• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Perlakuan Awal dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Fisik Tepung Ubi Jalar Ungu

Karakteristik fisik tepung ubi ungu yang diamati meliputi pengujian warna (°Hue), densitas kamba, organoleptik warna, aroma dan indeks pencoklatan. Pengaruh metode perlakuan awal dan suhu pengeringan terhadap mutu fisik dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Pengaruh metode perlakuan awal terhadap karakteristik fisik tepung ubi jalar ungu yang diamati

Prameter Perlakuan awal P1 P2 P3 P4 Umbi tidak dikupas dan diiris Umbi dikupas dan diiris Umbi tidak dikupas, diiris + direndam Na2S2O5 Umbi dikupas,diiris + direndam Na2S2O5 Warna (°Hue) 15,34±0,84b,B 15,44±0,96ab,B 16,68±01,93b,AB 16,82±0,73a,A Densitas kamba (g/ml) 0,59 ± 0,03 0,61 ± 0,04 0,60 ± 0,02 0,61 ± 0,04 Organoleptik aroma 4,33 ± 0,12 4,38 ± 0,33 4,52 ± 0,26 4,63 ± 0,52 Organoleptik warna 4,22 ± 0,37 4,23 ± 0,12 4,21 ± 0,22 4,05 ± 0,43 Indeks pencoklatan 1,07 ± 0,03 1,07 ± 0,04 1,06 ± 0,06 1,06 ± 0,07 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR

Tabel 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik fisik tepung ubi jalar ungu yang diamati

Prameter

Perlakuan awal

T1=50°C T2=55°C T3=60°C T4=65°C Warna (°Hue) 15,53±0,44 15,43±0,93 16,76±2,25 16,54±0,59 Densitas

kamba (g/ml) 0,66±0,01a,A 0,62±0,03ab,AB 0,58±0,01bc,BC 0,57±0,01b,B Organoleptik

aroma 4,18±0,13b,B 4,29±0,12bc,BC 4,56±0,17ab,AB 4,85±0,35a,A Organoleptik

warna 3,95±0,20bc,BC 3,96±0,19b,B 4,29±0,16ab,AB 4,53±0,13a,A Indeks

pencoklatan 1,12±0,02 1,06±0,06 1,04±0,02 1,03±0,02 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR

Warna (°Hue)

Tabel 5 menunjukkan metode perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (°Hue). Tabel 6 menunjukkan suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap warna tepung. Hasil sidik ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap warna tepung. Hubungan metode perlakuan awal dengan nilai warna tepung ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan bahwa metode perlakuan awal memberikan pengaruh terhadap nilai °Hue tepung ubi ungu, di mana perlakuan ubi yang dikupas dan direndam sodium metabisulfit menghasilkan warna paling cerah. Hal ini disebabkan oleh fungsi sulfit yang dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5

(Fenema, 1996). Tepung dengan umbi yang diberi perlakuan dikupas dan direndam sodium metabisulfit memiliki warna cenderung lebih ungu dibandingkan dengan ubi yang dikupas dan tidak direndam oleh sodium metabisulfit tepung umbi yang memiliki warna ungu kemerahan. Perendaman dalam sodium metabisulfit pada ubi ungu sebelum proses pengeringan dapat mencegah pencoklatan (Widowati, 2005). Gugus sulfit pada natrium metabisulfit dapat menghambat sistem enzim fenolase secara langsung atau mereduksi hasil oksidasi menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sehingga dapat mengurangi pencoklatan (Purwanto, dkk., 2013). Menurut Purwanto, dkk., (2013) penggunaan sodium metabisulfit pada proses pengeringan pada dasarnya mempertahankan warna, cita rasa dan stabilitas bahan pada penyimpanan.

Keterangan :

P1= Ubi tidak dikupas dan diiris P2= Ubi dikupas dan diiris

P3= Ubi tidak dikupas lalu diiris +direndam Na2S2O5 P4= Ubi dikupas lalu diiris +direndam Na2S2O5

Gambar 4. Hubungan metode perlakuan awal dengan nilai warna (°Hue) tepung ubi ungu 15,34b,B 15,44ab,B 16,68b,AB 16,82a,A 13.50 14.00 14.50 15.00 15.50 16.00 16.50 17.00 17.50 P1 P2 P3 P4 W ar n a ° Hue Metode perlakuan P P P P

Densitas kamba

Tabel 5 menunjukkan metode perlakuan awal memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap densitas kamba tepung. Tabel 6 menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap densitas kamba tepung. Hasil sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap densitas kamba tepung. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai densitas kamba tepung ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai densitas kamba tepung ubi ungu.

Gambar 5 menunjukkan bahwa densitas kamba tertinggi diperoleh pada suhu 50°C dan terendah pada suhu 65°C. Hal ini dikarenakan kadar air pada perlakuan 50°C lebih tinggi dibandingkan perlakuan 65°C. Menurut Prabowo (2010), bahan dengan kadar air yang tinggi menyebabkan berat dari bahan yang diukur lebih besar dalam volume wadah yang sama. Tingginya kadar air menyebabkan partikel tepung menjadi lebih berat sehingga volume pada rongga

0,66a,A 0,62ab,AB 0,58bc,BC 0,57b,B ŷ= -0,006T + 0,968 r = -0,916 0.52 0.54 0.56 0.58 0.60 0.62 0.64 0.66 0.68 0.70 45 50 55 60 65 70 De n si ta s ka m b a (g/m l) Suhu pengeringan (°C) 0,00

partikel menjadi lebih kecil karena partikel yang terbentuk semakin besar dan menyebabkan nilai densitas kamba semakin meningkat.

Nilai organoleptik aroma

Tabel 5 menunjukkan bahwa metode perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Tabel 6 menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik aroma tepung ubi ungu. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai organoleptik aroma tepung ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai organoleptik aroma tepung ubi ungu

Gambar 6 menunjukkan bahwa peningkatan suhu pengeringan memberikan pengaruh terhadap nilai organoleptik aroma tepung ubi ungu, di

4,18b,B 4,29bc,BC 4,56ab,AB 4,85a,A ŷ = 0,045T + 1,870 r = 0,929 3.90 4.10 4.30 4.50 4.70 4.90 5.10 45 50 55 60 65 70 Or ga n o le pt ik ar o a Suhu pengeringan (°C) 0,00

mana suhu yang paling tinggi memberikan nilai paling disukai dibandingkan suhu yang paling rendah. Muchtadi (1997) menyatakan selama proses pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lain. Meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan.

Nilai organoleptik warna

Tabel 5 menunjukkan bahwa metode perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik warna tepung. Tabel 6 menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik warna tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai organoleptik warna tepung ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 menunjukkan bahwa peningkatan suhu pengeringan memberikan pengaruh terhadap nilai organoleptik warna tepung ubi ungu, di mana suhu yang paling tinggi memberikan nilai yang paling tinggi. Pada proses pembuatan ubi jalar ini, suhu pengeringan dan perlakuan awal berpengaruh pada warna tepung yang dihasilkan. Tepung yang menggunakan suhu paling rendah menghasilkan tepung warna merah keunguan, sedangkan tepung yang menggunakan suhu tinggi menghasilkan warna ungu. Hal ini karena ekstrak zat warna merah yang diperoleh dari ubi jalar ungu bersifat tidak stabil terhadap pemanasan. Menurut Wijaya dkk (2001), menurunnya stabilitas warna karena

suhu yang tinggi disebabkan terjadinya dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna).

Gambar 7. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai organoleptik warna tepung ubi ungu

Indeks pencoklatan

Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks pencoklatan tepung ubi jalar ungu. Pengaruh Metode Perlakuan Awal dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu

Karakteristik kimia tepung ubi ungu yang diamati meliputi kadar air (%), dan antosianin. Pengaruh metode perlakuan awal dan suhu pengeringan terhadap karateristik kimia tepung ubi ungu dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

3.95 3.96 4.29 4.53 ŷ = 0,041T + 1,805 r = 0,8262 3.70 3.85 4.00 4.15 4.30 4.45 4.60 4.75 45 50 55 60 65 70 Or ga n o le pt ik wa rn a Suhu pengeringan (°C)

Tabel 7. Pengaruh metode perlakuan awal terhadap karakteristik kimia tepung ubi jalar ungu yang diamati

Parameter Perlakuan awal P1 P2 P3 P4 Umbi tidak dikupas dan diiris Umbi dikupas dan diiris Umbi tidak dikupas,diiris + direndam Na2S2O5 Umbi dikupas, diiris+ direndam Na2S2O5 Kadar air (%)

10,24±2,09a,A 9,68±1,52ab,AB 9,66±1,49ab,B 8,68±1,97b,B Antosianin

(ppm)

196,21±18,84c,C 199,54±12,86c,C 246,63±10,15b,B 278,31±10,15a,A Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR

Tabel 8. Pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik kimia tepung ubi jalar ungu yang diamati

Parameter Perlakuan awal T1=50°C T2=55°C T3=60°C T4=65°C Kadar air (%) 11,46±0,72a,A 10,12±0,86B,B 8,76±1,24c,C 7,92±0,75d,C Antosianin (ppm) 236,55 ±37,33 232,63±36,02 224,95±38,22 226,57±42,62 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR

Kadar air

Tabel 7 menunjukkan bahwa metode perlakuan awal memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kadar air pada tepung ubi ungu. Tabel 8 menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kadar air tepung ubi ungu. Hasil analisis ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa interaksi antara metode perlakuan dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai kadar air tepung. Pengaruh interaksi metode

perlakuan awal dan suhu pengeringan dengan nilai kadar air tepung ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan interaksi metode perlakuan awal dan suhu pengeringan dengan kadar air tepung ubi jalar

Gambar 8 menunjukkan bahwa ubi yang dikupas dan direndam sodium metabisulft memberikan hasil kadar air paling rendah. Adanya penambahan sodium metabisulfit yang digunakan maka semakin rendah kadar air tepung ubi ungu. Menurut Rahman (2007) proses sulfitasi dapat menyebabkan jaringan pada bahan menjadi berlubang-lubang sehingga akan mempercepat proses pengeringan dan dengan pengeringan yang cepat tersebut maka kadar air pada bahan pun akan cepat teruapkan. Menurut standar SNI 3751-2009, kadar air untuk tepung terigu maksimal 14,5% (b/b), tepung singkong maksimal 12% (b/b), tepung beras 13% (b/b), dan tepung jagung 10% (b/b). Apabila dibandingkan dengan standar kadar air tepung-tepung tersebut, kadar air pada tepung ubi ungu ini masih berada dalam kisaran standar SNI.

12.36 11.64 10.62 11.26 10.09 9.99 11.26 9.16 10.38 9.02 8.18 7.48 8.17 8.06 8.62 6.85 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 P1 P2 P3 P4 K ada r ai r (% ) Metode perlakuan 50°C 55°C 60°C 65°C Keterangan :

P1 : Umbi yang tidak dikupas dan diiris P2 : Umbi yang dikupas dan diiris

P3: Umbi yang tidak dikupas , diiris + sodium metabisulfit 0,5% P4 : Umbi yang dikupas, diiris + sodium metabisulfit 0,5%

P2

Proses pengeringan pada pembuatan tepung ubi ungu bertujuan untuk menurunkan jumlah air yang terkandung di dalamnya. Kadar air merupakan salah satu parameter yang cukup penting pada produk tepung karena berkaitan dengan mutu. Semakin rendah kadar airnya maka produk tepung tersebut semakin baik mutunya karena dapat memperkecil media untuk timbulnya mikroba yang dapat menurunkan mutu produk tepung. Suhu pengeringan dan perendaman sodium metabisulfit berpengaruh pada proses penepungan ubi ungu. Semakin besar suhu yang digunakan maka kadar air yang dihasilkan semakin kecil. Nilai kadar air yang tinggi disebabkan oleh suhu pengeringan yang rendah karena proses penguapan yang relatif rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier (1988), bahwa semakin tinggi suhu udara pengeringan, semakin besar panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.

Kadar antosianin

Tabel 9 menunjukkan metode perlakuan awal memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap antosianin tepung. Tabel 10 menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap antosianin tepung. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 15 menujukkan bahwa reaksi antara metode perlakuan awal dengan suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap antosianin tepung. Hubungan metode perlakuan awal dengan antosianin tepung dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan :

P1= Ubi tidak dikupas dan diiris P2= Ubi dikupas dan diiris

P3= Ubi tidak dikupas lalu diiris +direndam Na2S2O5

P4= Ubi dikupas lalu diiris +direndam Na2S2O5

Gambar 9. Hubungan metode perlakuan awal dengan nilai kadar antosianin tepung

Gambar 9 menunjukkan bahwa metode perlakuan memberikan pengaruh terhadap nilai antosianin tepung, dimana tepung dengan perlakuan ubi dikupas dan direndam sodium metabisulfit menghasilkan nilai antosianin paling tinggi. Tepung ubi jalar ungu dengan perlakuan ubi dikupas dan direndam sodium metabisulfit menghasilkan warna tepung yang paling ungu dibandingin yang lain. Kandungan antosianin ubi jalar tergantung pada intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu umbinya maka kandungan antosianinnya semakin tinggi (Winarno, 2004). Warna ungu pada tepung juga berpengaruh karena adanya perendaman sodium metabisulfit pada ubi yang dapat mencegah reaksi browning sehingga tepung yang dihasilkan bagus.

196,21c,C 199,55c,C 246,64b,B 278,32a,A 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 P1 P2 P3 P4 A n to si an in ( p p m ) Metode perlakuan P2 P1 P3 P4

Pengaruh Metode Perlakuan Awal dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Fungsional Tepung Ubi Jalar Ungu

Karakteristik fungsional tepung ubi ungu yang diamati meliputi pengujian daya serap air, daya serap minyak, swelling power, kelarutan, dan baking expansion. Pengaruh metode perlakuan awal dan suhu pengeringan terhadap fungsional dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Pengaruh metode perlakuan awal terhadap mutu fungsional tepung ubi jalar ungu yang diamati

Prameter Perlakuan awal P1 P2 P3 P4 Umbi tidak dikupas dan diiris Umbi dikupas dan diiris Umbi tidak dikupas,diiris + direndam Na2S2O5 Umbi dikupas,diiris + direndam Na2S2O5 Daya serap air (g/g) 1,57 ± 0,15 1,49 ± 0,13 1,47 ± 0,16 1,46 ± 0,10 Daya serap minyak

(g/g) 1,51 ± 0,31 1,46 ± 0,05 1,44 ± 0,03 1,41 ± 0,07 Swelling power (g/g) 5,25 ± 0,26 5,45 ± 0,27 5,41 ± 0,07 5,04 ± 0,28 Kelarutan (%) 2,28 ± 0,05 2,36 ± 0,09 2,35 ± 0,12 2,28 ± 0,09 Baking expansion (ml/g) 0,74 ± 0,06 0,74 ± 0,05 0,78 ± 0,05 0,79 ± 0,01 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi.

Tabel 10. Pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik fungsional tepung ubi jalar ungu yang diamati

Prameter

Perlakuan awal

T1=50°C T2=55°C T3=60°C T4=65°C Daya serap air (g/g) 1,58 ± 0,14 1,50 ± 0,14 1,46 ± 0,04 1,45 ± 0,04 Daya serap minyak

(g/g) 1,53 ± 0,12 1,45 ± 0,21 1,42 ± 0,15 1,41 ± 0,10 Swelling power (g/g) 5,46 ± 0,18 5,44 ± 0,21 5,17 ± 0,35 5,08 ± 0,14 Kelarutan (%) 2,41 ± 0,03 2,38 ± 0,03 2,34 ± 0,14 2,26 ± 0,05 Baking expansion (ml/g) 0,79 ± 0,05 0,78 ± 0,02 0,77 ± 0,34 0,71 ± 0,32 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi.

Daya serap air

Nilai daya serap air tepung ubi ungu dengan metode perlakuan awal dan jenis suhu pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tepung ubi ungu. Hasil analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air tepung.

Daya serap minyak

Nilai daya serap minyak tepung ubi ungu dengan metode perlakuan awal dan jenis suhu pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tepung ubi ungu. Hasil analisis ragam pada Lampiran 18 menunjukkan interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap minyak tepung.

Swelling power

Nilai swelling power tepung ubi ungu dengan metode perlakuan awal dan jenis suhu pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tepung ubi ungu. Hasil analisis ragam pada Lampiran 19 menunjukkan interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap swelling power tepung.

Kelarutan

Nilai kelarutan tepung ubi ungu dengan metode perlakuan awal dan suhu pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tepung ubi ungu. Hasil analisis ragam pada Lampiran 20 menunjukkan interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelarutan tepung.

Baking expansion

Nilai baking expansion dengan metode perlakuan awal dan suhu pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai baking expansion tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa interaksi antara metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai baking expansion tepung.

Pemilihan Perlakuan Awal (Pre-treatment) dan Suhu Pengeringan yang Menghasilkan Tepung Ubi Jalar Ungu dengan Mutu Fisik, Kimia, dan Fungsional Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian mutu fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar ungu dengan perlakuan awal (pre-treatment) dan suhu pengeringan yang berbeda, maka pengambilan tepung terbaik dilihat dari parameter organoleptik aroma, organoleptik warna, indeks pencoklatan, swelling power, dan baking expansion. Perlakuan terbaik diambil menggunakan metode indeks efektivitas

(deGarmo, dkk., 1984) yang dapat dilihat pada Lampiran 22. Perhitungan menggunakan metode deGarmo memberikan hasil nilai rata hubungan nilai bobot dan nilai perlakuan terbesar yang merupakan perlakuan terbaik. Hasil analisis perlakuan terbaik dengan metode deGarmo dipilih berdasarkan nilai hasil paling tinggi.

Dari parameter yang telah disebutkan di atas diperoleh perlakuan terbaik yaitu tepung ubi jalar ungu dengan perlakuan awal dikupas dan perendaman sodium metabisulfit (Na2S2O5) 0,5 % pada suhu pengeringan 65°C. Selanjutnya dilakukan pengujian perlakuan terbaik, meliputi kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, total gula, gula pereduksi, total fenolik, dan kadar vitamin C. Mutu kimia tepung ubi jalar ungu dari hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik kimia tepung ubi jalar dari hasil perlakuan terbaik

Komposisi Perlakuan terbaik

Kadar protein (%) 4,71±0,36

Kadar lemak (%) 0,43±0,01

Kadar abu (%) 2,07±0,40

Kadar serat kasar (%) 3,60±0,88

Kadar pati (%) 61,57±3,40 Kadar amilosa (%) 21,7±2,41 Kadar amilopektin (%) 39,8±2,41 Total gula (%) 7,86±0,17 Gula pereduksi (%) 1,72±0,02 Kadar vitamin C (mg/100 g) 53,20±3,85

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa kandungan kadar protein tepung ubi jalar ungu dari perlakuan terbaik, yaitu 4,71 %. Sriwahyuni (1986) menyatakan bahwa adanya perendaman sodium metabisulfit pada irisan ubi ungu dapat mempertahankan kadar protein dalam tepung ubi jalar yang dihasilkan. Yu, dkk., (2006) menyatakan bahwa proses pengeringan akan mempengaruhi kerusakan protein seperti denaturasi.

Kadar lemak tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 0,43 %. Purwanto (2013) menyatakan bahwa adanya perendaman sodium metabisulfit terhadap bahan lebih berperan dalam menginaktifkan enzim pencoklatan sehingga tidak sampai berdampak pada perubahan kadar lemak pada produk yang dihasikan.

Kadar abu tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 2,07 %. Sudarmadji, dkk., (2003) menyatakan bahwa adanya perendaman sodium metabisulfit terhadap bahan dapat meningkatkan nilai kadar abu pada bahan karena sodium metabisulfit terdapat mineral Na dan S. kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineral bahan pangan tersebut (Nollet, 1996).

Kadar serat tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 3,60 %. Murni, dkk., (2008) menyatakan bahwa dengan adanya perendaman sodium metabisulfit dan makin lama waktu perendaman, maka makin besar terjadinya reaksi dengan mikroorganisme yang dapat menghidrolisis dinding sel tanaman dengan bantuan enzim hemiselulosa menjadi monomer gula dan asam asetat. Suprapto (2004) penurunan serat kasar diduga disebabkan oleh dinding sel dari ubi jalar larut dalam air selama proses pengolahan dan pengeringan juga menyebabkan turunnya kadar serat kasar ubi jalar, karena struktur gel pektin dan hemiselulosa rusak oleh pemanasan pada saat pengeringan.

Kadar pati tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 61,57 %. Alsuhendra (1995) menyatakan bahwa pati pada perendaman sodium metabisulfit akan menghasilkan nilai terendah, hal ini disebabkan karena pati dalam bentuk serat banyak terbuang melalui pemisahan ampas selama ekstraksi pati. Lidiasari, dkk., (2016) menyatakan bahwa perlakuan suhu akan mengakibatkan rusaknya sebagian molekul pada pati saat pengeringan.

Kadar amilosa tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 21,7 % dan kadar amilopektin tepung ubi jalar ungu terbaik adalah 78,3 %. Ovrisadinita, dkk., (2016) menyatakan bahwa amilosa mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa, maka nilai pengembangan akan semakin tinggi.

Total gula tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 7,86 dan gula pereduksi tepung ubi jalar ungu terbaik adalah 1,72 %. Kandungan gula yang tinggi pada ubi jalar dapat menyebabkan reaksi pencoklatan pada saat pengolahan, perlakuan pendahuluan perendaman sodium metabisulfit dapat mengatasi pencoklatan yang terjadi (Honestin, 2007). Adanya penambahan sodium metabisulfit membuat kadar gula pereduksi akan semakin kecil dalam bahan yang menyebabkan lambatnya proses pencoklatan (Nurfitasari, dkk., 2015).

Kadar vitamin C tepung ubi jalar ungu terbaik, yaitu 53,20 mg/100 g. Pada perlakuan perendaman sodium metabisulfit menghasilkan kadar vitamin C yang rendah. Makin lama waktu perendaman maka penurunan vitamin C pada tepung yang dihasilkan menjadi makin besar. Hal ini disebabkan karena sifat vitamin C yang larut dalam air (Winarno, 1984).

Dokumen terkait