• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil analisis data secara statistik pada lampiran 9-46 diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman 2 dan 4 minggu setelah tanam (MST), jumlah daun 2 dan 4 MST, umur panen, jumlah baris per tongkol dan produksi pipilan kering per sampel. Varietas belum berbeda nyata terhadap peubah umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot 100 biji. Sedangkan pupuk berpengaruh nyata untuk peubah produksi pipilan kering per sampel. Interaksi Varietas dan Pupuk berpengaruh nyata pada peubah produksi pipilan kering per sampel.

Tinggi Tanaman (cm)

Dari data pengamatan dan hasil sidik ragam pada lampiran 9-16 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 dan 4 MST, sedangkan pupuk dan interaksi belum berbeda nyata.

Rataan tinggi tanaman 2-8 MST dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 di bawah ini, pada 8 MST, diketahui bahwa varietas Bisma lebih tinggi dari varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 3,3 cm. Varietas Bisma yang mempunyai nilai tinggi tanaman tertinggi (198,9 cm) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (158,7 cm) ) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis

1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai tinggi tanaman tertinggi (199,6 cm) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 4,4 g/tanaman (512 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0,4 g/tanaman (44 kg KCl per hektar) dan terendah (129,8 cm) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman . Hal ini berarti pada 8 MST peranan K lebih banyak dibandingkan N dan P. Pemberian N dengan dosis g/tanaman ( kg Urea per hektar) dan K dengan dosis g/tanaman ( kg KCl per hektar) sesuai dosis anjuran memberikan tinggi tanaman tertinggi pada varietas Bisma pada 8 MST.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman 2-8 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Varietas

V1 (Bisma) 35,8a 64,8a 107,6 174,2

V2 (SHS-4) 28,8b 55,6b 101,0 170,9 Pupuk 1 32,8 61,4 95,7 167,6 2 34,7 65,5 121,4 188,0 3 30,8 57,9 102,1 165,2 4 32,2 60,1 110,0 173,4 5 33,3 59,0 97,3 170,1 6 35,9 74,5 120,4 175,5 7 33,0 54,9 91,4 150,0 8 32,1 57,6 99,6 162,8 9 31,1 56,2 100,4 188,3 10 29,5 60,0 107,3 172,3 11 29,7 52,6 99,0 170,3 12 32,1 61,8 109,9 177,3 13 32,7 61,1 102,0 182,3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi belum berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman 6 dan 8 MST. Hal ini

dapat dilihat dari nilai tinggi tanaman Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Jumlah Daun (helai)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 17-24 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun pada 2 MST dan 4 MST. Sedangkan Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun.

Rataan jumlah daun 2-8 MST dapat dilihat pada tabel 3.

jumlah daun lebih banyak dari varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 0,2 helai. Varietas Bisma yang mempunyai nilai rataan jumlah daun tertinggi (15,5 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 5,2 g/tanaman (600 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (14,0 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai jumlah daun tertinggi (15,5 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (14,0 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman.

Tabel 3. Rataan Jumlah Daun 2-8 MST

Perlakuan Jumlah Daun

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Varietas

V1 (Bisma) 2,6a 5,8a 8,3 14,6

V2 (SHS-4) 2,0b 5,3b 7,8 14,4 Pupuk 1 2,0 5,0 7,3 14,0 2 2,3 5,8 8,5 14,8 3 2,3 5,1 7,9 14,5 4 2,3 5,5 8,3 14,6 5 2,5 5,8 7,5 14,3 6 2,5 5,5 9,0 15,0 7 2,0 5,4 7,6 14,0 8 2,3 5,8 7,9 14,5 9 2,5 5,3 8,0 14,5 10 2,6 6,0 8,4 14,5 11 2,3 5,3 8,4 14,5 12 2,4 5,6 8,6 14,5 13 2,5 5,6 8,0 15,3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi belum berbeda nyata pada karakter jumlah daun 6 dan 8 MST. Hal ini dapat dilihat dari nilai jumlah daun Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Jumlah Daun diatas tongkol (helai)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 24 dapat dilihat bahwa varietas dan pupuk belum berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun di atas tongkol.

Dari Tabel 4 di bawah ini dapat dilihat bahwa Bisma mempunyai jumlah daun di atas tongkol yang sama banyak dengan SHS-4. Varietas Bisma yang mempunyai nilai rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi (7 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 dan 4,4 g/tanaman (300 dan 512 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (6 helai) ) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai jumlah daun diatas tongkol tertinggi (7 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (6 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 4. Rataan Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4) 1 6,0 6,0 6,0 2 7,0 6,5 6,8 3 6,5 7,0 6,8 4 7,0 6,3 6,6 5 6,0 6,5 6,3 6 6,5 6,5 6,5 7 6,0 6,0 6,0 8 6,0 7,0 6,5 9 6,5 6,5 6,5 10 6,5 6,5 6,5 11 7,0 6,0 6,5 12 7,0 6,0 6,5 13 7,0 7,5 7,3 Rataan 6,5 6,5 6,5

Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter jumlah daun di atas tongkol. Hal ini dapat dilihat dari nilai jumlah daun di atas tongkol Varietas Bisma dan SHS-4 yang

hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah. Diduga karena faktor pH tidak seragam maka ketersediaan unsur hara, terutama hara makro menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi tidak berbeda nyata karena pengaruh perlakuan menjadi kecil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Keluar bunga Jantan (hari)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 26 dapat dilihat bahwa varietas dan Pupuk serta Interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah umur keluar bunga jantan.

Rataan umur keluar bunga jantan dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa bunga jantan Bisma lebih cepat keluar dari pada bunga jantan SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 1,27 hari.

Varietas Bisma yang paling cepat berbunga (53,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan yang paling lama berbunga (59 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang paling cepat berbunga (54,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K 0 g/tanaman dan yang paling lama berbunga (58,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 5. Rataan Umur Keluar Bunga Jantan (hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4) 1 57,5 56,3 56,9 2 55,5 57,5 56,5 3 55,8 55,8 55,8 4 54,5 56,5 55,5 5 59,0 56,3 57,6 6 54,0 55,0 54,5 7 55,0 54,8 54,9 8 57,5 57,3 57,4 9 55,5 58,5 57,0 10 53,5 56,8 55,1 11 55,8 57,5 56,6 12 56,8 58,0 57,4 13 57,0 56,8 56,9 Rataan 55,9 56,7 56,3

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter umur berbunga jantan. Hal ini dapat dilihat dari nilai umur keluar bunga jantan Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa

sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Keluar Bunga Betina (hari)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 28 dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah umur keluar bunga betina.

Rataan Umur keluar bunga betina dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 di bawah dapat dilihat bahwa bunga betina Bisma dan SHS-4 sama umur keluar bunga betinanya. Varietas Bisma yang paling cepat berbunga (56,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman ( 150 kg

KCl per hektar) dan yang paling lama berbunga (62 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang paling cepat berbunga (56,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 5,2 g/tanaman (600 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman dan yang pang lama berbunga (61,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 6. Rataan Umur Keluar Bunga Betina (hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4) 1 60,5 58,5 59,5 2 58,5 59,5 59,0 3 59,3 58,3 58,8 4 57,5 58,5 58,0 5 62,0 58,3 60,1 6 57,0 56,5 56,8 7 57,5 57,3 57,4 8 60,5 59,3 59,9 9 58,5 61,5 60,0 10 56,8 59,0 57,9 11 59,0 60,5 59,8 12 59,8 60,8 60,3 13 60,0 59,5 59,8 Rataan 58,9 59,0 59,0

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter umur berbunga betina. Hal ini dapat dilihat dari nilai umur keluar bunga betina Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya

matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah. Diduga karena faktor pH tidak seragam maka ketersediaan unsur hara, terutama hara makro menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi tidak berbeda nyata karena pengaruh perlakuan menjadi kecil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Panen

Dari analisis sidik ragam pada lampiran 30 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah umur panen sedangkan Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata.

Rataan umur panen dapat dilihat pada Tabel 7.

Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa Bisma lebih cepat panen dari pada SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 6,04 hari. Varietas Bisma yang paling cepat panen (92,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan yang paling lama panen (98 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman

(150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang paling cepat panen (98,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 5,2 g/tanaman (600 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman dan yang paling lama panen (103,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 7. Rataan Umur Panen (hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4) 1 96,5 100,5 98,5 2 94,5 101,5 98,0 3 95,3 100,3 97,8 4 93,5 100,5 97,0 5 98,0 100,3 99,1 6 93,0 98,5 95,8 7 93,5 99,3 96,4 8 96,5 101,3 98,9 9 94,5 103,5 99,0 10 92,8 101,0 96,9 11 95,0 102,5 98,8 12 95,8 102,8 99,3 13 96,0 101,5 98,8 Rataan 95,0a 101,0b 98,00

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 di atas daat dilihat bahwa varietas Bisma dan SHS-4 mempunyai karakter umur panen yang berbeda nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor genotif dalam pada kedua varietas lebih dominan terhadap faktor lingkungan tumbuhnya atau faktor lingkungan tumbuh seperti cahaya mata hari, suhu udara, curah hujan, kelembaban relatif (RH) dan suhu tanah sesuai untuk perkembangan faktor genotif. Hal ini sesuai pernyataan Allard (2005) yang menyatakan bahwa gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan

berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada.

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Hasil sidik ragam pada lampiran 32 dapat dilihat bahwa Varietas dan Pupuk belum berbeda nyata terhadap peubah laju pengisian biji sedangkan interaksi sudah berbeda nyata.

Rataan laju pengisian biji dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Dari Tabel 8 di bawah dapat dilihat bahwa laju pengisian biji varietas Bisma lebih cepat dari pada varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 0, 36 g/hari. Varietas Bisma dengan laju pengisian biji tertinggi (4,4 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (2,5 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 dengan laju pengisian biji tertinggi (4,1 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (2,3 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 8. Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4) 1 2,8 2,5 2,7 2 3,1 2,4 2,7 3 3,2 2,5 2,9 4 3,9 3,3 3,6 5 2,5 2,3 2,4 6 3,2 2,9 3,1 7 3,0 2,5 2,7 8 4,1 3,7 3,9 9 3,0 3,7 3,4 10 3,1 3,5 3,3 11 4,4 3,2 3,8 12 3,5 4,1 3,8 13 4,4 4,0 4,2 Rataan 3,4 3,1 3,3

Dari Tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter laju pengisian biji. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju pengisian biji Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada

tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah. Diduga karena faktor pH tidak seragam maka ketersediaan unsur hara, terutama hara makro menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi tidak berbeda nyata karena pengaruh perlakuan menjadi kecil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Panjang Tongkol

Hasil sidik ragam pada lampiran 34 dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah panjang tongkol.

Rataan panjang tongkol dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.

Dari Tabel 9 di bawah dapat dilihat bahwa rataan panjang tongkol varietas Bisma lebih tinggi dari varietas SHS-4 dengan selisih 0,57 cm. Varietas Bisma dengan panjang tongkol tertinggi (18,8 cm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (14,3 cm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar. Varietas SHS-4 dengan tongkol terpanjang (18,0 cm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg

KCl per hektar) dan terendah terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/ dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar.

Tabel 9. Rataan Panjang Tongkol (cm).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4) 1 15,8 15,3 15,5 2 14,5 14,7 13,6 3 18,0 14,6 15,8 4 17,5 14,8 16,1 5 14,3 14,5 16,1 6 15,4 15,7 15,5 7 15,8 14,6 15,2 8 16,2 16,8 16,5 9 15,9 15,9 15,9 10 14,6 16,9 15,2 11 17,3 15,7 16,5 12 18,8 18,0 16,8 13 16,5 16,5 16,5 Rataan 16,1 15,5 15,8

Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter panjang tongkol. Hal ini dapat dilihat dari nilai panjang tongkol Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam

kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Diameter Tongkol

Hasil sidik ragam pada lampiran 36 dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah diameter tongkol.

Rataan diameter tongkol dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Dari Tabel 10 di bawah dapat dilihat bahwa rataan diameter tongkol varietas Bisma lebih rendah dari varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 0,4 mm. Varietas Bisma dengan diameter tongkol tertinggi (46,4 mm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar dan terendah (38,3 mm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar. Varietas SHS-4 dengan diameter tertinggi (48,4 mm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3

g/tanaman (150 kg KCl per hektar dan terendah (35,0 mm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman

Dokumen terkait