Hasil
Komposisi hasil tangkapan ikan
Hasil tangkapan ikan di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten cukup beragam. Beberapa ikan yang ditangkap adalah kembung lelaki, peperek, layang, kembung perempuan, kurisi, selar, kembung, teri, lemuru, dan tembang. Ikan kembung lelaki merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang tertangkap di PPP Labuan dengan persentase sebesar 5.91%. Diagram hasil tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Gambar 3.
Ikan kembung lelaki ditangkap dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine) dengan daerah penangkapan sekitar Pulau Panaitan dan Pulau Rakata. Harga Ikan kembung lelaki yaitu Rp 15.000,00–Rp 25.000,00. Ikan kembung lelaki hidup bergerombol di perairan, kebiasaan bergerombol (schooling) merupakan karakteristik yang penting dari ikan pelagis kecil (Cury et al. 2000).
Gambar 3 Hasil tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang (DKP Kabupaten Pandeglang 2013)
Gambar 4 Alat tangkap Pukat Cincin Sumber : Fandri 2012
Rasio kelamin dan hubungan panjang bobot
Rasio kelamin antara ikan betina dan jantan adalah 1.00:2.79. Ikan jantan lebih mendominasi dari ikan betina. Berdasarkan uji Chi Square pada ikan kembung lelaki TKG III dan IV diketahui bahwa rasio kelamin ikan kembung lelaki tidak seimbang. Rasio kelamin ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) pada setiap pengambilan contoh disajkan pada Tabel 2. Grafik hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan disajikan pada Gambar 5 dan 6.
Tabel 2 Rasio kelamin ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) pada setiap pengambilan contoh
Gambar 5 Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina
Gambar 6 Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) jantan
Waktu Pengambilan Contoh n Jumlah Rasio (%)
Betina Jantan Betina Jantan
30 Mei 2014 120 28 92 1.00 3.29 27 Juni 2014 53 21 32 1.00 1.52 23 Juli 2014 67 14 53 1.00 3.79 24 Agustus 2014 80 41 39 1.00 0.95 23 September 2014 70 11 59 1.00 5.36 24 Oktober 2014 90 32 58 1.00 1.81 Jumlah 480 147 333 1.00 2.79
Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki betina dan jantan diperoleh persamaan, masing-masing adalah W = 0.00002 L2.8774 dan W = 0.00027 L2.5216 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 83.32%. dan 75.49%. Nilai tersebut didapat setelah menghilangkan beberapa data pencilan, yaitu 27 data pada ikan jantan. Hal tersebut dikarenakan pencilan dapat menyebabkan galat dalam analisis statistika (Walfish 2006).
Berdasarkan uji b, Fhit>Ftab berarti tolak H0 sehingga analisis hubungan panjang dan bobot ikan jantan dan betina harus dibedakan (Lampiran 2). Berdasarkan uji t (α = 0.05) terhadap nilai b, pola pertumbuhan ikan kembung lelaki betina dan jantan, masing-masing adalah isometrik dan allometrik negatif. Tingkatkematangan gonad dan faktor kondisi
Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan gonad ikan (Effendie 2002). Grafik tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan disajikan pada Gambar 7 dan 8. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa TKG ikan kembung lelaki betina dan jantan yang didominasi oleh TKG I dan II (Lampiran 3). TKG III dan IV muncul pada setiap bulan pengambilan contoh yang berarti ikan kembung lelaki bersifat partial spawner.
Gambar 7 Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastralliger
kanagurta) betina
Gambar 8 Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) jantan
Hasil analisis faktor kondisi rata-rata ikan kembung lelaki betina dan jantan yang diamati, masing-masing adalah 1.0340-1.2084 dan 0.9434-1.1015. Grafik faktor kondisi ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan disajikan pada Gambar 9 dan 10.
Gambar 9 Faktor kondisi rata-rata ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina
Gambar 10 Faktor kondisi rata-rata ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) jantan
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Fekunditas ikan betina dihitung pada TKG 4. Fekunditas berkisar antara 7 797–34 454 butir (Lampiran 6). Grafik hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) disajikan pada Gambar 13 dan 14. Berdasarkan Gambar 13 dan 14 diketahui bahwa fekunditas berbanding lurus dengan pertambahan panjang dan bobot.
Hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot ikan kembung lelaki betina masing-masing, adalah F = 2E-11 L6.3468 dan F = 1.0006 L2.0535 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 84.37% dan 84.03. Histogram diameter telur ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15 terdapat dua puncak pemijahan. Oleh karena itu, ikan kembung lelaki bersifat partial spawner.
Gambar 11 Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta)
Gambar 12 Hubungan fekunditas dengan bobot ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta)
Sebaran frekuensi panjang dan ukuran pertama kali matang gonad
Ikan kembung lelaki betina dan jantan yang diamati selama penelitian, masing–masing sebesar 147 dan 333 individu. Ikan kembung lelaki yang diambil setiap bulan berkisar antara 53-120 individu (Lampiran 7). Panjang minimum dan maksimum ikan kembung lelaki yang diamati adalah 125 dan 246 mm. Frekuensi panjang ikan kembung lelaki tertinggi betina dan jantan, masing-masing pada selang 200-204 mm dan 210–214 mm (Lampiran 7).
Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki betina dan jantan, masing-masing adalah 184.6696 mm dan 191.6126 mm (Lampiran 4).
Histogram Frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) disajikan pada Gambar 16.
Gambar 14 Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta)
Ukuran pertama kali tertangkap
Panjang pertama kali tertangkap adalah panjang ikan yang ke-50% dari ikan tertangkap di suatu perairan (Mahrus 2012). Ukuran pertama kali tertangkap dihitung menggunakan data frekuensi dan selang kelas panjang. Analisis panjang pertama kali tertangkap ikan kembung lelaki betina dan jantan, masing-masing adalah 181.0306 dan 182.8610 mm (Lampiran 5).
Identifikasi kelompok umur
Identifikasi kelompok umur ikan kembung lelaki betina dan jantan menggunakan analisis sebaran frekuensi panjang. Metode yang digunakan untuk menganalisis kelompok umur adalah metode NORMSEP melalui program FISAT II (Lampiran 8). Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan disajikan pada Tabel 3.
Histogram pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki betina dan jantan (Rastralliger kanagurta) disajikan pada Gambar 15 dan 16. Berdasarkan Gambar 15 diduga pertumbuhan ikan kembung lelaki betina terjadi paling pesat terjadi pada bulan Mei-Agustus. Berdasarkan gambar 16 diduga pertumbuhan ikan kembung paling pesat terjadi lelaki jantan terjadi pada bulan Mei-September.
Tabel 3 Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan
Waktu Kelompok Umur Panjang Rata-Rata Indeks Sparasi
Betina Jantan Betina Jantan
30 Mei 2014 1 167.01 ± 4.10 127.00 ± 2.50 N.A. N.A.
2 184.12 ± 2.50 170.32 ± 6.10 5.19 10.07
3 208.56 ± 9.13 190.59 ± 2.95 4.20 4.48
4 206.75 ± 6.99 3.25
27 Juni 2014 1 195.33 ± 3.73 172.01 ± 2.50 N.A. N.A.
2 212.79 ± 2.50 187.93 ± 3.23 5.61 5.55
3 223.76 ± 4.47 209.59 ± 11.50 3.15 2.95
4 238.47 ± 3.04 3.98
23 Juli 2014 1 178.99 ± 7.65 147.00 ± 4.10 N.A. N.A.
2 195.75 ± 2.50 181.40 ± 7.46 3.30 5.96
3 220.00 ± 4.00 203.50 ± 11.25 7.46 2.36
4 221.50 ± 2.50 2.62
24 Agustus 2014 1 176.10 ± 6.00 177.76 ± 6.80 N.A. N.A.
2 220.66 ± 8.85 213.67 ± 2.50 6.02 7.76
3 230.01 ± 2.50 2,70
23 September 2014 1 186.46 ± 8.10 192.3 ± 8.25 N.A. N.A.
2 199.73 ± 2.63 237.00 ± 5.59 2.47 6.46
3 247.00 ± 2.50 18,42
24 Oktober 2014 1 137.00 ± 2.50 163.62 ± 7.25 N.A. N.A.
2 184,09 ± 8.59 185.71 ± 8.84 8.50 2.75
Gambar 15 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina
Gambar 16 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) jantan
Parameter pertumbuhan
Analisis parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki terdiri atas koefisien pertumbuhan (k), panjang asimtotik (L∞), dan umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0) yang disajikan pada Tabel 4. Pendugaan parameter pertumbuhan berdasarkan model Von Bertalannfy (Lampiran 9).
Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan disajikan pada Gambar 17 dan 18. Persamaan pertumbuhan model Von Bertalanffy ikan kembung lelaki betina dan jantan, masing-masing adalah adalah Lt = 255.8366 (1-e[-0.4159(t+0.2191)]) dan Lt = 262.1361 (1-e[-0.4019(t+0.2255)]). Tabel 4 Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki berdasarkan model Von
Bertalanffy Parameter Nilai Betina Jantan L∞ (mm) 255.8366 262.1361 k (/tahun) 0.4159 0.4019 t0 (/tahun) -0.2191 -0.2255
Gambar 17 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina
Gambar 18 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) jantan
Kebiasaan makanan
Berdasarkan hasil analisis kebiasaan makanan ikan kembung lelaki diketahui bahwa terdapat perbedaan komposisi makanan antara betina dan jantan. Grafik komposisi makanan ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina dan jantan disajikan pada Gambar 19 dan 20. Nilai luas relung makan ikan kembung lelaki betina dan jantan, masing-masing sebesar 2.9010 dan 0.2783 (Lampiran 10). Nilai tumpang tindih antara ikan betina dan jantan sebesar 0.1532 (Lampiran 10). Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa tidak terjadi tumpang tindih antara ikan kembung lelaki betina dan jantan karena masih di bawah 0.5.
Gambar 19 Komposisi makanan ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) betina
Gambar 20 Komposisi makanan ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) jantan
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan kembung lelaki dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Informasi mengenai nilai mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki (Rastralliger kanagurta) disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Nilai mortalitas penangkapan ikan kembung lelaki lebih besar dibandingkan nilai mortalitas alami yang disajikan pada Lampiran 11. Berdasarkan nilai mortalitas diketahui bahwa faktor kematian ikan kembung lelaki lebih besar diduga terjadi akibat kegiatan penangkapan.
Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki betina dan jantan masing-masing sebesar 0.7304 dan 0.8767. Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan diketahui bahwa laju eksploitasi ikan kembung lelaki jantan lebih tinggi dibandingkan ikan kembung lelaki betina. Tabel 5 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki (Rastralliger
kanagurta)
Parameter Nilai
Betina Jantan
Mortalitas alami (M) (/tahun) 0.4563 0.4432
Mortalitas penangkapan (F) (/tahun) 1.2361 3.1510
Mortalitas total (Z) (/tahun) 1.6924 3.5942
Laju Eksploitasi (e) 0.7304 0.8767
Model produksi surplus
Model surplus produksi dapat diterapkan bila data hasil tangkapan total berdasarkan spesies per unit upaya tercatat baik (Sparre dan Venema 1999). Hasil tangkapan serta upaya penangkapan ikan kembung lelaki yang dianalisis diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten selama tahun 2007-2013 (DKP 2013). Hasil tangkapan ikan kembung lelaki dan upaya penangkapan disajikan pada Tabel 6. Hasil tangkapan ikan kembung lelaki tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 631.46 ton. Upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 1 093.47 trip.
Analisis potensi sumberdaya ikan kembung lelaki menggunakan model pendekatan Schaefer. Hasil analisis dengan model Schaefer didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 79.22%. Nilai upaya optimum (fMSY) dan Maximum Sustainable Yield (MSY) masing-masing sebesar 1 010.02 trip dan 571.04 ton. Nilai Jumlah Tangkap Boleh (JTB) sebesar 513.94 ton (Lampiran 12). Hasil tangkapan aktual ikan kembung lelaki 2013 sebesar 556.22 ton. Upaya penangkapan aktual ikan kembung lelaki 2013 sebesar 1 082.24 trip. Grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer disajikan pada Gambar 21.
Tabel 6 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Tahun Hasil Tangkapan (ton) Upaya (trip) CPUE
2007 631.46 994.82 0.6347 2008 506.05 902.15 0.6496 2009 545.89 738.97 0.7387 2010 513.23 771.33 0.6654 2011 510.91 974.11 0.5200 2012 566.35 1 093.47 0.5179 2013 556.22 1 082.24 0.5140
Gambar 21 Model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diketahui bahwa proporsi ikan betina dan jantan adalah 1.00:2.79. Ketidakseimbangan dipengaruhi oleh perbedaan laju mortalitas, rekruitmen, genetika, penyebaran, dan kondisi lingkungan (Astuti 2007; Safarini 2013). Ketidakseimbangan dipengaruhi juga oleh tingkah laku ruaya ikan baik untuk memijah ataupun mencari makan (Febianto 2007). Kebiasaan migrasi bukan menandakan ikan telah overexploitation namun bermanfaat untuk ikan memijah (Sajina et al. 2011).
Proporsi Ikan kembung lelaki jantan lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi ikan kembung lelaki betina. Hal tersebut diduga karena lokasi penangkapan ikan yang didominasi oleh jenis Trichodesmium. Berdasarkan analisis diketahui bahwa komposisi makanan ikan kembung lelaki betina dan jantan berbeda. Ikan kembung lelaki betina memiliki luas relung yang lebih tinggi dibadingkan jantan. Hal tersebut mempengaruhi jumlah antara betina dan jantan.
Kelimpahan dan pola pertumbuhan ikan dalam suatu lokasi dipengaruhi luas relung makanan. Ikan kembung lelaki betina lebih mampu bertahan dalam berbagai macam kondisi makanan di suatu perairan. Oleh karena itu, daerah penyebaran ikan kembung lelaki betina lebih luas dibandingkan dengan jantan.
Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki betina dan jantan masing-masing yaitu isometrik dan allometrik negatif. Berdasarkan hasil analisis uji beda dua b, diketahui bahwa terdapat perbedaan pola pertumbuhan pada ikan kembung lelaki betina dan jantan (Lampiran 14). Perbedaan pola pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pola pertumbuhan adalah genetik dan perkembangan gonad sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan dan ketersediaan makanan (Effendie 2002; Rahman dan Hafzath 2012). Pola pertumbuhan juga dipengaruhi oleh tingkah laku ikan yang bergerak aktif dan melakukan ruaya (Utami et al. 2014).
Kelompok umur yang terbentuk dipengaruhi perbedaan daerah penyebaran ikan kembung lelaki. Berdasarkan kaidah Bhattacharya (1992) in Sparre and Venema (1999), Kelompok umur yang terbentuk pada ikan kembung lelaki betina dan jantan, maaing-masing adalah tiga dan empat. Kelimpahan ikan di lokasi penangkapan dipengaruhi oleh kelompok umur yang terbetuk. Mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh kelimpahan ikan. Pengurangan kelompok umur pada ikan kembung lelaki jantan terjadi pada bulan Agustus-September. Hal tersebut diduga karena tingginya mortalitas penangkapan ikan kembung lelaki jantan.
Faktor kondisi ikan kembung lelaki berkisar antara 0.9434-1.2084. Berdasarkan nilai faktor kondisi diketahui bahwa ikan kembung lelaki mempunyai bentuk tubuh pipih. Hal tersebut dipengaruhi oleh makanan utama ikan kembung lelaki yaitu diatom (Rifqie 2007) dan tingkat kematangan gonad. Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki betina pada bulan Mei-Juni sangat kecil. Menurut BMKG (2014), pada bulan tersebut merupakan puncak musim kemarau. Hal tersebut akan mempengaruhi keberadaan diatom.
Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki jantan pada bulan Agustus-September sangat kecil. Faktor kondisi ikan kembung lelaki jantan yang kecil disebabkan oleh rekruitmen. Juvenil ikan memiliki faktor kondisi yang kecil. Hal tersebut dikarenakan energi yang digunakan untuk pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan perkembangan gonad. Rekruitmen diduga terjadi ketika puncak pemijahan.
Puncak pemijahan diduga terjadi pada bulan September. Puncak pemijahan tersebut ditandai dengan kelimpahan ikan pada TKG III dan IV serta masuknya individu-individu baru (rekruitmen) ke dalam stok. Rekruitmen akan menggantikan stok ikan kembung lelaki yang telah dewasa, sedangkan ikan yang sudah dewasa, akan mati dikarenakan faktor usia atau penangkapan (Permatachani 2014).
Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sebelum dikeluarkan pada waktu akan memijah. Menurut Nikolsky (1969) in Baginda (2006), fekunditas berhubungan erat dengan ketersediaan makanan, kecepatan pertumbuhan, dan tingkah laku ikan waktu pemijahan. Menurut FAO (1974), ikan kembung lelaki bersifat partial spawner. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya ikan pada TKG III dan IV pada setiap bulan pengambilan contoh. Hal tersebut juga didukung dengan hasil analisis terhadap diameter telur.
Dinamika populasi dalam suatu wilayah digambarkan dengan berbagai parameter yaitu L∞, k, t0, mortalitas, dan eksploitasi (Amin et al. 2014). Perbedaan lama waktu pengambilan contoh, musim, ukuran ikan yang diambil, dan variasi kombinasi dalam selang kelas yang digunakan mempengaruhi nilai dari parameter yang didapatkan (Abdussamad et al. 2006). Perbedaan koefisien pertumbuhan (k) diduga terjadi akibat perbedaan lokasi ikan yang tertangkap dan kondisi lingkungan (Sparre dan Venema 1999).
Ikan muda memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan berumur tua. Nilai koefisien pertumbuhan (k) akan tinggi dan panjang asimtotik (L∞) akan lebih kecil apabila ikan muda banyak tertangkap. Ikan kembung betina memiliki umur lebih panjang dibandingkan dengan ikan kembung lelaki jantan. Hal tersebut dikarenakan nilai koefisien pertumbuhan (k) yang lebih besar pada ikan kembung betina.
Semakin kecil koefiesien pertumbuhan, semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan tersebut untuk mencapai panjang asimtotik (Sparre dan Venema 1999). Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki di beberapa perairan dipengaruhi interval contoh yang diambil, dan perlakuan matematik untuk memperolehnya (Nurhakim 1993 in Winardi 2002). Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) Peneliti Tahun penelitian Lokasi Laju Ket K L∞ t0
Perdanamihardja (2011) 2010 Teluk Jakarta 0.34 276.77 -0.94 -
Fandri (2012) 2011 Selat Sunda 0.42 243.86 -0.66 Betina
0.19 297.23 -0.33 Jantan
Prahadina (2013) 2012 Teluk Banten 0.33 285.48 -0.27 Betina
0.50 260.10 -0.18 Jantan
Permatachani (2014) 2013 Selat Sunda 0.14 355.02 -0.60 Betina
0.08 392.27 -1.07 Jantan
Penelitian ini (2015) 2014 Selat Sunda 0.42 255.84 -0.22 Betina
0.40 262.14 -0.23 Jantan
Ikan kembung lelaki yang tertangkap umumnya tertangkap pada tingkat kematangan gonad (TKG) I dan II pada panjang kurang dari 225 mm pada betina dan 240 mm pada jantan. Hal tersebut menandakan bahwa ikan kembung lelaki yang tertangkap di Perairan Selat Sunda sudah mengalami gejala biological overfishing yang terdiri dari growth overfishing dan rekruitmen overfishing (Prahadina 2013).
Growth overfishing adalah penangkapan ikan di bawah ukuran pertama kali tertangkap. Berdasarkan hasil analisis growth overfishing pada ikan kembung lelaki betina dan jantan sebesar 24.49% dan 43.84%. Rekruitmen overfishing adalah penangkapan ikan di bawah ukuran pertama kali matang gonad. Berdasarkan hasil analisis rekruitmen overfishing pada ikan kembung lelaki betina dan jantan sebesar 19.73% dan 27.33%. Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad diduga terjadi akibat perbedaan alat tangkap yang digunakan, biologi ikan dan kondisi lingkungan (Rohit dan Gupta 2004). Ukuran pertama kali matang gonad yang lebih besar dibandingkan ukuran pertama kali tertangkap menandakan bahwa kondisi perikanan di Perairan Selat Sunda tidak baik.
Laju mortalitas akibat penangkapan dapat disebabkan oleh adanya distribusi ikan-ikan berukuran besar dan kecil. Perbedaan penyebaran ini disebabkan oleh karakteristik ikan kembung (pelagis kecil) yang selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial. Aktivitas gerak yang cukup tinggi membentuk pola gerombolan yang terpencar-pencar (Winardi 2002). Selain itu, koefisien kematian akibat penangkapan dipengaruhi oleh jumlah alat tangkap dan intensitas penangkapan (Ahmad 2000). Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) Peneliti Tahun penelitian Lokasi Laju Ket Alami (M) Penang kapan(F) Total (Z) Eksploi tasi (E) Perdanamihardja 2010 Teluk 0.62 0.31 0.93 0.66 - (2011) Jakarta
Prahadina 2012 Teluk 1.65 0.38 2.03 0.81 Betina
(2013) Banten 2.19 0.51 2.70 0.81 Jantan
Permatachani 2013 Selat 0.66 0.21 0.87 0.75 Betina
(2014) Sunda 0.23 0.14 0.37 0.61 Jantan
Penelitian ini 2014 Selat 0.46 1.23 1.69 0.73 Betina
(2015) Sunda 0.44 3.15 3.59 0.88 Jantan
Laju eksploitasi ikan kembung lelaki telah melebihi laju eksploitasi optimum sebesar 0.5 sehingga diduga ikan kembung lelaki di Perairan Selat Sunda telah overexploitation. Spesies yang dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan dewasa, sehingga ikan belum sempat untuk bereproduksi (King 1995 in Permatachani 2014). Hal ini akan mengakibatkan tidak adanya rekruitmen yang masuk ke dalam suatu stok. Variasi ukuran ikan yang tertangkap dengan alat tangkap yang berbeda, tidak menandakan terjadinya penambahan atau pengurangan stok secara signifikan (Abdussamad et al. 2010).
Penurunan laju mortalitas alami disebabkan oleh semakin berkurangnya ikan-ikan yang tumbuh hingga berusia tua dan meningkatnya aktivitas penangkapan (Mehanna 2001). Menurut Cardinale et al. (2011), adanya teknologi penangkapan menyebabkan peningkatan eksploitasi yang dilakukan, walaupun di sisi lain upaya penangkapan menjadi berkurang. Pengontrolan dapat dilakukan untuk membatasi tingkat eksploitasi.
Nilai faktual telah melebihi nilai fMSY sehingga diindikasikan bahwa ikan kembung lelaki di PPP Labuan telah mengalami tangkap lebih. Pengaturan ukuran ikan yang ditangkap tidak akan berguna jika tidak dilakukan kontrol terhadap upaya. Menurut Anderson dan Seijo 2010, keberlangsungan perikanan dipengaruhi oleh kemampuan daya pulih populasi, dan biologi perikanan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kondisi perikanan ikan kembung lelaki telah mengalami tangkap lebih sehingga perlu dilakukan pengelolaan perikanan.
Regulasi open access dapat menyebabkan penurunan populasi ikan sehingga diperlukan pengelolaan sumberdaya secara tepat (Cardinale et al. 2011). Menurut Boer dan Aziz (2007) pengelolaan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa, dan untuk mengetahui porsi pemanfaatan optimum oleh armada penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan nilai tangkapan maksimum lestari. Pengelolaan perlu dilakukan untuk keberlanjutan sumberdaya ikan kembung lelaki.
Pengelolaan yang dapat dilakukan yaitu mengurangi upaya penangkapan, memperbesar ukuran mata jaring dan mengatur musim penangkapan. Pengurangan upaya penangkapan dilakukan agar hasil produksi lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membatasi armada penangkapan yang beroperasi, memberi kuota penangkapan dan melakukan mekanisme pasar dengan cara menaikkan harga jual dan menentukan ukuran ikan yang dapat dijual. Ukuran
mata jaring yang digunakan harus memiliki ukuran lebih besar dari tinggi ikan pertama kali matang gonad.
Berdasarkan analisis didapatkan ukuran mata jaring sebesar 50 mm atau 1.97 inci (Lampiran 13). Pukat cincin yang digunakan umumnya memiliki mata jaring 1-1.75 inci (Hiariey 2010). Ukuran mata jaring harus diperbesar agar ikan yang belum matang gonad dapat meloloskan diri. Penangkapan pada ikan harus dilakukan pada ikan yang berukuran lebih dari ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad (Musbir 2006 in Tamarol et al. 2012).
Pengelolaan juga dapat dilakukan dengan menerapkan open closed system berupa pemberlakuan sistem buka dan tutup pada saat musim pemijahan. Hal tersebut dilakukan agar ikan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sehingga stok ikan dapat terjaga. Berdasarkan analisis yang dilakukan ikan kembung lelaki mencapai pertama kali matang gonad ketika umur ± 3 bulan yang merupakan closed system setelah pemijahan (Lampiran 13).
Berdasarkan pendekatan konsep MSY upaya penangkapan tidak boleh melebihi upaya lestari. Upaya yang optimum dilakukan sebesar 1 010.02 trip per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 513.94 ton per tahun. Menurut Yonvitner et al. (2009), hasil dari CPUE yang didapat tidak boleh melebihi tangkapan lestari agar keberlanjutan dari stok ikan kembung lelaki dapat tetap terjamin.
SIMPULAN
Ikan kembung lelaki di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten telah mengalami overexploitation dan tangkap lebih.