• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Pulau Yoi secara administrasi termasuk dalam gugusan kepulauan Gebe kabupaten Halmahera Tengah. Dari geografisnya pulau ini terletak pada posisi : 0º0'10 - 0º3'80" LU dan 129º 34'90" - 129º39'10" BT. Pulau ini berbatasan dengan sebelah utara pulau uta, sebelah selatan laut Halmahera, sebelah barat pulau Gebe, sedangkan sebelah timur dengan pulau Gag.

Pulau ini hanya mempunyai satu desa yang namanya Umiyal adalah satu-satunya desa yang terpisah daratan dengan Pulau Gebe. Namun Pulau Umiyal dikenal sebagai pulau terapung dikarenakan petrografi daripada pulau tersebut tidak memiliki bukit ataupun gunung. Pulau ini dikenal juga sebagai penghasil Kopra terbanyak di Kecamatan Pulau Gebe. Pulau Umiyal biasa juga disebut sebagai Pulau Yoi yakni pulau kecil yang terletak disebelah Utara Pulau Gebe. Pulau Yoi memiliki jarak terdekat dengan Pulau Gebe yaitu pada Desa Sabaf-Kacepo (Sanafi).

Sarana transportasi untuk mencapai Pulau Yoi menggunakan perahu motor tempel waktu 20 – 30 menit menggunakan perahu motor tempel (PMT) 3 4 gross tonase ton bermesin 25 40 PK. Pulau dengan luas 2.929,074 Ha, memiliki hamparan pasir 587, 264 Ha, terumbu karang 162, 145 Ha, padang lamun 326, 579 Ha, dan hutan mangrove 206, 119 Ha. Pulau ini beriklim trofis dan mengalami 2 perubahan musim, yaitu Musim Barat sepanjang bulan Juli, Agustus dan Musim Selatan pada bulan Desember, Maret sedangkan Musim Panca Roba pada bulan Januari, Mei. Terdapat ekosistem hayati dan nir hayati ini menjadikan pulau Yoi memiliki biodiversity cukup tinggi. Pulau Yoi merupakan pulau berpenghuni, terletak di sebelah timur Pulau Gebe dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Kepulauan Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Pada tahun 2003 jumlah penduduk pulau Yoi sebanyak 563 jiwa yang terbagi kedalam 114 KK yang berdomisili pada desa Umiyal dan terbagi dalam 2 dusun. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri atas laki-laki sebanyak 307 jiwa dan perempuan 256 jiwa. Jumlah usia sekolah sebanyak 275 jiwa (6 – 24 tahun) dan sisanya 288

jiwa merupakan penduduk berusia diatas batas usia sekolah (25 – 45 tahun). Jumlah penduduk Pulau Yoi meningkat 18,65% atau menjadi 668 jiwa atau 145 KK pada tahun 2008.

Penduduk Pulau Yoi bermata pencaharian utama sebagai petani kopra. Hampir semua penduduk Pulau Yoi memiliki kebun kelapa. Disamping sebagai petani kopra, penduduk Pulau Yoi bekerja sambilan sebagai nelayan dengan menangkap ikan, ketam kelapa, tripang, lobster, lola (bia) dan kepiting laut. Kebun kelapa milik penduduk Pulau Yoi terdapat di Pulau Yoi dan Pulau Sain. Pulau Sain berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Raja Ampat Papua Barat. Jarak dari Pulau Yoi ke Pulau Sain sekitar 20 mil laut.

Di Pulau ini Ketam kelapa biasanya berada tidak jauh dari pantai yaitu diantara batu-batu karang dan timbunan daun-daun terutama memilih daerah yang banyak ditumbuhi pohon kelapa serta terlindung dari cahaya matahari. Ketam kelapa terlihat menyukai lokasi-lokasi yang gelap dan lembab. Ini juga didukung dengan bukti tangkapan pada malam hari lebih banyak. Fakta ini menguatkan pola aktivitas ketam kelapa sebagai satwa nokturnal (aktif saat malam hari). Namun, pada daerah yang tak banyak gangguan manusia, lembab dan terlindung dapat ditemukan pada siang hari.

Morfologi Ketam Kelapa Jantan dan Betina

Secara morfologis ketam kelapa (Birgus latro) terdiri atas bagian kepala, dada, dan perut (Gambar 8). Di bagian ujung kepala terdapat rostrum, dan di bagian dada terdapat kaki-kaki. Ketam ini mempunyai 5 pasang kaki, dimana sepasang pertama dinamakan capit yang sangat kuat dan digunakan untuk mengambil makanan. Ukuran capit ini lebih besar di sebelah kiri dibandingkan dengan yang kanan. Tiga pasang kaki berikutnya digunakan untuk berjalan dan sepasang lainnya (yaitu kaki kelima) lebih kecil dan tersembunyi dibawah karapas. Ujung kaki (2-4) tajam sehingga bisa memanjat pohon dan bebatuan. Karapas hanya menutupi bagian cephalothorax, sedang bagian abdomen agak lunak. Bagian yang lunak ini pada waktu kecil terlindung dalam rumah siput, tetapi rumah siput ini akan ditinggalkan ketika menginjak dewasa. Ketam ini tumbuh dengan cara berganti kulit.

Gambar 7 Morfologi ketam kelapa (Birgus latro).

Ketam Kelapa jantan bisa mencapai berat tiga kilogram, sedangkan yang betina sekitar satu kilogram. Ciri morfologi pembeda antara jantan dan betina adalah ditemukannya pleopoda yang terdapat pada bagian abdomen ketam betina (Gambar 9). Ketam kelapa jantan tidak memiliki pleopoda, sedangkan ketam betina memiliki 3 buah pleopoda untuk menginkubasi telur-telur sebelum di lepaskan ke laut. Pleopoda ini terdiri atas rambut-rambut. Selain itu karakter lain yang umumnya membedakan jantan dan betina adalah ukuran ketam kelapa jantan yang lebih besar dari pada betina.

A B

A B

Gambar 9 Ciri kelamin secara morfologis ketam kelapa (A) Betina memiliki pleopoda. (B) jantan tidak memiliki pleopoda.

Reproduksi Ketam Kelapa Organ Reproduksi Jantan

Pada penelitian ditemukan gonad ketam jantan dengan 4 kematangan gonad (Gambar 10). Ukuran gonad /testis terkecil terdapat pada ketam dengan panjang (CP+r) adalah 34 mm dan berat gonad 0,10 gram dan ukuran gonad yang paling besar dengan panjang dada 61 mm dan berat gonad 8,01gram

A B C D

Gambar 10 Gonad ketam kelapa jantan, TKG I (A), TKG II (B), TKG III (C), dan TKG IV (D).

Tingkat kematangan gonad/testis uji diukur perubahan morfologi dan histologi testisnya (Gambar 11). Perubahan morfologi gonad/testis, baik dari segi ukuran maupun warna, dipengaruhi oleh perkembangan sel testis terutama dalam bertambahnya deposisi gonad/testis. Bertambahnya jumlah gonad/testis menyebabkan perubahan warna gonad/testis dan membesarnya sel testis.

Dalam pewarnaan HE, hematoksilin akan mewarnai inti dan akan menunjukkan warna biru, sedangkan eosin merupakan warna asam yang akan mewarnai komponen basa dalam jaringan. Pada sediaan gonad ketam betina yang diwarnai dengan HE (Hematoksilin Eosin), dapat terlihat struktur dan komponen jaringan gonad ketam. Di dalam komponen sel, basa terdapat di dalam protein sitoplasma sehingga eosin akan mewarnai sitoplasma dan akan menunjukkan warna merah.

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ketam kelapa (B.latro) Jantan berdasarkan morfologis gonad/testis

TKG Ciri morfologi

I Permukaan testis halus, belum terbentuk butiran-butiran. Testis mulai berkembang, testis berwarna putih. Pengisian testis didalam abdomen adalah 10 persen.

II Permukaan testis lembut, belum terlihat butiran-butirannya, jika di tekan mudah hancur. Ukuran testis semakin bertambah dan meluas, warna putih. Pengisian testis didalam abdomen adalah 20 persen.

III Permukaan ovarium terasa kasar, karena butiran-butiran testis semakin membesar dan padat, jika di tekan kuat dan tidak mudah hancur. Warna putih mulai keabu-abuan. Pengisian ovarium didalam abdomen adalah 30 persen.

IV Permukaan ovarium terasa kasar dan keras, karena butiran-butiran testis yang semakin membesar dan jelas, jika di tekan kuat dan tidak akan hancur. Hampir semuanya mempunyai ukuran yang relatif sama dan bentuknya panjang. Warna putih kecoklatan. Butir-butir testis semakin membesar. Pengisian testis didalam abdomen adalah 40 persen.

Sistem reproduksi ketam kelapa jantan terdiri atas sepasang gonad/testis yang secara khusus terdapat pada bagian abdomen. Dapat diamati pada Gambar. 12, sepasang gonad jantan menyatu dengan organ hepatopankreas. Sedangkan gonad ketam betina terlihat sangat nyata dan terpisah dari hepatopankreas.

A

B

Gambar 11 organ reproduksi ketam kelapa; (A) Betina, (B) Jantan

Gonad jantan terdiri atas testis (Gambar. 12). Dari hasil penelitian telah terlihat bahwa ketam kelapa mempunyai alat mentransfer spermatozoa yang telah matang dengan menggunakan koksa dari pasangan kaki kelima periopoda (kaki jalan kelima). Alat untuk mentransfer sperma ini mirip dengan penis atau klasper.

Cl

Vd

Te

Gambar 12 Organ ketam kelapa yang terdiri atas (Vd), Vas deferens, Clasper (Cl) dan Te (testis)

Pada penelitian ini, gambaran histologi dari testis ketam kelapa memperlihatkan adanya aktivitas spermatogenesis, ditandai dengan ditemukannya

kumpulan berisi sel-sel spermatogenik dalam berbagai tahap seperti pada Gambar 13. Dalam testis, sel germinal primer berkembang ke sel gonial sekuder kemudian membelah secara mitosis dan meiosis. Pada masa spermatosit, pembelahan sel pertama dan sel kedua akan membentuk spermatid. Secara normal, empat spermatid yang berbentuk berasal dari satu spermatosit. Pematangan spermatid membentuk spermatozoa.

Spermatid adalah bentuk dari sperma yang berkembang. Sel haploid yang dihasilkan adalah sel spermatid. Metamorfosa ini disebut spermiogenesis. Keseluruhan proses spermatogenesis dan spermiogenesis disebut spermatogenesis. Menurut Hozumi et al. (2001) dalam Rafiani (2005) spermatogonium adalah sel bakal sebelum menjadi spermatosit. Spermatosit membelah dalam proses meiosis dan DNA yang terkandung didalamnya berkurang separuh. Proses perbanyakan sel spermatogonium yang bermiosis dan disebut spermatogenesis.

Spermatid Spermatozoa

A B

Spermatosid primer

Spermatozoa

Gambar 13 Struktur histologis tubuli testis/gonad jantan ketam kelapa memperlihatkan tubuli dengan sel spermatogenik pada berbagai tahap yaitu (B)., spermatid (C). spermatosit primer, (A) (D). Spermatozoa yang terbungkus di dalam spermatofora yang berbentuk kapsul.

Dari hasil penelitian sediaan histologi gonad menunjukkan adanya reaksi PAS positif yang menunjukkan adanya karbohidrat di dalam sel-sel spermatozoa ketam kelapa, sekaligus menandakan adanya suatu aktivitas (aktivitas spermatogenesis). Pada sediaan gonad jantan diwarnai dengan pewarnaan PAS, yang berfungsi untuk mendeteksi adanya karbohidrat yang bersifat netral (Kiernan, 1990) yang terdapat di dalam sel-sel gonad dengan memperlihatkan PAS positif yang ditunjukkan dengan adanya warnam merah. Pada metode pewarnaan PAS digunakan periode acid yang berfungsi dalam mengoksidasi gugus-gugus glikol menjadi aldehid. Aldehid ini kemudian bereaksi dengan reagens Schiff. Selain itu PAS juga dapat mendeteksi adanya kelompok sulphat ester, sialic acid dan beberapa gula amino.

Menurut Bliss dan Mantell (1985) struktur yang utama dari spermatozoa ketam adalah susunan biokimia didalam sitoplasma dan nukleus yang ada selama spermiogenesis. Protein inti spermatozoa terdiri dari histon dan protamin.

Spermatid ini dikeluarkan dari tubulus kedalam tubulus pengumpul dari testis melalui proliferasi spermatosit primer baru dari epitel germinal pada masing-masing tubulus. Sehingga spermatid yang telah mengalami metamorfosis dan berusia tua yang telah penuh banyak didorong keluar tubulus melalui perkembangan spermatosit primer baru. Matthews (1953) melaporkan bahwa sayatan testis dari Dardanus punctulatus menampakkan bentuk seperti koil, berkelanjutan, memiliki dinding tabung yang tipis yang berhubungan dengan banyak tubuli terbuka. Potongan melintang tubuli diamati pada semua tahap kematangan. Tubulus yang belum matang atau dewasa diisi dengan spermatosit primer berukuran besar, tubulus yang lebih matang diisi dengan spermatid pada semua tahapan metamorfosis. Vas diferencia yang masih hidup pada D. punctulatus, C. rugosus dan B. latro menunjukkan struktur yang tidak teratur. Belum dilakukan pengamatan pengaruh kontraksi vas diferens (Gambar 14) terhadap massa sperma yang lunak. Kontraksi ini bertujuan memindahkan massa sperma sesuai dengan perubahan secara gradual pada vas deferens.

Tubuli terlihat di semua tahapan perkembangan. Terdapat sedikit perbedaan, proses pengisian tubuli dengan spermatosit primer dan pengeluaran

spermatid yang telah bermetamorfosis identik dengan terjadi pada D. punctulatus. Kombinasi proses secara ritmis akan mampu menghasilkan aktivitas tubuller yang kontinyu, massa sperma yang tidak terdeferensiasi mamasuki bagian proksimal dari vas deferen. Adanya sedikit perbedaan jumlah dan pengaturan sel-sel sustentacullur. Meskipun hal ini terdapat di semua tubuli yang spermatidnya mengalami metamorfosis, namun masih belum diteliti. Penelitian mengenai tubulus adalah sebagai suatu proses ritmis. Proses ini akan menghasilkan massa sperma secara kontinyu. Massa sperma yang tidak terdeferensiasi ini berukuran kecil, dan memasuki bagian proksimal dari vas deferens. Matthews menambahkan bahwa pada dasarnya, sayatan testis dari Caenobita rugosus seperti dengan D. punctulatus. Tubuli terbuka sesaat, bergelung-gelung tinggi menuju tubulus pengumpul.

Semua tubuli pada setiap tahap kematangan dan aktivitas ritmisnya mampu mengisi tubuli pengumpul, kemudian menjadi spermatid yang telah bermetamorfosis. Sayatan dari testis B. latro juga serupa dengan testis D. punctulatus, dan C. rugosus. Terdapat Perbedaannya adalah ukuran, tubuli D. punctulatus, dan C. rugosus secara umum lebih kecil daripada tubuli B. latro. Karena secara morfologi dan fisiologi ukuran dan berat B. latro. lebih besar dari D. punctulatus, dan C. rugosus.

Ampulla

Tudung Epitel

Tangkai

Gambar 14 Potongan melintang vas deferens ketam kelapa (B. latro L) pada pewarnaan PAS. Pada gambar ini spermatozoa telah mencapai tingkat kematangan IV.

Harms (1973) dalam Matthews (1953) melaporkan aktivitas reproduktif pada B. latro adalah proses penggabungan/persetubuhan hingga saat ini terjadi ditanah, ketika mendapati hewan betina berada pada jarak yang cukup jauh dari pantai/pesisir. Sperma ditransmisikan melalui clasper. Hewan jantan memancarkan massa sperma (spermatofor) yang ditransfer ke hewan betina. Spermatozoa pada ketam kelapa, tersimpan dalam spermatofor yang berbentuk kapsul. Kapsul ini diduga untuk melindungi spermatofora selama proses fertilisasi.

Organ Reproduksi Betina

Pada penelitian ditemukan gonad ketam betina dengan 4 kematangan gonad (Gambar 15). Ukuran gonad terkecil terdapat pada ketam dengan panjang (CP+r) 63 mm dan berat gonad 0,13 gram dan ukuran gonad yang paling besar dengan panjang (CP+r) 97 mm, berat gonad 25,97 gram. Menurut McLaughlin, (1983) sistem reproduksi betina pada malacostraca adalah sepasang ovarium atau sebuah ovari dan terletak di abdomen.

Tabel 3 Klasifikasi Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ketam kelapa (B. latro) betina berdasarkan struktur morfologis dan histologi gonad (Rafiani, 2005)

TKG Ciri morfologis

I Permukaan ovarium halus, belum terbentuk butiran-butiran telur. Ovarium mulai berkembang, berbentuk sepasang, ovariun berwarna abu-abu muda. Pengisian ovarium didalam abdomen adalah 25 persen.

II Permukaan ovarium lembut, mulai terlihat butiran-butiran telur, jika di tekan mudah hancur. Ukuran ovarium semakin bertambah dan meluas, warna dari putih menjadi abu-abu tua. Pengisian ovarium didalam abdomen adalah 30 persen.

III Permukaan ovarium terasa kasar, karena butiran-butiran telur semakin membesar dan padat, jika di tekan kuat dan tidak mudah hancur. Volume ovarium semakin membesar, berwarna orange. Butiran telur terlihat dengan jelas, namun masih dilapisi oleh kelenjar minyak. Pengisian ovarium didalam abdomen adalah 60 persen.

membesar dan jelas, jika di tekan kuat dan tidak akan hancur. Hampir semua telur mempunyai ukuran yang relatif sama dan bentuknya bulat. Butir-butir telur semakin membesar, hampir mengisi seluruh abdomen dan terlihat dengan jelas berwarna merah tua dengan mudah dapat dipisahkan karena lapisan minyak yang menyelubungi sudah berkurang. Pengisian ovarium didalam abdomen adalah 80 persen.

D C

B A

Gambar 15 Gambaran morfologis gonad ketam kelapa betina, TKG I (A), TKG II (B), TKG III (C), dan TKG IV (D).

Tingkat kematangan gonad uji diukur perubahan morfologi dan histologi ovariumnya (Gambar 15). Perubahan morfologi ovarium, baik dari segi ukuran maupun warna, dipengaruhi oleh perkembangan sel telur terutama dalam bertambahnya deposisi kuning telur di dalam sel telur. Bertambahnya jumlah kuning telur menyebabkan perubahan warna ovarium dan membesarnya sel telur.

Dalam pewarnaan HE, hematoksilin akan mewarnai inti dan akan menunjukkan warna biru, sedangkan eosin merupakan warna asam yang akan mewarnai komponen basa dalam jaringan. Pada sediaan gonad ketam betina yang diwarnai dengan HE (Hematoksilin Eosin), dapat terlihat strukutur dan komponen jaringan gonad ketam. Di dalam komponen sel, basa terdapat di dalam protein sitoplasma sehingga eosin akan mewarnai sitoplasma dan akan menunjukkan warna merah.

Menurut Silversand et al. (1993) vitellogenesis adalah pembentukan kuning telur ;vitellogenin disekresikan ke dalam darah dan di bawa ke sel telur untuk dibentuk menjadi kuning telur. Kuning telur ini adalah sumber nutrisi pada perkembangan embrio. Vitellogenin adalah bahan baku (prekursor) protein kuning telur yang disintesa pada ovarium.

Hasil pengamatan warna ovarium selama penelitian di dapatkan adanya variasi warna ovarium, yaitu berwarna keputihan pada ovarium yang belum matang dan menjadi orange setelah ovarium matang (Gambar 16). Adanya perubahan tersebut disebabkan oleh adanya akumulasi dari kuning telur dalam bentuk lipoprotein dan pigmen, atau proses vitellogenesis.

N N S S

A B

N N S S

D

C

Gambar 16 Struktur histologis ovarium ketam kelapa (B. latro ), memperlihatkan TKG I (A), TKG II (B), TKG III (C) dan TKG IV (D). N =Nukleus, dan S = Sitoplasma.

Menurut Lee dan Walker (1995), akumulasi lipoprotein pada telur yang telah matang diikuti oleh akumulasi butiran lemak. Pada krustasea akumulasi

butiran lemak ini akan terlihat pada saat vitellogenesis akhir. Adanya butiran lemak dan lipovitelin merupakan komponen kecil pada ovarium dan telur yang belum matang tetapi konsentrasinya meningkat menjadi komponen besar pada ovarium dan sel telur matang.

Hepatopankreas adalah organ penyimpanan berisi lipid dan glikogen yang banyak. Pillay dan Nair 1973 dalam Rafiani, 2005, mendeterminasikan unsur pokok biokimia dari gonad dan hepatopankreas berhubungan terhadap siklus reproduksi. Besarnya lemak berfluktuasi dalam hubungannya dengan siklus reproduksi, dimana ovari yang matang berisi lemak yang banyak daripada yang tidak matang atau ovari yang telah dikeluarkan. Sehingga diindikasikan lemak dari hepatopankreas akan ditranslokasikan ke ovari. Perbedaan, perubahan unsur utama biokimia pada testis adalah tidak nyata. Berdasarkan tahunan, ovari terlihat kaya akan lipid dan testis kaya akan kandungan protein.

Ketam kelapa memiliki organ hepatopankreas di bagian abdomennya. Sumber lemak yang berada di dalam hepatopankreas sangat penitng sebagai unsur utama bagi ketam dan terjadi deposit lemak yang sangat besar selama perkembangan ovari pada periode produksi telur. Menurut Herring (1973) dan Clarke (1977) komposisi lipid pada ovari dan telur dekapoda terdiri atas 95% lebih jumlah trigliserida dan phospolipid. Sterol bebas dan lemak lain hanya terdapat dalam jumlah yang kecil, caratenoid ditemukan dalam jumlah kecil, hal yang sama juga ditemukan pada dekapoda yang lain.

Rasio Kelamin

Dalam suatu populasi, apabila nisbah kelamin tidak seimbang maka perkembangan populasinya terhambat. Kesetimbangan nisbah kelamin jantan dan betina bisa mengakibatkan terganggunya ketam berkembang sampai pada fase rekruitmen, sehingga dapat terjadi penurunan populasi. Penyebab ketidakseimbangan ini diduga karena pengaruh tingkah laku, musim pemijahan, ukuran pertama kali matang gonad dan pertumbuhan.

Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi spesies ketam. Dari 159 ekor ketam yang diamati, 75 ekor ketam jantan

dan 84 ekor ketam betina dengan rasio kelamin selama penelitian didapat 1 : 1 pada uji Chi-Square pada taraf nyata 0,05 diperoleh bahwa rasio kelamin menunjukkan adanya keseimbangan. Ramli (1997) menemukan bahwa penyebaran jumlah ketam kelapa jantan banyak daripada betina. Di daerah Tonggali Sulawesi Tenggara diperoleh rasio kelamin jantan betina adalah 1,4 :1, di kaimbulawa dan liwutongkidi. Sedangkan Rafiani (2005) di pulau Pasoso Sulawesi Tengah melaporkan bahwa rasio kelamin 1 : 1,052.

A

B

Rasio kelamin merupakan indikator populasi dalam suatu daerah yang dapat memprediksikan kondisi populasi tersebut baik atau tidak. Populasi yang baik didukung oleh hábitat yang ideal untuk kelangsungan hidup populasi. Pada hábitat yang baik populasi biasanya seimbang. Pada penelitian di Pulau Yoi didapatkan nilai rasio kelamin masih seimbang karena didukung oleh kondisi hábitat yang ideal.

Kondisi hábitat yang ideal sangat baik untuk kelangsungan hidup ketam. Penebangan hutan, penghunian, perubahan hutan alami menjadi lahan pertanian serta eksploitasi sumberdaya secara berlebihan di pulau Yoi ini, akan mengakibatkan hilangnya jenis ketam ini secara nyata. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya wilayah untuk ekosistem alami sebagai hábitat ketam kelapa ini. Selain faktor lingkungan yang mendukung mikrohabitat ketam adalah manusia.

Pada umumnya suatu pulau besar atau induk, secara ekologis sebagai pemasok spesies pada pulau-pulau kecil disekitarnya. Jumlah penambahan spesies tergantung dari besar-kecilnya serta letak atau jarak pulau tersebut dari induknya. Berkembangnya pembangunan akan mengancam punahnya ketam ini dari pulau induk, selanjutnya menuju ke tingkat pulau kecil yaitu pulau Yoi di masa mendatang. Untuk mengendalikan pulau Yoi sebagai kawasan perlindungan untuk melindungi ketam kelapa ini dari kepunahan.

Hubungan Panjang (CP+r) dengan Berat Tubuh

Ketam kelapa yang diperoleh dari hasil penelitian untuk ketam kelapa jantan adalah 75 ekor dan betina 84 ekor. Kisaran panjang ketam jantan 32 – 109 mm dan berat 30 – 990 gram sedangkan ketam betina 23 – 97 mm dan berat 60 – 660 gram.

Tabel 4. Hubungan panjang (CP+r) dengan berat tubuh Ketam kelapa (Birgus latro)

Ketam jantan

Ketam betina

Waktu penagamatan n W=a(CP+r)b R2 Pola pertumbuhan n W=a(CP+r)b R2 Pola pertumbuhan Januari 12 W=0,004(CP+r)2,626 0,768 Allometrik 16 W=0,377(CP+r)1,614 0,347 Allometrik Maret 10 W=0,047(CP+r)2,086 0,961 Allometrik 7 W=0,123(CP+r)1,836 0,937 Allometrik Mei 9 W=0,001(CP+r)2,922 0,685 Allometrik 8 W=0,004(CP+r)2,593 0,630 Allometrik Juli 15 W=0,000(CP+r)2,912 0,778 Allometrik 15 W=0,015(CP+r)2,231 0,449 Allometrik September 17 W=0,002(CP+r)2,733 0,932 Allometrik 19 W=0,174(CP+r)1,733 0,712 Allometrik Desember 12 W=0,000(CP+r)3,240 0,699 Isometrik 19 W=0,062(CP+r)1,958 0,911 Allometrik

Dari hasil hubungan panjang (CP+r) dan berat ketam diperoleh nilai b, nilai b adalah indicator pertumbuhan yang menggambarkan kecenderungan pertambahan panjang (CP+r) dengan berat ketam. Pada bulan Januari ketam jantan memiliki nilai b = 2,626 dan betina b= 1,614, Bulan Maret ketam jantan memiliki nilai b = 2,086 dan betina b= 1,836, bulan Mei ketam jantan memiliki nilai b= 2,922 dan betina b= 2,593, bulan Juli ketam memiliki nilai b=2,912 dan betina b= 2,231, bulan September ketam jantan memiliki nilai b=2,733 dan betina b=1,733, sedangkan bulan Desamber ketam jantan memiliki nilai b=3,240 dan betina b=1,958.

Hasil analisis statistik hubungan panjang (CP+r) dengan berat tubuh ketam kelapa untuk masing-masing jenis kelamin dan waktu pengamatan diperoleh persamaan hubungan panjang (CP+r) dan berat tubuh dengan R2 (koefisien determinan) yang mendekati satu (Tabel 4). Besarnya nilai R2 yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa antara panjang (CP+r) dengan berat tubuh ketam kelapa mempunyai hubungan yangerat. Berdasarkan pengujian nilai b, pada bulan Januari sampai Desember ketam kelapa jantan dan betina mempunyai pola pertumbuhan allometrik (t hitung > t tabel) (b≠3), berarti bahwa pertambahan

panjang (CP+r) lebih cepat dibandingkam pertambahan beratnya. Kecuali bulan Desember ketam kelapa jantan memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), berarti pertambahan panjang (CP+r) seimbang dengan pertambahan berat. Sedangkan analisis hubungan panjang (CP+r) dengan berat ketam kelapa pada

Dokumen terkait