Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak
Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7 hari. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kandungan air di dalam biji sehingga menekan seminimal mungkin terjadinya hidrolisis.
Analisis proksimat maupun pengepressan biji untuk mendapatkan minyak dilakukan menggunakan biji utuh dimana kulit biji tidak dikupas. Kulit biji akan membantu memberikan tekanan pada kernel selama proses pengepressan sehingga minyak yang keluar dari kernel lebih banyak.
Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi pada bahan pangan atau pakan. Analisis proksimat menggolongkan komponen pada bahan berdasarkan komposisi kimia (Suparjo 2010). Hasil analisis proksimat biji karet dan biji jarak pagar pada Tabel 9 menunjukkan persentase komponen berdasarkan nilai basis kering (db).
Tabel 9 Komposisi biji karet dan biji jarak pagar
Komponen Hasil analisis (db)
Biji karet Biji jarak pagar
Kadar air (%) 34,16 8,54
Kadar lemak (%) 37,96 41,66
Kadar protein (%) 15,36 17,67
Kadar serat kasar (%) 6,11 12,36
Kadar abu (%) 1,40 3,88
Kadar karbohidrat (%) 5,01 15,89
Kandungan air yang tinggi pada biji akan mempengaruhi jumlah asam lemak bebas serta proses saat esterifikasi dan transesterifikasi. Air di dalam biji dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis, sehingga meningkatkan jumlah asam lemak bebas di dalam minyak. Tingginya FFA akan berpengaruh terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan. Biji karet klon GT1 memiliki kadar air sebesar 21,43% (Siburian 1989). Nilai lebih rendah diperoleh dari hasil penelitian
Yurnaeli dan Rochmatika (2009) sebesar 16,57%. Sedangkan kadar air biji jarak pagar, Agustian (2005) memperoleh kadar air biji jarak pagar sebesar 4,72%. Perbedaan jumlah kadar air pada biji tanaman terutama sekali dipengaruhi oleh kondisi iklim tempat tanaman tumbuh serta umur biji saat dipanen.
Selain kadar air, komponen penting lainnya adalah kadar lemak. Kadar lemak biji karet pada penelitian ini lebih rendah dari hasil yang dilaporkan Siburian (1989), yang menyatakan lemak yang diperoleh dari klon GT 1 adalah 39,80-40,40 %. Menurut Ramadhas et al (2005), bagian biji karet sekitar 50-60% kernel mengandung 40-50 % minyak. Perbedaan ini disebabkan jenis biji karet yang digunakan. Pada biji jarak pagar, kadar lemak yang dihasilkan cukup tinggi. Namun hasil ini masih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Agustian (2005) yang menyatakan kadar minyak biji jarak pagar sebesar 68,44%. Menurut Ketaren (2008), perbedaan sifat fisik dan kimia biji tanaman dipengaruhi oleh klon, kondisi lingkungan, dan iklim tempat tanaman tumbuh. Potensi produksi biji tanaman tergantung pada klon, umur tanaman, dan fluktuasi musim (Haris et al. 1995).
Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar
Pengepressan secara mekanik dilakukan pada bahan yang memiliki kadar minyak cukup tinggi yaitu 30-70 % (Ketaren 2008; Suyitno et al. 1989). Prinsip kerja pengepressan secara mekanis adalah perbedaan tekanan pada bahan. Bahan yang dipress dengan press hidrolik memperoleh tekanan 20 ton/196,15 cm2 dengan perlakuan panas ±75o C. Proses pemanasan selama pengepressan antara lain bertujuan untuk mengkoagulasi protein di dalam biji sehingga memberi ruang bagi minyak untuk keluar dari biji dan mengurangi daya tarik menarik antara minyak dengan permukaan padat dari biji sehingga minyak keluar lebih banyak saat biji dipress (Allen et al. 1982).
Biji karet maupun biji jarak pagar utuh sebelumnya dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil agar minyak yang keluar saat pengepressan lebih banyak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan (Aliem 2008) menunjukkan bahwa pengepressan biji dengan tempurung utuh menggunakan press hidrolik memberikan nilai rendemen yang paling tinggi jika dibandingkan dengan tanpa tempurung. Hal ini disebabkan tempurung membantu memberikan tekanan selama
proses pengepressan. Selanjutnya biji yang sudah dihancurkan dibungkus dengan kain bersih yang cukup kuat dan tebal. Kemudian dengan alat press hidrolik dilakukan pengepressan. Rendemen minyak hasil pengepressan dihitung berdasarkan persentase perbandingan minyak yang dihasilkan dengan bahan awal sebelum pengepressan.
Rendemen minyak biji karet hasil pengepressan pada penelitian ini sebesar 12,34% dari berat kering biji. Rendemen minyak biji karet sekitar 11,60-22,28 % dimana nilai maksimum diperoleh pada perlakuan alat dengan tekanan 20 ton/196,15 cm2 (Aliem 2008). Hasil penelitian lain yang dilakukan Yunarlaeli dan Rochmatika (2009), rendemen minyak hasil pengepressan secara mekanis dengan press hidrolik yang diperoleh sebesar 30% (perlakuan sebelum dipress biji dikukus di dalam autoclave terlebih dahulu).
Sama halnya dengan biji karet, pengepressan minyak dari biji jarak pagar juga menggunakan alat press hidrolik. Rendemen minyak biji jarak pagar diperoleh sebesar 18,34%. Hasil ini lebih rendah dari hasil penelitian Sudradjat et al. (2007) dan Widyawati (2007) yang memperoleh rendemen masing-masing 28,43% dan 28,40% pada perlakuan suhu 50oC. Rendemen minyak biji jarak pagar sekitar 25,9–42,8 % (Sudradjat et al. 2005).
Jumlah rendemen yang dihasilkan dari pengepressan secara mekanis dipengaruhi oleh waktu pengepressan (pressing), besarnya tekanan yang diberikan, ukuran bahan yang akan dipress, viskositas bahan yang diekstrak, serta cara pengepressan (Suyitno et al. 1989). Kondisi lain yang juga mempengaruhi rendemen adalah kadar minyak dalam bahan (Ketaren 2008). Pada penelitian ini, rendemen minyak yang dihasilkan lebih rendah dari penelitian lainnya dikarenakan kadar minyak bahan yang rendah dan kondisi alat press hidrolik.
Degumming
Minyak biji karet dan minyak jarak pagar hasil pengepressan masih berupa crude oil sehingga perlu dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan adalah degumming. Tujuan dari proses ini untuk memisahkan gum berupa fosfatida, residu, karbohidrat, air, dan resin yang ada di dalam minyak.
Degumming dilakukan dengan menambahkan asam fosfat ke dalam minyak yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu ±80oC. Asam fosfat lebih efektif
dan mudah digunakan. Penambahan asam fosfat berkisar 0,1–0,4 %. Karena pada konsentrasi tersebut kondisi senyawa-senyawa di dalam minyak yang akan dipisahan telah terbentuk dengan baik. Pemisahan gum terjadi jika viskositas menurun dengan pemanasan pada suhu 58–88 oC (Allen et al. 1982). Minyak hasil degumming tampak lebih jernih dan nilai asam lemak bebas sedikit lebih rendah. Gambar 9 dan 10 memperlihatkan penampakan minyak biji karet dan minyak jarak pagar secara visual sebelum dan setelah degumming.
a b c
Gambar 9 Proses degumming minyak biji karet : (a) Minyak biji karet sebelum degumming, (b) Minyak biji karet saat proses pemisahan minyak, gum, dan air, (c) Minyak biji karet setelah degumming
Pada Gambar 9a dan 9c terlihat sedikit perbedaan warna minyak biji karet sebelum dan sesudah degumming. Gambar 9b adalah proses pemisahan minyak, gum, dan air dimana pada bagian paling atas, tengah, dan bawah secara berurutan adalah minyak, gum, dan air. Pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan berat jenis.
a b c
Gambar 10 Proses degumming minyak jarak pagar : (a) Minyak biji jarak pagar sebelum degumming, (b) Minyak biji jarak pagar saat proses pemisahan minyak, gum, dan air, (c) Minyak biji jarak pagar setelah degumming
Sama halnya dengan minyak biji karet, minyak jarak pagar hasil degumming secara visual terlihat lebih jernih dari sebelum degumming. Kandungan gum dan zat pengotor dalam minyak biji jarak pagar yang terlihat pada Gambar 10b hanya sedikit.
Rendemen minyak biji karet dan jarak pagar setelah degumming secara berurutan adalah 83,44% dan 94,30%. Tingginya rendemen minyak jarak pagar dibandingkan minyak biji karet karena sedikitnya zat-zat pengotor di dalam minyak jarak pagar sebelum degumming.
Minyak sebelum dan sesudah degumming kemudian dianalisis untuk mengetahui sifat fisika-kimianya. Tabel 10 merupakan sifat fisika-kimia minyak yang dianalisis sebelum dan sesudah degumming.
Tabel 10 Sifat fisika-kimia minyak biji karet dan jarak pagar
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai FFA minyak setelah degumming lebih rendah dari sebelum degumming. Hasil ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar asam dalam minyak. Menurut Allen et al. (1982), proses degumming hanya menghilangkan fosfatida dan senyawa-senyawa getah lainnya namun tidak secara signifikan menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak. Gambar 11 merupakan grafik perubahan nilai FFA minyak sebelum dan setelah degumming berdasarkan data dari Tabel 10.
Karakteristik
Sebelum degumming Setelah degumming Minyak biji karet Minyak jarak pagar Minyak biji karet Minyak jarak pagar
Bilangan asam (mg KOH/g) 26,24 4,17 26,03 4,07
FFA (%) 13,12 2,10 13,01 2,05 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 196,55 202,21 197,16 199,48 Densitas pada 15oC (g/cm3) - - 0,920 0,917 Viskositas pada 30oC (mm2/s) - - 20,85 25,42
Gambar 11 Pengaruh proses degumming terhadap FFA minyak
Penurunan FFA berkisar pada 0,05–1 %. Hasil yang berbeda diperoleh Adiyanto dan Sugiarto (2010), dimana penurunan FFA minyak biji karet sebelum dengan sesudah degumming sebesar 3,8% dengan proses ultrafiltrasi menggunakan membran polypropylene. Minyak biji karet klon GT1 hasil penelitian Siburian (1989) memiliki FFA sebesar 16,73%. Untuk minyak biji jarak pagar, nilai bilangan asam cukup rendah jika dibandingkan hasil penelitian dari Sudradjat et al. (2005) yaitu sebesar 39,02 mgKOH/g. Hasil lain dari penelitian Sudradjat et al. (2007) menyatakan bahwa terjadi penurunan bilangan asam sebesar 0,5 mg KOH/g setelah minyak dari biji jarak pagar didegumming.
Perbedaan bilangan asam maupun FFA pada minyak ini disebakan karena kadar air tiap-tiap bahan baku tidak sama. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan terjadinya hidrolisis sehingga trigliserida di dalam biji akan diubah menjadi asam lemak bebas. Selain itu, kondisi biji saat dipanen serta penyimpanan memungkinkan biji mengalami kontak langsung dengan udara yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi juga menjadi penyebab tingginya kadar FFA.
Selain bilangan asam dan FFA, minyak biji karet, minyak biji jarak pagar, dan campuran kedua jenis minyak ini juga dianalisis nilai bilangan asam dan FFA untuk mengetahui tahapan proses yang akan dilakukan saat pembuatan biodiesel. Perbandingan campuran minyak biji karet dan minyak jarak pagar secara
berurutan adalah 0:100; 10:90; 20:80; 30:70; 40:60; 100:0. Tabel 11 merupakan nilai bilangan asam dan FFA dari masing-masing campuran minyak.
Tabel 11 Bilangan asam dan FFA campuran minyak biji karet dan minyak jarak pagar
Rasio minyak biji karet dan jarak pagar
Bilangan asam (mg KOH/g) FFA (%) 0:100 4,07 2,05 10:90 10,24 5,15 20:80 12,69 6,39 30:70 15,15 7,60 40:60 16,62 8,31 100:0 26,03 13,01
Semakin banyaknya rasio minyak biji karet di dalam campuran minyak maka bilangan asam dan FFA semakin meningkat. Pada rasio minyak 0:100; 10:90; 20:80; dan 30:70, asam lemak dominan adalah asam lemak oleat sehingga dalam menentukan FFA menggunakan berat molekul dari asam oleat. Sedangkan untuk rasio 40:60 dan 100:0 yang menjadi asam lemak dominan adalah linoleat.
Bilangan asam ataupun FFA merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas minyak. Bilangan asam merupakan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam minyak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah mg KOH dengan normalitas 0,1 yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas di dalam 1 gram minyak atau lemak. FFA atau derajat asam adalah banyaknya mL KOH dengan normalitas 0,1 yang dibutuhkan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Ketaren 2008). Semakin tinggi bilangan asam ataupun FFA maka tingkat kerusakan minyak semakin tinggi. FFA juga dijadikan parameter untuk menentukan tahapan proses pembuatan biodisel. Jika FFA > 5% maka dilakukan proses 2 tahap (esterifikasi dan transesterifikasi).
Pembuatan Biodiesel
Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif dari mesin diesel merupakan bahan bakar campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak. Biodiesel dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan mereaksikan minyak atau lemak dan alkohol serta alkali sebagai katalis (Saraf & Thomas 2007; Issariyakul et al.
2008; Paraschivescu et al. 2008; Phalakornkule et al. 2009). Minyak dengan kadar FFA lebih dari 5% melalui tahap esterifikasi sebelum dilanjutkan proses transesterifikasi (Sudradjat et al. 2005). Kandungan FFA yang tinggi selama proses transesterifikasi akan menurunkan rendemen biodiesel (Ramadhas et al. 2005).
Minyak biji karet hasil penelitian ini memiliki nilai FFA 13,01% sehingga harus melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi. Tujuan dari proses esterifikasi ini adalah untuk menurunkan nilai FFA minyak biji karet. Sedangkan minyak jarak pagar memiliki nilai FFA < 5% sehingga langsung ke tahap transesterifikasi.
Esterifikasi
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol yang menghasilkan air dan ester. Alkohol yang digunakan pada proses ini adalah metanol. Metanol (CH3OH) memiliki berat molekul yang paling ringan dibandingkan etanol (C2H5OH) (Ma & Hanna 1999; Susilo 2006; Ramesh et al. 2009). Waktu reaksi metanol lebih cepat dibandingkan etanol (Joshi et al. 2010). Metanol merupakan jenis alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel dibandingkan jenis alkohol lain, karena harganya yang ekonomis (Zhang et al. 2003; Vicente et al. 2007; Ramesh et al. 2009; Joshi et al. 2010).
Proses esterifikasi dengan penambahan asam sebagai katalis akan mengurangi asam lemak bebas di dalam minyak. Katalis asam akan membantu meningkatkan laju reaksi terutama jika kadar air sangat rendah selama reaksi (Allen et al. 1982). Katalis yang digunakan adalah asam sulfat. Reaksi esterifikasi dengan katalis asam sulfat lebih efektif dibanding jenis asam lainnya, karena menghasilkan konversi metil ester yang lebih tinggi (Choo 2004).
Pada proses esterifikasi, minyak biji karet dipanaskan di dalam labu leher tiga sebagai reaktor yang diletakkan di atas hot plate dengan dilengkapi magnetic stirer sebagai pengaduk. Kondisi selama proses ini diatur pada suhu 55–65 oC dengan kecepatan putaran 300-500 rpm. Kondisi suhu diatur sesuai dengan titik didih metanol yaitu 64,7 oC (Wikipedia 2011), sehingga selama proses esterifikasi suhu di dalam reaktor diatur tidak melebihi titik didih metanol. Tahapan proses esterifikasi minyak biji karet dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pada penelitian ini proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan nilai FFA dari minyak biji karet dan campuran minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar. Tidak ada perlakuan suhu, waktu, jumlah katalis dan alkohol yang digunakan selama proses.
Campuran antara minyak biji karet dengan minyak jarak pagar masing-masing dengan perbandingan 10:90; 20:80; 30:70; 40:60. Hasil dari esterifikasi ternyata menurunkan nilai FFA. FFA minyak biji karet setelah esterifikasi turun dari 13,01% menjadi 0,40%. Campuran trigliserida dan FAME (Fatty Acid Metil Ester) yang terbentuk kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah untuk kemudian direaksikan kembali dengan alkohol pada tahap transesterifikasi dengan alkali sebagai katalis.
Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan reaksi trigliserida dengan alkohol menjadi gliserol dan alkil ester (biodiesel) dengan alkali sebagai katalis. Katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan rendemen (Ma dan Hanna 1999).
Katalis alkali yang biasa digunakan adalah sodium hidroksida atau NaOH, sodium metoksida atau CH3ONa, dan potasium hidroksida atau KOH. Pada proses transesterifikasi, waktu reaksi menggunakan katalis sodium lebih cepat dibandingkan katalis potassium (Vicente et al. 2004). NaOH lebih mudah diperoleh dan lebih ekonomis (Susilo 2006; Wikipedia 2010). Keuntungan menggunakan katalis basa pada proses transesterifikasi dibandingkan katalis asam adalah waktu reaksi yang pendek. Penggunaan katalis basa akan mengurangi pemakaian jumlah alkohol (Mittelbach & Remschmidt 2006).
Pada proses transesterifikasi, satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol menghasilkan satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester (biodiesel). Proses ini merupakan 3 reaksi dua arah, dimana trigliserida secara bertahap diubah menjadi digliserida, monogliserida, dan gliserol (Mittelbach dan Remschmidt 2006).
Proses transesterifikasi dilakukan dengan memanaskan campuran trigliserida dan FAME hasil esterifikasi di dalam labu leher tiga dan ditambahkan larutan metoksida. Proses ini berlangsung pada suhu 55–65 oC dengan kecepatan pengadukan 300–500 rpm (Chitra et al. 2005; Ramos et al. 2009). Temperatur
pemanasan yang digunakan selama transesterifikasi akan mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin tinggi temperatur maka semakin banyak jumlah metil ester yang dihasilkan karena frekuensi tumbukan reaktan makin meningkat (Yudono dan Oktaviani (2007). Proses transesterifikasi minyak biji karet dan minyak jarak pagar dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Hasil dari proses transesterifikasi berupa gliserol dan metil ester dipisahkan dengan menggunakan corong pisah dimana pada bagian atas merupakan metil ester dan lapisan bagian bawah adalah gliserol. Rendemen biodiesel dari minyak biji karet yang dihasilkan sebesar 74,6% dihitung dari rasio jumlah metil ester biji karet yang dihasilkan terhadap jumlah minyak biji karet yang digunakan sebelum esterifikasi. Hasil ini hampir sama dengan yang diperoleh Fachrie (2009) yaitu sebesar 74,51%. Rendemen biodiesel jarak pagar sebesar 82,19% juga tidak jauh berbeda dengan yang dihasilkan dari penelitian Yudono dan Oktaviani (2007) sebesar 82,67%.
Hasil pencampuran minyak biji karet dan minyak jarak pagar dengan perbandingan 10:90; 20:80; 30:70; 40:60 masing-masing secara berurutan menghasilkan rendemen sebesar 79%, 77%, 74%, dan 74%. Dari hasil ini terlihat bahwa semakin tinggi nilai FFA (data pada Tabel 11) maka rendemen yang dihasilkan akan semakin rendah. Grafik hubungan komposisi minyak biji karet dan minyak jarak pagar terhadap rendemen biodiesel terdapat pada Gambar 12.
Kadar FFA bahan baku mempengaruhi rendemen biodiesel. Proses transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh rasio molar minyak dengan alkohol, katalis yang digunakan, waktu reaksi, suhu selama reaksi, dan kandungan air dan asam lemak bebas di dalam minyak (Ma dan Hanna 1999).
Karakterisasi Biodiesel
Biodiesel hasil transesterifikasi selanjutnya dianalisis untuk mengetahui sifat dari biodiesel tersebut. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan baik SNI atau ASTM.
Analisis yang dilakukan meliputi densitas pada suhu 40 oC, viskositas kinematik pada suhu 40 oC, kandungan air dan sedimen, kadar abu, kadar sulfur, bilangan asam, gliserol bebas, gliserol total, kandungan ester alkil, bilangan penyabunan, dan bilangan iod. Karakteristik biodiesel dari minyak biji karet, minyak biji jarak pagar, hasil perlakuan terbaik dari campuran kedua jenis minyak, serta campuran kedua biodiesel terdapat pada Lampiran 4 sampai Lampiran 7.
Densitas
Biodiesel memiliki nilai densitas yang lebih tinggi dari bahan bakar fosil. Massa jenis biodiesel dari minyak biji karet hasil analisis pada suhu 40 oC adalah 870,8 kg/m3. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Darismayanti dan Novi (2007) dan Ramadhas et al. (2005) yang memperoleh nilai densitas biodiesel dari minyak biji karet sebesar 877,5 kg/m3 dan 874 kg/m3. Nilai ini memenuhi SNI yaitu 850–890 kg/m3.
Hasil analisis densitas biodiesel dari minyak jarak pagar, biodiesel dari campuran minyak biji karet dan minyak jarak pagar dengan rasio 20:80, serta campuran biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar dengan rasio 20:80 secara berurutan sebesar 871,8 kg/m3, 864 kg/m3, dan 871,3 kg/m3. Kywe dan Oo (2009) memperoleh densitas biodiesel jarak pagar sebesar 874,9 kg/m3.
Perbedaan densitas biodiesel dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dan kemurnian bahan baku. Densitas akan meningkat seiring dengan penurunan panjang rantai karbon dan peningkatan jumlah ikatan rangkap pada asam lemak
(Mittelbach dan Remschmidt 2006). Semakin tidak jenuh minyak yang digunakan maka densitas akan semakin tinggi.
Viskositas kinematik
Viskositas merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas biodiesel. Viskositas akan mempengaruhi proses penyemprotan dan pembakaran bahan bakar pada mesin diesel. Viskositas biodiesel yang tinggi sangat baik untuk membantu lubrikasi mesin namun akan mempersulit proses atomisasi (Tate et al. 2005).
Pada penelitian ini, viskositas kinematik masing-masing biodiesel biji karet, biodiesel jarak pagar, campuran dari kedua jenis minyak, dan campuran dari kedua jenis biodiesel terdapat pada Lampiran 6. Nilai viskositas yang diperoleh masih memenuhi standar yaitu 2,3–6,0 cSt (SNI 04-7182-2006) dan 1,9–6,0 cSt (ASTM D 6751-2003) kecuali viskositas kinematik biodiesel dari minyak jarak pagar yang lebih tinggi 0,16 dari batas maksimum standar. Namun, nilai ini masih rendah dibandingkan hasil penelitian Yudono dan Oktaviani (2007) sebesar 8,526 cSt. Pengaruh komposisi minyak jarak pagar dan minyak biji karet terhadap viskositas biodiesel dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Viskositas biodiesel hasil pencampuran minyak biji jarak pagar dengan minyak biji karet
Garis putus-putus pada Gambar 13 merupakan garis batas standar minimum dan maksimum nilai viskositas yang ditetapkan SNI dan ASTM. Komposisi minyak jarak pagar 60%, 70%, dan 80% memberikan nilai viskositas biodiesel
biji karet yang masih memenuhi SNI ataupun ASTM. Semakin tinggi komposisi minyak jarak pagar maka akan semakin meningkatkan viskositas biodiesel. Hal ini karena pengaruh dari tingginya viskositas minyak jarak pagar dibandingkan viskositas dari minyak biji karet.
Hasil analisis ragam (α = 0,05) menunjukkan bahwa rasio jumlah minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan. Hasil uji BNT terhadap rasio minyak biji karet dan minyak jarak pagar menunjukkan ada pengaruh yang nyata antara rasio yang diberikan terhadap viskositas kinematik biodiesel. Hasil analisis ragam dan uji BNT perlakuan jumlah rasio minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar terdapat pada Lampiran 12.
Hasil yang hampir sama ditunjukkan pada komposisi biodiesel jarak pagar 80%. Berdasarkan data pada Lampiran 6, grafik hubungan komposisi biodiesel jarak pagar dan biodiesel biji karet terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Viskositas biodiesel hasil pencampuran biodiesel jarak pagar dengan biodiesel biji karet
Komposisi biodiesel jarak pagar 60%, 70%, dan 80% memberikan nilai viskositas biodiesel biji karet yang masih memenuhi SNI ataupun ASTM. Hasil
analisis ragam (α = 0,05) menunjukkan bahwa rasio jumlah biodiesel biji karet dan biodiesel biji jarak pagar memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan. Hasil uji BNT terhadap rasio biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar menunjukkan ada pengaruh yang nyata antara
perlakuan diberikan terhadap viskositas kinematik biodiesel. Hasil analisis ragam dan uji BNT perlakuan jumlah rasio minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar terdapat pada Lampiran 13.
Viskositas kinematik berhubungan dengan komposisi asam lemak bahan baku, jumlah ikatan rangkap, dan kemurnian produk akhir. Viskositas kinematik berbanding lurus dengan panjang rantai karbon dan berbanding terbalik dengan jumlah ikatan rangkap. Semakin panjang rantai karbon asam lemak dan alkohol maka viskositas semakin besar. Sebaliknya viskositas semakin tinggi jika minyak semakin jenuh (Mittelbach dan Remschmidt 2006). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah proses penyimpanan. Reaksi oksidasi akan meningkatkan viskositas biodiesel (Canakci et al. 1999).
Bilangan setana