• Tidak ada hasil yang ditemukan

i in i in i Penjelasan:

NK : persentase nilai kerapatan p : jumlah pixel p utih

in i : lebar kotak penarikan contoh ke-i

in i : tinggi kotak penarikan contoh ke-i k : jumlah kotak penarikan contoh i = 1, 2, 3,

Evaluasi Sistem

Evaluasi sistem dilakukan dalam lingkungan pengembangan aplikasi menggunakan website, perangkat mobile android, dan desktop. Website untuk sistem ini sebelumnya telah dikembangkan oleh Ardiansyah (2013). Website ini memiliki fungsi untuk menghitung kerapatan untuk 1 pohon dengan maksimum citra yang dapat dihitung sebanyak 10 citra. Namun, untuk penelitian ini, ditambahkan fungsi web services yang dapat menyambungkan antara platform mobile dan website tersebut dengan bahasa pemrograman PHP.

Pada platform mobile, bahasa pemrograman yang digunakan adalah Java Android dengan library tambahan OpenCV untuk android. Fungsi yang dikembangkan antara lain menghitung estimasi jumlah hama, fungsi untuk mengupload beberapa citra untuk dihitung di server, dan menampilkan hasilnya pada layar perangkat mobile tersebut.

Pada platform desktop, bahasa pemrograman yang digunakan adalah C++ dengan library tambahan OpenCV. Fungsi yang akan dikembangkan adalah fungsi untuk menghitung kerapatan hama dan fungsi untuk menghitung estimasi jumlah hama. Aplikasi ini digunakan untuk keperluan evaluasi hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Perataan Cahaya Dengan Morfologi Opening

Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan teknik morfologi Opening. Morfologi opening digunakan untuk mendeteksi bagian-bagian citra yang memiliki nilai piksel yang tinggi dengan luasan lebih dari luas structuring element berdiameter 20. Penentuan diameter ini didasari oleh ukuran hama yang kecil. Jika

19 diameter diberi nilai rendah, maka hama akan terdeteksi sebagai bagian nilai piksel tinggi. Jika diameter structuring element diberi nilai cukup tinggi, maka hama tidak akan terdeteksi sebagai bagian nilai piksel tinggi dan bagian-bagian umum yang lain, seperti daun yang tidak tertutup hama dan background akan terdeteksi sebagai bagian yang nilai pikselnya tinggi, sehingga untuk proses selanjutnya bagian yang memiliki nilai piksel tinggi dapat dihilangkan. Gambar 18 memperlihatkan hasil citra median setelah diterapkan morfologi opening.

Setelah melalui proses morfologi, selanjutnya citra median dikurangi dengan citra hasil morfologi. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan bagian citra yang memiliki nilai piksel tinggi. Gambar 19 menunjukkan hasil citra setelah proses pengurangan.

Peningkatan Kontras dengan Menggunakan Metode Segitiga

Tahap peningkatan kontras menggunakan teknik adjustment. Namun, sebelum diterapkan teknik tersebut, dilakukan beberapa proses terlebih dahulu. Pertama, proses perhitungan threshold optimal dengan menggunakan metode segitiga diterapkan pada citra hasil perataan cahaya. Setelah didapatkan threshold, proses perhitungan jumlah piksel dilakukan dengan memanfaatkan threshold tersebut sebagai batas pengukuran. Jumlah piksel didapatkan dengan menghitung jumlah semua piksel yang memiliki nilai piksel lebih dari threshold. Nilai ini digunakan sebagai tolak ukur apakah citra masuk ke dalam kondisi 1, 2 atau 3.

Gambar 18 Citra hasil proses morfologi opening

Gambar 19 Citra setelah proses pengurangan

20

Setelah dilakukan beberapa proses tersebut, dapat ditentukan nilai dari parameter low, high, bottom, dan top untuk proses adjustment. Untuk kondisi 1, parameter low sebesar 0.35, high sebesar 0.45, bottom sebesar 0.20, dan top sebesar 1.00. Untuk kondisi 2, parameter low sebesar 0.30, high sebesar 0.40, bottom sebesar 0.20, dan top sebesar 1.00. Untuk kondisi 3, parameter low sebesar 0.25, high sebesar 0.35, bottom sebesar 0.20, dan top sebesar 1.00. Untuk masing-masing kondisi, hasil dari proses ini ditunjukkan pada Gambar 20.

a) Kondisi 1 b) Kondisi 2 c) Kondisi 3 Gambar 20 Hasil dari proses peningkatan kontras

Segmentasi Dengan Menggunakan Metode Segitiga

Pada tahap segmentasi, yang dilakukan adalah mengubah citra grayscale menjadi citra biner. Untuk menghasilkan citra biner tersebut, digunakan teknik thresholding, yaitu membagi citra menjadi dua bagian 1 dan 0. Citra bernilai 1 adalah objek citra yang diinginkan (hama kutu kebul). Sedangkan nilai 0 untuk objek lainnya seperti daun atau latar belakang. Pembagian ini menggunakan nilai threshold. Nilai threshold ditentukan berdasarkan sebaran nilai grayscale pada citra yang merepresentasikan objek hama kutu kebul. Nilai threshold diperoleh berdasarkan bentuk histogram dari citra tersebut dengan menggunakan metode segitiga. Sehingga nilai threshold akan dinamis bergantung sebaran nilai grayscale pada citra. Gambar 21 menunjukkan hasil dari proses ini.

Perhitungan nilai kerapatan hama

Perhitungan nilai kerapatan hama dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain penentuan ukuran dan jumlah kotak yang digunakan untuk penarikan contoh, penentuan area penarikan contoh, dan perhitungan kerapatan. Ukuran kotak yang digunakan minimal 195 x 130 piksel dan maksimal 270 x 180 piksel. Penentuan ukuran kotak dengan selang ini bertujuan agar area kutu yang didapat tidak statis.

21 Jumlah kotak yang akan digunakan pada proses penarikan contoh bergantung pada ukuran masing-masing kotak. Total luas kotak penarikan contoh yang diperbolehkan maksimal 50% dari luas citra asli, yaitu 250401 piksel.

Pada tahap penentuan area penarikan contoh, dengan proses iterasi kotak penarikan contoh akan bergeser dari pojok kiri atas sambil menghitung nilai kerapatan hama dan jumlah piksel di dalam kotak penarikan contoh tersebut. Setelah dihitung kerapatan untuk semua kotak, jumlah piksel putih diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil. Setelah itu, sistem akan menentukan kotak mana yang tepat dipakai untuk penarikan contoh beserta lokasinya. Gambar 22 menunjukkan lokasi penarikan contoh pada citra. Setelah ditentukan, perhitungan nilai kerapatan dilakukan secara iteratif untuk semua kotak yang telah ditentukan. Selanjutnya, semua nilai kerapatan yang didapatkan dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai kerapatan akhir.

Perbandingan hasil segmentasi citra dinamis dan statis

Penelitian ini juga menguji performa metode segitiga dalam perhitungan kerapatan hama pada tanaman sayuran. Cara kerja pengujian ini adalah dengan menerapkan 2 perlakuan untuk masing-masing citra daun, yaitu tanpa menggunakan metode segitiga (statis untuk proses peningkatan kontras dan segmentasi) dan dengan menggunakan metode segitiga. Untuk perlakuan statis, nilai threshold yang digunakan pada tahap peningkatan kontras adalah 50 dan nilai threshold pada tahap segmentasi adalah 20. Kedua angka ini diambil secara acak. Setelah itu, hasil citra dari kedua kondisi tersebut dibandingkan secara manual dengan citra asli dan diberi bobot. Bobot ini didapat berdasarkan persentase selisih jumlah kutu pada hasil segmentasi dengan jumlah kutu pada citra asli. Bobot penilaian ini dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2 Bobot penilaian kualitas citra No Kualitas dibandingkan

dengan citra asli Bobot penilaian

Selisih jumlah kutu dengan citra asli

1 Baik 3 x < 25%

2 Sedang 2 25% < x < 50%

3 Buruk 1 50%

Gambar 22 Citra hasil penentuan area penarikan contoh

22

Berdasarkan tabel tersebut, setiap data citra asli dihitung jumlah kutunya secara manual. Namun, untuk citra hasil perhitungan kerapatan dihitung secara otomatis dengan menggunakan perhitungan otomatis dengan memanfaatkan kontur dari piksel putih. Selanjutnya, bobot penilaian dijumlahkan untuk semua citra untuk mendapatkan akurasi. Tabel 3 memperlihatkan perbandingan hasil segmentasi semua citra daun tanpa metode segitiga dan dengan metode segitiga beserta nilai kerapatan yang didapatkan.

Tabel 3 Perbandingan hasil segmentasi

Citra Tanpa metode segitiga Dengan metode segitiga Bobot Kerapatan (%) Bobot Kerapatan (%) 3 36.226 3 18.740 2 35.692 1 19.857 1 4.456 2 6.153

23 Citra Tanpa metode segitiga Dengan metode segitiga Bobot Kerapatan (%) Bobot Kerapatan (%) 1 6.004 2 8.113 3 11.636 3 14.513 3 17.606 3 17.329 2 18.751 3 8.607

24 Citra Tanpa metode segitiga Dengan metode segitiga Bobot Kerapatan (%) Bobot Kerapatan (%) 1 31.411 1 27.396 1 35.527 1 28.246 1 27.987 2 9.842 1 19.524 3 10.864

25 Citra Tanpa metode segitiga Dengan metode segitiga Bobot Kerapatan (%) Bobot Kerapatan (%) 2 4.844 2 4.964 2 9.011 2 9.130 1 9.746 3 2.183 2 8.090 2 5.407

26 Citra Tanpa metode segitiga Dengan metode segitiga Bobot Kerapatan (%) Bobot Kerapatan (%) 3 11.209 2 6.829 2 3.761 2 3.844 3 20.022 3 12.191 3 6.948 2 2.842

27 Citra Tanpa metode segitiga Dengan metode segitiga Bobot Kerapatan (%) Bobot Kerapatan (%) 1 33.026 3 11.335 2 4.092 1 2.628 2 3.441 3 2.900 3 9.121 3 11.462 Total bobot 45 52

28

Dari tabel tersebut total bobot yang didapatkan tanpa menggunakan metode segitiga sebesar 45 dan dengan menggunakan metode segitiga sebesar 52. Dari kedua nilai tersebut dapat dihitung akurasi dengan menggunakan persamaan 7. Akurasi yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3.

total o ot

Tabel 4 Akurasi hasil segmentasi citra

No Perlakuan Akurasi (%)

1 Tanpa metode segitiga 65.22 2 Dengan metode segitiga 75.36

Dilihat dari hasil perhitungan tersebut, segmentasi dengan menggunakan metode segitiga mendapatkan akurasi lebih dari segmentasi tanpa metode segitiga. Dilihat dari bentuk fungsinya, metode segitiga baik digunakan untuk citra yang memiliki kondisi nilai piksel yang berbeda-beda. Salah satu keuntungan menggunakan metode ini terletak pada penggunaan histogram citra. Jika histogram citra memiliki penyebaran nilai-nilai piksel yang merapat ke suatu nilai, metode ini cocok digunakan untuk proses segmentasi, khususnya penentuan threshold.

Pada segmentasi yang tidak menggunakan metode segitiga, hasil yang didapatkan kurang baik. Bagian yang bukan merupakan hama ikut terdeteksi sebagai hama. Hal ini disebabkan karena nilai threshold yang digunakan bersifat statis, sehingga hasil segmentasi tidak sama untuk semua citra. Selain itu, nilai piksel daerah yang bukan merupakan hama sama dengan nilai piksel daerah yang merupakan hama sehingga daerah yang bukan merupakan hama ikut terdeteksi sebagai hama. Contoh bagian citra yang bukan merupakan hama ditampilkan pada Gambar 23. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kondisi citra yang berbeda-beda perlu diterapkan penentuan threshold secara dinamis untuk proses segmentasi. Kondisi citra yang berbeda-beda dapat disebabkan oleh jarak akuisi citra, pencahayaan, background citra, tingkat ketajaman citra, dan ukuran citra yang berbeda-beda.

Jika hasil perhitungan kerapatan yang dihasilkan dengan menggunakan metode segitiga dibandingkan dengan hasil perhitungan kerapatan tanpa menggunakan metode segitiga, terlihat bahwa nilai kerapatan yang dihasilkan tidak selalu lebih kecil dari hasil tanpa menggunakan metode segitiga. Hal ini disebabkan karena hasil segmentasi yang dihasilkan berbeda. Pada hasil segmentasi tanpa menggunakan metode segitiga ada bagian citra yang merupakan kutu tidak terdeteksi sebagai kutu, namun pada hasil segmentasi dengan menggunakan metode segitiga daerah tersebut terdeteksi sebagai kutu, sehingga hasil perhitungan kerapatan menjadi lebih besar.

29

Implementasi Sistem

Tahap implementasi sistem menghasilkan 3 sistem yang dapat menghitung nilai kerapatan hama dan menampilkan hasil segmentasi hama. Sistem pertama merupakan sebuah website yang dapat menghitung estimasi nilai kerapatan untuk 1 pohon dengan cara mengunggah citra hama. Untuk 1 pohon, jumlah maksimal citra yang dapat diunggah sebanyak 10 citra. Selanjutnya, citra yang telah diunggah akan dikalkulasi untuk mendapatkan nilai kerapatan 1 pohon. Ukuran citra yang dapat diunggah maksimal 1280 x 960 piksel. Gambar 24 menunjukkan tampilan dari website tersebut.

Gambar 24 Tampilan antar muka dari sistem berbasis website

Sistem kedua berupa sebuah aplikasi berbasis android. Sistem ini merupakan kelanjutan dari sistem pertama, dimana citra dapat diunggah langsung melalui perangkat mobile ke website. Selanjutnya citra akan diproses di website dan hasilnya dikembalikan ke perangkat mobile. Selain itu, sistem ini juga dapat menghitung estimasi jumlah hama kutu kebul yang ada pada citra. Gambar 25 menunjukkan tampilan dari aplikasi android.

a) Citra asli b) daerah yang bukan merupakan kutu Gambar 23 Perbandingan citra asli dengan hasil segmentasi

30

Sistem ketiga berupa aplikasi sederhana berbasis desktop. Aplikasi ini berisi algoritme utama pengolah citra untuk perhitungan nilai kerapatan hama. Selanjutnya, aplikasi ini digunakan sebagai inti dari aplikasi website dan mobile. Selain itu, aplikasi ini digunakan sebagai alat pengujian. Gambar 26 menunjukkan skema aliran data dari sistem ini.

a) Antar muka halaman b) Antar muka halaman c) Antar muka halaman utama perhitungan kerapatan unggah citra

d) Antar muka halaman e) Antar muka halaman deskripsi hama tentang aplikasi

31

Gambar 26 Skema aliran data sistem

Pembahasan

Untuk keseluruhan citra, hasil yang didapatkan dengan menggunakan metode segitiga memiliki hasil yang baik. Namun, pada beberapa citra, hasil yang didapatkan memiliki hasil yang kurang baik. Hal ini disebabkan oleh praproses yang masih kurang optimal dan dominannya background pada suatu citra. Metode ini bergantung pada hasil dari tahap praproses. Dengan tidak optimalnya tahap praproses, hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, dominannya bagian background pada citra dapat menyebabkan hasil segmentasi dengan menggunakan metode ini tidak optimal. Hal ini disebabkan karena metode segitiga bergantung pada penyebaran nilai piksel dari keseluruhan citra. Gambar 27 menunjukkan contoh citra yang memiliki daerah background yang lebih besar dibandingkan daerah daun.

Gambar 27 Contoh citra dengan background lebih banyak

32

Dokumen terkait