Karakteristik Biofisik Daerah Penelitian
Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi kawasan budidaya sangat berpengaruh terhadap karakteristik DAS. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas lahan dan mempercepat terjadinya erosi serta sedimentasi sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Pengembangan daerah dalam peningkatan kawasan budidaya perlu memperhatikan kaidah-kaidah yang sesuai agar lahan tidak menjadi rusak. Pengelolaan yang tepat diperlukan agar dapat mengendalikan erosi pada lahan, menjaga tata air tanah dengan optimal dan menjaga produktivitas lahan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian terhadap fungsi biofisik dan hidrologis pada suatu DAS dalam mempelajari keadaan di dalam DAS tersebut.
Bentuk lahan sangat berpengaruh terhadap keadaan hidrologi DAS, semakin tinggi elevasi suatu bentang lahan maka presipitasi semakin tinggi. Jenis dan kerapatan vegetasi mempengaruhi terjadinya aliran permukaan. Lereng yang terjal mengakibatkan aliran permukaan cepat terjadi sehingga infiltrasi akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan permukaan tanah cepat rusak akibat gerusan aliran permukaan sehingga menyebabkan degradasi lahan cepat terjadi. Kerusakan terhadap kondisi biofisik suatu DAS akan berdampak secara langsung terhadap fungsi hidrologi DAS tersebut. Rusaknya lapisan tanah bagian atas mengakibatkan pori tanah tertutup dan infiltrasi menurun. Oleh karena itu ketersediaan air bawah tanah menjadi berkurang.
Data karakteristik biofisik daerah penelitian didapatkan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer dari masing-masing daerah penelitian. Pada DAS mikro Bungku, batas DAS, data tutupan lahan, data ketinggian, dan data tanah didapatkan dengan pengamatan lapang dan dari data batas kepemilikan kebun sawit dari masyarakat setempat. Sedangkan pada DAS Batang Tabir data tutupan lahan di dapatkan dari hasil interpretasi citra, yaitu landsat 7 tahun 2010 dan pengamatan lapang pada beberapa titik lokasi, data jenis tanah didapatkan dari peta landistem dan data ketinggian serta kemirigan lereng yang diperoleh dari peta kontur. Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan luasan pada masing daerah penelitian, jadi kedetilan data untuk masing-masing daerah penelitian juga berbeda.
Karakteristik Biofisik DAS Mikro Bungku
Pada DAS mikro Bungku terdapat dua macam tutupan lahan, yaitu hutan dan perkebunan kelapa sawit. Tutupan lahan di DAS ini didominasi oleh perkebunan kelapa sawit sebanyak 92% dari total luas DAS, selebihnya seluas 8% adalah hutan tebang pilih. Perkebunan kelapa sawit dibagi berdasarkan tanaman undercover yang berada di kebun sawit tersebut. Berdasarkan tanaman undercover-nya, dari 82% lahan kelapa sawit tersebut, sebanyak 55% permukaan tanah nya tertutupi semak belukar, 16% tertutupi alang-alang dan 28% permukaan tanah bersih (Tabel 3). Perkebunan sawit di daerah ini dimiliki oleh masyarakat setempat sehingga sistem pengolahannya juga tidak dikelola dengan baik. Beberapa luasan sawit dibiarkan begitu saja sehingga piringan dan gawangannya ditumbuhi semak belukar dan ilalang. Hal ini sangat mengganggu dalam proses
produksi karena adanya persaingan antara tanaman utama dengan semak dan alang-alang untuk mendapatkan air tanah dalam pertumbuhannya. Disamping itu, adanya semak dan ilalang sebagai tanaman undercover dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan karena akan terhalangi oleh akar tanaman. Hal ini mengakibatkan air memiliki waktu yang lebih lama untuk berinfiltrasi ke dalam tanah. Berbeda dengan lahan sawit yang selalu di bersihkan bagian piringan dan gawangannya dengan menggunakan pestisida, pada lahan ini aliran permukaan cepat terjadi dan tanah semakin terkikis.
Gambar 7 Tutupan LahanDAS Mikro Bungku
Tabel 3 Tutupan Lahan DAS Mikro Bungku Periode 1 November 2013-27 Januari 2014
Tutupan Lahan Luas (Ha) % Luas
Hutan 1.16 8%
Sawit dengan Tanaman Under Cover :
1. Alang-alang 2.09 15%
2. Semak belukar 7.12 51%
3. Terbuka 3.65 26%
Luas Total 14.02 100%
Berdasarkan peta landsistem tahun 1990 dengan skala 1:250 000, jenis tanah pada DAS mikro Bungku adalah Ultisol. Ultisol merupakan tanah yang memiliki horizon B argilik yang lebih banyak mengandung liat berwarna merah, merah kekuningan, dan kuning. Tanah ini memiliki kejenuhan basa <30%. Biasanya terdapat di daerah yang bertopografi berbukit dengan elevasi dari 50 sampai 350
21
m dpl dan berada di daerah dengan curah hujan rata-rata adalah 2000-3000 mm tiap tahunnya (Soepraptohardjo 1961).
Tanah di DAS mikro bertekstur halus (Tabel 4). Tanah dengan jenis tekstur seperti ini umumnya lebih mudah untuk digenangi air karena membutuhkan waktu yang lama untuk menginfiltrasikan air karena mengandung pori tanah yang kecil sehingga mudah tertutupi partikel tanah yang lepas akibat gerusan aliran permukaan (overland flow). Distribusi tekstur di lokasi penelitian dominan adalah lom berklei dengan luasan 46% dari total luas DAS yaitu seluas 6.43 Ha. Selanjutnya diikuti oleh lom dan klei dengan luasan 3.32 Ha dan 2.91 Ha (24% dan 21%) dari total luas DAS mikro.
Tabel 4 Tekstur Tanah DAS Mikro Bungku
Tekstur Tanah Luas (Ha) % Luas
Lom 3.32 24%
Lom berklei 6.43 46% Lom klei berpasir 0.86 6%
Klei 2.91 21%
Klei berdebu 0.17 1% Klei berpasir 0.33 2% Luas Total 14.02 100%
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan relatif terhadap suatu bidang datar yang dinyatakan dalam bentuk persen atau derajat. Pada penelitian ini, kemiringan lereng dibagi menjadi lima kelas, yaitu datar, agak miring, miring, curam, dan sangat curam (Tabel 5). Pada DAS mikro Bungku ini kemiringan lereng dominan adalah Sangat Curam/Terjal yaitu 30% dari total daerah penelitian dan kemiringan lereng paling sedikit luasannya adalah kemiringan 0-8% dengan luasan 1,5 Ha atau 11% dari total daerah penelitian. Semakin curam (>15%) lereng maka akan berdampak terhadap kecepatan dan besarnya gesekan yang diakibatkan oleh aliran permukaan dalam merusak tanah. Semakin lama tanah akan semakin terkikis sehingga akan menutupi pori tanah dan infiltrasi menjadi berkurang. Lereng terjal dan berlembah dengan jenis tekstur yang dominan lempung berliat, maka tanah di DAS mikro ini memiliki tekstur yang sangat halus sehingga menutupi pori tanah. Hal ini akan mengakibatkan tanah menjadi cepat jenuh jika terjadi hujan sehingga aliran permukaan akan cepat terjadi.
Tabel 5 Kemiringan Lereng DAS Mikro Bungku
Kelas Lereng Keterangan Luas (Ha) % Luas 0-8% Datar/Landai 1.50 11% 8-15% Agak miring 2.34 17% 15-25% Miring 2.75 20% 25-40% Curam 3.17 23% >40% Sangat curam/terjal 4.26 30% Luas Total (Ha) 14.02 100%
Gambar 8 Kemiringan Lereng DAS Mikro Bungku
23
Karakteristik Biofisik DAS Batang Tabir
Tutupan lahan di DAS Batang Tabir lebih beragam dibandingkan dengan DAS mikro Bungku. Jenis tutupan lahan di DAS Batang Tabir adalah Hutan, Kebun Campuran, Perkebunan Kelapa Sawit, Pertanian Lahan Kering, Sawah, Pemukiman, Lahan Terbuka, dan Tubuh Air (Tabel 6). Tutupan lahan yang dominan adalah hutan dengan luasan 67.81% dari total luas DAS yaitu seluas 72 860.90 Ha, kemudian diikuti oleh kebun campuran seluas 5 547.53 Ha (5.16%). Sedangkan luasan tutupan lahan yang terkecil adalah lahan terbuka yaitu seluas 0.48% (518.09 Ha). Semakin luas hutan maka daerah resapan air di lahan tersebut juga akan semakin besar. Luasan hutan di DAS Batang Tabir sangat besar sehingga hal ini akan mengurangi terjadinya aliran permukaan dan memperbesar ketersediaan air tanah.
Tabel 6 Tutupan Lahan DAS Batang Tabir Tahun 2010
Tutupan Lahan Luas (Ha) % Luas
Hutan 73 603.84 68.51%
Lahan Terbuka 518.09 0.48%
Pemukiman 1 152.04 1.07%
Pertanian Lahan Kering 1 924.86 1.79%
Sawah 1 016.76 0.95%
Tubuh Air 1 138.60 1.06%
Kebun Campuran 22 745.76 21.17%
Sawit 5 342.90 4.97%
Luas Total (Ha) 107 442.86 100.00%
Kemiringan lereng dominan pada DAS Batang Tabir adalah pada kelas sangat curam/terjal dengan kemiringan >40% seluas 35 773.39 Ha (33.30% dari total luas DAS) dan diikuti oleh kelas 25-40% (Curam) seluas 32 559.69 Ha (Tabel 7). Kemiringan lereng yang dominan terjal berpengaruh terhadap kecepatan aliran permukaan, semakin curam lereng maka aliran permukaan semakin cepat terjadi. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi dan tanah yang ada di lahan tersebut.
Gambar 11 Kemiringan Lereng DAS Batang Tabir Tabel 7 Kemiringan Lereng DAS Batang Tabir
Kelas Lereng Keterangan Luas (Ha) % Luas 0-8% Datar/Landai 13 416.47 12.49% 8-15% Agak Miring 11 030.23 10.27% 15-25% Miring 14 663.08 13.65% 25-40% Curam 32 559.69 30.30% >40% Sangat Curam/Terjal 35 773.39 33.30% Luas Total (Ha) 107 442.86 100.00 %
Jenis Tanah di DAS Batang Tabir (Gambar 12) berdasarkan peta landsistem tahun 1990 ada empat jenis berdasarkan sistem klasifikasi FAO, yaitu Inseptisol, Ultisol, Oksisol, dan Entisol. Masing-masing jenis tanah tersebut terbagi menjadi 8 jenis tanah (Tabel 8).
a. Inseptisol merupakan tanah yang baru berkembang memiliki horizon penciri seperti horizon kambik. Inseptisol merupakan tanah yang belum matang dan
25
ditandai dengan perkembangan profil tanah yang masih lemah. Pada DAS Batang Tabir jenis tanah ini terbagi menjadi Dystropepts, Eutropepts, Humitropepts, dan Tropoquepts.
b. Ultisol merupakan tanah yang memiliki horizon B argilik yang lebih banyak mengandung liat berwarna merah, merah kekuningan, dan kuning. Tanah ini memiliki kejenuhan basa <30%. Biasanya terdapat di daerah yang bertopografi berbukit dengan elevasi antara 50-350 m dpl. Pada DAS Batang Tabir jenis tanah ini terbagi menjadi Hapludults dan Kandiudults.
c. Oksisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan memiliki horizon oksik. Pada DAS Batang Tabir jenis tanah ini adalah Hapludox.
d. Entisol merupakan tanah yang baru mulai berkembang dan tidak memiliki horizon penciri. Entisol meliputi tanah yang berada di atas batuan induk atau tanah yang berkembang dari bahan baru. Entisol terbentuk akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan volkan, dan topografi yang terlalu miring dan bergelombang. Contoh jenis tanah yang termasuk Entisol adalah tanah aluvial, biasanya terdapat di daerah dataran banjir, di sekitar delta, dan daerah sekitar gunung api. Pada DAS Batang Tabir jenis tanah ini adalah Troporthents.
Tabel 8 Jenis Tanah DAS Batang Tabir
Jenis Tanah Great Goup Luas (Ha) % Luas Inceptisol Dystropepts 3 544.14 3.30% Eutropepts 8 745.03 8.14% Humitropepts 43 761.90 40.73% Tropoquepts 6 847.41 6.37% Ultisol Hapludults 18 367.55 17.10% Kandiudults 1 912.57 1.78% Oksisol Hapludox 3 854.74 3.59% Entisol Troporthents 20 409.52 19.00% Luas Total (Ha) 107 442.86 100.00%
Gambar 12 Jenis Tanah DAS Batang Tabir
Distribusi tekstur tanah pada DAS Batang Tabir didapatkan dari hasil analisa laboratorium. Jenis tekstur yang dominan adalah lom berdebu dengan luasan 41.26% dari total luas DAS dan diikuti oleh lom dengan luas 30.99%, sedangkan jenis tekstur tanah yang paling sedikit luasannya adalah jenis lom berklei dengan luasan sekitar 6.89% dari total luas DAS (Tabel 9).
Tabel 9 Tekstur Tanah DAS Batang Tabir Tahun 2014
Tekstur Luas Ha % Luas
Lom 33 300.90 30.99%
Lom Berdebu 44 332.54 41.26% Lom Berklei 7 398.88 6.89% Lom Klei Berdebu 22 410.53 20.86% Luas Total (Ha) 107 442.86 100.00%
Karakteristik Hidrologi Daerah Penelitian
Karakteristik hidrologi DAS memiliki peranan yang penting dalam ketesediaan air pada DAS tersebut. Hal ini juga terkait erat dengan keadaan biofisik DAS. Jika keadaan biofisik DAS berubah maka karakteristik hidrologinya juga akan ikut berubah. Karakteristik hidrolgi perlu dipelajari untuk menjaga tata air di DAS tersebut. Pemeliharaan kesetimbangan tata air pada suatu DAS sangat perlu dilakukan, hal ini dilakukan agar lahan dapat memanfaatkan air guna daya dukung lahan, mempertahankan produksi, dan tidak terjadi defisit air.
Perubahan fungsi lahan tentunya sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologi pada lahan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan air
27
yang tepat agar air hujan sebagai masukan utama tidak terbuang percuma. Pengelolaan tersebut diantaranya adalah bagaimana supaya air tersimpan di dalam tanah dalam jumlah yang banyak agar dapat dimanfaatkan di musim kemarau dan agar tidak terjadi banjir di musim penghujan.
Karakteristik hidrologi di daerah penelitian didapatkan dengan melakukan penelitian lapang dan pengumpulan data sekunder. Pada DAS mikro Bungku, data hidrologi didapatkan dari data primer dengan pengamatan lapang secara langsung, diantaranya adalah dengan pemasangan alat penakar hujan sederhana, pengukuran infiltrasi, dan pengambilan sampel tanah. Sedangkan pada DAS Batang Tabir data yang didapatkan dominan adalah data sekunder yaitu berupa data hujan dan debit pengukuran yang didapatkan dari BBWS Provinsi Jambi, sedangkan data primernya adalah data sampel tanah.
Karakteristik Hidrologi DAS Mikro Bungku
Curah Hujan Harian di DAS mikro Bungku sangat bervariasi, hujan rata-rata harian tertinggi dan terendah terdapat pada bulan November yaitu sekitar 64.34 mm dan terendah adalah 1.95 mm (Gambar 13). Data Curah Hujan ini di ukur dengan penakar sederhana, yaitu dengan memasang corong dengan ketinggian lebih dari vegetasi yang ada disekitarnya dan mengalirkan ke wadah penghitung (dirigen). Pemasangan alat ini juga dilakukan di lahan yang sedikit terbuka dengan memasang wadah penampung. Masing-masing alat ini diukur setiap jam 7 pagi dengan menggunakan wadah pengukur dan kemudian di konversi ke mm. Pemasangan alat pengukur hujan sederhana ini dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13 Curah Hujan Harian DAS Mikro Bungku Bulan 15 Oktober 2013 - 27 Januari 2014
Gambar 14 Alat Pengukur Hujan Sederhana
Laju Infiltrasi di DAS mikro Bungku sangat rendah, hal ini dikarenakan jenis tekstur tanah pada lahan ini dominan mengandung klei sehingga tanah cepat padat dan pori tanah tertutupi partikel halus. Selain jenis tekstur tanah, jenis vegetasi penutup tanah (tanaman undercover) juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi. Pada DAS mikro Bungku, laju infiltrasi dilahan hutan lebih tinggi dibandingkan dengan kebun kelapa sawit. Pada lahan yang bervegetasi seperti hutan, laju infiltrasinya lebih tinggi dibandingakan dengan lahan kebun kelapa sawit. Lahan sawit dengan tanaman undercover semak dan ilalang memiliki laju infiltrasi minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawit dengan undercover terbuka. Hal ini menjelaskan bahwa akar tanaman mampu membantu dalam proses infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Rendahnya laju infiltrasi pada DAS mikro Bungku mengakibatkan aliran permukaan cepat terjadi sehingga air tanah menjadi kurang tersedia untuk tanaman.
Berdasarkan data yang dihasilkan dari pengolahan data tekstur tanah dan laju infiltrasi di daerah penelitian didapatkan data KHT untuk masing-masing satuan unit lahan. KHT ditentukan dengan menggunakan tabel KHT (NRCS 2009) dan membagi KHT di DAS mikro Bungku menjadi 2 kelompok, yaitu C dan D. KHT dominan pada DAS mikro Bungku adalah kelompok D yaitu seluas 93% dari total luas DAS yaitu 13.08 Ha, dan diikuti oleh kelas C seluas 7% dari total luas DAS (Tabel 10). KHT D menyatakan tanah pada daerah penelitian mengandung klei >40% dan nilai kecepatan infiltrasi minimum antara rata-rata 0-0.13 cm/jam, sedangkan KHT C menyatakan bahwa lahan mengandung klei antara 20-40% dengan kecepatan infiltrasi minimum yaitu 0.13-0.36 cm/jam (Gambar 15 dan Lampiran 1).
29
Gambar 15 KHT DAS Mikro Bungku Tahun 2013
Nilai KHT D yang dominan pada DAS mikro Bungku menyatakan bahwa pada DAS ini memiliki kapasitas infiltrasi sangat kecil. Jenis tekstur tanah yang halus (klei) mengakibatkan pori-pori tanah mudah mengalami pemadatan dan mudah tertutupi akibat pijakan dari pada pekebun sawit. Hal ini mengakibatkan DAS mikro Bungku memiliki overland flow yang tinggi karena kapasitas infiltrasi tanah yang rendah sehingga hampir semua hujan mengalir menjadi overland flow. Perolehan nilai curve number ditentukan dengan menggunakan data KHT dan AMC pada daerah penelitian. AMC diperoleh berdasarkan tabel (Schwab et al. 1981) yang dihitung setiap hari berdasarkan data hujan lima hari sebelumnya. Berdasarkan data curah hujan selama bulan November 2013-Januari 2014 nilai AMC rata-rata pada lokasi penelitian berada pada kondisi I. CN didapatkan dari tabel Curve Number (Schwab 1981) dengan jenis penggunaan lahan pertanian, jenis tutupan tanaman berjajar dan cara pengelolaan berdasarkan kontur untuk tutupan lahan perkebunan sawit. Sedangkan untuk hutan, pada tabel digunakan jenis penggunaan lahan pertanian dengan jenis tutupan tegakan hutan.
Nilai Curve Number yang diperoleh bervariasi antara 73-88 untuk kondisi AMC II (Gambar 16). Perolehan nilai CN kondisi AMC I dan III didapatkan dengan mengkonversi nilai CN dari kondisi AMC II ke kondisi AMC I dan III. Perolehan nilai Curve Number tertimbang harian kemudian digunakan untuk menentukan nilai retensi (S) yang kemudian digunakan untuk prediksi overland flow dengan metode SCS-CN.
Tabel 10 Kelompok Hidrologi Tanah dan Curve Number DAS Mikro Bungku
Tutupan Lahan KHT CN Luas (Ha) % Luas
Hutan C 73 1.10 7.84%
Sawit dengan Tanaman Under Cover :
1. Alang-Alang D 86 2.10 14.98%
2. Semak Belukar D 86 7.06 50.32%
3. Terbuka D 88 3.70 26.38%
Luas Total (Ha) 14.02
100.00 %
Gambar 16 Curve Number DAS Mikro Bungku Tahun 2013
Karakteristik Hidrologi DAS Batang Tabir
Data Curah Hujan harian DAS Batang Tabir di dapatkan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Provinsi Jambi. Stasiun penakar hujan yang berada di sekitar wilayah DAS sudah banyak yang rusak dan tidak dapat digunakan lagi, sebagian data yang lengkap hanya sampai tahun 2012. Akan tetapi di beberapa stasiun terdapat data hujan yang kosong (tidak ada pencatatan), sehingga pada penelitian ini dilakukan perhitungan pada tahun 2010 saja dengan data yang lengkap. Data Curah Hujan Wilayah harian di DAS Batang Tabir di dapatkan dengan menggunakan poligon thiessen dengan menggunakan empat stasiun penakar hujan yang tersebar di wilayah DAS, yaitu Stasiun Muara Jernih, Rantau Pandan, Sanggaran Agung, dan Siulak Deras. Berdasarkan data tersebut didapatkan rata-rata curah hujan tahunan dii tahun 2010 adalah sekitar 3 050.10 mm dan hujan harian adalah 8.4 mm dan rata-rata curah hujan bulanan adalah 254.17 mm (Gambar 17).
31
Gambar 17 Curah Hujan Harian DAS Batang Tabir Tahun 2010
Sebelum penentuan KHT di DAS Batang Tabir ini maka terlebih dahulu dilakukan pembuatan satuan peta lahan dengan overlay antara peta kontur, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah. Berdasarkan analisis tumpang tindih peta-peta tersebut di peroleh 20 jenis satuan unit lahan yang kemudian akan diambil sampel tanahnya di lapang. Akan tetapi selama di lapang terdapat beberapa faktor penghambat, diantaranya adalah akses jalan yang kurang baik dan waktu dan biaya yang tidak mencukupi sehingga ada beberapa titik pengamatan yang tidak dapat diambil sampel tanahnya. Dari 20 jenis titik pengamatan pada satuan unit lahan yang dapat diakses hanya ada 16 titik. Setelah diambil sampel pada masing-masing titik pengamatan kemudian dimasukan ke laboratorium tanah untuk menentukan tekstur tanah yang mewakili masing-masing satuan peta lahan. Pada DAS Batang Tabir ini tidak dilakukan perhitungan laju infiltrasi tanah, sehingga data KHT hanya diperoleh dari jenis tekstur tanah saja.
Berdasarkan analisa tekstur tanah, KHT pada DAS Batang Tabir terbagi menjadi dua kelompok, yaitu C dan D (Gambar 18). KHT dominan pada DAS Batang Tabir adalah kelompok C yaitu seluas 83% dan diikuti dengan kelompok B seluas 17% (Tabel 11). Keadaan AMC dominan pada DAS Batang Tabir di tahun 2010 ini adalah pada kondisi AMC I dengan total 179 hari berada pada kondisi AMC I, 94 hari pada kondisi AMC III, dan selebihnya pada kondisi AMC II. Dari Berdasarkan jenis tutupan lahan dan KHT, nilai curve number pada kondisi AMC II bervariasi dari angka 55 – 88 (Gambar 19).
Gambar 18 Kelompok Hidrologi Tanah DAS Batang Tabir
33
Tabel 11 Kelompok Hidrologi Tanah dan Curve Number DAS Batang Tabir Tahun 2010
Tutupan Lahan KHT CN Luas (Ha) % Luas
Hutan B 55 43 778.29 40.75%
Kebun Campuran B 56 5 879.52 5.47%
Lahan Terbuka B 79 18.27 0.02%
Pemukiman B 85 405.14 0.38%
Pertanian Lahan Kering B 73 282.92 0.26%
Sawah B 76 26.78 0.02% Sawit B 79 739.71 0.69% Tubuh Air B 76 420.89 0.39% Hutan C 70 2 9821.72 27.76% Kebun Campuran C 73 16 864.61 15.70% Lahan Terbuka C 91 499.92 0.47% Pemukiman C 89 747.28 0.70%
Pertanian Lahan Kering C 80 1 642.94 1.53%
Sawah C 84 990.77 0.92%
Sawit C 84 4 606.47 4.29%
Tubuh Air C 84 717.62 0.67%
Luas Total (Ha) 107 442.86 100.00%
Prediksi Aliran Permukaan SCS-CN
Pada DAS mikro Bungku, data tinggi muka air dihasilkan dari AWLR yang dipasang di titik outlet DAS. AWLR yang digunakan adalah hoboware (Gambar 20). Data tinggi muka air yang terekam pada AWLR adalah data tinggi muka air per lima menit yang kemudian dikonversi menjadi data debit aliran harian dengan menggunakan rating curve.
Gambar 20 Bentuk Hoboware dan lokasi pemasangan AWLR
Berdasarkan debit aliran harian (m3/det) dilakukan pemisahan hidrograf debit aliran dengan memisahkan antara baseflow, interflow, dan overland flow. Kebun sawit pada DAS mikro Bungku ini merupakan kebun sawit tadah hujan sehingga aliran permukaan akan tinggi pada saat terjadi hujan. Debit rata-rata harian dari DAS mikro Bungku dari tanggal 1 November 2013 sampai 27 Januari
2014 adalah 0.0068 m3/det dengan debit harian maksimum adalah 0.086 m3/det dan debit harian minimum adalah 0.000051 m3/det (Gambar 21).
Gambar 21 Grafik Hidrograf Debit Pengukuran DAS Mikro Bungku Periode 1 November 2013-27 Januari 2014
Curah Hujan Harian di DAS mikro Bungku sangat bervariasi, hujan rata-rata harian tertinggi dan terendah terdapat pada bulan November yaitu sekitar 64.34 mm dan terendah adalah 1.95 mm. Berdasarkan data hujan, KHT, nilai Curve Number, dan AMC yang telah di hitung kemudian digunakan untuk menentukan prediksi overland flow pada DAS mikro. Pada DAS mikro Bungku, data curah hujan dihitung selama 3 bulan maka prediksi overland flow hanya dapat dilakukan pada waktu rentang 3 bulan saja, yaitu November 2013 – Januari 2014.
Prediksi overland flow pada DAS mikro Bungku di dapatkan sebanyak 33 data. Hal ini dikarenakan pada model SCS-CN, curah hujan harian yang lebih kecil dari 0.2 S tidak dapat digunakan untuk perhitungan prediksi Overland flow. Pada DAS mikro Bungku ini nilai S untuk setiap kondisi AMC berbeda. Pada kondisi AMC I nilai S akan lebih tinggi daripada kondisi AMC II dan III. Pada DAS mikro ini, kondisi AMC dominan adalah AMC I sehingga banyak data curah hujan harian yang lebih kecil dari 0.2 S, sehingga tidak dapat digunakan untuk menghitung prediksi overland flow pada DAS mikro Bungku. Dari hasil prediksi data overland flow (Tabel Lampiran 4,5 dan 6), didapatkan nilai overland flow paling tinggi adalah pada tanggal 6 Desember 2013 yaitu 43.11 mm dengan curah hujan 58.49 mm, sedangkan nilai overland flow terendah adalah pada tanggal 5 Desember 2013 sebanyak 0.12 mm dengan curah hujan 4.55 mm.
Pada beberapa data, dengan nilai hujan yang cukup tinggi didapatkan nilai