• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9-82) diketahui bahwa perlakuan komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami berpengaruh nyata terhadap peubah amatan jumlah anakan per rumpun pada 4 MST. Sedangkan pada peubah amatan tinggi tanaman, jumlah daun, laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih, bobot basah umbi per plot, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per plot, bobot kering umbi per sampel tidak berpengaruh nyata.

Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9-19), diketahui bahwa komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman pada perlakuan komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi tanaman 2-7 MST pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami

Perlakuan Tinggi tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST --- cm --- M0 20,25 23,17 23,62 25,07 24,11 23,59 M1 20,66 23,94 24,80 26,21 25,76 24,52 M2 19,56 22,54 24,50 24,91 23,55 23,92 M3 19,95 23,71 24,67 25,80 25,50 24,48 M4 20,23 23,37 23,96 24,66 22,47 21,81

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman meningkat sampai 5 MST sedangkan pada 6-7 MST mengalami penurunan. Pada pengamatan

terakhir (7 MST) tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan M7 yaitu 25,56 cm dan terendah terdapat pada M4 yaitu 21,81 cm.

Jumlah Daun (helai)

Data pengamatan dan sidik ragam jumlah daun dapat dilihat pada Lampiran 21-32. Hasil dari tabel sidik ragam diketahui bahwa komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman. Jumlah daun tanaman pada 2-7 MST dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah daun tanaman 2-7 MST pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami

Perlakuan Jumlah daun tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST --- helai --- M0 10,60 14,80 19,30 18,90 17,20 16,90 M1 11,40 15,30 18,00 20,50 17,70 14,80 M2 13,10 16,70 24,70 22,50 18,20 17,50 M3 11,30 14,60 18,70 18,60 16,60 16,80 M4 12,30 21,10 19,00 19,40 16,70 14,40 M5 11,60 13,20 17,70 17,80 16,60 14,70 M6 10,30 13,90 17,70 17,50 17,10 16,00 M7 10,80 15,80 19,00 19,00 19,20 17,30 M8 9,40 11,40 18,30 18,30 18,20 18,00 M9 11,70 14,90 20,30 20,50 20,50 18,80

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun tertinggi pada pengamatan terakhir (7 MST) terdapat pada perlakuan M9 yaitu 18,80 helai dan yang terendah terdapat pada perlakuan M4 yaitu 14,40 helai. Pertambahan jumlah daun tanaman

meningkat pada umur 2-4 MST sedangkan pada umur 5 MST mengalami penurunan pada perlakuan M0, M2, M3, M6, dan M7.

Jumlah Anakan (anakan)

Data pengamatan dan sidik ragam jumlah anakan dapat dilihat pada Lampiran 33-44. Komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang

sekam padi dan kompos jerami berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada 4 MST. Jumlah anakan per rumpun 2-7 MST pada perlakuan komposisi

pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah anakan 2-7 MST pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami

Perlakuan Jumlah anakan tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST --- anakan --- M0 4,4 4,8 4,7 c 5,1 5,1 5,0 M1 4,8 4,8 5,0 bc 4,9 5,3 5,0 M2 4,7 4,8 5,3 bc 5,3 6,6 6,3 M3 3,9 4,0 5,2 bc 4,8 4,8 5,3 M4 4,2 5,2 5,4 bc 5,5 5,5 5,5 M5 4,5 4,5 4,3 c 4,5 4,6 5,1 M6 4,3 4,7 5,2 bc 4,8 4,9 4,7 M7 4,0 4,2 4,8 bc 4,8 5,0 5,1 M8 3,4 5,0 5,8 ab 5,1 5,1 5,3 M9 4,8 5,4 6,6 a 5,5 5,7 5,4

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada 4 MST jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan M9 yaitu 6,6 anakan yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan M8, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan pada

Laju Pertumbuhan Tanaman (g. hari-1)

Hasil sidik ragam laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih pada 20, 30 dan 40 HST (Lampiran 46-53) menunjukkan bahwa komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami berpengaruh tidak nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih. Laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih 20, 30 dan 40 HST pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Laju pertumbuhan tanaman (LPT), laju pertumbuhan relatif (LPR) dan laju asimilasi bersih (LAB) pada 20, 30, 40 HST pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami

HST Perlakuan LPT LPR LAB

g.hari-1 g.g-1.hari-1 g. cm-2.hari-1

20-30 M0 0,061 0,083 7,14 M1 0,036 0,040 27,67 M2 0,055 0,113 7,20 M3 0,017 0,019 17,29 M4 0,057 0,080 8,28 M5 0,044 0,043 24,58 M6 0,008 0,009 20,74 M7 0,052 0,051 15,47 M8 0,016 0,019 18,59 M9 0,020 0,024 23,58 30-40 M0 0,019 0,017 0,0020 M1 0,034 0,025 0,0010 M2 0,034 0,027 0,0035 M3 0,022 0,018 0,0002 M4 0,009 0,010 0,0010 M5 0,048 0,058 0,0034 M6 0,038 0,031 0,0003 M7 0,019 0,015 0,0005 M8 0,023 0,017 0,0002 M9 0,033 0,028 0,0008

Tabel 4 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tanaman tertinggi pada umur 30-40 HST terdapat pada perlakuan M5 yaitu 0,048 g.hari-1 dan terendah

pada perlakuan M4 yaitu 0,009 g.hari-1. Pada laju pertumbuhan relatif umur 30- 40 HST rataan tertinggi terdapat pada perlakuan M5 yaitu 0,058 g.g-1.hari-1 dan terendah pada perlakuan M4 yaitu 0,010 g.g-1.hari-1. Sedangkan pada laju asimilasi bersih diperoleh bahwa rataan tertinggi terdapat pada perlakuan M2 yaitu 0,0035 g.cm-2.hari-1 dan terendah terdapat pada perlakuan M1 dan M4 yaitu 0,010 g.cm-2.hari-1.

Bobot Umbi (g)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot umbi dapat dilihat pada Lampiran 72-78. Komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam dan kompos jerami berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah umbi per sampel bobot basah umbi per plot, bobot kering umbi per sampel, bobot kering umbi per plot. Bobot basah (BB) umbi per sampel, (BB) umbi per plot, bobot kering (BK) per sampel, (BK) umbi per plot pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot basah (BB) umbi per sampel, (BB) umbi per plot, bobot kering (BK) umbi per sampel, (BK) umbi per plot pada komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami.

Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot basah dan bobot kering umbi per

sampel tertinggi terdapat pada perlakuan M7 yaitu sebesar 23,08 g dan 18,46 g sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M5 yaitu sebesar 14,42

dan 11,54 g. Pada perlakuan M9 didapatkan hasil rataan bobot basah dan bobot kering umbi per plot tertinggi yaitu sebesar 263,16 g dan 210,53 g, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M6 yaitu sebesar 200,36 dan 160,29 g. Pembahasan

Pengaruh komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada 4 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada peubah amatan tinggi tanaman, jumlah daun, laju pertumbuhan

Perlakuan BB umbi per sampel BB umbi per plot BK umbi per sampel BK umbi per plot --- g --- M0 15,50 205,46 12,40 164,37 M1 17,66 224,51 14,13 179,61 M2 15,41 211,50 12,33 169,20 M3 15,87 267,46 12,70 210,24 M4 14,43 222,48 11,54 177,99 M5 14,42 244,05 11,54 195,24 M6 17,19 200,36 13,75 160,29 M7 23,08 243,31 18,46 194,65 M8 21,98 257,88 17,59 206,30 M9 21,23 263,16 16,99 210,53

tanaman, laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih, bobot basah per plot, bobot basah per sampel, bobot kering per plot, bobot kering per sampel.

Pada peubah amatan jumlah anakan, komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami berpengaruh nyata hanya pada 4 MST. Hal ini diduga karena pertumbuhan anakan yang paling tinggi terdapat pada umur 4 MST sedangkan pada umur 5 MST mulai terjadi pembentukan bunga sesuai dengan deskripsi umur berbunga bawang merah varietas Bima (Lampiran 1) sehingga pertumbuhan anakan menurun. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan M9 (Abu Vulkanik 5 ton/ha + Arang sekam 2,5 ton/ha + Kompos Jerami 7,5 ton/ha) yaitu 6,6 anakan. Jumlah anakan terendah terdapat pada perlakuan M5 (Abu Vulkanik 10 ton/ha + Kompos Jerami 7,5 ton/ha) yaitu 4,3 anakan. Komposisi pemberian abu vulkanik, arang sekam padi dan kompos jerami berperan dalam meningkatkan jumlah anakan. Hal ini diduga karena pada perlakuan M9 terdapat komposisi pemberian kompos jerami yang lebih tinggi dibandingkan abu vulkanik dan arang sekam padi. Kompos jerami memiliki kandungan C organik yang tinggi yaitu 13,10 % (Lampiran 7) sehingga dapat menambah kandungan C-organik tanah (Lampiran 5) yang hanya 1,63 %. Hal ini sesuai dengan Harsanti dkk (2012) yang menyatakan penggunaan jerami padi ke dalam tanah sawah dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk anorganik. Kompos jerami dapat membantu proses pelapukan debu vulkanik melalui pelepasan asam –

mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Penelitian Karmina (2009) menyatakan pemberian 1000 g/pot kompos teh dan abu vulkanis 250 g/pot berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah, hal ini dapat dilihat berdasarkan kecenderungan penurunan nilai berat volume tanah, peningkatan kandungan bahan organik tanah sehingga dengan sendirinya terjadi peningkatan pada persentase agregasi tanah. Penelitian Maharani (2011) menyatakan bahwa pemberian abu vulkanik dosis debu 1 kg dengan dosis pupuk NPK 150 gram menghasilkan jumlah tunas lebih tinggi daripada perlakuan dosis debu 2 kg dengan dosis pupuk NPK 50 gram pada buah naga.

Komposisi pemberian abu vulkanik, arang sekam padi dan kompos jerami tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan, bobot basah per plot, bobot basah per sampel, bobot kering per plot, bobot kering per sampel. Hal ini diduga karena komposisi pemberian abu vulkanik, arang sekam padi dan kompos jerami hanya memperbaiki sifat fisik tanah, namun belum dapat meningkatkan ketersediaan hara yang mendukung produksi tanaman, khususnya suplai nitrogen. Kandungan N yang tinggi sangat diperlukan dalam pembentukan umbi bawang karena umbi bawang merupakan hasil modifikasi daun dari tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan Sugiyarto (2012) yang menyatakan bahwa tanaman bawang merah merupakan tanaman yang memiliki umbi lapis yang merupakan modifikasi daun. Seperti tanaman sayuran lainnya, bawang merah memerlukan unsur hara nitrogen yang tinggi. Selain itu faktor utama kematangan kompos juga dapat mempengaruhi ketersediaan hara terutama nitrogen. Berdasarkan Lampiran 6 dan 7 diketahui bahwa nisbah C/N arang sekam

tergolong sangat tinggi yaitu 47,32 sedangkan pada kompos jerami nisbah C/N tergolong sangat rendah yaitu 6,12. Pada nisbah C/N yang tinggi pembebasan N akan terhambat. Hal ini sesuai dengan Damanik (2011) yang menyatakan ciri – ciri kompos yang baik adalah nisbah C/N yang kecil, jika nisbah C/N tinggi misalnya jerami dengan persenyawaan N organic yang rendah. Pada peruraian bahan tersebut tidak terjadi pembebasan amoniak, yang berarti bebasnya N terhambat.

Komposisi pemberian abu vulkanik, arang sekam padi dan kompos jerami tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman. Pada pengamatan terakhir (7 MST) rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan M7 yaitu 25,56 cm dan terendah terdapat pada M4 yaitu 21,81 cm. Ini dikarenakan faktor keasaman tanah yang disebabkan oleh abu vulkanik mempengaruhi ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Sutarya dan Grubben (1995), pH optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang merah berkisar anatara 5,6 – 6,5. Hal inilah yang diduga mempengaruhi keberadaan Fosfor dalam tanah secara tidak langsung. Hal ini sesuai dengan Wild dalam Lubis (2011) yang menyatakan bahwa pH debu vulkanik rendah yaitu 4,3 dengan kriteria sangat masam. Secara tidak langsung keadaan ini akan mempengaruhi keberadaan fosfor dalam tanah. Sementara itu fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah yang besar (hara makro).

MST mengalami penurunan pada perlakuan M0, M2, M3, M6, dan M7. Hal ini diduga karena pada penelitian ini terdapat serangan penyakit yang menyerang daun tanaman bawang merah sehingga perkembangan jumlah daun mengalami penurunan pada 5 MST. Gejala serangan yang ditimbulkan berupa daun yang menguning pada ujung daun hingga mengering hal tersebut dapat mengganggu proses fotosintesis daun.

Dokumen terkait