• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisis Anggaran dan Realisasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan

Berdasarkan hasil kajian APBD Dinas BMTR Provinsi Banten, diperoleh informasi bahwa anggaran dan realisasi infrastruktur jalan dan jembatan sudah baik dengan penyerapan anggaran di atas 90% secara berturut-turut yaitu 99.27% pada tahun 2008, 99.78% pada tahun 2009, 99.90% pada tahun 2010, 99.34% pada tahun 2011 dan 93.43% pada tahun 2012. Penyerapan anggaran yang kurang optimal terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 penyerapan anggaran menurun sebesar 70.64% dan 21.50 % pada tahun 2014. Penyebab rendahnya realisasi anggaran ada 2 faktor. Pertama, adanya masa penyesuaian atas perubahan di sistem penganggaran dengan pemberlakuan pembangunan jalan tahun jamak. Peraturan ini mulai diterapkan tahun 2013 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun Tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan Dengan Penganggaran Tahun Jamak. Program pembangunan infrastruktur jalan yang menggunakan anggaran tahun jamak adalah program yang masa konstruksinya memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, bersifat strategis dan merupakan prioritas untuk segera dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Kedua, adanya lelang ulang beberapa kali dan adanya paket yang belum selesai pengerjaannya pada saat akhir tahun anggaran atas paket pekerjaan tahun jamak, sehingga realisasi anggaran kecil di akhir tahun. Anggaran dan realisasi belanja modal jalan dan jembatan di Pemerintah Provinsi Banten selama tahun 2008 sampai dengan 2014 disajikan dalam Gambar 7.

Sumber: Hasil Pengolahan Data Dinas BMTR 2008-2014

Hasil Analisis Regresi Investasi Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun asumsi yang digunakan adalah tingkat kepercayaan 90% dan nilai signifikansi (α) 10%. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi anggaran investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Dinas BMTR Provinsi Banten. Sebelum dilakukan analisis, data tersebut ditransformasi dengan menggunakan logaritma. Hal ini perlu dilakukan karena data tersebut tidak memenuhi syarat untuk dianalisis. Penyebabnya adalah rentang data yang pendek yaitu hanya 7 tahun anggaran (2008 sampai dengan 2014) dan menyamakan ukuran variabel dimana variabel independen dalam bentuk persentase sedangkan variabel independen dalam bentuk rupiah dengan nilai minimal puluhan juta rupiah.

Ada empat pengujian variabel sebelum dilakukan analisis regresi. Pertama, uji heretoscedasticity yang hasilnya disajikan dalam Tabel 5. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas data berdasarkan hasil probobilitas F statistik sebesar 0.9940. Hal ini memenuhi syarat karena nilai probabilitas tersebut harus lebih besar dari 10%. Arti hasil pengujian ini adalah tidak terjadi ketidaksamaan residual variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Dengan demikian, model regresi yang akan digunakan efisien baik dalam skala sampel kecil, sedang dan besar.

Tabel 5 Hasil uji heteroskedasticity

Variable Coefficient t-Statistic Prob.

C 0.254 0.09 0.936

LOG(JEMBATAN) -0.00408 -0.05 0.964

LOG(JALAN) -0.00586 -0.11 0.920

R-squared 0.0003

Prob(F-statistic) 0.9940

Sumber : Hasil olahan

Kedua, uji autokorelasi dengan uji Durbin Watson diperoleh nilai sebesar 2.01822. Nilai DW tersebut berada diantara nilai DU sebesar 1.89640 dan DL sebesar 3.5380, dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi pada model yang dihasilkan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji Durbin Watson

Durbin-Watson Stat 2.01822

Durbin-Watson Upper (DU) 1.89640 Durbin-Watson Lower (DL) 0.46720

Ketiga, uji normalitas yang hasilnya disajikan dalam Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkann bahwa kajian ini baik karena data terdistribusi secara normal. Ini berdasarkan hasil uji bahwa probabilitas sebesar 0,150 yang menunjukkan bahwa distribusi data memenuhi syarat karena sudah lebih dari (α) 10%. 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 RESI2 P e r c e n t Mean -0,07647 StDev 0,4482 N 7 KS 0,262 P-Value >0,150 Normal

Sumber : Hasil olahan

Gambar 10 Hasil uji normalitas

Keempat, uji multikolinearitas yaitu uji untuk mengetahui bahwa apakah antar variabel independen memiliki korelasi atau tidak. Syarat tidak ada multikolinearitas adalah nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10. Berdasarkan hasil Tabel 7 didapatkan kesimpulan bahwa kajian ini baik dan terbebas dari multikolinearitas. Ini berdasarkan hasil uji bahwa nilai centered VIF kurang dari 10.

Tabel 7 Uji multikolinearitas

Variable Centered VIF

LOG(JALAN) 1.2120

LOG(JEMBATAN) 1.2120

Sumber : Hasil olahan

Berdasarkan hasil pengujian yang menyatakan variabel tersebut dinyatakan lulus empat pengujian baik uji multikolinearitas, uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan uji Autokorelasi, maka dilakukan analisis regresi yang hasilnya disajikan dalam Tabel 8. Hasil regresi tersebut juga diuji dengan hasil sebagai berikut :

1. Uji T

Hasil perhitungan untuk variabel jalan diperoleh nilai probabilitas (signifikansi) = 0.003. Nilai probabilitas tersebut kurang dari α 0.1 (0.003 < 0.1) yang berarti dapat disimpulkan bahwa variabel pembangunan jalan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Selain itu, hasil perhitungan untuk variabel jembatan diperoleh nilai probabilitas (signifikansi) 0,089. Nilai probabilitas kurang dari α

0,1 (0,089 < 0,1) yang berarti dapat disimpulkan bahwa variabel pembangunan jembatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Uji F

Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh nilai probabilitas untuk F-statistik adalah sebesar 0,007. Nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari

α 0.1 (0.007 < 0.10) yang berarti dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel jalan dan jembatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Uji Koefisien Determinasi

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa variabel bebas yaitu variabel infrastruktur konstruksi jalan dan variabel infrastruktur jembatan menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi. Ditinjau dari nilai determinasi sebesar 87.10 % menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB 87.10 % mampu ditunjukkan oleh variabel jalan dan jembatan sedangkan 12.90% dijelaskan oleh variabel lainnya .

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jalan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.56%. Selain itu, Setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jembatan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08%. Berdasarkan data rata-rata realisasi anggaran di Dinas BMTR Provinsi Banten dapat disimpulkan bahwa setiap 1% realisasi pembangunan jalan setara dengan Rp. 1.272.271.942 (satu miliar dua ratus tujuh puluh dua juta dua ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh dua rupiah) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.56% atau dengan kata lain 1% adalah Rp. 3.127.272.727 (tiga miliar seratus dua puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh dua tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah). Sedangkan setiap 1% realisasi pembangunan jembatan setara dengan Rp. 163.782.552 (seratus juta enam puluh tiga juta tujuh ratus delapan puluh dua lima ratus lima puluh dua rupiah) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08%. Persamaan hasil analisis regresi disajikan dalam bentuk sebagai berikut:

Tabel 8 Hasil regresi

Variable Coefficient t-Statistic Prob.

LOG(JALAN) 0.557640 6.40 0.003 LOG(JEMBATAN) 0.084860 3.52 0.089 C -6.354000 -3.43 0.027 R-squared 0.914 Adjusted R-squared 0.871 F-statistic 21.310 Prob(F-statistic) 0.007

Model persamaan hasil analisis regresi yang telah dilakukan sebagai berikut:

Y = -6.35 + 0.56 JALAN+ 0.08 JEMBATAN Keterangan:

Y : pertumbuhan ekonomi

JALAN : kenaikan realisasi anggaran investasi infrastuktur jalan (%) JEMBATAN : kenaikan realisasi anggaran investasi infrastuktur jembatan (%)

Sidik (2011) menjelaskan infrastruktur jalan secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Hasil penelitian di Kalimantan ini memiliki kesamaan dengan hasil peneltian di Banten, yaitu keduanya menyatakan ada pengaruh positif pembangunan jalan terhadap pertumbuhan ekonomi dan keduanya juga menggunakan metoda analisis regresi linier berganda. Sedangkan beberapa perbedaan terkait dua penelitian di atas terletak pada:

a. Sumber data yang digunakan

Data penelitian sebelumnya adalah data panjang jalan di provinsi-rovinsi yang ada di Pulau Kalimantan sedangkan penelitian yang dilakukan di Provinsi Banten menggunakan data realisasi anggaran pembangunan jalan dan jembatan b. Satuan ukuran variabel

Ukuran variabel independen penelitian di Kalimantan adalah panjang jalan dan panjang jaringan listrik (meter), sedangkan di Banten variabel independen yang diteliti adalah realisasi anggaran pembangunan jalan dan jembatan (%).

c. Jumlah data yang digunakan

Data yang digunakan pada penelitian sdi Kalimantan adalah data periode tahun 1995 sampai dengan 2008 sedangkan penelitian ini di Banten menggunakan data tahun 2008 sampai dengan 2014. d. Metode analisis regresi

Data penelitian di Kalimantan dianalisis dengan data panel karena menganalisis data provinsi-provinsi di Kalimantan sedangkan penelitian di Banten menggunakan data time series. e. Anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi

Anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan sebesar 1% pertumbuhan ekonomi di Kalimantan (rata-rata) sebesar Rp. 2.900.000.000 (dua miliar sembilan ratus juta rupiah) sedangkan hasil penelitian di Banten menjelaskan anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% adalah Rp. 3.127.272.727 (tiga miliar seratus dua puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh dua tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah.

Penetapan prioritas pembangunan diperlukan untuk mendapatkan output optimal atas penggunaan angggaran. Prioritas tersebut dapat diketahui melalui analisis manfaat kenaikan realisasi anggaran jalan dan jembatan terhadap

pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Analisis ini mencakup dua hal yaitu analisis biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu dan berapa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dengan biaya tertentu.

Analisis kenaikan realisasi anggaran untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu diilustrasikan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten sebesar 5.86% dan lebih rendah dari rata-rata provinsi di Wilayah Jawa-Bali yang mencapai 5.97%.

Sehubungan dengan hasil tersebut diatas, terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan Pemerintah Provinsi Banten agar pertumbuhan ekonominya sejajar dengan Wilayah Jawa-Bali. Alternatif pertama, Dinas BMTR meningkatkan realisasi investasi infrastruktur jalan (ceteris paribus).

Y = -6.35 + 0.56 JALAN+ 0.08 JEMBATAN 5.97 = -6.35 + 0.56 JALAN+ 0.08 (0)

JALAN = (5.97+6.35)/0.56 JALAN = 22%

Jadi, pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5.97% dengan meningkatkan realisasi angggaran jalan sebesar 22% dari realisasi investasi infrastruktur jalan tahun sebelumnya. Alternatif kedua, Dinas BMTR meningkatkan realisasi investasi infrastruktur jembatan (ceteris paribus).

Y = -6.35 + 0.56 JALAN+ 0.08 JEMBATAN 5.97 = -6.35 + 0.56 (0) + 0.08 JEMBATAN JEMBATAN = (5.97+6.35)/0.08

JEMBATAN = 80.98%

Jadi, pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5.97% dengan meningkatkan realisasi angggaran jalan sebesar 80.98% dari realisasi investasi infrastruktur jembatan tahun sebelumnya.

Hasil Analisis SWOT Strategi Investasi Infrastruktur

Hasil analisis deskriptif, analisis regresi dan wawancara menunjukkan bahwa beberapa faktor strategis mempunyai korelasi positif nyata dengan investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Faktor-faktor strategis yang berpengaruh kemudian dikelompokkan ke dalam faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman.

Berdasarkan Tabel 9, urutan faktor yang menjadi kekuatan dari sisi internal di Pemerintah Provinsi Banten dalam menyusun strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan dan jembatan.

Perencanaan partisipatif diwujudkan dengan musrembang yang terintegrasi dan dihadiri oleh semua stakeholders seperti bupati dan walikota tiap kabupaten/kota, serta pemerintah pusat dalam penyusunan rencana kegiatan pembangunan Provinsi Banten setiap tahunnya. Selain itu, Dinas BMTR Provinsi Banten secara khusus juga melakukan kegiatan Forum SKPD yang

mengundang pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan jalan yang akan dilakukan untuk koordinasi. Instansi yang diundang yaitu Dinas BMTR Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bappeda Provinsi Banten, perusahaan negara dan swasta terkait misalnya: PT. Pembangkit Listrik Negara (PLN), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), Tbk dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

2. RPJMD yang bersinergi dengan pemerintah pusat

Acuan RPJMD Pemrintah Provinsi Banten sudah sesuai peraturan, baik peraturan pemerintah daerah dan kementerian yang terkait. Acuan yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam RPJMD adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara;

3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

4) Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

Selain itu, program-program di Provinsi Banten disinergikan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk pemantapan pembangunan infrastruktur, konektivitas dan daya dukung pusat-pusat pertumbuhan di Provinsi Banten. Kebijakan pemerintah pusat menyebutkan bahwa Provinsi Banten dijadikan salah satu daerah yang termasuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor Jawa-Sumatera yang juga disebutkan di dalam RPJMD Pemerintah Provinsi Banten. Beberapa program MP3EI diwujudkan berupa pembangunan bandara di kawasan Banten Selatan, jalan tol akses Serang-Panimbang, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung termasuk pembangunan Waduk Karian. Pembangunan infrastruktur tersebut merupakan target MP3EI.

3. Staf dengan tingkat kompetensi sesuai dengan kebutuhan

Setiap instansi memiliki dinamika pengelolaan staf dan ini menjadi catatan tersendiri. Staf yang diperlukan harus sesuai dengan background

pendidikannya yang ditambah dengan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Namun, jumlah staf khusus bidang lapangan kurang optimal karena jumlah tenaga yang dibutuhkan masih kurang. Akibatnya adalah banyak kegiatan yang masih harus dilaksanakan oleh pihak ketiga dan kurang maksimalnya pengawasan. Hal ini disebabkan oleh jumlah proyek pengerjaan jalan dan jembatan yang melebihi kemampuan pengawasan staf lapangan yang tersedia.

Tabel 9 Evaluasi faktor internal (IFE) strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan

No. Kekuatan Bobot Rating Skor

Terbobot 1. Perencanaan partisipatif melalui

musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan

0.26 3.38 0.88

2. RPJMD yang sinergi dengan pemerintah

pusat 0.22 3.38 0.74

3. Staf yang sesuai kompetensi 0.18 3.25 0.60

Skor Variabel Kekuatan 0,67 2.22

No. Kelemahan Bobot Rating Skor

Terbobot 1. Kebutuhan anggaran yang lebih besar

daripada anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan

0.13 1.63 0.21

2. Beberapa perubahan kebijakan pemerintah pusat dan kementerian terkait infrastruktur

0.11 1.88 0.21

3. Belum diterapkanya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal organisasi

0.10 1.13 0.11

Skor Variabel Kelemahan 0.33 0.52 Total Analisis Internal 1.00 2.75

Sumber : Hasil olahan

Berdasarkan Tabel 9 di atas juga disajikan faktor-faktor internal yang berupa kelemahan dalam menyusun strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang antara lain mencakup:

1. Perubahan kebijakan pemerintah pusat dan kementerian yang terkait dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan

Berdasarkan hasil wawancara, para responden mengungkapkan adanya revisi pada anggaran yang sedang berjalan. Hal tersebut dikarenakan adanya penghematan anggaran oleh pemerintah pusat atau adanya masukan/saran hasil evaluasi anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten

2. Kebutuhan anggaran yang lebih besar daripada anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan

Kebutuhan untuk membangun infrastruktur yang baik dan menyeluruh di wilayah Provinsi Banten terbatas pada anggaran yang tersedia. Anggaran yang tersedia kurang dari yang dibutuhkan sehingga perencana dan pelaksana memerlukan strategi untuk menyusun skala prioritas kegiatan.

3. Belum diterapkannya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal

Saat ini, proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan masih bersifat manual baik di sisi internal maupun eksternal. Belum adanya suatu sistem yang terkoneksi dengan sistem informasi online antar instansi. Akibatnya administrasi menjadi lebih lama dan kadang menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, penyimpanan arsip yang masih manual rentan hilang dan tidak ada back up arsip atau salinannya karena tempat penyimpanan atau ruang arsip yang terbatas.

Analisis sisi eksternal dalam menyusun strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan disusun dalam Tabel 10 Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). Beberapa faktor eksternal terkait kesempatan yang dimiliki Provinsi Banten dalam menyusun strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan sebagai berikut:

1. Belum banyak potensi wilayah di Banten yang dimanfaatkan secara optimal Banyak jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten/kota belum dalam keadaan mantap yaitu belum dalam keadaan baik, fungsi maupun strukturnya. Selain itu, masih ada dua kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang angka rasio jaringan jalan relatif rendah yaitu berada di bawah rata-rata rasio provinsi, masing masing sebesar 0.39 dan 0.38. 2. Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu

kota negara merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur Letak geografis Provinsi Banten yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta merupakan faktor yang menguntungkan karena dapat menarik investor yang berada di Provinsi DKI Jakarta untuk berinvestasi di Provinsi Banten. Hal tersebut tentu saja harus dilengkapi juga dengan faktor penarik seperti ketersediaan infrastruktur (jalan, jembatan, air, listrik) yang memadai, dan peraturan yang mendukung iklim investasi. Ini merupakan peluang yang semestinya diakomodir oleh Pemerintah Provinsi Banten.

3. Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur

Pelaksanaan proyek-proyek kerjasama pemerintah dan swasta di Indonesia sudah didukung pemerintah. Ini dapat kita ketahui dengan adanya perangkat kelembagaan dan peraturan-perundangan tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) termasuk kelembagaan pembiayaan dan penjaminan. Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai langkah terobosan guna mendukung pelaksanaan KPS. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur telah diubah untuk kedua kalinya melalui Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011. Di sisi lain, pemerintah juga telah menyusun Buku Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (RPKPS/PPP book) yang

berisi daftar proyek Pemerintah yang dapat digunakan sebagai panduan oleh pihak yang akan terlibat dalam KSP.

4. Kerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan

Kebijakan pemerintah yang berusaha melibatkan perusahaan untuk pembangunan jalan dan jembatan sudah mulai dilakukan. Contohnya kerja sama dengan perusahaan tambang dalam membangun jembatan di daerah Lebak, dan kerja sama dengan perusahaan perumahan untuk membuat akses jalan tambahan menuju tol di daerah Karawaci Tangerang.

5. Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) telah membuat akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan semakin beragam

Pemberlakuan era perdangangan bebas antar negara-negara di Asia Tenggara berpeluang memberikan variasi pilihan modal, tenaga kerja, teknologi yang digunakan.

Analisis faktor eksternal yang menjadi hambatan dalam investasi infrastruktur jalan dan jembatan juga disajikan dalam Tabel 10. Beberapa faktor hambatan dalam menyusun strategi investasi infrastruktur adalah sebagai berikut: 1. Permasalahan iklim yang juga terkait dengan topografi di wilayah Banten

yang memiliki kontur wilayah dengan jenis tanah yang mengakibatkan sering longsor.

Satuan ekoregion di Provinsi Banten terdiri dari: (i) dataran rendah, pegunungan blok patahan, vulkanik, dan perbukitan karst. Satuan ekoregion dataran rendah berada di daerah wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang dengan morfologi datar, kemiringan lereng 0-8%; (ii) Satuan ekoregion blok patahan berada di sebagian wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, yang cenderung berbukit dengan kemiringan lereng dominan lebih dari 37%; (iii) Satuan ekoregion vulkanik di Provinsi Banten dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dengan kondisi topografi bergunung, yaitu dengan kelerengan 40%; (iv) Satuan ekoregian karst di Provinsi Banten terletak di Kabupaten Lebak dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang. Kawasan ini memiliki kemiringan dan jenis tanah didalamnya yang rawan longsor. Selain itu, pembangunan jalan di kawasan pesisir juga dipengaruhi oleh kondisi gelombang di sekitar Teluk Banten dan Pantai Kota Cilegon. Pada musim Barat (Desember-Maret) tinggi gelombang laut dapat mencapai 0.5 meter sampai 1.25 meter, sedangkan pada musim Timur (Juni - September) berkisar antara 0.2 meter sampai 1.2 meter dan pada musim peralihan (April - Mei maupun Oktober - November) ombak cenderung kecil. 2. Adanya kegiatan masyarakat yang memanfaatkan bahu jalan untuk berbagai

kegiatan (faktor sosial lainnya) sehingga investasi infrastruktur jalan dan jembatan tidak optimal.

Faktor sosial masyarakat yang menganggu pembangunan jalan terkait penggunaan bahu jalan untuk aktivitas perniagaan, jalan yang telah dibangun tidak berfungsi. Selain itu dalam proses pembebasan tanah kepentingan ego kelompok masyarakat seringkali berada diatas kepentingan umum meyebabkan harga tanah di atas harga taksiran. Sebagai akibatnya

pembebasan tanah menjadi tersendat karena dana tidak sesuai dengan jumlah yang disepakati.

3. Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit

Evaluasi dari pihak ketiga yang mengikuti proses lelang harus memenuhi kriteria persyaratan baik status badan hukum, kegiatan operasional, dan staf ahli yang memiliki sertifikasi di bidangnya. Bila calon peserta lelang tidak memiliki persyaratan lengkap sesuai dengan ketentuan yang harus dipenuhi, maka peserta lelang dianggap gugur. Biasanya yang dapat memenuhi kelengkapan persyaratan hanya perusahaan besar yang memiliki sumber daya manusia yang terorganisir. Selain itu, proses paket tahun jamak per tahun 2013 menyebabkan jumlah pihak ketiga yang dapat mengikuti proses lelang menjadi lebih sedikit. Nilai kontrak yang besar memerlukan modal yang besar dan hal tersebut hanya bisa diikuti oleh perusahaan yang sudah memiliki nilai modal tinggi seperti perusahaan BUMN. Beberapa kasus korupsi yang marak terjadi telah menimbulkan kekhawatiran pihak ketiga untuk mengikuti proses lelang. Ini terlihat dari rendahnya penyerapan anggaran periode tahun 2013 dan 2014. Rendahnya penyerapan karena keterlambatan proses pelelangan pembangunan jalan dan jembatan terjadi sebagai akibat dari sikap terlalu hati-hati dan cenderung takut mengambil resiko (BPKP, 2015).

4. Adanya perbedaan persepsi antar instansi terkait pembangunan infrastruktur Adanya perbedaan cara pandang atau kepentingan antar lembaga yang terkait dengan pembangunan jalan membuat sulit untuk ditetapkan. Beberapa perpedaan kepentingan yang terjadi di Provinsi Banten di antaranya:

Dokumen terkait