• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.3. Hue

Hue menunjukkan kriteria warna pada suatu produk. Nilai rata-rata hue minuman bubuk timun suri berkisar antara 46,30° sampai dengan 54,93°. Nilai hue tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 10% dan

maltodekstrin 5%) yaitu 54,93° dan nilai hue terendah terdapat pada perlakuan A2B3 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 10%) yaitu 46,30°. Nilai hue rata-rata minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.3. Nilai hue (°) rata-rata minuman bubuk timun suri

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur (A) dan maltodekstrin (B) berpengaruh nyata terhadap nilai hue minuman bubuk timun suri, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh konsentrasi putih telur dan maltodekstrin terhadap nilai hue minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Tabel 4.5. dan Tabel 4.6.

Tabel 4.5. Uji BNJ pengaruh konsentrasi putih telur (A) terhadap nilai hue minuman bubuk timun suri

Perlakuan hue rerata (°) BNJ 5% = 0,6123

A2 (putih telur 15%) 47,61 a

A1 (putih telur 10%) 53,77 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa nilai hue pada perlakuan A1 (konsentrasi putih telur 10%), berbeda nyata dengan perlakuan A2

(konsentrasi putih telur 15%). Nilai hue minuman bubuk timun suri mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur yang ditambahkan.

Penambahan putih telur dapat melindungi bahan penyusun minuman bubuk dari

54.93 54.03 52.33 48.97 47.57 46.30

0.00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Hue

kerusakan akibat pemanasan. Hal ini didukung oleh Karim dan Wai (1999), penambahan konsentrasi putih telur yang tinggi dapat melindungi bubuk minuman dari terjadinya reaksi Maillard akibat perlakuan pemanasan, sehingga warna bahan penyusun dapat dipertahankan.

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.6. menunjukkan bahwa nilai hue pada perlakuan B1 (konsentrasi maltodekstrin 5%), berbeda nyata dengan perlakuan B2

(konsentrasi maltodekstrin 7,5%) dan perlakuan B3 (konsentrasi maltodekstrin 10%). Nilai hue minuman bubuk timun suri mengalami penurunan dengan meningkatnya konsentrasi maltodekstrin. Ramadhia et al. (2012) menyatakan bahwa, maltodekstrin dapat berfungsi melindungi komponen yang sensitif seperti warna, rasa dan komponen lainnya. Penggunaan maltodekstrin dapat mempertahankan warna dari bubur timun suri, sehingga semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin maka semakin rendah nilai hue yang dihasilkan.

Berdasarkan nilai hue produk minuman bubuk timun suri yaitu 46,30°-54,93°

termasuk dalam warna red seperti ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Penentuan warna (°hue)

No Kriteria Warna Kisaran °hue

1 Red Purple (RP) 342°-18°

4.2. Kadar Air

Kadar air adalah banyaknya air yang tertahan dalam suatu bahan. Kadar air merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas dari produk kering seperti minuman bubuk. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi mutu dan keawetan bahan pangan. Nilai rata-rata kadar air minuman bubuk timun suri berkisar antara 2,72% sampai dengan 4,82%. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 5%) yaitu 4,82% dan nilai kadar air terendah terdapat pada perlakuan A2B3 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 10%) yaitu 2,72%. Nilai kadar air rata-rata minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.4

.Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.4. Nilai kadar air (%) rata-rata minuman bubuk timun suri Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur (A) berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air minuman bubuk timun suri, sedangkan penambahan maltodekstrin (B) dan interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air minuman bubuk timun suri yang dihasilkan. Menurut SNI 01-4320-1996 syarat kadar air maksimal minuman bubuk adalah sebesar 5%. Nilai kadar air rerata minuman bubuk timun suri yang dihasilkan <5% sehingga minuman bubuk timun suri yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan.

Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap nilai kadar air minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Tabel 4.8.

4.82 4.76 4.63

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Kadar Air (%)

Tabel 4.8. Uji BNJ pengaruh konsentrasi putih telur (A) terhadap nilai kadar air minuman bubuk timun suri

Perlakuan Kadar air rerata (%) BNJ 5% = 0,2405

A2 (putih telur 15%) 2,97 a

A1 (putih telur 10%) 4,74 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.8. menunjukkan bahwa nilai kadar air pada perlakuan A1 (konsentrasi putih telur 10%), berbeda nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi putih telur 15%). Nilai kadar air minuman bubuk timun suri mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur yang ditambahkan. Menurut Andarwulan et al. (2010), putih telur mengandung komponen protein yang mampu berikatan dengan molekul air disekitarnya pada gugus reaktifnya sehingga terjadi penurunan kadar air pada minuman bubuk. Hal ini didukung pula oleh Karim dan Wai (1999) bahwa semakin tinggi konsentrasi putih telur yang ditambahkan maka kadar air bahan semakin rendah dan bahan semakin bersifat porous sehingga air lebih mudah diuapkan. Adanya busa dapat meningkatkan luas permukaan bahan, sehingga proses penghilangan air dari bahan akan semakin cepat dan kadar air yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini disebabkan cairan akan lebih mudah melewati struktur busa dan adanya udara yang terperangkap akan menurunkan tegangan permukaan antar molekul sehingga mempermudah penguapan air pada proses pengeringan. Semakin banyak air yang diuapkan maka kadar air dalam bahan akan semakin kecil.

4.3. Kadar Abu

Kadar abu merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bahan. Apabila kadar abu tinggi maka kandungan mineralnya juga tinggi (Sudarmadji et al. 1997). Nilai rata-rata kadar abu minuman bubuk timun suri berkisar antara 0,85% sampai dengan 1,54%. Nilai kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan A2B3 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin10%) yaitu 1,54% dan nilai kadar air terendah terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 5%) yaitu 0,85%. Nilai kadar abu rata-rata minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.5. Nilai kadar abu (%) rata-rata minuman bubuk timun suri Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur (A) berpengaruh nyata terhadap nilai kadar abu minuman bubuk timun suri, sedangkan penambahan maltodekstrin (B) dan interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air minuman bubuk timun suri yang dihasilkan. Menurut SNI 01-4320-1996 syarat kadar abu maksimal minuman bubuk adalah sebesar 1,5%. Nilai kadar abu rerata minuman instan timun suri yang dihasilkan <1,5% sehingga minuman bubuk timun suri yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap nilai kadar abu minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Uji BNJ pengaruh konsentrasi putih telur (A) terhadap nilai kadar abu minuman bubuk timun suri

Perlakuan Kadar abu rerata (%) BNJ 5% = 0,1653

A1 (putih telur 10%) 0,92 a

A2 (putih telur 15%) 1,47 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.9. menunjukkan bahwa nilai kadar abu pada perlakuan A1 (konsentrasi putih telur 10%), berbeda nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi putih telur 15%). Nilai kadar abu minuman bubuk timun suri mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur

0.85 0.91 1.00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Kadar Abu (%)

yang ditambahkan. Nilai kadar abu minuman bubuk timun suri mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur, hal ini dikarenakan dalam 100 gram putih telur mengandung mineral sebesar 0,6% (Direktorat Gizi dan Makanan Departement Kesehatan, 1996). Utomo (2006) menyatakan bahwa putih telur mengandung protein, air, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.

Sehingga semakin banyak konsentrasi putih telur yang ditambahkan maka semakin besar nilai kadar abu pada produk yang akan dihasilkan.

4.4. pH

pH merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu produk. Nilai rata-rata pH minuman bubuk timun suri berkisar antara 5,7 sampai dengan 6,1. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan A2B3 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 10%) yaitu 6,12 dan nilai pH terendah terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 5%) yaitu 5,79. Nilai pH rata-rata minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.6. Nilai pH rata-rata minuman bubuk timun suri

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur (A) dan maltodekstrin (B) berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman bubuk timun suri, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap pH

5.79 5.84 5.99 6.01 6.03 6.12

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

pH (%)

minuman bubuk timun suri yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5%

pengaruh konsentrasi putih telur dan maltodekstrin terhadap nilai pH minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.

Tabel 4.10. Uji BNJ pengaruh konsentrasi putih telur (A) terhadap nilai pH minuman bubuk timun suri

Perlakuan pH rerata BNJ 5% = 0,0323

A1 (putih telur 10%) 5,87 a

A2 (putih telur 15%) 6,05 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.10. menunjukkan bahwa nilai pH pada perlakuan A1 (konsentrasi putih telur 10%), berbeda nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi putih telur 15%). Nilai pH minuman bubuk timun suri mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur. Penambahan putih telur dapat mengurangi rasa asam karena putih telur yang digunakan memiliki pH 8,72 yang bersifat basa. Semakin banyak penambahan putih telur maka pH minuman instan timun suri yang dihasilkan akan semakin meningkat.

Tabel 4.11. Uji BNJ pengaruh konsentrasi maltodekstrin (B) terhadap nilai pH

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.11. menunjukkan bahwa nilai pH pada perlakuan B1 (konsentrasi maltodekstrin 5%), tidak berbeda nyata dengan perlakuan B2 (konsentrasi maltodekstrin 7,5%) dan berbeda nyata dengan perlakuan B3 (konsentrasi maltodekstrin 10%). Nilai pH minuman bubuk timun suri mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan, karena maltodekstrin berasal dari oligosakarida yang merupakan senyawa yang banyak mengandung gugus hidroksil (OH) sehingga mampu menetralisir sifat asam dari bahan baku (Retnaningsih dan Tari, 2014).

4.5. Total Padatan Terlarut

Nilai rata-rata total padatan terlarut minuman bubuk timun suri berkisar antara 17,50°Brix sampai dengan 17,97°Brix. Nilai total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan A2B3 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 10%) yaitu 17,97°Brix dan nilai total padatan terlarut terendah terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 5%) yaitu 17,50°Brix. Nilai total padatan terlarut rata-rata minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.7

.Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.7. Nilai total padatan terlarut (°Brix) rata-rata minuman bubuk timun suri

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur (A) dan maltodekstrin (B) berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut minuman bubuk timun suri, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap total padatan terlarut minuman bubuk timun suri. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap nilai total padatan terlarut minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Uji BNJ pengaruh konsentrasi putih telur (A) terhadap nilai total padatan terlarut minuman bubuk timun suri

Perlakuan Total padatan terlarut rerata (°Brix) BNJ 5% = 0,0646

A1 (putih telur 10%) 17,58 a

A2 (putih telur 15%) 17,91 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

17.50 17.57 17.67 17.87 17.90 17.97

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Total Padatan Terlarut (%)

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.12. menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut pada perlakuan A1 (konsentrasi putih telur 10%), berbeda nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi putih telur 15%). Nilai total padatan terlarut minuman bubuk timun suri mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur yang ditambahkan. Ahn et al. (1997) menyatakan bahwa putih telur mengandung total padatan terlarut sebesar 11-12% dalam 100 gram bahan. Kandungan total padatan putih telur menyumbang nilai total yang digunakan, maka nilai total padatan produk juga meningkat.

Tabel 4.13. Uji BNJ pengaruh konsentrasi maltodekstrin (B) terhadap nilai total padatan terlarut minuman bubuk timun suri

Perlakuan Total padatan terlarut rerata (°Brix) BNJ 5% = 0,0972

B1 (maltodekstrin 5%) 17,68 a

B2 (maltodekstrin 7,5%) 17,73 ab

B3 (maltodekstrin 10%) 17,82 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Hasil uji BNJ taraf 5% pada Tabel 4.13. menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut pada perlakuan B1 (konsentrasi maltodekstrin 5%), tidak berbeda nyata dengan perlakuan B2 (konsentrasi maltodekstrin 7,5%) dan berbeda nyata dengan perlakuan B3 (konsentrasi maltodekstrin 10%). Nilai total padatan terlarut minuman bubuk timun suri mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan. Menurut Dewi (2017), peningkatan nilai total padatan terlarut disebabkan oleh terjadinya pemutusan rantai panjang senyawa-senyawa karbohidrat menjadi senyawa gula yang larut pada saat proses pemanasan. Selain itu gugus hidroksil pada maltodekstrin akan berinteraksi dengan air ketika bahan dilarutkan dan menyebabkan nilai total padatan terlarut semakin meningkat.

4.7. Uji Organoleptik

Uji organoleptik sangat penting bagi setiap produk baru karena berkaitan erat dengan penerimaan konsumen. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penerimaan panelis terhadap konsentrasi putih telur dan yang ditambahkan pada minuman bubuk timun suri, maka digunakan uji kesukaan (hedonic test).

Pengujian sensoris dengan uji kesukaan ini dilakukan dengan melibatkan indra penciuman, perasa, dan penglihatan pada semua sampel yang disediakan berdasarkan kesukaan panelis (Larmond, 1977). Panelis yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 orang yang merupakan panelis semi terlatih. Atribut dalam uji organoleptik ini terdiri dari warna, aroma dan rasa.

4.7.1. Warna

Skor uji kesukaan warna seduhan minuman bubuk timun suri berkisar antara 2,56 hingga 3,24. Skor kesukaan warna tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 7,5%), sedangkan skor kesukaan warna terendah terdapat pada perlakuan A1B3 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 10%). Nilai skor warna rata-rata terhadap warna seduhan minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.8. Nilai skor warna rata-rata seduhan minuman bubuk timun suri Hasil uji lanjut Friedman Conover terhadap penerimaan warna seduhan minuman bubuk timun suri dilakukan karena nilai T yang dihasilkan lebih besar

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Skor Warna

berpengaruh nyata terhadap skor uji hedonik warna yang dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Uji lanjut Friedman Conover pengaruh konsentrasi putih telur (A) dan maltodekstrin (B) terhadap skor warna seduhan minuman bubuk timun suri

Perlakuan Jumlah pangkat X = 21,359

A1B3 (putih telur 10%, maltodekstrin 10%) 73,5 a A2B3 (putih telur 15%, maltodekstrin 10%) 85 b A1B2(putih telur 10%, maltodekstrin 7,5%) 91 bc

A1B1 (putih telur 10%, maltodekstrin 5%) 93 c

A2B2 (putih telur 15%, maltodekstrin 7,5%) 95 c

A2B1 (putih telur 15%, maltodekstrin 5%) 98 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata.

Berdasarkan uji lanjut Friedman Conover pada tabel 4.14. menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap warna minuman bubuk timun suri pada perlakuan A1B3 (putih telur 10% dan maltodesktrin 10%), berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2B3 (putih telur 15% dan maltodekstrin 10%) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan A1B2(putih telur 10% dan putih telur 7,5%) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Menurut Karim dan Wai (1999), konsentrasi putih telur yang lebih tinggi akan melindungi bubuk minuman dari terjadinya reaksi Maillard akibat perlakuan pemanasan sehingga menyebabkan bubuk instan menjadi lebih cerah. Perlakuan A2B2 (putih telur 15% dan maltodekstrin 7,5%) merupakan perlakuan dengan skor hedonik tertinggi dengan skala hedonik kategori disukai oleh panelis.

4.7.2. Aroma

Skor uji kesukaan aroma seduhan minuman bubuk timun suri berkisar antara 2,40 hingga 2,60. Skor kesukaan aroma tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2 (konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 7,5%), sedangkan skor kesukaan aroma terendah terdapat pada perlakuan A1B3 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 10%). Rata-rata skor uji kesukaan terhadap aroma seduhan minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.9. Nilai minuman bubuk timun suri rata-rata terhadap skor aroma

Hasil uji lanjut Friedman Conover tidak dilakukan terhadap penerimaan aroma karena nilai T lebih kecil dari F tabel pada taraf 5% yang berarti tidak adanya pengaruh perlakuan yang diujikan terhadap aroma seduhan minuman bubuk timun suri. Aroma sangat berhubungat erat dengan penggunaan putih telur dan penambahan maltodekstrin, semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang digunakan maka aroma yang dihasilkan akan semakin baik. Hal ini dikarenakan maltodekstrin memiliki sifat yang dapat melindungi senyawa volatile dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi (Fennema, 1985), serta dengan adanya penambahan maltodekstrin juga dapat menyamarkan aroma putih telur sehingga lebih disukai oleh panelis. Perlakuan A2B2 (putih telur 15% dan maltodekstrin 7,5%) merupakan perlakuan dengan skor hedonik tertinggi dengan skala hedonik kategori disukai oleh panelis.

4.7.3. Rasa

Skor uji kesukaan rasa seduhan minuman bubuk timun suri berkisar antara 2,88 hingga 3,28. Skor kesukaan rasa tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2

(konsentrasi putih telur 15% dan maltodekstrin 7,5%), sedangkan skor kesukaan

2.40 2.48 2.44 2.52 2.60 2.52

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Aroma

rasa terendah terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 10% dan maltodekstrin 5%). Rata-rata skor uji hedonik kesukaan terhadap rasa seduhan minuman bubuk timun suri dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Perlakuan

Keterangan : A1 = Putih telur 10% B1 = Maltodekstrin 5%

A2 = Putih telur 15% B2 = Maltodekstrin 7,5%

B3 = Maltodekstrin 10%

Gambar 4.10. Nilai minuman bubuk timun suri rata-rata terhadap skor rasa

Hasil uji lanjut Friedman Conover tidak dilakukan terhadap penerimaan rasa karena nilai T lebih kecil dari F tabel pada taraf 5% yang berarti tidak adanya pengaruh perlakuan yang diujikan terhadap rasa seduhan minuman bubuk timun suri. Perlakuan A2B2 (putih telur 15% dan maltodekstrin 7,5%) merupakan perlakuan dengan skor hedonik tertinggi dengan skala hedonik kategori disukai oleh panelis.

2.92 2.96 2.88 3.04

3.28

3.08

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Rasa

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penambahan putih telur berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik (warna (lightness, chroma, dan hue), karakteristik kimia (kadar air, kadar abu, pH, dan total padatan terlarut) serta karakteristik sensoris (warna).

2. Penambahan maltodekstrin berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik (warna (lightness, chroma, dan hue), karakteristik kimia (pH, dan total padatan terlarut) serta karakteristik sensoris (warna).

3. Perlakuan A1B1 (putih telur 10% dan maltodekstrin 5%) merupakan perlakuan terbaik dalam proses pembuatan minuman bubuk timun suri berdasarkan uji sensoris, dengan sifat fisik (lightness 89,57%, chroma 14,77% dan hue 54,93°), sifat kimia (kadar air 4,82%, kadar abu 0,85%, pH 5,79 dan total padatan terlarut 17,50°Brix) dan rata-rata skor sensoris untuk warna, aroma, rasa yaitu 3,00; 2,40; 2,92 berturut-turut.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan penggunaan perlakuan A1B1 (putih telur 10% dan maltodekstrin 5%) untuk mendapatkan karakteristik sensoris yang disukai. Selain itu, diharapkan juga adanya penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, J. H., R. Elliott, B.W. Norton., 1997. Oven Drying Improves the Nutritional Value of Calliandra calothyrsus and Gliricida sepium as Supplements for Sheep Given Low Quality Straw. Departement of Agriculture, the University of Quensland, Brisbane, Quesland 4072, Austarlia.

Andarwulan, N., Kusnandar, F. dan Herawati, D., 2010. Analisis Pangan. PT.

Dian Rakyat, Jakarta.

AOAC., 2005. Official Methods of Analytical Chemistry. Washington D.C:

University of America.

Barbosa-Canovas, G.V., Ortega-Rivas, E., Juliano, P., dan Yan, H., 2005. Food Powders : Physical Properties, Processing, and Functionality. Plenum, New York.

Bangun, N.H.P., 2009. Pengaruh Konsentrasi Gula dan Campuran Sari Buah (Markisa, Wortel dan Jeruk) terhadap Mutu Serbuk Minuman Penyegar.

Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional., 1996. Standar Nasional Indonesia Serbuk.

Minuman Tradisional SNI 01.4320.1996. BSN, Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet. dan M. Woothon., 1987. Ilmu Pangan.

UI Press, Jakarta.

Dewi, R.S., 2017. Karakteristik Bubuk Sari Bawang Dayak (Eleutherine american Merr.) Beraoma Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan Metode Foam Mat Drying. Skripsi. Universitas Sriwijaya.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Estiasih, T dan Eva, S., 2009. Stabilitas Antioksidan Bubuk Keluak (Penguim edule review) Selama Pengeringan dan Pemasakan. Jurnal Teknologi Pertanian, 10(2), 115-122.

Fachruddin, L. 2002., Membuat Aneka Sari Buah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

ISBN 979-21-0193-4.

Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd (ed).

Marcel Dekker Inc, New York.

Fiana, R.M., Murtius, W.S. dan Asben, A., 2016. Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin terhadap Mutu Minuman Instan dari Teh Kombucha. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 20 (2). 65-73.

Gibson, R.S., 2005. Principle of Nutritional Asessment. Oxford University Press.

Gomez, K.A. dan Gomez, A.A., 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Haryanto, B., 2016. Pengaruh Konsentrasi Putih Telur terhadap Sifat Fisik, Kadar Antosianin dan Aktivitas Antioksidan Bubuk Instan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode Foam Mat Drying. Jurnal Kesehatan, 7(1), 1-8.

Hayati, Ari., Lidiasari, E. dan Parwiyanti., 2009. Komposisi Kimia Timun Suri (Cucumis melo L). Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu-ilmu Pertanian AGRIA, 5(2), 34-36.

Hutching, J.B., 1999. Food Colour and Appereance. Aspen Publisher Inc, Marylan.

Johnson, T.M. dan Zabik, M.E., 1981. Ultrastructural Examination of Egg Albumen Protein Foams. J. Food Science 46, 1237-1240.

Kamsiasti, E., 2006. Pembuatan Bubuk Sari Buah Tomat (Licopersicon esculentum mill) dengan Metode Foam Mat Dying. Jurnal Teknologi Pertanian, 7(2), 113-119.

Karim, A.A. and C.C. Wai., 1999. Foam Mat Drying of Starfruit (Averrhoa carambola L.) Puree. Stability and Air Drying Characteristics. Food Chemistry, 64: 337–343.

Kaslan, A.T., 1983. Bercocok Tanam Buah-Buahan. Praditya Paramitha, Jakarta.

Kudra, T. Dan Ratti, C. 2006. Foam Mat Drying : Energy and Cost Analyses.

Canadian Biosystems Engineering. 48(3), 27-32.

Kumalaningsih, S., Suprayogi. dan B. Yudha., 2005. Membuat Makanan Siap Saji. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Kuntz, L.A., 1998. Bulking Agent : Bulking up While Scalling Down. Weeks Publishing Company. Available : http://www.naturalproductsinsider.com/.

Larmond, E., 1977. Laboratory Methods for Sensory Evaluation of Food.

Research and Branch Canada Department of Agriculture Publicaton.

Leni. 2002. Dasar-Dasar Pengawetan I. Diktat Kuliah. Teknologi Pangan Universitas Pasundan, Bandung.

Linden, G. and Lorient, D., 1999. New Ingredient in Food Processing.

Biochemistry and Agriculture. CRC Press, New York.

Manalu, W., 2016. Pengaruh Penambahan Pektin dan Gelatin terhadap Karakteristik Selai Lembar Timun Suri (Cucumis melo L.). Skripsi.

Universitas Sriwijaya.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono., 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Muljohardjo, M., 1988. Tekonologi Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta.

Mulyani, T., Yulistiani, R. dan Nopriyanti, M., 2014. Pembuatan Bubuk Sari Buah Markisa dengan Metode “Foam Mat Drying”. J. Rekapangan, 8 (1), 22-38.

Munsell, 1997. Colour Chart for Plant Tissue Mechbelt Division of Kallmorgem Instruments Corporation. Bartimore: Maryland.

Murtiningrum., Elvis F. Bosawer., P. Istalaksana., dan Abadi Jading., 2012.

Karakterisasi Umbi dan Pati Lima Kultivar Ubi Kayu (Manihot esculenta).

Jurnal AGROTEK, 3(1), 81-90.

Muthukumaran, A., 2007. Foam Mat Freeze Drying of Egg White and Mathematical Modeling. Thesis. Departemen of Bioresource Engineering Macdonald Campus of McGill University.

Ningtias, D.F.C., Suyanto, A,. dan Nurhidajah., 2017. Betakaroten, Antioksidan dan Mutu Hedonik Minuman Instan Labu Kuning (Cucurbita moschata Dutch) Berdasarkan Konsentrasi Maltodekstrin. Jurnal Pangan dan Gizi,

Ningtias, D.F.C., Suyanto, A,. dan Nurhidajah., 2017. Betakaroten, Antioksidan dan Mutu Hedonik Minuman Instan Labu Kuning (Cucurbita moschata Dutch) Berdasarkan Konsentrasi Maltodekstrin. Jurnal Pangan dan Gizi,

Dokumen terkait