• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik lokasi

Lokasi pengamatan terletak di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor (Gambar 1). Desa Situ Gede memiliki luas 232.47 ha dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Batas-batas wilayah Desa Situ Gede adalah Desa Cikarawang (barat), Kelurahan Bubulak (timur), Kali Cisadane (utara), dan Kecamatan Sindang Barang (selatan).

Gambar 2 Peta lokasi pengamatan merupakan lahan konvensional ( ) dan Lahan organic ( ).

Pengamatan dilakukan di lahan konvensional dan lahan organik, dengan ulangan 3 petak sistem tanam konvensional dan 3 petak sistem tanam organik. Pengamatan dilakukan mulai dari umur tanaman 1 MST. Kondisi cuaca pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Pengamatan dilakukan setiap minggu dari 1 MST sampai 12 MST. Luas lahan pengamatan rata-rata 800 m². Letak lahan sistem tanam konvensional dan tidak dalam satu hamparan dan tidak menggunakan aliran air irigasi yang sama. Terdapat perbedaan antara sistem tanam padi organik dan sistem tanam padi konvensional yaitu lahan sawah dengan sistem organik menggunakan air kolam sebagai sumber pengairan sedangkan sistem budi daya konvensional menggunakan air irigasi untuk pengairan.

6

Tabel 1 Curah hujan dan suhu rata-rata di Kecamatan Bogor Barat selama pengamatanª.

Bulan (2014) Umur tanaman padi

(MST) Curah hujan (mm) Suhu (°C)

Mei 1˗ 2 364 26.2 Juni 3˗ 6 252 26.4 Juli 7˗ 11 215 26.4 Agustus 12˗ 14 210 26.5 a sumber: BMKG

Perbedaan Sawah Organik dan Konvensional

Sistem budi daya padi yang dilakukan pada lahan pengamatan adalah lahan sawah konvensional dan organik. Setiap lahan pengamatan baik lahan konvensional maupun organik masing-masing terdiri dari 3 petak sawah. Pada sistem budidaya organik tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, baik untuk pupuk maupun untuk pengendalian hama dan penyakit. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos. Pupuk kompos yang digunakan berasal dari pelapukan bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Begitupun pengendalian hama dan penyakit di lahan sawah organik tidak menggunakan bahan kimia sintetik melainkan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Mikroorganisme lokal mengandung mikroba dan dapat berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Suhastio dan Asriyanti 2011).

Budidaya padi konvensional di lahan pengamatan menggunakan sistem irigasi sebagai pengairan utama, pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia dan pengendalian hama patogen menggunakan pestisida sintetik, sehingga kedua lahan pengamatan berbeda dari pola budi daya yang diterapkan.

Keragaman dan Populasi Reduviidae di Lahan Pengamatan

Kepik Reduviidae yang ditemukan pada lahan konvensional dan lahan organik adalah Sycanus sp. dan Scipinia sp. Kedua kepik predator ini memiliki ciri khas dari segi morfologi (Tabel 2 dan Gambar 3). Sycanus sp. memiliki ciri-ciri berwarna hitam dengan corak jingga pada sayap bagian depan, bagian kepala memanjang, rostrum pendek, kemudian pada bagian abdomen terdapat corak berwarna putih, imago berukuran kira-kira 2.5 cm. Sycanus sp. yang ditemukan biasanya berada di ujung tanaman padi dan besifat pasif, kepik ini beraktifitas pada siang hari dan ketika menemukan mangsa kepik ini secara perlahan mendekati mangsa tersebut kemudian menusukkan stiletnya. Jika mangsa berukuran lebih kecil Sycanus sp. akan menusukkan stiletnya pada bagian toraks untuk menghindari perlawanan mangsa, namun apabila mangsa berukuran lebih besar maka Sycanus sp. akan melumpuhkan mangsanya terlebih dahulu dengan toksin yang dikeluarkan melalui stiletnya kemudian menghisap cairan serangga yang dimangsa (Cahyadi 2004).

Scipinia sp. memiliki ciri-ciri warna tubuh didominasi warna merah kecoklatan, ukuran tubuh sekitar 1.3 cm dan pada bagian tungkai depan memiliki duri tepatnya pada bagian femur. Duri tersebut yang membedakan antara Scipinia sp. dan Rhinocoris sp. (Purnama 2006).

7

Tabel 2 Perbedaan morfologi Sycanus sp. dan Scipinia sp.

Genus Ukuran Warna Duri

Sycanus 2.5 cm

Dominan hitam dengan pola merah pada sayap

Tidak terdapat duri Pada tungkai depan.

Scipinia 1.3 cm Dominan merah bata Terdapat duri pada tungkai depan

Gambar 3 Imago reduviidae yang ditemukan di pertanaman, Sycanus sp. (a) Scipinia sp. (b)

Persebaran Reduviidae

Reduviidae merupakan salah satu serangga yang mampu hidup dalam berbagai ekosistem tanaman, karena serangga ini memiliki sifat polifag dalam memakan mangsa. Reduviidae tidak terfokus pada satu plot lahan pengamatan saja namun menyebar di seluruh lahan.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa Reduviidae yang ditemukan di lahan pengamatan selalu dalam keadaan soliter dan pada umumnya ditemukan pada fase imago. Reduviidae pada lahan pengamatan lebih banyak ditemukan di tajuk tanaman padi. Predator ini lebih sering terlihat di tengah-tengah lahan organik dan sebagian kecil di temukan di sisi lahan (Gambar 4). Hal ini diduga karena mangsa lebih banyak berada di tengah-tengah lahan sawah tersebut (Untung 2000). Pada lahan organik keberadaan serangga mangsa tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh petani itu sendiri. Seperti pengendalian hama secara mekanis yaitu pengendalian hama secara langsung biasanya pengendalian bersifat manual. Pengendalian serangga yang dilakukan secara manual hanya dilakukan di sekitar pinggiran dari lahan tanaman padi saja tidak menjangkau ke bagian tengah, sehingga diduga serangga hama lebih terpusat di tengah petak tanaman padi dan mengundang banyak predator serangga.

b a

8

Reduviidae

Gambar 4 Sekema persebaran Reduviidae pada lahan konvensional maupun lahan organik.

Pada lahan konvensional keberadaan Reduviidae sama halnya pada lahan organik yaitu sebagain besar berada di tengah dari plot lahan pengamatan. Hal ini diduga karena serangga hama yang menjadi mangsa dari Reduviidae lebih banyak terpusat di tengah karena aktifitas dari manusia, dan keberadaan Reduviidae selalu mengikuti serangga manggsanya.

Kelimpahan Kepik Predator Sycanus sp. dan Scipinia sp.

Populasi Sycanus sp. dan Scipinia sp. pada lahan konvensional dan organik yang diamati menunjukan perbedaan, jumlah Sycanus sp. dari kedua tipe lahan pengamatan sebanyak 48 ekor dan jumlah Scipinia sp. sebanyak 24 ekor. Kelimpahan kepik Reduviidae pada lahan konvensional didominasi oleh Sycanus sp, kepik tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kepik Scipinia sp. Dapat dilihat pada gambar 5 (a) Populasi tertinggi kepik Sycanus sp. yaitu pada pengamatan minggu ke 9-11 sebanyak 3 ekor. Populasi tertinggi Scipinia sp. yaitu pada pengamatan ke 10 sebanyak 3 ekor. Pada lahan organik Reduviidae yang paling banyak ditemukan tidak berbeda dengan lahan konvensional yaitu Sycanus sp. populasi tertinggi pada minggu ke 9 dan 11 sebanyak 5 ekor, dan Scipinia sp. paling banyak ditemukan pada minggu 9-10 yaitu sebanyak 3 ekor (Gambar 5b). Secara umum terlihat bahwa kelimpahan Sycanus sp. dan Scipinia sp. di pertanaman padi organik lebih melimpah, hal ini disebabkan cara pengelolaan sawah yang berbeda antara lahan konvensional dan organik sehingga mempengaruhi populasi Reduviidae. Menurut Aminatun (2012) sawah yang menggunakan sistem budidaya secara organik akan berpengaruh terhadap kenaikan keanekaragaman serangga, ekosistem yang kompleks akan mendukung serangga untuk hidup dan berkembang biak. Namun berbeda halnya pada lahan konvensional, jumlah Reduviidae yang di temukan lebih sedikit, menurut Jhonson dan Tabashnik (1999) pestisida yang berspektrum luas dapat membunuh semua jenis serangga, baik itu hama atau predator hama. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap penyemprotan pestisida sering kali mati atau bermigrasi untuk mempertahankan hidup, hal ini disebabkan jumlah mangsa untuk sementara waktu sedikit.

9 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 jum nla h po pu la si Minggu ke- Sycanus sp Scipinia sp B

Gambar 5 Populasi reduviidae pada pertanaman padi (A) lahan konvensional dan (B) lahan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor

Berdasarkan keadaan tanaman pada lahan konvensional maupun organik, Reduviidae paling banyak ditemukan pada fase generatif dibandingkan vegetatif. Hal ini dapat terjadi kemungkinan besar karena semakin banyaknya mangsa yang tersedia dan bertambahnya bagian-bagian tanaman yang dapat menopang kehidupan serangga. Keadaan ini juga diakibatkan karena perubahan kualitas sumber daya yang lebih sesuai untuk tempat berlindung, makan, dan berkembang biak mangsa (Purnama 2006).

Sycanus sp. lebih dominan dibandingkan Scipinia sp. diduga karena ada kaitannya dengan persaingan antar predator, baik predator dari jenis Reduviidae maupun dengan jenis predator lain. Dilihat dari ukuran tubuh Sycanus sp. memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding Scipinia sp. Menurut Sajitta (2006) apabila pada komoditas padi ditemukan Sycanus sp. maka populasi Scipinia sp. dan Rhinocoris sp. akan lebih sedikit.

Pengamatan Aktivitas Reduviidae

Reduviidae yang di temukan umumnya berada di tajuk tanaman padi, hal ini diduga Reduviidae tersebut sedang mengamati mangsa atau mencari makan. Reduviidae yang ditemukan sedang memangsa sering terlihat memangsa Leptocoriza oryzae, Cnaphalocrosis medinalis, dan Nezara viridula. Aktivitas

0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ju m lah p o p u lasi Minggu ke Sycanus sp Scipinia sp A

10

Sycanus sp dan Scipinia sp. pada dua lahan pengamatan lebih tinggi terlihat di pagi hari (Tabel 3). Aktivitas sore hari lebih tinggi dari pada siang hari.

Tabel 3 Frekuensi Reduviidae yang temukan di lahan konvensinal dan organik Waktu pengamatan

Jumlah reduviidae pada masing-masing teknik budi daya (individu)

Konvensional Organik

Pagi 06.30-10.00 14 22

Siang 11.30-13.30 3 8

Sore 15.30-17.00 11 14

Frekuensi penemuan Reduviidae terbanyak terdapat pada pagi hari menjelang siang hari, kemungkinan besar menyesuaikan diri dengan aktivitas mangsanya. Serangga herbivor umumnya melakukan aktivitas mencari makan pada pagi hari (Purnama 2006). Penemuan paling sedikit yaitu pada siang hari hal ini ada kaitannya dengan cahaya matahari yang semakin panas sehingga Reduviidae cenderung menghindari cahaya matahari. Pada saat ditemukan Reduviidae pada waktu tersebut umumnya berada di bagian bawah tanaman padi. Pada sore hari frekuensi penemuan Reduviidae kembali meningkat namun tidak sebanyak penemuan pada pagi hari, hal ini diduga karena Reduviidae kembali mencari mangsa, namun Reduviidae yang ditemukan lebih banyak di bagian tengah dari tanaman padi karena mangsa lebih banyak pada bagian daun dari tanaman tersebut, Reduviidae tidak banyak ditemukan pada bagian tajuk tanaman padi karena aktifitas berjemur hanya terjadi pada saat pagi. Menurut Sopian (2006) frekuensi penampakan suatu serangga di setiap lokasi sangat di pengaruhi oleh kondisi habitat, sinar matahari, suhu, kelembaban, dan waktu pengamatan.

Nisbah kelamin Sycanus sp. dan Scipinia sp.

Sycanus sp. dan Scipinia sp. jantan dan betina dapat dibedakan dari ujung abdomen. Pada imago jantan ujungabdomen terlihat seperti terpotong, dan pada imago betina ujung abdomen meruncing (Cahyadi 2004). Hasil pengamatan nisbah kelamin (Gambar 6) kedua spesies menunjukkan bahwa imago betina lebih banyak ditemukan daripada jantan. Populasi Reduviidae yang ditemukan umumnya memiliki umur yang seragam yaitu pada fase imago, hal ini dapat terjadi karena beberapa hal seperti siklus hidup organisme yang hanya satu atau dua kali dalam satu tahun dan ketersediaan makanan. Menurut Oka (1995), ketersediaan makanan, siklus iklim tahunan, dan siklus hidup serangga dapat menentukan keseragaman umur suatu populasi serangga, misalnya ketersediaan makanan di suatu ekosistem sawah hanya sedikit maka serangga predator akan menyesuaikan siklus hidupnya dalam suatu habitat tersebut.

11

Gambar 6 Nisbah kelamin Reduviidae yang di temukan pada lahan konvensional dan organik

Struktur umur suatu serangga dapat merefleksikan fase pertumbuhan suatu populasi, populasi yang meningkat jumlahnya mempunyai struktur umur yang didominasi oleh individu yang berumur muda, sedangkan populasi yang sudah lama dan tidak meningkat lagi jumlahnya, pada umumnya tersusun oleh imago pada masa reproduksi (Oka 1995). Hal ini dapat dilihat pada gambar 5 pada saat minggu ke 8 sampai minggu ke 12 populasi Reduviidae berada pada masa reproduksi. 0 5 10 15 20 25 30 konvensional organik Ju m lah R e d u v ii d ae

Tipe lahan pengamatan

betina

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Populasi Reduviidae pada ekosistem sawah organik lebih banyak dibandingkan pada sawah konvensional. Reduviidae yang di temukan pada kedua lahan pengamatan adalah Sycanus sp dan Scipinia sp. Populasi Sycanus sp lebih banyak di banding Scipinia sp. Frekuensi penemuan Reduviidae paling banyak yaitu pada pagi hari, dan penemuan Reduviidae betina lebih mendominasi di banding jantan.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya saing Reduviidae dengan predator lain serta perlu diuji lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kelimpahan Reduviidae.

Dokumen terkait