Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kuku kuda pada penelitian ini, ditemukan bahwa semua kuku kuda mengalami kelainan bentuk. Hal yang sama juga ditemukan pada struktur internal kuku (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1 Beberapa perubahan struktur internal pada kuku kuda yang dibelah secara longitudinal
*) Dewangga et al. (2008)
Deformitas os phalanx III Pertautan corium dengan
paries ungulae
Nomor Kelainan kuku* Sudut
Kuku * Rotasi os phalanx III Tendo m. flexor digitalis profundus Tendo m. extensor digitalis
communis semilunares Crista dorsalis Facies Ujung distal Laminar corium corium Solar Kaki depan
--- Normal 45o-50o --- Normal Normal Sedikit konveks Lurus Tajam Kompak Kompak
I Flat foot 420 --- Menegang Mengendur --- --- --- Kompak Kompak
II Flared foot,
Fever rings 49,5
0 100 Mengendur Menegang --- --- Melengkung Renggang Kompak
III Flat foot, Fever rings, Contracted foot
400 --- Menegang Mengendur Konveks
berlebihan --- --- Renggang Renggang
IV Fever rings, Bull nosed foot, Contracted foot
430 60 Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Kompak Kompak
V Flared foot, Fever rings 50
0 --- Mengendur Menegang --- Konkaf Melengkung Renggang Renggang
VI Kuku umbi,
Fever rings 50
0 230 Mengendur Menegang Konveks
berlebihan Konkaf Fraktura Renggang Kompak
VII Kuku umbi,
Fever rings 46
0 200 Mengendur Menegang Konveks
berlebihan Konkaf Fraktura Renggang Kompak VIII Flat foot, Fever
rings, Contracted foot
42,50 --- Menegang Mengendur --- --- --- --- Kompak
IX Flared foot,
Fever rings 57,5
0 --- Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Lepas Lepas
X Flared foot, Fever rings, Contracted foot
58,50 --- Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Kompak Lepas
Kaki belakang
--- Normal 55o-60o --- Normal Normal Sedikit konveks Lurus Tajam Kompak Kompak XI Fever rings,
Club foot 61,5
0 --- Mengendur Menegang Terdapat dua
penonjolan --- Tumpul Renggang Renggang
XII Fever rings 560 --- Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Kompak Renggang
XIII Fever rings 520 Normal Normal --- --- --- Renggang Kompak
XIV Contracted foot, Fever rings
480 200 Mengendur Menegang --- Tidak
rata
--- Kompak Kompak
XV Sand crack, Club foot 68
0 --- Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Kompak Kompak
XVI Fever rings 570 --- Normal Normal --- --- --- Renggang Kompak
XVII Flared foot, Fever rings, Club foot
630 90 Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Kompak Kompak
XVIII Fever rings, Club foot 68
0 --- Mengendur Menegang Konveks
berlebihan --- --- Kompak Kompak
XIX Fever rings, Club foot 62
0 100 Mengendur Menegang Konveks
berlebihan Konkaf --- Renggang tak beraturan Kompak XX Flared foot,
Fever rings, Club foot
65,50 80 Mengendur Menegang Konveks
berlebihan Konkaf --- Lepas Lepas
XXI Fever rings 600 --- Normal Normal --- --- --- Kompak Kompak
XXII Fever rings 570 --- Normal Normal --- --- --- Kompak Kompak
XXIII Flared foot 580 --- Normal Normal --- --- --- Kompak Kompak
Rotasi Os Phalanx III
Os phalanx III merupakan tulang kaki kuda yang berada paling distal dan
dilindungi oleh kuku. Pada kuku kuda normal, posisi os phalanx III membentuk sudut yang sejajar dengan paries ungulae. Namun pada kondisi tertentu,
os phalanx III dapat mengalami rotasi, yaitu tertariknya os phalanx III ke caudal,
sehingga tidak terbentuk sudut yang sejajar antara facies dorsalis dengan paries
ungulae. Rotasi os phalanx III dapat ditentukan dengan mengukur sudut diantara
keduanya.
Pada pengamatan posisi os phalanx III terhadap paries ungulae, terdapat 8 preparat yang mengalami rotasi os phalanx III yaitu 4 preparat kaki depan dengan nomor preparat II, IV, VI, VII, dan 4 preparat kaki belakang yaitu preparat nomor XIV, XVII, XIX, dan XX dengan beberapa sudut rotasi yang berbeda. Rotasi os phalanx III dengan sudut yang cukup besar terjadi pada kuku umbi yaitu pada preparat nomor VI dan VII, dengan sudut rotasi masing-masing 23o dan 20o (Gambar 10). Pada kedua preparat ini, nampak jelas terdapat jarak antara facies dorsalis dari os phalanx III dengan paries ungulae, sehingga terdapat sudut diantara keduanya.
Preparat nomor XIV dengan bentuk kuku contracted foot juga menunjukkan sudut rotasi os phalanx III yang cukup besar yaitu 20o. Hal ini ditunjukkan dengan adanya jarak antara facies dorsalis os phalanx III dengan
paries ungulae. Pada preparat ini juga terdapat rongga pada ujung distal paries ungulae (Gambar 11). I II III I II III
Gambar 10 Bentuk luar dan penampang longitudinal kuku kuda yang berbentuk kuku umbi. Os phalanx III pada preparat nomor VI dan VII masing-masing mengalami rotasi hingga 23o dan 20o.
(Keterangan: tanda panah ganda= sudut rotasi; I= os phalanx I; II= os phalanx II; III= os phalanx III; bar= 1 cm).
Gambar 11 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor XIV.
Os phalanx III mengalami rotasi sebesar 20o dan terdapat rongga pada paries ungulae.
(Keterangan: tanda panah= rongga di paries ungulae; bar= 1 cm).
Perubahan Ketegangan Tendo
Bentuk kuku kuda abnormal memungkinkan terjadinya perubahan ketegangan tendo. Perubahan ketegangan tendo terjadi pada hampir semua preparat, kecuali preparat nomor XXI, XXII, XXIII, dan XXIV. Pada bentuk kuku
flat foot yaitu preparat nomor I, III, dan VIII, coffin joint tertarik ke cranial
mengikuti bentuk kuku, sehingga tendo m. flexor digitalis profundus ikut tertarik dan mengalami overstrain, sedangkan tendo m. extensor digitalis communis mengalami penurunan ketegangan (Gambar 12).
Gambar 12 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor I (kiri) dan III (kanan). Tendo m. flexor digitalis profundus tertarik akibat bentuk kuku dengan sudut landai.
(Keterangan: tanda panah= tendo m. flexor digitalis profundus; bar= 1 cm).
Sebaliknya, bentuk kuku club foot seperti pada preparat nomor XV mempunyai bentuk heel yang tinggi dan sudut kuku yang curam. Pada preparat tersebut ditemukan bahwa tendo m. flexor digitalis profundus mengendur, sedangkan tendo m. extensor digitalis communis menegang (Gambar 13). Perubahan ketegangan pada tendo ini disebabkan oleh overflexio pada coffin
joint, sehingga tendo fleksor terdesak oleh tingginya heel dan tendo extensor
tertarik oleh fleksio dari coffin joint. Demikian pula pada kasus kronis seperti kuku umbi pada preparat nomor VI dan VII, ditemukan bahwa tendo m. flexor digitalis
profundus terdesak oleh tingginya heel, sedangkan tendo m. extensor digitalis communis menegang dan tertarik akibat rotasi os phalanx III (Gambar 13). Dari
sebagian besar preparat, sudut kuku yang landai menyebabkan peningkatan ketegangan tendo fleksor dan menurunkan ketegangan tendo ekstensor. Demikian pula sebaliknya, sudut kuku yang curam menyebabkan penurunan ketegangan tendo fleksor dan meningkatkan ketegagan tendo ekstensor.
Gambar 13 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor XV (kiri) dan VI (kanan). Tendo m. extensor digitalis communis tertarik akibat overflexio dari coffin joint. Keduanya mempunyai bentuk kuku berbeda, namun perubahan coffin joint memberikan efek yang sama terhadap ketegangan tendo.
(Keterangan: tanda panah= tendo m. extensor digitalis communis; bar= 1 cm).
Deformitas os phalanx III
Perubahan bentuk kuku juga menyebabkan deformitas pada bentuk
os phalanx III, sedangkan os phalanx I dan II tidak mengalami deformitas.
Deformitas pada os phalanx III terjadi pada 11 preparat kuku, terdiri dari 6 kuku kaki depan yaitu preparat nomor III, IV, VI, VII, IX, dan X, dan 5 kuku kaki belakang yaitu preparat nomor XII, XVII, XVIII, XIX, dan XX. Umumnya
perubahan terjadi pada bagian facies dorsalis, crista semilunaris (insersio dari
m. flexor digitalis profundus), dan ujung distal os phalanx III.
Pada preparat nomor VI dan VII bagian volar berbentuk konveks berlebihan. Keadaan ini terutama terjadi pada crista semilunaris sebagai insersio tendo m. flexor digitalis profundus (Gambar 14). Selain itu, terjadi deformitas
os phalanx III yang cukup ekstrim berupa fraktur pada ujung distal (Gambar 12).
Keadaan yang berbeda adalah bentuk konkaf pada facies dorsalis. Preparat nomor V dengan bentuk flared foot, terlihat bahwa facies dorsalis berbentuk konkaf bila dibandingkan dengan paries ungulae (Gambar 15).
Gambar 14 Penampang longitudinal kuku umbi (preparat nomor VI).
Os phalanx III mengalami deformitas berupa konveks berlebih pada crista semilunaris dan fraktura pada ujung distal.
(Keterangan: A= crista semilunais; B= fraktura pada ujung distal;
bar= 1 cm).
Gambar 15 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor V.
Facies dorsalis pada os phalanx III berbentuk konkaf.
(Keterangan: tanda panah = facies dorsalis; garis patah = bentuk melengkung pada facies dorsalis; bar= 1 cm).
A
Perubahan Pertautan Corium dengan Paries Ungulae
Bentuk kuku kuda yang abnormal juga dapat menyebabkan perubahan pada pertautan antara corium dengan paries ungulae. Pertautan corium dengan
paries ungulae terutama diamati pada bagian laminar corium dan solar corium.
Dari 24 preparat yang diamati, 7 preparat mengalami kelainan tunggal pada pertautan corium dengan paries ungulae. Preparat nomor II, VI, VII, XI, XIII, XVI terdapat kerenggangan hanya pada laminar corium, sedangkan preparat nomor XII hanya solar corium yang renggang. Kelainan ganda berupa renggangnya
laminar dan solar corium ditemukan pada preparat nomor III, V, dan XI. Pada
preparat nomor XI, selain laminar dan solar corium sangat renggang, pada bagian ujung distal juga terdapat degenerasi jaringan, ditandai dengan warna hitam (Gambar 16).
Gambar 16 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor XI.
Ujung distal laminar corium dan solar corium berwarna hitam akibat
degenerasi jaringan.
(Keterangan: tanda panah= laminar corium; bar= 1 cm).
Kelainan yang parah berupa terlepasnya pertautan corium dengan paries
ungulae terjadi pada preparat nomor IX, X dan XX. Preparat nomor X
menunjukkan hanya bagian solar corium yang terlepas, sedangkan nomor IX dan XX ditemukan kelainan ganda, yaitu terlepasnya laminar corium dan solar corium (Gambar 17). Hal ini menyebabkan bagian distal os phalanx III tidak mempunyai pertautan sama sekali terhadap paries ungulae.
Gambar 17 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor IX.
Laminar corium dan solar corium terlepas dari paries ungulae.
(Keterangan: tanda panah atas= laminar corium; tanda panah bawah= solar corium; bar= 1 cm).
Perubahan bentuk dan ukuran pulvinus digitalis
Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua bentuk
pulvinus digitalis mengalami perubahan, kecuali pada preparat nomor XVI dan
XXI (Tabel 2). Perubahan pulvinus digitalis umumnya disebabkan oleh perubahan bentuk bentuk heel.
Tabel 2 Perubahan bentuk dan ukuran pulvinus digitalis
No preparat Ukuran kuku Pulvinus digitalis
Kaki depan
I Kecil Tipis II Besar Tebal III Besar Tipis IV Kecil Tebal
V Besar Atrofi
VI Kecil Tebal, meninggi
VII Kecil Tebal, meninggi
VIII Besar Tipis, sudut landai
IX Besar Tipis, meninggi
X Besar Atrofi Kaki belakang
XI Besar Tipis XII Besar Tipis
XIII Kecil Sangat tipis
XIV Besar Tipis, meninggi
XV Besar Tebal XVI Kecil Normal XVII Besar Tebal XVIII Besar Tebal
XIX Besar Tebal, meninggi
XX Besar Tebal XXI Besar Normal XXII Kecil Tipis XXIII Kecil Tipis
Pada preparat dengan sudut kuku landai dan heel pendek, seperti pada preparat nomor I dengan bentuk kuku flat foot dapat dilihat bahwa pulvinus
digitalis mempunyai bentuk dan ukuran yang tipis (Gambar 18). Pada kuku
berukuran besar, sebagian besar pulvinus digitalis mempunyai bentuk yang tebal, namun ada beberapa yang mempunyai bentuk yang tipis seperti pada preparat nomor III, V, VIII, IX, XI, XII, dan XIV. Sebagian preparat tersebut menderita contracted foot dan club foot. Pada preparat nomor X dengan bentuk
contracted foot, pulvinus digitalis mengalami atrofi (Gambar 19). Pada preparat
ini, pulvinus digitalis berukuran kecil dan terletak pada ujung heel.
Gambar 18 Bentuk luar kuku dan penampang longitudinal preparat nomor I (kiri) dan XVIII (kanan). Preparat dengan bentuk flat foot (kiri) mempunyai bentuk pulvinus digitalis yang tipis, sedangkan bentuk kuku club foot (kanan), pulvinus digitalis menjadi tebal.
(Keterangan: tanda panah= pulvinus digitalis; bar= 1cm).
Gambar 19 Bentuk luar dan penampang longitudinal preparat nomor X
Pulvinus digitalis mengalami atrofi.
Pembahasan
Berbagai bentuk kuku kuda abnormal di Laboratorium Anatomi FKH IPB (Dewangga et al. 2008), juga ditemukan berbagai perubahan struktur internal. Pada kuku normal, posisi facies dorsalis os phalanx III membentuk sudut yang sejajar dengan paries ungulae (Adams 1987). Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa rotasi os phalanx III dengan sudut rotasi yang cukup besar terjadi pada kuku umbi yaitu preparat nomor VI dan VII, masing-masing 23o dan 20o. Kuku umbi adalah bentuk kuku yang membulat pada bagian toe dengan heel yang tinggi, dan terbentuknya cincin-cincin pada permukaan kukunya (fever rings).
Fever rings merupakan salah satu ciri yang timbul pada kasus laminitis kronis
(May 1987; Nurhidayat et al. 2002; Brown dan Bertone 2005). Laminitis merupakan peradangan pada lamina kuku yang diikuti kelainan vaskular di jaringan sekitarnya (Jones 1988; Brown dan Bertone 2005). Peradangan yang kronis pada lamina kuku ini menyebabkan m. flexor digitalis profundus menarik
os phalanx III secara berlebihan, sehingga terjadi rotasi pada tulang ini (Brown
dan Bertone 2005), sedangkan pada preparat yang lain (II, IV, XIV, XVII, XIX, dan XX), sudut rotasi yang terbentuk relatif kecil, yaitu antara 60 sampai 100, dan preparat-preparat tersebut merupakan kuku yang menderita fever rings, sebagai salah satu tanda klinis telah terjadinya laminitis kronis (May 1987; Brown dan Bertone 2005). Laminitis kronis sulit untuk disembuhkan terutama jika telah terjadi rotasi os phalanx III. Namun demikian, kondisi ini dapat diperbaiki dengan pemotongan kuku dan penapalan yang sesuai, meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama (Kelly 1984; May 1987).
Tendo merupakan jaringan ikat tipe 1 dengan struktur kolagen yang paling kuat dibandingkan dengan tipe jaringan ikat lain (Hodges dan Pilliner 1991). Walaupun tendo mempunyai struktur kolagen yang sangat kuat, tetapi elastisitasnya sangat terbatas dengan daya regang maksimal 4%. Apabila tendo ini mengalami ketegangan berlebihan dalam waktu yang lama, maka tendo akan mengalami kerusakan (Hodges dan Pilliner 1991). Bentuk kuku kuda yang abnormal memungkinkan terjadinya perubahan ketegangan tendo. Perubahan ketegangan tendo dipengaruhi oleh kondisi sudut kuku (Rooney 1984; Rooney dan Thompson 1993). Perubahan ketegangan tendo terjadi pada hampir semua preparat, kecuali preparat nomor XXI, XXII, XXIII, dan XXIV. Pada bentuk kuku
flat foot (preparat nomor I, III, dan VIII), coffin joint tertarik ke cranial mengikuti
mengalami overstrain, sedangkan tendo m. extensor digitalis communis mengalami penurunan ketegangan. Keadaan ini diakibatkan oleh sudut kuku yang terlalu landai, sehingga kuda lebih sering menumpu pada heel untuk menghindari tekanan yang berlebihan pada solea ungulae (Adams 1987). Demikian pula sebaliknya, bentuk kuku dengan heel yang tinggi seperti club foot dan contracted foot akan menyebabkan tendo m. flexor digitalis profundus mengalami penurunan ketegangan, sedangkan tendo m. extensor digitalis
communis menegang. Perubahan ketegangan pada tendo ini disebabkan oleh coffin joint yang terlalu menekuk ke caudal (overflexio), sehingga tendo fleksor
terdesak oleh tingginya heel dan tendo ekstensor tertarik oleh fleksio coffin joint. Demikian pula pada kasus kronis seperti kuku umbi pada preparat nomor VI dan VII, terlihat bahwa tendo m. flexor digitalis profundus terdesak oleh tingginya
heel, sedangkan tendo m. extensor digitalis communis menegang dan tertarik
akibat rotasi os phalanx III.
Selain itu, perubahan bentuk kuku menjadi abnormal juga dapat mempengaruhi keseimbangan sudut tumpu yang disebut hoof-pastern axis dan secara tidak langsung mempengaruhi perubahan ketegangan tendo. Pada kuku normal, hoof-pastern axis dibentuk oleh sudut yang sama (paralel) antara coffin
joint dan pastern joint (Gambar 20 A) (Adams 1987; O’Grady 2003). Kuku
dengan sudut yang landai seperti bentuk flat foot dapat menyebabkan pastern
joint lebih ke anterior, ekstensio coffin joint, dan meningkatkan ketegangan tendo m. flexor digitalis profundus (Gambar 20 B).
Gambar 20 Hoof-pastern axis (sudut yang dibentuk oleh pastern joint dan
coffin joint terhadap permukaan tanah / ground surface).
A. Sudut kuku normal; B. Sudut kuku landai; C. Sudut kuku curam (Sumber: O’Grady 2003).
Sementara itu, kuku dengan sudut curam seperti bentuk club foot menyebabkan hoof-pastern axis menekuk ke arah caudal, sehingga terjadi fleksio coffin joint, dan meningkatkan ketegangan ligamentum suspensorium, serta menumpu pada heel secara berlebihan (Gambar 20 C) (Adams1987; O’Grady 2003; Anonim 2004b).
Perubahan bentuk kuku juga menyebabkan deformitas pada bentuk
os phalanx III, sedangkan os phalanx I dan II tidak mengalami deformitas.
Pada os phalanx III yang normal, facies dorsalis lurus dari atas ke bawah mengikuti bentuk paries ungulae, crista semilunaris sedikit menonjol, dan ujung distalnya mempunyai tepi yang tajam berbentuk setengah lingkaran (Sisson dan Grossman 1958; Dyce et al. 1996; Anonim 2004a). Pada preparat nomor VI dan VII, facies volaris os phalanx III berbentuk konveks berlebihan, terutama pada
crista semilunaris sebagai insersio tendo m. flexor digitalis profundus. Kondisi ini
diduga akibat adanya tarikan yang kuat oleh tendo m. flexor digitalis profundus yang terjadi terus menerus, sehingga periosteum tulang ikut tertarik. Keadaan yang berbeda adalah bentuk konkaf facies dorsalis yang terjadi pada preparat nomor V, VI, dan VII. Facies dorsalis os phalanx III pada preparat tersebut tidak sejajar dengan kelurusan paries ungulae. Deformitas tulang ini diduga akibat ketidakseimbangan bidang tumpu pada kuku, sehingga os phalanx III mendapatkan tekanan berlebihan terutama bagian ujung distal. Dalam waktu yang lama, bagian ini melengkung ke arah cranial dan menyebabkan facies
dorsalis menjadi konkaf.
Preparat nomor VI dan VII dengan bentuk kuku umbi menyebabkan deformitas os phalanx III yang cukup ekstrim, berupa fraktura pada ujung anterior. Rotasi os phalanx III menyebabkan penekanan pada solea ungulae yang terjadi terus-menerus, sehingga solea ungulae menjadi turun (dropped
sole). Perubahan ini menyebabkan bidang tumpu dan tekanan terhadap kuku menjadi tidak rata, sehingga terjadi fever rings pada paries ungulae dan bentuk kuku berubah menjadi kuku umbi. Kuku umbi merupakan akibat dari perjalanan penyakit laminitis kronis yang dapat menyebabkan fraktura os phalanx III, sehingga kuda menjadi sulit berjalan (Dyce et al. 1996; Brown dan Bertone 2005).
Bentuk kuku kuda abnormal juga dapat menyebabkan perubahan pada pertautan antara corium dengan paries ungulae. Kerusakan jaringan pada preparat nomor XI diduga disebabkan oleh gangguan vaskular akibat perjalanan
penyakit tertentu seperti laminitis. Suplai darah yang terganggu dapat menyebabkan ischemia pada corium, sehingga terjadi degenerasi jaringan. Di sisi lain, kelainan ekstrim berupa terlepasnya pertautan corium dengan paries
ungulae diduga akibat perjalanan penyakit tertentu yang menyebabkan
peradangan laminae, sehingga hubungan antara laminar corium dan margo
basilaris dari paries ungulae lambat laun mengalami kerusakan dan perubahan
bentuk. Hal ini berarti bahwa ikatan antar sel pada laminar corium dengan margo
basilaris semakin renggang, bahkan pada beberapa tempat pertautannya, sel-sel
pada margo basilaris menghilang ikatannya (Adams 1987; Brown dan Bertone 2005).
Perubahan internal lainnya terjadi pada pulvinus digitalis. Pulvinus
digitalis merupakan jaringan lunak elastis yang terletak antara tendo M.flexor digitalis profundus dengan cuneus ungulae dan heel. Jaringan ini berfungsi
sebagai bantalan saat kuku menjejak ke tanah dan membantu memompa darah menuju ke arah kaki (Adams 1987; Dyce et al. 1996). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran kuku tidak mempengaruhi bentuk pulvinus digitalis. Bentuk pulvinus digitalis lebih dikaitkan dengan tinggi atau rendahnya heel (Anonim 2006). Bentuk pulvinus digitalis yang tipis ditemukan pada kuku dengan sudut landai dan heel yang rendah (flat foot) yaitu pada preparat nomor I, III, dan VIII. Sudut kuku yang landai menyebabkan kuda lebih sering menumpu pada
heel untuk menghindari tekanan yang berlebihan pada solea ungulae. Hal ini
menyebabkan pulvinus digitalis mendapatkan tekanan berlebih, sehingga
pulvinus digitalis menipis dan elastisitasnya menjadi berkurang (Adams 1987).
Bentuk pulvinus digitalis yang tebal ditemukan pada bentuk kuku club foot dan contracted foot dengan heel yang tinggi yaitu pada preparat nomor II, IV, V, VI, VII, pada kaki depan dan preparat nomor XV, XVII, XVIII, IX, dan XX pada kaki belakang. Bentuk heel yang tinggi akan mendesak pulvinus digitalis lebih ke caudal. Keadaan ini menyebabkan pulvinus digitalis menjadi tinggi dan menebal mengikuti bentuk heel (Adams 1987; Anonim 2006). Jika hal ini berlangsung lama, maka dapat menyebabkan atrofi pulvinus digitalis seperti pada preparat nomor V dan X. Atrofi pulvinus digitalis terjadi karena terhambatnya suplai darah untuk pulvinus digitalis dan jaringan di sekitarnya, sehingga mengganggu proses pemompaan darah dari daerah digit kembali ke jantung. Selain itu, tingginya heel menyebabkan hilangnya kontak antara permukaan tanah sebagai bidang tumpu dengan cuneus ungulae. Hal ini menyebabkan efek peredaman getaran saat
menumpu menjadi berkurang atau tidak ada sama sekali karena tidak ada tekanan yang diteruskan dari cuneus ungulae dan pulvinus digitalis (Adams 1987; Hodges dan Pilliner 1991).
Kelainan bentuk kuku kuda umumnya menyebabkan kelainan struktur
internal kuku. Dari 24 preparat kuku kuda dengan bentuk abnormal, 21 diantaranya mengalami perubahan struktur internal. Berbagai bentuk struktur
internal seperti posisi os phalanx III terhadap paries ungulae, ketegangan tendo
m. flexor digitalis profundus dan tendo m. extensor digitalis communis, bentuk os phalanx III, pertautan antara corium dengan paries ungulae, dan bentuk serta
ukuran pulvinus digitalis merupakan bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Jika salah satu unsur mengalami perubahan/kelainan, maka akan berpengaruh terhadap bagian yang lain.