan keseragaman ukuran droplet dalam sistem emulsi (Piorkowski dan McClements 2014). Semakin kecil nilai PDI suatu sistem emulsi berarti distribusi ukuran-ukuran droplet pada suatu sistem emulsi semakin seragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan PDI seiring pengikatan EOR. Namun, tidak terjadi pada perlakuan peningkatan konsentrasi minyak. Hasil sidik ragam menyimpulkan bahwa konsentrasi minyak tidak berpengaruh nyata terhadap PDI nanoemulsi. Sedangkan tingkat EOR berpengaruh nyata terhadap PDI. Indeks polidispersitas menurun dengan peningkatan EOR. PDI menurun secara linier dengan penurunan ukuran droplet dan hal ini sejalan dengan penelitian Sotomayor-Gerding (2016). Pada penelitian Davidov-Pardo dan McClements (2015) penurunan ukuran droplet pada EOR yang semakin tinggi menghasilkan nilai PDI yang tinggi. Nilai PDI yang tinggi menunjukkan kurva distribusi bimodal yang diduga terdapat agregasi molekul emulsifier karena telah jenuh melapisi droplet minyak yang terdispersi dan membentuk misel (Marino 2010). Titik terjadinya peningkatan PDI selama peningkatan EOR tidak bisa diprediksi karena perbedaan komposisi formula emulsi menunjukkan trend nilai PDI yang berbeda-beda (Davidov-Pardo dan McClements 2015; Guttof et al. 2015).

Selain memiliki ukuran droplet terkecil diantara formula lain, emulsi pada EOR 0.75 dan 1.00 memiliki tingkat keseragaman yang baik dengan PDI yang rendah (Tabel 6). PDI kurang dari 0.3 menjadi batasan nilai suatu sistem emulsi dikatakan memiliki tingkat keseragaman cukup baik. Jika nilai PDI suatu sistem emulsi lebih dari 0.3 maka suatu sistem emulsi dikatakan memiliki tingkat keseragaman ukuran-ukuran droplet yang kurang baik (Wu et al. 2012). Ketersediaan emulsifier dalam sistem emulsi yang dibuat dengan pendekatan energi rendah memberikan pengaruh besar terhadap keseragaman ukuran droplet yang dihasilkan. Emulsifier bekerja dengan mengabsorbsi permukaan droplet minyak yang terbentuk selama proses pengadukan dan membentuk membram protektif

Tabel 7 Nilai PDI nanoemulsi MKM

EOR Konsentrasi minyak (%)

5 10

0.25 0.592 ± 0.058a 0.569 ± 0.294a 0.50 0.566 ± 0.153a 0.798 ± 0.260a 0.75 0.217 ± 0.029b 0.305 ± 0.299b 1.00 0.122 ± 0.026b 0.150 ± 0.013b aAngka-angka pada baris dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan).

(37)

19 yang melindungi droplet agar tidak beragregasi (Jusnita 2014). Penurunan EOR meningkatkan PDI karena ketersediaan emulsifier pada awal proses emulsifikasi mampu melindungi droplet dengan ukuran kecil. Namun, ketersediaan emulsifier semakin berkurang selama proses emulsifikasi sehingga lebih cenderung membentuk droplet dengan ukuran lebih besar karena luas permukaannya lebih kecil.

Zeta Potensial

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi minyak dan emulsifier berpengaruh nyata terhadap nilai zeta potensial nanoemulsi yang dihasilkan (Lampiran 1). Konsentrasi minyak dan emulsifier tertinggi menghasilkan nilai zeta potensial terkecil. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Walker et al. (2015) bahwa penambahan emulsifier Tween 80 semakin menurunkan nilai zeta potensial emulsi karena merupakan surfaktan non ionik. Sedangkan peningkatan konsentrasi minyak ini menyebabkan penurunan zeta potensial karena peningkatan jumlah asam lemak yang terkandung dalam MKM. Keberadaan asam lemak dalam sistem emulsi pada umumnya menyebabkan muatan negatif pada permukaan droplet (Shah 2011). Asam lemak yang terkandung pada MKM adalah asam palmitat, linoleat, stearat, oleat, undekanoat dan laurat (Jamil et al. 2013). Selain itu, menurut Simunkova (2009) faktor yang mempengaruhi zeta potensial nanopartikel adalah sumber partikel dan perlakuan jenis emulsifier, konsentrasi elektrolit (kekuatan ionik), morfologi, ukuran droplet dan pH larutan.

Hasil penelitian menunjukkan kisaran zeta potensial dari -15.7 sampai -31.8 mV. Zeta potensial adalah muatan permukaan antara droplet koloid dan digunakan untuk mengetahui kestabilan emulsi (Piorkowski dan McClements 2014). Semakin tinggi nilai zeta potensial maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi. Sebaliknya nilai zeta potensial yang semakin kecil memungkinkan droplet untuk saling tarik-menarik dan terjadi flokulasi yang diikuti dengan pengendapan. Nilai zeta potensial yang optimum adalah di luar kisaran ±30 mV dan nilai ini mengindikasikan derajat tolak menolak antar droplet yang berdekatan dan memiliki muatan yang sama (Silva et al. 2012).

Tabel 8 Zeta potensial (mV) nanoemulsi MKM

EOR Konsentrasi minyak (%)

5 10

0.25 -31.8 ± 1.4a -25.0 ± 5.2a 0.50 -26.0 ± 2.2b -20.9 ± 6.6b 0.75 -20.0 ± 4.4c -18.0 ± 4.4c 1.00 -19.2 ± 4.3c -15.7 ± 4.2c

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan).

(38)

20

Hasil penelitian menunjukkan nilai zeta potensial optimum (-31.8 mV) ditemukan pada formula konsentrasi minyak dan EOR terendah. Hasil penelitian juga menunjukkan pada formula tersebut dan formula minyak 10% pada EOR 0.25 dan 0.50 cepat mengalami sedimentasi dibandingkan formula lain yang memiliki zeta potensial lebih rendah (Gambar 9). Menurut Roland et al. (2003) nilai zeta potensial kadang-kadang tidak sesuai dengan kestabilan visualnya, dimana banyak emulsi stabil secara visual dengan nilai absolut zeta potensial yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme stabilitas elektrostatik bukan mekanisme utama yang mempengaruhi kestabilan emulsi. Faktor penyebab ketidakstabilan emulsi MKM dengan nilai zeta potensial tinggi adalah konsentrasi emulsifier yang rendah. Ketersediaan emulsifier yang rendah tidak cukup menglindungi droplet yang terbentuk, menyebabkan terjadinya agregasi droplet secara cepat dan terjadi sedimentasi. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian bahwa nilai zeta potensial optimum ditemukan pada emulsi dengan ukuran droplet dan PDI besar sedangkan zeta potensial rendah ditemukan pada emulsi dengan ukuran droplet dan PDI rendah (optimum).

Visksositas

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi minyak dan emulsifier memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas (Lampiran 1). Hasil uji lanjut Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa viskositas pada EOR 0.75 dan 1.00 tidak berbeda nyata, tetapi pada kedua EOR tersebut berbeda nyata dengan EOR 0.25 dan 0.50 (Tabel 9). Sehingga dapat diketahui bahwa viskositas nanoemulsi ini semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi minyak dan emulsifier. Viskositas adalah resistensi suatu bahan untuk mengalir yang disebabkan karena adanya gesekan atau perlawanan suatu bahan terhadap deformasi atau perubahan bentuk apabila bahan tersebut dikenai gaya tertentu (Toledo 2007). McClements (2004) juga menguatkan pendapat bahwa faktor penting yang mempengaruhi viskositas adalah fraksi volume fase terdispersi.

Peningkatan jumlah minyak menyebabkan peningkatan jumlah droplet yang terdispersi dalam sistem emulsi. Sehingga, gesekan antar droplet semakin tinggi dan meningkatkan viskositas. Giancoli (2001) menyatakan bahwa viskositas disebabkan oleh kekuatan kohesi antar molekul yaitu berupa gaya tarik-menarik antar droplet sejenis. Peningkatan jumlah minyak menyebabkan peningkatan gaya

(a) (b)

Gambar 9 Perbandingan emulsi cinnamon oil zeta potensial tinggi -31.8 mV, tanda panah menunjukkan sedimentasi (a) zeta potensial rendah -19.2 mV (b) pada suhu ruang (27 oC) selama 24 jam

(39)

21

kohesi dalam sistem. Penelitian Dluzewska et al. (2006) serta Sun dan Gunasekaran (2009) juga melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi minyak meningkatkan viskositas secara signifikan karena terjadi peningkatan interaksi droplet minyak dalam sistem emulsi. Oleh karena itu, konsentrasi droplet minyak yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan viskositas.

Peningkatan viskositas juga disebabkan karena peningkatan penggunaan jumlah emulsifier. Peningkatan emulsifier menyebabkan penurunan ukuran droplet fase terdispersi yang berdampak pada peningkatan viskositas (Sanjeewani dan Sakeena 2013). Penurunan ukuran droplet berdampak pada luas permukaan yang semakin meningkat yang kemudian meningkatkan tahanan emulsi untuk mengalir (Koocheki et al. 2011). Anisa dan Nour (2010); Jusnita (2014) dan Harmi (2014) melaporkan bahwa emulsi dengan ukuran droplet semakin kecil memiliki viskositas semakin tinggi. Berbeda dengan emulsi yang diproduksi dengan pendekatan energi tinggi, Qian dan McClements (2011) melaporkan bahwa dengan emulsifikasi pendekatan energi tinggi menghasilkan ukuran droplet kecil dengan viskositas yang rendah. Hal tersebut disebabkan karena droplet minyak mudah pecah dan terdispersi dengan ukuran kecil pada viskositas yang lebih rendah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan viskositas lebih tinggi menyebabkan minyak meninggalkan zona daerah pemecahan sebelum terdistrupsi dan terdeformasi oleh high pressure homogenizer.

Pada penelitian ini juga ditemukan interaksi yang signifikan antara konsentrasi minyak dan emulsifier terhadap viskositas (Lampiran 1). Peningkatan emulsifier dan minyak akan menurunkan jumlah air dalam sistem emulsi. Sanjeewani dan Sakeena (2013) juga melaporkan dalam pembuatan emulsi VCO dengan peningkatan jumlah minyak dan emulsifier yang digunakan menyebabkan peningkatan viskositas secara signifikan. Terjadi hubungan linier antara penurunan jumlah air dengan peningkatan viskositas karena terjadi peningkatan ikatan hidrogen, yang kemudian menyebabkan penenurunan jarak antar molekul dalam sistem emulsi dan meningkatkan resistensi aliran (Anisa dan Nour 2010).

Tabel 9 Viskositas nanoemulsi MKM

EOR Konsentrasi minyak (%)

5 10 Viskositas (cP) 0.25 3.99 ± 0.02a 4.59 ±0.13a 0.50 4.19 ±0.04b 4.76 ± 0.17b 0.75 4.25 ± 0.05c 5.75 ± 0.29c 1.00 4.24 ± 0.27c 7.76 ± 0.04c

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan).

(40)

22

Kestabilan Freeze Thaw

Nanoemulsi MKM mengalami perlakuan pembekuan dan thawing sebelum digunakan lebih lanjut. Pengujian dengan freeze-thaw ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan selama penyimpanan pada suhu beku. Gu et al. (2007) menyatakan bahwa perubahan fisik yang mungkin terjadi akibat pembekuan emulsi adalah kristalisasi dalam minyak atau fase air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan freeze thaw nanoemulsi MKM menyebabkan destabilisasi emulsi pada seluruh formula (Gambar 10). Liu et al. (2016) menyatakan bahwa pada perlakuan freeze thaw emulsi terjadi kristalisasi minyak atau air yang berdampak pada perubahan ukuran droplet, PDI dan kestabilan fisik. Ketika proses pembekuan, droplet minyak semakin terkonsentrasi akibat desakan kristal es. Desakan kristal es menyebabkan droplet berdekatan atau kontak satu sama lain pada saluran yang tidak membeku diantara kristal es (Hartel 2011). Konstentrasi droplet minyak tersebut memicu destabilisasi flokulasi, agregasi, atau koalesen selama proses freeze thaw (Saito et al. 1999). Ketika nanoemulsi MKM di-thawing, terjadi agregasi droplet yang menyebabkan koalesen dan pemisahan minyak (Ariyaprakai dan Tananuwong 2015). Salah satu faktor yang yang menyebabkan destabilisasi nanoemulsi MKM pada penelitian adalah jenis emulsifier yang digunakan. Penggunaan emulsifier yang tepat akan menghasilkan emulsi dengan ketahanan yang baik tehadap kondisi ekstrem pembekuan.

Perlakuan freeze thaw emulsi MKM yang dilakukan empat siklus pada semua formula mengalami peningkatan presentasi pemisahan minyak (Gambar 11). Semakin tinggi konsentrasi minyak maka semakin tinggi pula tingkat pemisahannya. Hal tesebut dikarenakan kandungan droplet minyak yang banyak Gambar 10 Destabilisasi nanoemulsi MKM perlakuan freeze thaw siklus ke-1

pada berbagai formula: atas ke bawah konsentrasi minyak 5%-10%; kiri ke kanan EOR 0.25, 0.50, 0.75 dan 1.00

(41)

23 serta kemampuan emulsifier tidak mampu melindungi droplet minyak dari perlakuan pembekuan dan thawing. Pada umumnya surfaktan bermolekul kecil tidak stabil terhadap proses freeze thaw. Tween 80 merupakan emulsifier golongan surfaktan bermolekul kecil (Thanasukarn et al. 2004). Modifikasi lapisan interfasial oleh Tween 80 tidak mampu melindungi droplet emulsi dari koalesen. Thanasukarn et al. (2004) melaporkan bahwa minyak sawit terhidrogenasi pada siklus pertama perlakuan freeze thaw dengan emulsifier Tween 20 terjadi destabilisasi emulsi. Hal tersebut disebabkan pembentukan lapisan permukaan yang relatif sangat tipis oleh Tween 20. Sehingga diduga mekanisme yang sama pada penelitian ini, karena emulsifier Tween 20 dan Tween 80 memiliki karakteristik yang sama dalam satu golongan emulsifier non ionik bermolekul kecil dengan nilai HLB yang tidak berbeda jauh.

Perlakuan freeze thaw emulsi minyak sawit merah dengan formula Tween 80 juga menyebabkan pemisahan pada siklus pertama thawing (Marpaung 2014). Liu et al. (2016) menyatakan bahwa emulsifier non ionik tunggal dalam sistem emulsi tidak bisa mengabsorbsi permukaan minyak dan air serta membentuk lapisan membran yang tipis dan kurang kuat. Pada proses pembekuan emulsifier tidak bisa menghambat terjadinya koalesen yang diakibatkan desakan kristal es. Perlakuan freeze thaw dengan emulsifier Tween 80 dalam pembuatan emulsi minyak jagung dan minyak kelapa terbentuk ukuran droplet lebih besar 2-3 kali ukuran awal pada siklus pertama(Ariyaprakai dan Tananuwong 2015). Hal tersebut menunjukkan peristiwa agregasi droplet minyak akibat perlakuan freeze thaw. Salah satu cara meningkatkan absrobsi dan pembentukan lapisan membran yang kuat adalah dengan mengkombinasikan dengan jenis emulsifier lainnya. Jika dibandingkan dengan pendekatan energi tinggi metode high pressure homogenizer yang dilakukan Ariyaprakai dan Tananuwong (2015) serta Marpaung (2014), penggunaan Tween 80 juga menghasilkan emulsi yang tidak stabil terhadap perlakuan freeze thaw.

Gambar 11 Tingkat pemisahan formula emulsi MKM pada berbagai EOR dengan konsentrasi minyak 5% (a) dan minyak 10% (b)

siklus 0 siklus 2 siklus 4 0 5 10 15 20

0.25a 0.50a 0.75a 1.00a 0.25b 0.50b 0.75b 1.00b

P re se ntase pe mi sa ha n (% ) EOR

(42)

24

Peningkatan pemisahan juga terjadi dengan peningkatan siklus (Gambar 11). Hal ini disebabkan karena semakin rusaknya membran interfasial yaitu Tween 80 yang seharusnya bertindak sebagai penstabil. Liu et al. (2016) melaporkan bahwa emulsi mengalami peningkatan ukuran droplet akibat perlakuan peningkatan siklus freeze thaw. Dijelaskan lebih lanjut bahwa penyebab peningkatan ukuran droplet adalah kerusakan membran interfasial. Kerusakan membran ini diakibatkan oleh kristal es dan terjadi terus-menerus selama peningkatan siklus freeze thaw. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kestabilan freeze thaw emulsi adalah komposisi minyak, larutan gula, larutan garam, komposisi emulsifier (Ghosh dan Coupland 2008), panjang rantai minyak, jumlah asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh, kandungan lemak padat, ukuran dan struktur kristal lemak, urutan kristalisasi diantara minyak dan air, jenis minyak, jenis emulsifier (Ariyaprakai dan Tananuwong 2015).

Pada siklus ke-3 dan ke-4 freeze thaw terjadi fenomena unik, yaitu pada konsentrasi minyak 10% dengan EOR 0.75 dan 1.00 nanoemulsi MKM mengalami pemisahan minyak dengan fase air yang jernih. Yuliani dan Noveriza (2016) menemukan nanoemulsi sereh wangi dengan fase pendispersi pada pengujian kestabilan freeze thaw. Hal tersebut diduga karena emulsi memiliki keseragaman ukuran droplet kecil yang baik sehingga pemisahan minyak terjadi secara kompak dari fase pendispersi saat terdesak kristal es selama pembekuan. Emulsi dengan nilai keseragaman (PDI) yang besar dan kurva distribusi bimodal mengalami pemisahan dengan fase air yang masih keruh setelah dilakukan thawing. Hal tersebut mengindikasikan masih terdapat droplet minyak berukuran besar tedispersi dalam fase air.

Struktur Morfologi

Hasil karakterisasi nanoemulsi MKM menunjukkan bahwa formula terbaik pada EOR 0.75 dengan konsentrasi minyak 5% dan 10%. Salah satu parameter penting nanoemulsi adalah ukuran droplet hingga nanometer. Pada kedua formula tersebut dihasilkan ukuran droplet dengan ukuran rata-rata 192.6 nm dan 184.3 nm (Tabel 5). Selain parameter ukuran droplet, penentuan formula mempertimbangkan konsentrasi emulsifier. Konsentrasi emulsifier dicari paling efektif yaitu pada EOR 0.75. Formula terpilih diamati morfologi droplet-nya dengan TEM. Klang et al. (2014) menyatakan bahwa karakterisasi suatu formula dengan teknik miksroskopik sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data yang reliable dan memastikan morfologi droplet nanoemulsi. Teknik mikroskopis selain digunakan untuk

Gambar 12 Pengaruh freeze thaw siklus ke-0 (a) ke-1 (b) dan ke-3 (c) pada formula minyak 10% dan EOR 0.75 dan 1.00

Gambar

Tabel 3 Aplikasi dan keunggulan nanoemulsi berbagai komponen bioaktif
Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian Nanoemulsi
Tabel  4  menunjukkan  hasil  karakterisasi  mutu  MKM.  Mutu  MKM  yang  digunakan  sebagai  bahan  pembuatan  nanoemulsi  sesuai  dengan  standar  MKM  dalam Handbook of Herbs and Spices (Peter 2000)
Gambar 3 Skema representasi metode emulsifikasi spontan (Komaiko dan  McClements 2015)
+7

Referensi

Dokumen terkait