• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Perekonomian Negara Indonesia

Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden yang dipilih langsung. Indonesia menduduki peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia. Berikut tabel jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2002-2011.

26

Tabel 6 Populasi penduduk Indonesia tahun 2002-2011

Tahun Rincian

Total populasi (jiwa) Pertumbuhan populasi (%)

2002 219 026 365 1.29 (dari tahun sebelumnya)

2003 221 839 235 1.27 2004 224 606 531 1.23 2005 227 303 175 1.19 2006 229 918 547 1.14 2007 232 461 746 1.10 2008 234 951 154 1.06 2009 237 414 495 1.04 2010 239 870 937 1.02 2011 242 325 638 1.01

Sumber: Worldbank (diolah) (2013).

Setiap tahunnya penduduk Indonesia terus bertambah lebih kurang sekitar satu persen dari total jumlah penduduk tahun sebelumnya. Pertumbuhan populasi terbesar dialami pada tahun 2001 ke tahun 2002 sebesar 1.29%. Pada tahun-tahun selanjutnya pemerintah Indonesia berhasil menekan angka kelahiran hingga kenaikan pada tahun 2010 ke tahun 2011 hanya sebesar 1.01%, yaitu dengan angka 242 325 638 jiwa. Jumlah populasi yang terus meningkat membuat Indonesia memiliki sumberdaya manusia yang memadai sehingga aktivitas perekonomian menjadi tinggi khususnya sektor perdagangan. Sektor perdagangan di Indonesia menjadi salah satu sektor andalan dalam menyumbang produk domestik bruto setiap tahunnya. Perdagangan yang dimaksud berupa kegiatan ekspor dan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kerjasama dengan negara lain. Kegiatan ekspor dan impor dapat digambarkan melalui tabel berikut.

Tabel 7 Nilai ekspor dan impor Indonesia tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 31 384 041.767 63 836 391.190 2003 53 743 301.628 80 719 459.777 2004 64 065 086.416 94 767 182.524 2005 75 851 710.942 106 585 396.825 2006 82 698 523.401 124 882 781.565 2007 97 507 065.350 142 041 852.991 2008 122 950 837.329 168 180 359.701 2009 98 814 733.117 136 472 537.917 2010 137 032 479.990 177 170 146.290 2011 174 941 342.347 220 671 259.926

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio nilai ekspor lebih sedikit daripada nilai impor. Meskipun nilai ekspor terus meningkat setiap tahunnya, namun pada tahun 2009 sempat mengalami penurunan yang cukup drastis hingga mencapai 98 814733117 US$, sedangkan nilai impor terus meningkat bahkan meningkat empat kali lipat dari tahun 2002.

Selain itu, Indonesia disebut juga negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang pantai mencapai 104 000 km (Bakosurtanal 2006, dikutip dari RENSTRA KKP 2010-2014) dengan luas wilayah laut mencapai 284 210.9 km2 laut teritorial,

27 2 981 211 km2 ZEEI, dan 279 322 km2 laut 12 mil. Kekayaan ini membuat Indonesia kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Kelautan dan perikanan dalam pembangunan ekonomi Indonesia saat ini mendapatkan perhatian yang serius. Dengan ekonomi berbasis pasar dimana pemerintah memiliki peranan yang penting, perlu diperhatikan stabilitas perdagangan karena bisa berdampak pada volume impor. Berikut ini data volume dan nilai impor hasil perikanan menurut komoditas utama tahun 2002-2011.

Tabel 8 Volume dan nilai impor perikanan di Indonesia tahun 2002-2011

Tahun Rincian

Volume impor (Ton) Nilai impor (1.000 US$)

2002 124 010 92 312 2003 107 768 90 808 2004 157 616 165 557 2005 151 086 127 256 2006 184 240 165 720 2007 145 227 142 750 2008 280 179 267 659 2009 331 893 300 261 2010 369 282 391 815 2011 431 871 488 351

Sumber: Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, Kementerian Kelautan dan Perikanan (diolah) (2012).

Terlihat dari data pada tabel, tahun 2002 sampai tahun 2007 volume impor masih terus berfluktuatif, namun pada tahun 2008 sampai tahun 2011 volume impor terus meningkat. Ketidakstabilan ini memperburuk citra perikanan Indonesia di mata dunia karena seharusnya volume impor menurun.

Argentina

Argentina merupakan bagian dari negara Amerika Latin yang terletak di bagian selatan benua Amerika. Argentina kaya dengan sumberdaya alam, tingkat melek huruf tinggi, sektor pertanian yang dimiliki maju, serta industri begitu beragam. Pada tahun 1980-an, hutang luar negeri di negara ini meningkat, inflasi bahkan bisa mencapai 200% dalam waktu satu bulan. Namun, pada tahun 2003 pendapatan Argentina tumbuh hingga 8% per tahunnya. Sejak itulah perekonomian mulai membaik, dan pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi mencapai 9.2% selama kurun waktu terakhir dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009.

Pendapatan dari ekspor Argentina juga mengalami kenaikan pada tahun 2010. Produk sektor industri Argentina mengalami kenaikan sebesar 8.8% dan angka pengangguran mencapai 7.3%. Inflasi juga mengalami peningkatan cukup tinggi yaitu 25% sehingga pada akhirnya pemerintah Argentina menetapkan regulasi non automatic import license untuk menghambat impor Argentina. Berikut ini neraca perdagangan Indonesia-Argentina selama tahun 2005-2009.

28

Tabel 9 Neraca perdagangan Indonesia-Argentina (juta US$)

Tahun Ekspor ke Argentina Impor ke Argentina Balance Volume % 2005 144.38 392.44 -248.06 536.82 2006 185.33 325.26 -139.93 510.59 -4.89 2007 214.20 422.81 -208.61 637.01 24,.76 2008 239.10 514.69 -275.59 753.79 18.33 2009 145.59 909.56 -763.97 1055.15 39.98

Sumber: Centre for International Economy (Departemen Luar Negeri) (2013).

Neraca di atas menunjukkan bahwa surplus masih dipegang oleh Argentina dengan dominasi ekspor dari Argentina ke Indonesia. Pada tahun 2009, volume perdagangan meningkat 39.98% dari 2009 untuk hubungan bilateral antara Indonesia dengan Argentina. Neraca perdagangan tersebut menggambarkan bahwa Argentina memiliki trend perdagangan yang baik. Hal ini didukung dengan disajikannya tabel kondisi volume ekspor serta impor selama sepuluh tahun yaitu 2002-2011 berikut.

Tabel 10 Nilai ekspor dan impor Argentina tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 7 546 213.795 26 721 423.631 2003 12 813 128.459 31 366 341.784 2004 19 716 624.654 37 069 016.744 2005 25 515 010.179 42 879 897.837 2006 31 108 604.657 47 849 640.870 2007 40 378 374.058 59 685 093.689 2008 49 747 537.585 77 075 699.809 2009 35 839 387.004 57 331 666.736 2010 52 530 238.615 67 525 781.720 2011 66 647 179.732 79 080 041.911

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

Argentina memiliki nilai ekspor yang lebih sedikit dibanding nilai impor. Nilai ekspor dan impor mengalami penurunan pada tahun 2009, masing-masing dengan nilai 35 839 387 004 US$ dan 57 331 666 736 US$.

China

China adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia dan juga negara terbesar di Asia Timur. Maju mundurnya ekonomi negara ini menjadi pemicu optimisme atau pesimisme pelaku pasar atas perekonomian dunia. Indonesia telah mengadakan hubungan bilateral dengan China sejak 13 April 1950. Volume perdagangan bilateral meningkat sangat cepat dari US$ 1.18 Milyar pada tahun 1990 dan US$ 7.46 Milyar pada tahun 2000. Peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia-China juga dirasakan semenjak adanya Free Trade Asean-China. Agar dapat memperlebar jalur kerjasamanya, Indonesia membuka Forum Perdagangan, Investasi, dan Pariwisata di Beijing, China pada tanggal 18 Mei 2012. Berikut tabel 11 mengenai jumlah penduduk China selama tahun 2002-2011 disajikan.

29 Tabel 11 Populasi penduduk China tahun 2002-2011

Tahun Rincian

Total populasi (jiwa) Pertumbuhan populasi (%)

2002 1 280 400 000 0.66 (dari tahun sebelumnya)

2003 1 288 400 000 0.62 2004 1 296 075 000 0.59 2005 1 303 720 000 0.58 2006 1 311 020 000 0.55 2007 1 317 885 000 0.52 2008 1 324 655 000 0.51 2009 1 331 260 000 0.49 2010 1 337 705 000 0.48 2011 1 344 130 000 0.47

Sumber: Worldbank (diolah) (2013).

Populasi penduduk China yang begitu padat ini membuat China memiliki sumberdaya manusia yang memadai sehingga aktivitas perdagangan menjadi sangat baik. China mampu memproduksi berbagai jenis barang baik untuk kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Hal ini tentu membuat trend perdagangan China terus meningkat, tabel 12 menggambarkan volume ekspor dan impor China tahun 2002-2011.

Tabel 12 Nilai ekspor dan impor China tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 259 883 299.189 498 991 081.486 2003 363 177 996.511 632 488 008.535 2004 470 844 359.742 8 375 401 472.428 2005 564 590 898.180 1 046 624 399.323 2006 680 764 609.906 1 278 857 228.692 2007 794 028 092.010 1 542 511 226.075 2008 900 207 900.521 1 759 341 079.459 2009 848 938 986.653 1 497 689 947.126 2010 1 147 650 117.192 1 914 042 417.885 2011 1 382 455 492.831 2 174 305 376.020

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

Nilai ekspor dan impor China lebih besar dibanding dengan negara lainnya yang telah dibahas. Nilai ekspor pada tahun 2002 sebesar 259 883 299 189 US$ dan meningkat hampir lima kali lipat pada sepuluh tahun berikutnya yaitu tahun 2011 sebesar 1 382 455 492 831 US$. Nilai impor pada tahun 2002 sebesar 498 991 081 486 dan meningkat empat kali lipat menjadi 2 174 305 376 020 US$ pada tahun 2011.

Korea Republic

Korea Republic merupakan negara berbentuk republik dengan ibu kota Seoul. Negara ini memiliki jumlah penduduk pada tahun 2002 sebanyak 47 622 000 jiwa, dan pada tahun 2011 sebanyak 49 779 000 jiwa, meningkat sebesar 4.33% selama sepuluh tahun terakhir. Komoditas ekspor utama negara ini diantaranya semi konduktor, peralatan komunikasi nirkabel, kendaraan bermotor, komputer, besi, kapal, petrokimia, kapal laut, tekstil, pakaian jadi, dan hasil laut. Komoditas impor utama negara ini ialah minyak dan gas bumi, barang dan

30

perlengkapan elektronik, minyak, baja, dan perlengkapan transportasi. Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Korea Republic mengalami perkembangan dan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun di berbagai bidang. Berikut tabel 13 mengenai volume ekspor Korea Republik disajikan.

Tabel 13 Nilai ekspor dan impor Korea Republic tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 124 644 549.590 165 115 848.249 2003 152 402 811.399 201 037 884.577 2004 180 425 328.595 262 750 420.752 2005 217 701 256.433 298 243 525.577 2006 260 113 608.978 348 581 848.387 2007 277 382 829.513 385 399 948.644 2008 328 589 610.287 424 235 808.911 2009 260 298 915.895 353 233 318.604 2010 336 270 946.667 454 735 838.518 2011 408 846 360.630 534 626 839.822

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

Nilai ekspor dan impor Korea Republic juga selalu mengalami peningkatan, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Nilai ekspor dan impor negara ini tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa negara ini memiliki neraca perdagangan yang seimbang.

Malaysia

Malaysia merupakan negara dengan ekonomi terbesar ketiga di Asia Tenggara dan kedua puluh sembilan di dunia berdasarakan PDB. Pada tahun 2009, negara ini mengalami krisis ekonomi akibat adanya krisis keuangan global. Hal ini menyebabkan ekspor dan output sektor perindustrian memburuk serta investasi menurun, nilai ekspor mengalami penyusutan sebesar 13.4% sehingga membuat pemerintah Malaysia menerbitkan dua paket stimulus ekonomi untuk meredam pengaruh kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Berikut tabel volume dan nilai ekspor selama tahun 2002 sampai tahun 2011.

Tabel 14 Nilai ekspor dan impor Malaysia tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 76 390 208.511 114 687 840.961 2003 85 113 673.216 132 072 542.059 2004 97 681 132.235 156 925 145.144 2005 106 890 331.090 174 232 437.804 2006 125 480 588.561 198 415 632.515 2007 140 887 449.792 220 909 456.631 2008 157 403 469198 246 610 806.456 2009 128 274 647.928 196 864 982.360 2010 168 987 938.434 259 846 892.427 2011 192 947 328.908 294 321 261.652

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

Sama seperti negara-negara lainnya, nilai ekspor dan impor Malaysia pada tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Selisih antara nilai

31 ekspor dan impor yang dimiliki negara ini cukup jauh. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah Malaysia untuk memperhatikan kuota impor yang masuk.

Total perdagangan bilateral Indonesia-Malaysia tahun 2008 mencapai nilai US$ 14.03 Milyar, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 sebesar US$ 11.5 Milyar. Trend nilai perdagangan tahun 2003-2008 mencapai + 17.88%.

United States

United States merupakan sebuah negara Republik Konstitusional Federal dengan perekonomian termaju di dunia. Negara ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis campuran. Populasi penduduk di negara ini setiap tahunnya meningkat dengan sumberdaya alam yang dimiliki melimpah serta infrastruktur yang dikembangkan sangat baik, produktivitas juga tinggi. United States menempati posisi pertama sebagai importir barang terbesar di dunia, dan eksportir barang terbesar kedua di dunia. Di bawah ini disajikan tabel 15 yang menunjukkan volume ekspor dan impor United States.

Tabel 15 Nilai ekspor dan impor United States tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 1 102 536 035.659 717 934 880.017 2003 1 188 683 392.912 748 518 704.168 2004 1 361 777 031.781 841 886 215.137 2005 1 547 692 152.227 914 936 266.616 2006 1 753 966 308.184 1 030 048 016.488 2007 1 813 924 385.520 1 149 021 697.911 2008 1 890 304 494.543 1 293 705 931.522 2009 1 407 707 147.058 1 030 923 368.411 2010 1 729 657 460.557 1 222 086 119.135 2011 1 956 018 372.151 1 931 984 825.029

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

United States memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi dibanding dengan nilai impornya pada tahun 2002, namun pada tahun 2011 nilai impor hampir menyalip nilai ekspor. Hal ini disebabkan oleh adanya krisis ekonomi yang dialami oleh United States dan krisis ekonomi global pada tahun 2008.

Uruguay

Uruguay adalah negara kedua terkecil di Amerika Selatan yang memiliki kondisi ekonomi dan politik yang stabil. Negara ini berbatasan dengan laut atlantik bagian selatan, antara Argentina dan Brasil.

Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi mencapai 8.9% dan pada tahun 2009 inflasi mencapai 7.5%. Produk ekspor utama dari negara ini diantaranya daging, beras, kulit, wool, ikan, dan produk-produk susu, sedangkan produk impor utama ialah minyak, gas, mesin, bahan kimia, kendaraan, kertas, dan plastik. Berikut ini disajikan tabel mengenai volume ekspor dan impor Uruguay tahun 2002-2011.

32

Tabel 16 Nilai ekspor dan impor Uruguay tahun 2002-2011 (1000 US$)

Tahun Nilai ekspor Nilai impor

2002 2 326 935.939 2 206 435.856 2003 2 736 111.421 2 639 723.836 2004 3 753 376.878 3 371 094.475 2005 4 214 209.704 4 365 435.121 2006 5 249 648.041 4 493 770.156 2007 6 078 265.450 5 359 486.207 2008 8 869 291.715 6 889 100.724 2009 7 166 827.648 6 360 520.495 2010 8 947 295.783 8 048 506.908 2011 11 501 900.240 9 078 225.068

Sumber: UNComtrade (diolah) (2013).

Nilai ekspor Uruguay lebih besar dibandingkan dengan nilai impornya. Pada tahun 2002 nilai ekspor hanya berbeda tipis dengan nilai impor, dan nilai ekspor pada tahun 20011 berhasil ditingkatkan. Hal ini berarti pemerintah Uruguay berhasil menekan tingkat impor yang masuk dan mendongkrak nilai ekspor untuk lebih ditingkatkan lagi. Hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Uruguay belum didasarkan pada suatu persetujuan perdagangan. Berikut ini disajikan neraca perdagangan antara Indonesia dan Uruguay.

Tabel 17 Neraca Perdagangan Indonesia-Uruguay (US$)

Tahun Ekspor Impor Neraca Volume

2004 3996000 2170200 + 1825900 6166200 2005 4786100 1266670 + 3519430 6052770 2006 4732500 1468600 + 3263800 6201100 2007 7256000 1135400 + 6120600 8391400 2008 11644300 6730200 + 4914200 18374500 2009 12449900 5080800 + 7369 100 17530700

Sumber: Centre for International Economy (Departemen Luar Negeri) (2013).

Neraca perdagangan di atas menjelaskan bahwa indonesia memiliki trend perdagangan yang positif dengan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Uruguay.

Kondisi Daya Saing

RCA merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar daya saing yang dimiliki oleh suatu negara terhadap komoditi tertentu. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa RCA dapat menjadi sebuah tolak ukur daya saing untuk membandingkan keunggulan komparatif beberapa negara, dan Porter’s Diamond yang dapat mengidentifikasi keunggulan kompetitif setiap negara. RCA memiliki indikator untuk mengukur daya saing, yaitu jika nilai RCA > 1 maka suatu negara memiliki keunggulan komparatif pada suatu komoditas, sedangkan jika nilai RCA < 1 maka suatu negara tidak memiliki daya saing terhadap suatu komoditas. Jika suatu negara memiliki keunggulan komparatif, maka orientasi yang harus difokuskan adalah orientasi ekspor. Berikut ini disajikan tabel data hasil pengolahan RCA negara Argentina, China, Indonesia, Korea Republic,

33 Malaysia, United States, dan Uruguay selama tahun 2002-2011 untuk komoditas cumi-cumi dan sotong olahan.

Tabel 18 Hasil pengolahan RCA Tahun

Negara

Argentina China Indonesia Korea

Republic Malaysia United States Uruguay 2002 0.0096 1.9147 0.2973 1.7888 1.7849 0.3401 8.1312 2003 0.0511 1.7753 0.6551 2.0684 2.1616 0.2093 4.8963 2004 0.0487 1.9229 0.7502 2.3268 2.5104 0.2560 3.2340 2005 0.1378 1.6031 0.9173 1.9648 2.3254 0.3523 5.6214 2006 0.0171 1.5494 1.2108 0.8944 3.0510 0.4191 4.0475 2007 0.0083 1.1221 1.7332 2.1157 3.2015 0.4072 4.4367 2008 0.0084 1.1878 1.7574 2.1447 2.6880 0.4504 0.9419 2009 0.0147 2.3341 1.6742 1.6636 1.3851 0.6896 0.1514 2010 0.0049 2.6485 1.5071 1.1998 1.0786 0.6687 0 2011 0.0085 2.7959 1.8811 1.5863 1.2045 0.6914 0 RATA-RATA 0.0309 1.8854 1.2384 1.7753 2.1391 0.4484 3.1460

Dapat dilihat dari tabel data hasil pengolahan RCA di atas, selama sepuluh tahun terakhir Argentina dan United States memiliki nilai rata-rata RCA < 1, yaitu 0.0309 dan 0.4484. Hal ini berarti Argentina dan United States tidak memiliki daya saing ekspor pada komoditas cumi-cumi dan sotong. Negara China, Indonesia, Korea Republic, Malaysia, dan Uruguay memiliki nilai rata-rata RCA > 1, yaitu masing-masing 1.8854, 1.2384, 1.7753, 2.1391, dan 3.1460. Uruguay merupakan negara yang memiliki daya saing tertinggi dibanding keenam negara lainnya, disusul dengan Malaysia, China, Korea Republic, dan Indonesia.

Tahun 2002 sampai 2005 Indonesia memiliki RCA < 1, disarankan untuk tidak berorientasi ekspor dan mewaspadai pembukaan jalur impor. Pada tahun 2006 sampai 2011 Indonesia memiliki RCA > 1, orientasi yang harus ditegakkan oleh Indonesia adalah ekspor. Indonesia memiliki nilai RCA yang semakin meningkat selama 10 tahun dengan rentang nilai 0.2973-1.8811, sehingga rata-rata RCA > 1 untuk komoditas cumi-cumi dan sotong. Hal ini berarti seharusnya Indonesia memiliki volume ekspor yang tinggi terhadap cumi-cumi dan sotong olahan, serta tidak adanya impor terhadap komoditas ini.

Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia yang seyogyanya memiliki peluang dalam meningkatkan ekspor perikanan melalui komoditas cumi-cumi dan sotong olahan justru masih juga mengimpor komoditas tersebut. Perlu ditelusuri lebih dalam lagi agar dapat diketahui apa saja yang menyebabkan Indonesia tidak bisa membuktikan kekuatan daya saingnya itu. Kemungkinan besar yang menjadi faktor utama adalah teknologi. Teknologi yang dimiliki oleh sektor perikanan Indonesia masih minim. Kemampuan untuk membawa hasil perikanan segar untuk di ekspor ke banyak negara belum terpenuhi, contohnya kapal. Indonesia masih belum memiliki banyak kapal dengan fasilitas canggih seperti negara-negara lain. Fasilitas yang dimaksud berupa alat yang dapat mempertahankan kesegaran ikan bagi hasil ikan segar, dan alat pengolahan ikan dalam kapal untuk mengolah ikan sesuai dengan permintaan pasar luar negeri selama kapal dalam perjalanan menuju negara tujuan. Selain itu, masih banyak faktor yang

34

menyebabkan daya saing perikanan Indonesia khususnya komoditas cumi-cumi dan sotong olahan pada kenyataannya tidak sesuai dengan perhitungan RCA.

Berbeda dengan Indonesia yang memiliki RCA > 1 namun justru masih saja mengimpor, Argentina dan United States dengan RCA < 1 dapat membuktikan bahwa tidak selamanya pengukuran daya saing melalui RCA mencerminkan kekuatan daya saing suatu komoditas di suatu negara. Jika adanya usaha dari segi perbaikan dan peningkatan kualitas serta kuantitas yang dimiliki oleh suatu negara, maka negara tersebut masih bisa bersaing di komoditas yang dinilai lemah RCA-nya.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Cumi-Cumi dan Sotong Olahan

Faktor-faktor yang memengaruhi impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia periode tahun 2002-2011 dijelaskan dengan menggunakan Gravity Model. Model ini memiliki beberapa tahap pengujian. Pertama, membuat ketiga pendekatan dalam data panel, yaitu PLS, LSDV, dan REM. Pendekatan yang dapat dihasilkan dari variabel-variabel independen dan dependen yaitu PLS dan LSDV. Selanjutnya, pemilihan model melalui Uji Chow, Uji Haussman, dan Uji LM. Uji yang dilakukan hanyalah Uji Chow, hal ini disebabkan oleh pendekatan REM yang tidak dapat dilakukan karena number of cross section > number of coefficient. Hasil yang diperoleh melalui Uji Chow adalah nilai-p (0.000) < alpha 5%, maka tolak H0 yang artinya model yang terbaik yakni LSDV.

Berdasarkan hasil uji analisis dengan LSDV dapat dipahami bahwa nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan memiliki R-squared sebesar 0.931400 hal ini berarti 93.14% variabel dalam persamaan dapat menjelaskan nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan, sisanya sebesar 6.86% dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan. Taraf nyata sebesar 10% yang dipakai untuk menganalisis variabel-variabel tersebut.

Tabel 19 Hasil estimasi parameter faktor-faktor yang memengaruhi impor cumi- cumi dan sotong olahan Indonesia periode tahun 2002-2011

Variable Coefficient Prob.

GDP -235.5229 0 0000 GDPI 2941.593 0 0000 LNVKON 224575.9 0 0097 JREK -674.6335 0 0000 OXRATE -78.09965 0 0787 TFA -292.5510 0 9327 C -2576706 0 0305 R-squared 0 931400 R-squared adjusted 0 915679 Prob(F-statistic) 0 000000 Durbin-Watson stat 2 200546

Sum squared resid weighted 52.37930

Sum squared resid unweighted 7.80E+12

Setelah terpilihnya LSDV sebagai model terbaik, dilakukan uji asumsi klasik untuk meyakinkan model. Uji asumsi klasik terdiri dari uji kenormalan, uji homoskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas. Pada uji kenormalan,

35 nilai-p(0.968113) > alpha 5% maka artinya model sudah memenuhi asumsi kenormalan. Selanjutnya uji homoskedastisitas, nilai sum square resid weighted (52.37930) < sum square resid unweighted(7.80E+12) maka artinya terindikasi adanya heteroskedastisitas di dalam model, namun dapat diabaikan karena model telah diberikan pembobotan dengan menggunakan metode panel EGLS (cross section SUR). Pada langkah berikutnya uji autokorelasi, nilai Durbin Watson sebesar 2.200546, mendekati 2 maka artinya di dalam model tidak ada autokorelasi. Pengujian terakhir yaitu uji multikolinearitas, tidak terdapat nilai korelasi parsial antar peubah X yang lebih besar dari nilai R-squared model (0,931400), maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.

Variabel GDP keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia secara signifikan memengaruhi nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia. Nilai koefisien variabel GDP keenam negara pengekspor tersebut sebesar -235.5229. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan sebesar 1 US$ terhadap GDP keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia, maka akan terjadi penurunan terhadap nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia sebesar 235.5229 US$. Penurunan ini disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan domestik dari masyarakat keenam negara pengekspor tersebut untuk mengkonsumsi komoditas cumi-cumi dan sotong olahan, dengan asumsi bahwa cumi-cumi dan sotong olahan merupakan barang normal yang dikonsumsi oleh seluruh masyarakatnya.

Variabel GDP Indonesia berpengaruh secara signifikan dengan prob (0,0000) < alpha 10% terhadap nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia. Nilai koefisien yang dimiliki yakni 2941.593, artinya apabila GDP Indonesia meningkat sebesar 1 US$, maka nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia meningkat sebesar 2941.593 US$. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu GDP Indonesia berpengaruh positif terhadap nilai impor cumi-cumi dan sotong di Indonesia. . Hal ini diperkuat dengan literatur terkait dari An Economic Analysis of Thailand’s Chepalopod Export Market yang ditulis oleh Ratana Sungsitthisawad pada tahun 1986. Literatur An Economic Analysis of Thailand’s Chepalopod Export Market merupakan penelitian yang dilakukan untuk melihat pasar hewan Chepalopoda yang dimiliki Thailand untuk diekspor ke Jepang selama periode tahun 1975-1983. Hasil yang diperoleh ialah GDP Jepang sebagai negara pengimpor hewan Chepalopoda dari Thailand memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume dan nilai impor Chepalopoda di Jepang.

Variabel volume konsumsi domestik cumi-cumi dan sotong olahan Indonesia memiliki koefisien sebesar 224575.9, artinya jika volume konsumsi domestik cumi-cumi dan sotong olahan Indonesia meningkat sebesar 1%, maka nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia akan meningkat pula sebesar 224575.9 US$. Volume dan nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan meningkat disebabkan oleh volume produksi domestik cumi-cumi dan sotong olahan yang tidak dapat memenuhi tingginya konsumsi domestik.

Variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia berpengaruh cukup signifikan terhadap nilai impor cumicumi dan sotong olahan di Indonesia. Nilai koefisien sebesar -674.6335, artinya jika jarak antara negara Indonesia ke keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia semakin jauh, maka nilai

36

impor cumi-cumi dan sotong di Indonesia menurun sebesar 674.6335 US$. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis yang dibuat.

Variabel nilai tukar keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia (Argentina, China, Korea Republic, Malaysia, United States, dan Uruguay) terhadap Rupiah memengaruhi nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia karena variabel ini memilikiprob (0.0787) < alpha 10%, namun koefisien ini tidak sesuai dengan hipotesis yaitu -78.09965 yang berarti nilai tukar memengaruhi nilai impor cumi-cumi dan sotong olahan secara negatif namun tidak signifikan. Adapun penyebab kurang signifikannya hasil estimasi karena share yang diberikan oleh nilai tukar keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia hanya sedikit, sehingga pengaruh yang diberikan pun tidak terlalu berarti.

Variabel interaksi antara tarif dengan dummy keenam negara pengekspor cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap volume impor cumi-cumi dan sotong olahan di Indonesia. Nilai koefisien variabel TFA ini sebesar -292.5510 dengan prob (0.9327) < alpha 10%. Variabel ini tidak sesuai dengan hipotesis dan tidak signifikan, diduga karena Indonesia masih belum mampu dalam memenuhi jumlah permintaan sehingga impor harus dilakukan. Hal ini diperkuat dengan literatur terkait dari Japan’s Squid Market

yang ditulis oleh Sunee C. Sonu pada tahun 1993. Japan’s Squid Market

merupakan penelitian yang dilakukan untuk melihat pasar cumi-cumi di Jepang yang sejak tahun 1992 selalu memiliki angka impor yang tinggi. Hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi tingginya impor cumi-cumi di Jepang ialah tidak adanya tarif dan kuota yang diberlakukan oleh Pemerintah Jepang.

Penelitian ini menunjukkan bahwa empat dari enam variabel yang diuji menghasilkan estimasi yang sesuai dengan hipotesis, yakni GDP keenam negara pengekspor terbesar cumi-cumi dan sotong olahan ke Indonesia, GDP indonesia,

Dokumen terkait