• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kelurahan Bojongsari Baru Kondisi Fisik

Kelurahan Bojongsari Baru merupakan salah satu dari tujuh kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Kelurahan ini memiliki luas 179 hektar terdiri dari sembilan rukun warga (RW) dan 24 rukun tetangga (RT). Batas wilayah kelurahan Bojongsari Baru ialah:

Utara : Kelurahan Kedaung dan Kelurahan Serua Timur : Kelurahan Bojongsari Lama

Barat : Kelurahan Curug

Selatan : Kelurahan Bojongsari Lama dengan orbitasi sebagai berikut:

Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan : 2 km Jarak dari ibukota kabupaten/kota : 15 km Jarak dari ibukota provinsi : 145 km Jarak dari ibukota negara : 30 km

Berdasarkan data Pemkot Depok tahun 2010 didapat kondisi geografis yakni sebagian besar wilayah Kota Depok memiliki kemiringan lereng kurang dari 15%. Kelurahan Bojongsari Baru termasuk ke dalam kemiringan lereng 8-15%. Wilayah dengan kemiringan datar hingga sedang ini digunakan untuk berbagai keperluan khususnya pemukiman, industri dan pertanian.

Wilayah Depok termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, musim kemarau Bulan April–September dan musim penghujan antara Bulan Oktober–Maret. Kondisi iklim di daerah Depok relatif sama yang ditandai oleh perbedaan curah hujan rata-rata bulanan sekitar 327 mm.

Tanah di Kelurahan Bojongsari Baru termasuk tanah latosol coklat kemerahan, yakni tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis–basaltis, tingkat kesuburannya rendah–cukup, mudah meresapkan air, tahan terhadap erosi, dan bertekstur halus.

Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas bagian selatan dan sebagian Kecamatan Cimanggis termasuk sesuai untuk penggunaan lahan pertanian. Penggunaan lahan di Kota Depok dipengaruhi oleh Kota Metropolitan sehingga masalah yang dihadapi adalah konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian karena perkembangan nilai tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan produktifitas pertanian sehingga diperkirakan akan semakin mempercepat perubahan lahan.

Kondisi Sosial

Desa-desa yang berbatasan dengan Kelurahan Bojongsari Baru yakni Kelurahan Kedaung, Serua, Bojongsari Lama, dan Curug memiliki kondisi fisik yang sama begitupun dengan kondisi sosial masyarakatnya. Selain sebagai pegawai dan wiraswasta, warga Bojongsari Baru dan sekitarnya banyak yang berprofesi sebagai petani khususnya tanaman hias dan buah. Komoditas unggulan di Kelurahan Bojongsari Baru ini ialah tanaman hias dan ikan hias. Warga menjadikan usaha tanaman hias sebagai mata pencarian utama atau sampingan. Gambar 7 menunjukkan kondisi eksisting Kelurahan Bojongsari Baru dimana warganya banyak menjalankan usaha tanaman hias.

15

16

Gambar 7 menunjukkan wilayah Bojongsari Baru sebelah timur yang berbatasan dengan Kelurahan Bojongsari Lama, yakni perkampungan RW 07 dan RW 08, rumah-rumahnya memiliki pekarangan yang luas sehingga warganya banyak yang bertani tanaman hias memanfaatkan pekarangan tersebut (seperti ditunjukkan pada foto 9, 10, 11, dan 12).

Sementara itu, wilayah sebelah barat yakni RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, dan RW 09 memiliki banyak jalan kecil/gang dengan rumah-rumah yang berdempetan dan berhadapan langsung dengan gang tanpa memiliki lahan pekarangan untuk ditanami (foto 5), selain itu juga terdapat lahan kosong yang belum dimanfaatkan (foto 7), tetapi ada beberapa lahan terbuka yang cukup luas yang digunakan khusus untuk budidaya tanaman hias (seperti contoh yang ditunjukkan foto 8).

Di wilayah barat ini, usaha tanaman hias terkonsentrasi di pinggir jalan raya Bojongsari. Jalan raya Bojongsari yang ramai menjadi lokasi strategis bagi beberapa pangkalan tanaman hias yang cukup luas dengan berbagai tanaman yang tersedia (foto 4 dan 6).

Wilayah sebelah utara yakni sekitar RW 05 dan RW 06 memiliki lahan terbuka yang cukup luas seperti di Jalan Rotan yang dibangun Kawasan Wisata Tanaman Hias ROTAN (foto 2 dan 3). Walaupun konsep wisata tidak lagi diupayakan di kawasan Rotan tetapi lahan seluas 3 hektar ini merupakan areal nurseri yang telah menjadi sentra tanaman hias di daerah Jabodetabek sampai saat ini. Di jalan Rotan juga terdapat kantor Kelurahan Bojongsari Baru (foto 1) yang terletak tidak jauh dari areal nurseri tersebut.

Keadaan Umum Usaha Tanaman Hias Kelurahan Bojongsari Baru Sejarah Perkembangan Usaha Tanaman Hias

Usaha tanaman hias di Kelurahan Bojongsari Baru dipelopori oleh Pak Satibi, warga asli Bojongsari. Pada tahun 2000, Pak Satibi yang hobi bertani tanaman hias ini keluar dari pekerjaannya sebagai pegawai lalu mulai membuka usaha tanaman hias di rumahnya. Saat itu harga tanaman masih relatif murah tetapi saingan sedikit. Tidak berapa lama kemudian usaha ini mulai maju dan berkembang. Kelurahan Bojongsari Baru dahulu termasuk Kecamatan Sawangan sehingga Pak Satibi pun dikenal sebagai pengusaha tanaman hias dari daerah Sawangan.

Dinas Pertanian Kota Depok lalu mengajak Pak Satibi untuk mengadakan kampanye dalam rangka mengembangkan usaha tanaman hias di Kota Depok. Para warga diajak untuk turut serta menanam tanaman hias di pekarangan rumah masing-masing dengan tujuan untuk penghijauan, pemanfaatan pekarangan, dan penambahan pendapatan keluarga jika tanaman tersebut berkualitas baik dan berpotensi untuk dijadikan usaha tanaman hias.

Melihat permintaan pasar yang cukup besar terhadap tanaman hias dan prospek yang cukup menjanjikan, akhirnya banyak warga Sawangan yang mulai memanfaatkan pekarangannya untuk ditanami. Kemudian dibentuklah paguyuban khusus petani tanaman hias yang anggotanya mencakup Kecamatan Sawangan. Pada tahun 2003, paguyuban ini menjadi bentuk koperasi agar resmi dan bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Koperasi tanaman hias di Kecamatan Sawangan ini diberi nama Koperasi Maju Bersama, dengan Pak Satibi sebagai ketua koperasi yang pertama. Koperasi

17 ini cukup aktif dengan berbagai kegiatan dan bantuan bagi anggotanya, seperti pelatihan tanaman hias, bantuan bibit dan modal dari pemerintah, dan pinjaman dari bank. Untuk mengembangkan usaha tanaman hias ini, maka koperasi menyewa lahan seluas tiga hektar di jalan/gang Rotan Kelurahan Bojongsari Baru yang diperuntukkan bagi warga sekitar. Lahan ini terbagi menjadi kavling-kavling yang dapat ditanami berbagai jenis tanaman hias.

Pada tahun 2007, anthurium menjadi trend dan booming dengan harga yang sangat tinggi, bahkan tanaman ini dijual dengan menghitung jumlah daunnya. Melihat peluang ini, banyak warga dari daerah lain yang juga tertarik untuk berbisnis anthurium. Warga dari luar Sawangan ingin ikut bertani di kavling Rotan karena tidak mempunyai lahan. Warga sekitar yang awalnya menghuni kavling Rotan mulai menyewakan lahan mereka di Rotan kepada para pendatang kemudian warga memilih bertani di pekarangannya sendiri daripada harus membayar sewa di Rotan. Bahkan saat ini kebanyakan penyewa kavling Rotan adalah orang-orang dari luar Kota Depok.

Sekitar tahun 2008, mulai timbul beberapa masalah di dalam koperasi. Kepengurusan koperasi diserahkan kepada angkatan muda yang ada di Rotan yang sebagian besar merupakan warga pendatang, anggotanya pun bukan hanya petani tanaman hias melainkan juga petani ikan hias dan petani buah-buahan.

Di samping itu, banyak petani anggota koperasi yang ikut program pinjaman dari bank. Program pinjaman ini sangat mudah didapatkan dengan koperasi sebagai jaminan sehingga banyak anggota koperasi yang terlibat utang-piutang karena tidak membayar pinjaman. Oleh karena masalah utang-piutang ini, banyak para anggota yang enggan untuk datang ke pertemuan koperasi sehingga anggota koperasi menjadi semakin sedikit dan tidak aktif. Uang koperasi pun banyak yang digunakan untuk menanggung utang kepada bank.

Berbagai masalah tersebut membuat koperasi mulai mengalami kemunduran sehingga saat ini bisa dikatakan vakum dan kepengurusannya tidak jelas. Walaupun koperasi saat ini sedang tidak berjalan tetapi kegiatan jual-beli tanaman hias di Bojongsari Baru tetap berjalan lancar dan didatangi pelanggan dari berbagai daerah.

Klasifikasi Lahan Usaha

Berdasarkan lokasi lahan usahanya, bisnis tanaman hias di Kelurahan Bojongsari Baru dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian yakni areal gang Rotan, pangkalan pinggir jalan, dan pekarangan rumah, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Setiap lokasi lahan usaha ini memiliki karakteristik yang sedikit berbeda sehingga desain dan pengelolaannya pun berbeda.

Tata letak/layout nurseri yang terdapat di masing-masing lahan cenderung hampir seragam. Nurseri terdiri dari bangunan, area tanaman, dan jalur sirkulasi. Gambar 8 menunjukkan bahwa bangunan di Rotan, pangkalan, dan pekarangan berbeda struktur dan ukurannya. Di Rotan, bangunan yang ada berupa rumah sederhana bagi petani yang tinggal sehari-hari di kavling dan berupa bedeng/gubuk bagi petani yang tinggal di rumah mereka di luar Rotan, seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Bangunan di pangkalan pinggir jalan biasanya hanya berupa saung untuk tempat duduk menunggu pembeli datang sehingga ukurannya lebih kecil, sedangkan bangunan di pekarangan adalah rumah warga seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

18

19 Bangunan di nurseri berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat penyimpanan/gudang, dan area pelayanan administrasi dan transaksi penjualan.

(a) (b)

Gambar 9 Bangunan di kavling Rotan (a) rumah (b) bedeng

(a) (b)

Gambar 10 Bangunan di nurseri (a) tempat duduk di pangkalan pinggir jalan (b) rumah warga

Oleh karena luasan lahan yang tidak terlalu besar, maka area produksi dan area display tanaman biasanya digabung ke dalam area tanaman. Akan tetapi, area untuk tanaman indoor dan outdoor dipisah untuk melindungi tanaman indoor dari sinar matahari. Warga yang bertani di pekarangan rumah kebanyakan tidak memiliki tanaman indoor sedangkan pangkalan pinggir jalan biasanya memiliki tanaman indoor yang cukup banyak sehingga luas areanya lebih besar.

Jalur sirkulasi terdiri dari jalur sirkulasi kendaraan dan jalan setapak. Di areal nurseri rotan, terdapat jalur sirkulasi untuk akses kendaraan masuk sedangkan di dalam setiap kavling terdapat jalan setapak bagi pengunjung untuk melihat tanaman. Pangkalan pinggir jalan raya aksesnya lebih mudah yakni jalan raya Bojongsari yang lebar dan dilalui banyak kendaraan setiap harinya. Pekarangan rumah warga terletak di antara rumah-rumah lainnya dengan akses jalan kecil/gang yang sebagian yang hanya dapat dilewati pejalan kaki dan motor. Klasifikasi Tanaman Hias

Dalam usaha tanaman hias, jenis tanaman yang dibudidayakan biasanya dibagi ke dalam dua kategori yakni tanaman indoor dan tanaman outdoor.

Tanaman indoor adalah tanaman hias yang berada di ruangan. Umumnya tanaman

indoor ditempatkan di bawah jaring paranet agar terlindungi dari sinar matahari seperti ditunjukkan oleh Gambar 11.

20

Tanaman yang termasuk tanaman indoor adalah aglaonema, bromelia, dan anthurium. Tanaman outdoor yakni tanaman yang diletakkan di ruangan terbuka dan terkena sinar matahari langsung. Tanaman yang termasuk tanaman outdoor

antara lain sambang dara, brokoli hias, pucuk merah, dan aneka palem.

Gambar 11 Tanaman indoor ditempatkan di bawah paranet

Tanaman indoor seperti aglaonema dan anthurium terkenal dengan keindahan daunnya. Tanaman-tanaman ini memiliki varietas yang beragam dengan keindahan yang berbeda bentuk, corak, dan warna daun. Varietas tanaman

indoor yang unik dan jarang ditemukan disebut tanaman koleksi karena tanaman ini dicari oleh para kolektor tanaman hias dan dinilai dengan harga yang mahal untuk persatuan unitnya, seperti anthurium jenmani cobra dan aglaonema chocin

yang ditunjukkan pada Gambar 12.

(a) (b)

Sumber: (a) http://indonetwork.co.id/alloffers/jenmanii-cobra.html (diakses 24 Desember 2013) (b) http://araindnurseri.itrademarket.com/1438103 (diakses 24 Desember 2013)

Gambar 12 Contoh tanaman koleksi (a) anthurium jenmanii (b) aglaonema cochin

Berbeda dengan tanaman koleksi, tanaman outdoor harganya relatif murah. Tanaman outdoor kebanyakan digunakan untuk proyek pembangunan lanskap/taman sehingga disebut tanaman proyek. Tanaman proyek ini dibagi berdasarkan ketinggiannya yakni penutup tanah, semak, perdu, dan pohon.

Tanaman penutup tanah memiliki ketinggian kurang dari atau sama dengan 0,5 meter, biasanya ditanam secara berkelompok untuk memperlunak permukaan tanah sehingga terkesan lebih natural.

Tanaman semak memiliki percabangan yang langsung menyebar dari permukaan, biasanya digunakan sebagai pembatas ruang (border), pagar, dan tabir (screen). Semak rendah berukuran 0,5-1 meter, semak sedang 1-2 meter, dan semak tinggi 2-3 meter.

Tanaman perdu memiliki batang berkayu dan tumbuh meninggi. Perdu rendah berukuran kurang dari 2 meter, dan perdu tinggi lebih dari 2 meter.

21 Laki-laki 95% Perempuan 5% Jenis Kelamin 21-30 tahun 5% 31-40 tahun 60% 41-50 tahun 25% 51-60 tahun 5% 61-70 tahun 5% Usia SMP 15% SMA 75% S1 10% Tingkat Pendidikan Bojong sari 60% Luar Bojong sari 40% Asal Daerah

Tanaman pohon biasanya digunakan sebagai daya tarik utama taman, peneduh, pengarah jalan, dan pembatas massif. Pohon rendah tingginya kurang dari 6 meter, pohon sedang 6-15 meter, dan pohon tinggi bisa mencapai lebih dari 15 meter.

Profil Usaha Tanaman Hias

Penelitian dilakukan terhadap 20 nurseri sampel di Kelurahan Bojongsari Baru yang meliputi 10 nurseri Gang Rotan, 5 nurseri pangkalan pinggir jalan, dan 5 nurseri pekarangan rumah.

Berdasarkan data kuesioner (contoh kuesioner terdapat di Lampiran 1) dan wawancara yang dilakukan, didapat hasil mengenai profil usaha tanaman hias di Bojongsari Baru.

a. Karakteristik Pelaku Usaha

Gambar 13 menunjukkan karakteristik pemilik usaha tanaman hias di Bojongsari Baru. Para pemilik nurseri berusia antara 30 sampai 65 tahun, kebanyakan berusia sekitar 31-40 tahun. Hampir semua pemilik nurseri berjenis kelamin laki-laki yang merupakan kepala keluarga yang bertugas memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pendidikan terakhir meliputi setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai perguruan tinggi, dengan jumlah terbanyak berpendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Pemilik usaha tanaman hias di lahan pekarangan dan pangkalan pinggir jalan merupakan warga asli Bojongsari, sedangkan para petani tanaman hias di Rotan sebagian besar merupakan pendatang dari luar Bojongsari seperti Bogor, Cirebon, dan Malang.

22 100-300 m2 10% 301-600 m2 20% 601-900 m2 35% 901-1200 m2 20% 1201-1500 m2 15% Luas Lahan Pribadi 35% Sewa 65% Kepemilikan Lahan Koleksi 15% Proyek Lanskap 85% Jenis Tanaman Bojong sari 90% Luar Bojong sari 10% Asal Tanaman b. Luasan dan Kepemilikan Lahan Usaha

Gambar 14 menunjukkan luasan lahan dan kepemilikan lahan yang digunakan warga untuk usaha tanaman hias. Lahan usaha yang terdapat di Bojongsari Baru berkisar antara 100-1500 m2, dengan luas lahan terbanyak sekitar 600-900 m2. Pekarangan yang digunakan sebagai lahan usaha berkisar antara 100-1000 m2, lahan usaha pangkalan pinggir jalan berkisar antara 500-1500 m2, dan areal nurseri Rotan memiliki luas 3 hektar diisi oleh 27 petani yang masing-masing menempati lahan sekitar 600-1200 m2.

Lahan usaha ini sebagian dimiliki oleh pribadi yakni pekarangan rumah warga, sedangkan sebagian besar merupakan lahan sewa yakni lahan di pangkalan dan areal Rotan. Lahan milik pribadi tidak perlu membayar sewa sehingga warga asli Bojongsari lebih memilih bertani tanaman hias di pekarangan rumahnya daripada di Rotan.

Areal nurseri Rotan seluruhnya merupakan lahan sewa yang kebanyakan diisi oleh para pendatang yang tidak memiliki lahan pribadi. Para pendatang dari luar Bojongsari tidak memiliki lahan di tempat asalnya dan melihat peluang dan pangsa pasar di Rotan cukup besar sehingga mereka menyewa kavling dan bergabung dengan petani tanaman hias lain di Rotan.

Ada beberapa warga asli Bojongsari yang menyewa lahan di Rotan dan pangkalan pinggir jalan tetapi sebagian besar memiliki pekarangan sehingga dapat memanfaatkan pekarangan tersebut. Terbatasnya ketersediaan lahan kosong untuk usaha tanaman hias menyebabkan banyak warga yang mencari lahan sampai ke luar Bojongsari seperti ke sekitar Curug dan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. c. Jenis dan Asal Tanaman

Gambar 14 Diagram luasan dan kepemilikan lahan usaha

23 Utama 95% Samping an 5%

Usaha Tanaman Hias sebagai Mata Pencarian

Gambar 15 menunjukkan jenis dan asal tanaman yang terdapat di Bojongsari Baru. Pengusaha tanaman hias di lahan pekarangan semuanya memilih tanaman proyek lanskap seperti brokoli hias, taberna, dan pucuk merah untuk ditanami di lahan mereka, sedangkan pemilik nurseri di Rotan dan pangkalan kebanyakan juga menjual tanaman proyek tetapi ada beberapa yang menjual tanaman koleksi seperti anthurium.

Tanaman koleksi biasanya didatangkan dari luar Bojongsari sedangkan tanaman proyek biasanya berasal dari dalam Bojongsari kecuali untuk tanaman yang susah didapat seperti beringin korea dan cemara udang didapatkan dari luar Bojongsari.

d. Pengaruh Usaha Tanaman Hias terhadap Perekonomian Keluarga

Gambar 16 menunjukkan pengaruh usaha tanaman hias terhadap perekonomian keluarga di desa Bojongsari Baru. Hampir semua warga

Bisnis turun temurun keluarga 40% Ikut tetangga/ teman /saudara 60%

Awal Mula Usaha

<2 juta/bulan 5% 2-4 juta/bulan 25% 4-6 juta/bulan 35% 6-8 juta/bulan 25% 8-10 juta/bulan 10% Jumlah Pendapatan 1-5 tahun 15% 6-10 tahun 40% 11-15 tahun 25% 16-20 tahun 15% 21-25 tahun 5% Pengalaman Usaha Mencu-kupi 100% Pemenuhan Kebutuhan Keluarga dari Usaha

Tanaman Hias

Gambar 16 Diagram pengaruh usaha tanaman hias terhadap perekonomian keluarga

24

menjadikan usaha tanaman hias ini sebagai mata pencarian utama, sebagian lainnya menjadikannya sampingan untuk menambah pendapatan.

Warga asli Bojongsari yang bertani baik di areal nurseri Rotan, di pangkalan pinggir jalan, maupun di pekarangan rumah kebanyakan meneruskan usaha tanaman hias dari orang tua mereka sebelumnya. Sementara itu, hampir semua pendatang yang menjalankan bisnis ini bermula dari ikut teman atau saudara yang memiliki usaha tanaman hias kemudian mulai membuka usaha sendiri.

Para pendatang yang telah sukses dalam menjalankan usaha tanaman hias di Rotan kemudian mengembangkan usaha dibantu oleh keluarga dan kerabatnya di daerah asal mereka masing-masing. Sampai dengan saat ini, para pengusaha tanaman hias di Bojongsari telah memiliki pengalaman usaha sekitar 4-25 tahun.

Warga yang menjalankan usaha di pekarangan kebanyakan dibantu oleh istri dan anaknya dalam pengelolaan nurseri sehingga tidak perlu mempekerjakan pekerja, seluruh anggota keluarga yang turut mengelola memiliki pengetahuan tentang tanaman hias.

Sementara itu, petani di Rotan sebagian ada yang tinggal di kavling masing-masing bersama istri dan anaknya, sebagian lain yang berasal dari tempat jauh tidak membawa keluarga sehingga tidak dapat membantu pengelolaan nurseri. Pengelolaan nurseri dibantu oleh 1-2 orang pekerja tetap ditambah beberapa pekerja insidental saat ada pekerjaan besar. Pekerja ini biasanya berasal dari Bojongsari atau dari daerah asal pemilik nurseri.

Pendapatan yang diperoleh dari usaha tanaman hias ini tidak tetap setiap bulannya tetapi berkisar antara 1-10 juta rupiah per bulan, dengan rata-rata pendapatan 4-6 juta rupiah per bulan. Walaupun pendapatan ini bersifat fluktuatif tetapi semua pengusaha tanaman hias baik di Rotan, pangkalan, maupun pekarangan menyatakan bahwa bisnis tanaman hias ini sudah cukup memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Berikut adalah contoh analisis usaha tanaman hias di beberapa nurseri di Bojongsari Baru:

1. Nurseri A

Nurseri A terletak di areal gang Rotan. Nurseri A telah menjalankan usaha tanaman hias di Rotan selama 8 tahun, dengan modal awal 50 juta rupiah. Nurseri ini memiliki luas lahan 600 m2 dengan jenis tanaman meliputi tanaman koleksi dan proyek yang kebanyakan dibudidayakan sendiri. Ragam usaha yang dilakukan yakni penjualan tanaman dan pembuatan proyek taman untuk skala individu maupun perumahan.

Perhitungan Laba atau Rugi (per bulan)

Pendapatan (perbulan) dari penjualan tanaman:

Asumsi pemasukan per bulan Rp 8.500.000

Biaya operasional (per bulan)*:

Sewa tempat Rp 250.000

Gaji pegawai 2 orang = 2 x Rp750.000 Rp 1.500.000

Bibit tanaman hias Rp 500.000

Pupuk, obat-obatan, dan media tanam Rp 500.000

Pot dan polybag Rp 500.000

Biaya listrik dan air Rp 250.000

25 Laba bersih (perbulan)= Pendapatan (perbulan)-Biaya operasional (perbulan)

= Rp 8.500.000 – Rp 3.500.000 = Rp 5.000.000 (*tidak termasuk biaya penyusutan)

Perhitungan laba di atas hanya berasal dari penjualan tanaman, sedangkan pemasukan dari pembuatan proyek taman/lanskap berkisar 1,5 juta-10 juta tiap taman tergantung luas taman dan jenis tanaman. Laba atau keuntungan dari penjualan tanaman yang didapat sekitar 30%-50% untuk tanaman proyek dan bisa mencapai 80% untuk tanaman koleksi yang unik. 2. Nurseri B

Nurseri B terletak di lahan pangkalan pinggir jalan raya Bojongsari. Nurseri B telah menjalankan usaha tanaman hias selama 15 tahun, meneruskan bisnis orangtua. Nurseri ini memiliki luas lahan 1000 m2 dengan jenis tanaman dikhususkan pada tanaman koleksi yang tidak mudah dicari seperti cemara udang dan beringin korea yang didatangkan dari luar Bojongsari. Usaha tanaman hias yang dilakukan hanya membeli tanaman dari luar kemudian memelihara dan menjualnya tanpa dibudidayakan.

Perhitungan Laba atau Rugi (per bulan)

Pendapatan (perbulan) dari penjualan tanaman:

Asumsi pemasukan per bulan Rp 10.000.000

Biaya operasional (per bulan)*:

Pembelian tanaman Rp 2.000.000

Pupuk, obat-obatan, dan media tanam Rp 500.000

Pot dan polybag Rp 200.000

Biaya listrik dan air Rp 300.000

Total biaya operasional per bulan Rp 3.000.000 Laba bersih (perbulan)= Pendapatan (perbulan)-Biaya operasional (perbulan)

= Rp 10.000.000 – Rp 3.000.000 = Rp 7.000.000 (*tidak termasuk biaya penyusutan)

Nurseri B memilih meneruskan menjual jenis tanaman yang cukup unik agar harga per unitnya lebih mahal dan tidak banyak nurseri saingan. Tidak terdapat jenis tanaman proyek yang biasanya terdapat di hampir semua nurseri di Bojongsari. Lahan usaha merupakan milik pribadi sehingga tidak perlu membayar uang sewa setiap bulannya. Pegawai pun berasal dari keluarga sendiri sehingga tidak ada pengeluaran untuk gaji pegawai.

3. Nurseri C

Nurseri C terletak di pekarangan rumah warga. Nurseri C baru menjalankan usaha tanaman hias di Rotan selama 2 tahun mengikuti jejak tetangga yang sukses bertani tanaman hias. Nurseri ini memiliki luas lahan 200 m2 ditanami beberapa jenis tanaman proyek. Tanaman ini dibudidayakan di lahan sendiri kemudian disalurkan kepada pedagang tanaman atau petani di Rotan untuk dijual kepada konsumen. Usaha ini dilakukan sebagai mata pencarian sampingan untuk menambah pendapatan memenuhi kebutuhan keluarga.

26

Perhitungan Laba atau Rugi (per bulan)

Pendapatan (perbulan) dari penjualan tanaman:

Asumsi pemasukan per bulan Rp 2.000.000

Biaya operasional (per bulan)*:

Bibit tanaman hias Rp 200.000

Pupuk, obat-obatan, dan media tanam Rp 200.000

Pot dan polybag Rp 150.000

Biaya listrik dan air Rp 150.000

Total biaya operasional per bulan Rp 700.000

Dokumen terkait