• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Stadia Predator dan Pemilihan terhadap Jenis Mangsa

Stadia predator yang berbeda akan menunjukkan jumlah pemangsaan yang juga berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva instar II predator M. sexmaculatus memangsa 9 nimfa instar IV kutukebul B. tabaci dan 20 imago kutudaun M. persicae pada kerapatan 40 individu per jenis mangsa dalam 8 jam. Instar III M. sexmaculatus sebanyak 11 nimfa instar IV B. tabaci dan 20 imago M. persicae dalam 8 jam. Instar IV mampu memangsa 9 nimfa instar IV B. tabaci dan 25 imago M. persicae dalam 8 jam. Pemangsaan oleh imago betina merupakan pemangsaan yang paling tinggi yaitu sebanyak 14 individu B. tabaci dan 30 M. persicae (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011) menunjukkan bahwa lama pencarian imago betina predator terhadap nimfa dan imago M. persicae lebih cepat dibandingkan dengan larva instar M. sexmaculatus. Cahyadi (2004) bahwa imago predator membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk pematangan reproduksi.

Tabel 1 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 10 individu/jenis mangsa

Stadia Predator

Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan

Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8

jam pemangsaan Rerata ± SD (individu) Persentase (%)* Rerata ± SD (individu) Persentase (%) M. sexmaculatus Larva instar II 3.00 ± 1.00 30.00 9.00 ± 1.73 90.00

Larva instar III 3.67 ± 0.58 36.70 9.67 ± 0.58 96.70

Larva instar IV 4.33 ± 1.53 43.30 10.00 ± 0.00 100.00

Imago Betina 5.33 ± 2.31 53.30 8.67 ± 1.15 86.70

M. lineata

Larva instar II 4.33 ± 1.53 43.30 3.00 ± 1.73 30.00

Larva instar III 5.33 ± 1.53 53.30 4.33 ± 1.53 43.30

Larva instar IV 9.33 ± 0.58 93.30 6.34 ± 2.08 63.40

Imago Betina 7.33 ± 2.52 73.30 5.00 ± 2.00 50.00

Tabel 2 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 20 individu/jenis mangsa

Stadia Predator

Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan

Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8

jam pemangsaan Rerata ± SD (individu) Persentase (%)* Rerata ± SD (individu) Persentase (%) M. sexmaculatus Larva instar II 6.00 ± 1.00 30.00 16.00 ± 1.00 80.00

Larva instar III 7.00 ± 1.73 35.00 16.33 ± 1.15 81.65

Larva instar IV 8.67 ± 1.15 43.35 14.00 ± 1.73 70.00

Imago Betina 9.33 ± 0.58 46.65 19.00 ± 1.00 95.00

M. lineata

Larva instar II 13.33 ± 3.05 66.65 9.00 ±1.00 45.00

Larva instar III 14.00 ± 1.73 70.00 10.00 ± 3.21 50.00 Larva instar IV 16.33 ± 0.58 81.65 12.33 ± 1.53 61.65

Imago Betina 13.00 ± 3.00 65.00 9.67 ± 1.15 48.35

* Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa

Tabel 3 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 40 individu/jenis mangsa

Predator dan Stadia Predator

Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan

Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8

jam pemangsaan Rerata ± SD (individu) Persentase (%)* Rerata ± SD (individu) Persentase (%) M. sexmaculatus Larva instar II 9.00 ± 1.73 22.50 20.34 ± 3.06 50.85 Larva instar III 10.67 ± 3.21 26.68 20.33 ± 2.52 50.83 Larva instar IV 9.33 ± 2.31 23.33 24.67 ± 4.73 61.68 Imago Betina 14.00 ± 1.73 35.00 30.00 ± 3.00 75.00 M. lineata

Larva instar II 19.33 ± 0.58 48.33 15.01 ± 1.00 37.53 Larva instar III 16.33 ± 2.52 40.83 17.00 ± 2.65 42.50 Larva instar IV 22.01 ± 2.00 55.03 18.67 ± 1.53 46.68 Imago Betina 20.67 ± 4.04 51.68 16.67 ± 2.08 41.68 * Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa

Stadia larva instar II M. lineata memangsa 19 nimfa instar IV B. tabaci dan 15 imago M. persicae, sedangkan larva instar III mampu mengonsumsi 16 nimfa instar IV B. tabaci serta 17 imago M. persicae. Larva instar IV predator ini menunjukkan kecenderungan yang sama dalam memangsa. Jumlah mangsa yang

dapat dikonsumsi oleh larva instar IV M. lineata adalah 22 nimfa instar IV B. tabaci dan 19 imago M. persicae. Imago memangsa 21 nimfa instar IV B. tabaci dan 17 imago M. persicae. Stadia predator M. lineata yang paling aktif dalam memangsa adalah larva instar IV (Tabel 3). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011), kemampuan pemangsaan larva instar IV M. lineata lebih tinggi dibanding pemangsaan oleh imago. Hal ini disebabkan larva instar empat memerlukan nutrisi yang cukup untuk perkembangan stadia berikutnya, yaitu stadia pra-pupa dan stadia pupa. Nutrisi ini didapat dengan memakan mangsa dalam jumlah yang lebih banyak sebelum predator memulai fase pra-pupa. Pada saat predator menjadi pupa, predator tidak lagi dapat memakan mangsa sehingga dibutuhkan nutrisi yang cukup dan dapat memenuhi kebutuhan predator. Selain itu, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011) lama pencarian mangsa oleh larva instar IV M. lineata lebih cepat dibandingkan dengan imago betinanya. Kecepatan waktu untuk menemukan mangsa akan memengaruhi jumlah mangsa yang dapat dikonsumsi oleh predator.

Predator dewasa umumnya lebih baik dalam mendeteksi keberadaan mangsa, memiliki mobilitas yang tinggi, dan lebih cepat dalam mengikuti mangsa (Sabelis 1992). Dalam hal pengenalan mangsa, predator pradewasa tidak dapat mengenali mangsa tanpa terjadi kontak dengannya. Predator pradewasa umumnya dapat mengenali mangsa melalui kontak dengan bagian ujung dari tarsus (Roger 1999) atau kontak dengan palpus (Dixon 2000).

Malcolm (1992) menyatakan bahwa kemampuan predator seperti kemampuan mencari dan menangkap mangsa mempengaruhi kemampuan predator dalam mengonsumsi mangsa. Larva predator muda memiliki mobilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan larva instar akhir dan predator dewasa (Hajek dan Dahlsten 1987). Larva predator lebih tidak selektif dalam situasi pilihan dibandingkan serangga dewasa (Hodek dan Honek 1996). Meskipun larva lebih tidak selektif dalam memilih mangsanya dibandingkan serangga dewasa, larva juga membutuhkan nutrisi spesifik untuk pertumbuhan, perkembangan, dan keaktifan untuk mencari mangsa.

Hasil pengujian (Tabel 1-3) juga menunjukkan kecenderungan predator dalam memilih jenis mangsa. Price (1997) menyatakan bahwa predator umumnya

bersifat generalis dan dapat memangsa beberapa spesies mangsa, namun predator tetap memiliki kesukaan khusus terhadap jenis mangsa tertentu. Tipe atau jenis mangsa yang spesifik dapat memengaruhi pemangsaan oleh predator (Houck 1986). Pengujian dengan metode pilihan menunjukkan bahwa jumlah pemangsaan oleh semua stadia predator M. sexmaculatus terhadap imago kutudaun M. persicae lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pemangsaan terhadap nimfa instar IV B. tabaci (Lampiran 17-20). Hal ini menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus lebih menyukai kutudaun M. persicae dibandingkutukebul B. tabaci.

Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh pemangsaan oleh semua stadia predator M. lineata (Lampiran 21-24). Jumlah pemangsaan predator M.

lineataterhadapnimfa instar IV kutukebul B. tabaci lebih tinggi dibandingkan

dengan jumlah pemangsaan terhadap imago kutudaun M. persicae. Hal ini

menunjukkan bahwa M. lineata lebih menyukai kutukebul B. tabaci

dibandingkutudaunM. persicae. Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Udiarto (2012) diketahui bahwa dalam waktu pemangsaan selama 24 jam, M.

sexmaculatus memiliki preferensi paling tinggi terhadap M. persicae, sedangkan M. lineata menunjukkan preferensi tinggi terhadap mangsa B. tabaci.

Hal ini menunjukkan bahwa predator melakukan pemilihan secara alami untuk memangsa suatu mangsa tertentu. Kedua predator menunjukkan preferensi terhadap jenis mangsa yang berbeda walaupun predator coccinellid umumnya bersifat generalis. Hal ini seperti yang dikemukaan oleh de Bach (1979) bahwa predator akan menyeleksi kecocokan mangsanya dan seleksi ini berlangsung secara alamiah. Selain itu, preferensi oleh predator juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik seperti cahaya, warna, bentuk, dan ukuran mangsa, juga faktor kimia berupa bau yang dihasilkan oleh mangsa (Tarumingkeng 1994).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Udiarto (2012) menunjukkan bahwa predator yang paling berpotensi dalam pengendalian B. tabaci adalah M. lineata. Sebaliknya, dari penelitian oleh Muharam dan Setiawati (2007) diketahui bahwa

M. persicae merupakan mangsa yang lebih sesuai (dalam hubungannya dengan

kemampuan pemangsaan dan kemampuan oviposisi oleh betina yang lebih tinggi) untuk predator M. sexmaculatus.

Secara keseluruhan, pemangsaan yang dilakukan oleh predator M.

sexmaculatus lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemangsaan total oleh M. lineata. Hal ini berkaitan dengan ukuran tubuh dari predator dan lama hidup dari

predator khususnya stadia imago. Ukuran tubuh dari imago betina M.

sexmaculatus lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh imago betina M. lineata. Serangga dengan ukuran tubuh yang lebih besar akan membutuhkan lebih

banyak energi dan nutrisi dibandingkan dengan serangga yang berukuran kecil (Roger 1999).

Preferensi M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap Stadia Mangsa Kemampuan pemangsaan oleh suatu predator merupakan salah satu komponen penting dalam penggunaan predator sebagai musuh alami hama. Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya pemangsaannya (Roger 1999). Semakin tinggi pemangsaan predator terhadap hama maka kemampuan predator untuk mengendalikan populasi hama menjadi lebih tinggi.Menurut Holling (1959) terdapat lima komponen utama yang memengaruhi pemangsaan oleh predator, yaitu (1) kerapatan populasi mangsa, (2) kerapatan populasi predator, (3) sifat mangsa seperti reaksi terhadap predator, (4) jumlah dan kualitas makanan pengganti yang tersedia untuk predator, dan (5) sifat predator seperti jenis makanan yang disukai dan efisiensi dalam menyerang. Tipe atau jenis mangsa yang spesifik dapat memengaruhi pemangsaan oleh predator (Houck 1986). Kesukaan predator terhadap mangsa tertentu secara spesifik dapat disebut sebagai preferensi pemangsaan. Tarumingkeng (1994) menegaskan bahwa beberapa faktor yang menentukan laju pemangsaan oleh predator diantaranya adalah preferensi terhadap jenis mangsa tertentu dan kerapatan mangsa.

Pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap stadia mangsa B. tabaci dan M. persicae diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi predator (Lampiran 1-16). Jumlah pemangsaan oleh predator kemudian diolah menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Strauss (1979) untuk menghitung nilai indeks preferensi (Li). Indeks preferensi merupakan indeks penduga untuk melihat kecenderungan predator dalam memilih mangsa untuk dikonsumsi.

Gambar 12 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 10

individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

Gambar 13 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan

10 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d ek s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2

Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d ek s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3

Nimfa Instar 4 Imago

Stadia Predator Stadia Predator L2 L3 L4 I I L4 L3 L2 I L4 L3 L2 L2 L3 L4 I 23

     

Gambar 14 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 20

individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

Gambar 15 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan

20 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d ek s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2

Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d ek s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 2Nimfa Instar 4 Nimfa Instar 3Imago

Stadia Predator Stadia Predator L2 L3 L4 I L2 L2 L3 L2 L3 L3 L4 L4 L4 I I I 24

Gambar 16 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 40

individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larvainstar 2, 3, 4; I = imago betina)

Gambar 17 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan)terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan

40 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 =larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 Nilai I n d ek s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30

0.40 Nimfa Instar 1Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 2Nimfa Instar 4

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d ek s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 2Nimfa Instar 4 Nimfa Instar 3Imago

Stadia Predator Stadia Predator L2 L3 L4 I L2 L3 L4 I I L4 L3 L2 L2 L3 L4 I 25

Secara simetris nilai indeks preferensi adalah linier. Nilai dari pemilihan terhadap mangsa bervariasi antara -1 sampai dengan +1. Nilai Liyang negatif menunjukkan bahwa mangsa tersebut cenderung tidak dipilih atau tidak disukai oleh predator. Sebaliknya, nilai Li yang positif menunjukkan bahwa predator cenderung lebih memilih mangsa tersebut untuk dikonsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kerapatan mangsa yang sama, nilai indeks preferensi terhadap nimfa instar III dan IV B. tabaci serta nimfa instar IV dan imago M. persicae bernilai positif sementara nilai indeks preferensi terhadap nimfa instar I dan II B. tabaci serta nimfa instar II dan III M. persicae bernilai negative. Hal ini menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus maupun

M. lineata menyukai mangsa yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan

mangsa yang ukurannya lebih kecil. Preferensi predator terhadap berbagai stadia mangsa dapat dilihat pada Gambar 12-17.

Berdasarkan nilai indeks preferensi (Li) yang ditunjukkan oleh kedua predator dalam memangsa dua jenis mangsa, terlihat bahwa predator tidak memiliki kesukaan terhadap nimfa muda. Predator menunjukkan preferensi pada nimfa instar akhir dan imago mangsa yang terlihat dengan nilai indeks preferensi yang bernilai positif pada stadia mangsa tersebut. Stadia B. tabaci yang disukai oleh kedua predator adalah nimfa instar IV (pupa), sedangkan stadia M. persicae yang disukai adalah imago. Hagen et al. (1989) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat memengaruhi interaksi pemangsa dengan mangsa adalah ukuran tubuh mangsa.

Secara umum predator mempertimbangkan efisieni pemangsaan pada saat memangsa mangsa dengan melakukan pemilihan terhadap mangsa yang akan dimangsa. Barnard (1983) menyatakan bahwa dalam memangsa predator akan menggunakan energi untuk mencari dan kemudian mengonsumsi mangsa. Hal ini akan menyebabkan predator harus memilih mangsa untuk dikonsumsi agar dapat memaksimalkan rasio penerimaan energi dan nutrisi dari proses pemangsaan yang dilakukannya (Roger 1999). Aktivitas memangsa merupakaan gabungan dari proses mencari, menangkap, dan mengonsumsi mangsa. Memangsa mangsa yang berukuran kecil akan meningkatkan waktu dalam pencarian mangsa yng berkaitan dengan pengenalan terhadap mangsa. Lamanya waktu pencarian akan

meningkatkan energi yang dibutuhkan dan digunakan oleh predator dan menurunkan total energi bersih yang didapatkan predator. Sebaliknya, memangsa mangsa dengan ukuran yang lebih besar dapat meningkatkan total energi bersih yang didapat oleh predator.

Kecenderungan predator dalam memilih stadia mangsa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa, preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap stadia mangsa dengan ukuran yang lebih besar disebabkan karena stadia mangsa yang berukuran besar lebih dapat dikenali keberadaannya oleh predator dan mudah ditemukan dibandingkan dengan stadia mangsa yang berukuran kecil. Sabelis (1992) menyatakan bahwa pengenalan predator terhadap mangsa dapat memengaruhi pemangsaan yang dilakukan. Selain pengenalan terhadap mangsa, komponen yang dapat memengaruhi preferensi terhadap mangsa adalah ketertarikan dan kesesuaian terhadap mangsa, keputusan predator untuk menyerang atau tidak, dan kemampuan untuk menangkap lalu mengonsumsi mangsa (Cisneros dan Rosenheim 1998).

Hubungan Kerapatan Mangsa dengan Pemangsaan

Kerapatan mangsa yang berbeda dalam pengujian yang telah dilakukan memberikan hasil yang beragam terhadap jumlah pemangsaan oleh predator (Gambar 18). Jumlah B. tabaci yang dikonsumsi oleh imago M. sexmaculatus dalam 8 jam adalah sebanyak 5, 7, dan 14 individu berturut-turut pada kerapatan 10, 20, dan 40 mangsa. Konsumsi M. persicae oleh M. sexmaculatus pada kerapatan mangsa 10, 20, dan 40 individu adalah sebanyak 9, 16, dan 30 individu selama 8 jam.

Kecenderungan pemangsaan yang sama ditunjukkan oleh imago M. lineata yang dapat memangsa B. tabaci sebanyak 4, 13, dan 21 mangsa pada kerapatan 10, 20, dan 40 mangsa dalam 8 jam. M. persicae yang dimangsa oleh M. lineata dalam waktu yang sama adalah sejumlah 3, 10, dan 17 individu mangsa.

Gambar 18 Pemangsaan imago betina M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Hasil ini menunjukkan bahwa pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus dan M. lineata terjadi paling tinggi pada kerapatan mangsa 40 individu. Pemangsaan terendah oleh predator terjadi pada kerapatan mangsa 10 individu per stadia mangsa. Kecenderungan hubungan yang ditunjukkan antara kerapatan mangsa dan pemangsaan yang dilakukan oleh predator adalah semakin tinggi kerapatan mangsa maka pemangsaan yang dilakukan oleh predator meningkat.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wagiman (1997), kerapatan mangsa memberikan pengaruh terhadap jumlah mangsa yang dimakan. Perilaku pemangsaan oleh predator dapat berubah seiring dengan berubahnya kerapatan populasi mangsa (Hassel et al. 1977). Ketika populasi mangsa tinggi, kemungkinan predator untuk menemukan mangsanya akan meningkat dibandingkan pada saat populasi rendah. Kemungkinan menemukan mangsa inilah yang memengaruhi jumlah konsumsi predator terhadap mangsa. Semakin sering predator menemukan mangsa, maka semakin banyak mangsa yang dapat dikonsumsi. Pengujian dengan 3 taraf kerapatan mangsa (10, 20, dan 40 individu per jenis mangsa) menunjukkan kecenderungan semakin tinggi kerapatan mangsa yang tersedia maka semakin tinggi pula jumlah pemangsaan yang dilakukan oleh predator. y = 4.335x + 0.106 R² = 0.888 y = 10.67x - 3.01 R² = 0.974 0 5 10 15 20 25 30 35 40 10 20 40 Juml ah mangsa yang di makan ol eh predator/8 jam (individu) y = 8.17x - 3.676 R² = 0.998 y = 6.835x - 3.893 R² = 0.999 0 5 10 15 20 25 30 35 40 10 20 40 B. tabaci M. persicae

KESIMPULAN

Predator M. sexmaculatus lebih menyukai kutudaun M. persicae dibanding kutukebul B. tabaci, sebaliknya predator M. lineata lebih menyukaikutukebul B.

tabaci dibanding kutudaun M. persicae. Predator M. sexmaculatus yang paling

banyak memangsa adalah imago betina sedangkan predator M. lineata yang paling banyak memangsa adalah stadia larva instar IV.

Preferensi predator terhadap berbagai stadia B. tabaci menunjukkan hasil bahwa kedua predator M. sexmaculatus dan M. lineata menyukai nimfa instar IV dibandingkan stadia lainnya. Preferensi predator terhadap berbagai stadia M.

persicae menunjukkan bahwa kedua predator menyukai imago dibandingkan

stadia lainnya. Imago betina M. sexmaculatus dapat memangsa 14 nimfa instar IV

B. tabaci dan 30 imago M. persicae dalam waktu 8 jam sedangkan imago betina M. lineata mampu memangsa 21 nimfa instar IV B. tabaci dan 17 imago M. persicae dalam waktu yang sama. Kemampuan pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemangsaan oleh

predatorM. lineataterhadap B. tabaci dan M. persicae.Berdasarkan 3 taraf kerapatan yang mangsa diuji, yaitu 10, 20, dan 40 individu, semakin tinggi kerapatan mangsa maka pemangsaan semakin tinggi pula.

Dokumen terkait