• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Alat

Pada prinsipnya alat ini menggunakan proses penekanan (press). Bahan yang masuk melalui saluran pemasukan dibawa oleh ulir ke ruang diantara ulir dan cetakan, bahan yang berkumpul diruang, ditekan (press) dan keluar melalui lubang cetakan pelet.

Alat pembuat pakan ikan bentuk pelet ini berbentuk tabung, terbuat dari

bahan tabung besi dengan dimensi panjang 45 cm, diameter 10,16 cm, dan tebal 6

mm. Pada bagian dalamnya terdapat ulir pengepres bahan adonan pelet. Ulir

pengepres ini mendorong bahan adonan ke arah ujung silinder dan menekan plat

berlubang sebagai pembentuk pelet. Lubang plat berdiameter 3 mm, sesuai

dengan ukuran pelet yang dikehendaki.

Tabel 5. Data parameter yang diamati Kapasitas efektif alat Persentase kerusakan hasil (%) Biaya pokok produksi (Rp/Kg) BEP (Kg) NPV 16% (Rp) NPV 20% (Rp) IRR ( %) 25,85 17,14 241,32 26.143,29 8.303.312,192 7.091.997,463 43,42

Kapasitas Efektif Alat Tabel 6. Data hasil penelitian

Ulangan Berat adonan yang dicetak (gr)

Waktu pencetakan (detik)

Berat pelet yang terbentuk (gr) Berat pelet yang rusak (gr) I 1400 190 1140 260 II 1400 196 1160 240 III 1400 199 1180 220 Rata-rata 1400 195 1160 240

Pengukuran kapasitas alat dilakukan dengan membagi berat pelet yang terbentuk terhadap waktu yang dibutuhkan untuk membentuk pakan ikan bentuk

pelet. Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan (tabel 6), diperoleh bahwa kapasitas efektif alat pada alat pembuat pakan ikan mas dan ikan lele bentuk pelet ini adalah sebesar 25,85 kg/jam (Lampiran 1). Dimana dalam proses pembuatan pelet tersebut, bahan adonan didorong oleh ulir ke arah ujung silinder dan menekan plat berlubang sebagai pembentuk pelet. Hal ini sesuai dengan (Satriyo dkk, 2008) Alat pencetak pelet berbentuk silinder, pada bagian dalamnya terdapat ulir pengepres pelet. Ulir pengepres ini mendorong bahan adonan ke arah ujung silinder dan menekan plat berlubang sebagai pencetak pelet. Poros menggerakkan ulir untuk mencetak pelet agar keluar dari lubang plat sesuai dengan ukuran pelet yang dikehendaki.

Persentase Kerusakan Hasil(%)

Kerusakan hasil ialah adonan bahan pelet yang masuk dari saluran pemasukan alat pembuat pakan bentuk pelet, yang tertinggal didalam cetakan dan ulir serta tidak menjadi bentuk pelet. Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi berat pelet yang rusak (tidak menjadi pelet, tinggal di alat) dengan berat isian adonan awal (sebelum dicetak) dikali dengan 100 %.

Pelet yang tidak terbentuk adalah pelet yang gagal cetak, karena bentuknya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pelet yang tidak terbentuk berupa tepung dan butiran. Hal ini sesuai dengan (Mudjiman, 1996) Pelet adalah bentuk makanan buatan yang terdiri dari beberapa macam bahan yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga bentuknya merupakan batangan kecil-kecil seperti bentuk obat nyamuk bakar. Panjangnya biasanya berkisar antara 1 – 2 cm. jadi pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran dan juga tidak berupa larutan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan (tabel 6), diperoleh bahwa persentase kerusakan pelet adalah 17,14% (Lampiran 1). Persentase ketidakterbentukan ini diakibatkan jarak antara ulir dengan cetakan pelet sehingga adonan yang ditekan (press) meninggalkan sisa bahan adonan yang tidak terbentuk. Dimana jarak yang terdapat pada alat sebesar 1 mm. Jika jarak yang terlalu rapat akan membuat gesekan antara ulir dengan alat cetakan sehingga batang poros tidak dapat berputar karena gesekan ulir dengan cetakan pelet tersebut.

Adapun hal lain yang menyebabkan pelet tidak terbentuk yaitu pengaruh kadar air pada bahan adonan itu sendiri. Dari penelitian yang dilakukan kadar air berpengaruh pada terbentuknya pelet. Jika kadar air tinggi, maka pelet akan terbentuk tidak sempurna pada saat keluar dari cetakan karena pelet tersebut terlalu basah sehingga pelet yang satu dengan yang lain saling bergabung sehingga tidak menciptakan bentuk pelet. Dan pada ulir adonan tersebut akan melekat sehingga bahan yang keluar hanya sedikit pada plat cetakan dan bahan tidak dapat masuk kedalam ulir. Jika kadar air terlalu rendah maka batang poros tidak sanggup untuk memutarkan ulir, karena kepadatan bahan yang masuk lama kelamaan semakin padat dan keras sehingga membuat batang poros berhenti memutar. Adapun kadar air yang dapat ditoleransi oleh alat pembuat pakan ikan mas dan ikan lele bentuk pelet adalah 35 – 40 %.

Proses pemotongan pakan ikan mas dan ikan lele bentuk pelet ini menggunakan pisau pemotong. Pada saat pelet tersebut keluar dari plat cetakan, maka pelet tersebut akan langsung dipotong oleh pisau pemotong. Pisau tersebut digerakkan oleh batang poros. Sehingga panjang pelet yang terbentuk diharapkan sama.

Apabila ada pelet yang tidak sama panjangnya, hal itu disebabkan tidak sempurnanya bahan adonan di buat, sehingga mengakibatkan penyumbatan pada lubang-lubang cetakan.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.

Dari analisis ekonomi (Lampiran 2), diperoleh biaya pembuatan pakan ikan mas dan ikan lele bentuk pelet sebesar Rp. 241,32/kg, yang merupakan hasil perhitungan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap kapasitas alat pembuat pakan ikan mas dan ikan lele bentuk pelet. Untuk biaya tetap sebesar Rp. 1.749.000,00 dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 5.505,90 maka biaya pokok dapat dihitung berdasarkan persamaan 6, sebagai berikut :

Biaya Pokok = BTT C x BT       + = Rp jam jam kg jam .5.505,90 0,04 / / 2392 00 1.749.000,     + = Rp. 241,32/kg.

Break Event Point

Menurut Waldiyono (2008) analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap

sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan. Maka dari itulah penulis menghitung analisis titik impas dari alat ini untuk mengetahui seberapa lama waktu yang dibutuhkan alat ini agar mencapai titik impas.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 3), alat ini akan mencapai nilai break event point pada nilai 26.143,29 kg hal ini berarti alat ini akan mencapai keadaan titik impas apabila telah membuat pakan ikan mas dan ikan lele bentuk pelet sebanyak 26.143,29kg.

Net Present Value

Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka net present value ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisis

finansial. Dari percobaan dan data yang diperoleh pada penelitian maka dapat

diketahui besarnya nilai NPV 16% dari alat ini adalah sebesar Rp. 8.303.312,192 dan NPV 20% dari alat ini adalah sebesar Rp. 7.091.997,463 (Lampiran 4). Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol.

Internal Rate Of Return

Dalam menginvestasikan sampai dimana kelayakan usaha itu dapat dilaksanakan. Maka hasil di dapat dari perhitungan ini adalah sebesar 43,42% (Lampiran 5).

35

Dokumen terkait