• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi dan Morfometri Organ Reproduksi Kancil Betina

Organ reproduksi kancil betina memiliki susunan yang secara umum sama dengan hewan ruminansia lainnya, yaitu terdiri dari sepasang ovarium, tuba Fallopii, uterus, serviks dan vagina. Organ reproduksi kancil betina terletak retroperitoneal dalam rongga pelvis. Organ ini digantung oleh fascia yang luas yang terdiri dari penggantung ovarium (mesovarium), penggantung tuba Fallopii (mesosalphinx) dan penggantung uterus (ligamentum uteri). Ovarium kancil dibungkus oleh suatu selaput, bursa ovari. Kancil memiliki ovarium yang berbentuk oval yang sama juga terlihat pada ruminansia lainnya seperti domba dan sapi (Hafez 1987). Organ reproduksi kancil dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Organ reproduksi kancil betina setelah dikeluarkan dari rongga tubuh. (A) Ovarium, (B) Tuba Fallopii, (C) Kornua uteri, (D) Korpus uteri, (E) Serviks, (F) Vagina. Bar : 10 mm

Tabel 2 menunjukkan ukuran ovarium kancil baik panjang, lebar dan berat serta perbandingannya dengan ukuran ovarium hewan lain seperti domba, rusa, dan sapi. Jika dibandingkan dengan ukuran ovarium domba, rusa, dan sapi, ovarium kancil memiliki ukuran yang lebih kecil. Ovarium kanan kancil berukuran lebih besar dibandingkan dengan ovarium kiri.

C A E F B D

Tabel 2 Ukuran ovarium kancil, domba, rusa, dan sapi Ukuran Ovarium Kancil (n=6) Domba (Hafez 1987) Rusa (Rifqiyati 2006) Sapi (Hafez 1987) Bentuk Oval Oval Ovoid Oval Panjang : Kanan Kiri 7.53±0.90 mm 5.57±1.17 mm ±12 mm 37-40 mm 44-54 mm 8-50 mm Lebar : Kanan Kiri 4.45±0.50 mm 3.55±0.50 mm * 33-34 mm 38-46 mm * Berat : Kanan Kiri 0.0570±0.0149 g 0.0364±0.0061 g 3-4 g 0.42-1.28 g 0.60-0.80 g 10-20 g Keterangan : * tidak dilaporkan

Ovarium kanan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ovarium kiri dengan panjang 7.53±0.90 mm dan lebar 4.45±0.50 mm sedangkan ovarium kiri memiliki panjang 5.57±1.17 mm dan lebar 3.55±0.50 mm. Berat ovarium kanan sebesar 0.0570±0.0149 g dan ovarium kiri 0.0364±0.0061 g. Ukuran dan berat ovarium mencapai maksimum saat terbentuk korpus luteum setelah ovulasi terjadi dan seiring dengan bertambahnya umur hewan (Tian & Zhao 2000). Tian dan Zhao (2000) juga melaporkan bahwa berat ovarium kanan dan kiri relatif sama pada saat hewan lahir tetapi setelah mengalami pematangan seksual maka berat kedua ovarium tersebut menjadi tidak sama karena adanya kemungkinan perbedaan pada proses perkembangan folikel dan korpus luteum. Tabel 3 memperlihatkan ukuran panjang saluran reproduksi kancil betina dan perbandingannya dengan domba, rusa, dan sapi. Tuba Fallopii kanan memiliki panjang 4.39±0.85 cm dan yang kiri dengan panjang 3.95±0.94 cm. Kornua uteri kanan juga lebih panjang dan lebih besar yaitu 2.63±1.19 cm dibandingkan kornua kiri dengan panjang 1.83±1.28 cm. Korpus uteri memiliki panjang 2.56±0.61 cm. Serviks dan vagina masing-masing memiliki panjang 3.87±1.36 cm dan 3.12±1.11 cm. Tuba Fallopii dan kornua uteri bagian kanan lebih besar dibandingkan dengan bagian kiri. Kancil memiliki serviks yang lebih panjang dibandingkan panjang vagina. Pada domba, rusa, dan sapi, serviks memiliki ukuran yang lebih pendek dibandingkan vagina. Serviks yang panjang kemungkinan berkaitan dengan fisiologi kopulasi, ukuran penis kancil jantan atau sebagai reservoir sperma.

Namun demikian, dugaan ini masih perlu dipelajari lebih lanjut. Hafez dan Hafez (2000) melaporkan bahwa pada hewan-hewan ternak, serviks juga berfungsi sebagai reservoir sperma. Hal ini juga diduga terjadi pada kancil.

Tabel 3 Ukuran panjang saluran reproduksi betina pada kancil, domba, rusa, dan sapi Panjang (cm) Bagian Organ Kancil (n=7) Domba (Hafez 1993) Rusa (Rifqiyati 2006) Sapi (Hafez 1993) Tuba Falopii: Kanan Kiri Kornua uteri : Kanan Kiri Korpus uteri Serviks Vagina 4.39±0.85 3.95±0.94 2.63±1.19 1.83±1.28 2.56±0.61 3.87±1.36 3.12±1.11 15-19 10-12 1-2 4-10 12.5-17 14-17.1 10.3-13.6 1.2-1.6 4.5-5.6 17.3-19.0 25 35-40 2-4 8-10 35-42

Berdasarkan pengamatan terhadap saluran reproduksinya, diketahui bahwa kancil memiliki tipe uterus yang sama dengan ruminansia lainnya yaitu tipe bikornua dengan memiliki dua kornua uteri, satu korpus uteri dan satu serviks.

Data morfometri organ reproduksi kancil secara anatomi makroskopis akan sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman tentang fisiologi reproduksi kancil betina antara lain untuk kemungkinan penerapan teknologi reproduksi dalam upaya pelestarian dan peningkatan populasi kancil.

Karakteristik Histologi, Distribusi Karbohidrat dan Residu Gula pada Perkembangan Folikel Ovarium

Karakteristik Histologi Perkembangan Folikel

Struktur histologi ovarium kancil juga relatif sama dengan hewan ruminansia seperti domba dan sapi. Ovarium dilapisi oleh satu lapisan epitel yang disebut epitel germinativum yang berbentuk pipih hingga kuboid. Di bagian profundal lapisan epitel terdapat jaringan ikat yang disebut tunika albuginea. Selanjutnya, ovarium kancil terbagi atas dua bagian yaitu korteks yang berada di lateral dan bagian medula yang berada di bagian medial. Pada bagian korteks banyak ditemukan berbagai tahap perkembangan folikel. Pada bagian medula terdiri dari jaringan ikat longgar dan banyak ditemukan pembuluh darah dan saraf. Hal yang sama juga dilaporkan Kimura et al. (2004). Karakteristik ovarium kancil secara mikroskopis memperlihatkan adanya suatu proses perkembangan folikel yang sangat dinamis. Ovarium yang dikoleksi berada pada fase luteal sehingga tidak ditemukan perkembangan folikel yang mencapai folikel yang telah matang secara sempurna (folikel de Graaf). Gambaran histologi dari ovarium kancil dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Gambaran histologi ovarium kancil (sayatan transversal). (a) Epitel germinativum, (b) Tunika albuginea, (c) Korteks ovarium, (d) Medula ovarium, (e) Salah satu tipe folikel yang berkembang, (f) Korpus luteum. Pewarnaan HE. Bar : 300 µm

a b f c d e

Gambar 7 hingga Gambar 16 menunjukkan struktur histologi folikel pada berbagai tahapan perkembangan folikel dapat diamati pada ovarium fase luteal. Terdapat 10 tahapan perkembangan folikel yang diwakili oleh 10 tipe folikel. Pengelompokkan tipe folikel ini didasarkan pada bentuk dan lapisan sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit, tebal tipisnya zona pelusida yang terbentuk, dan ada tidaknya serta besar kecilnya antrum folikuli yang terbentuk. Namun tahapan ini masih terus berkembang pada ovarium yang berada pada fase folikular hingga oosit dapat mencapai pertumbuhan yang optimal (diameter oosit mencapai sekitar 100 µm) dan akhirnya terjadi ovulasi dan membentuk korpus luteum.

Gambar 7 Folikel tipe 1 dengan ciri oosit (a) dilapisi satu lapis sel pregranulosa berbentuk pipih. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

Gambar 8 Folikel tipe 2 dengan ciri oosit dilapisi satu lapis sel pregranulosa (b) berbentuk transisi antara pipih dan kuboid. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

I

a

II

Gambar 9 Folikel tipe 3 dengan ciri oosit dilapisi satu lapis sel granulosa (panah) berbentuk kuboid. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

Gambar 10 Folikel tipe 4 dengan ciri oosit dilapisi satu- dua lapis sel granulosa berbentuk kuboid. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

Gambar 11 Folikel tipe 5 dengan ciri oosit telah dilapisi dua hingga lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

V III

Gambar 12 Folikel tipe 6 dengan ciri oosit telah dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid. Zona pelusida (panah) sudah jelas terlihat dan sel-sel teka (t) mulai mengelilingi folikel. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

Gambar 13 Folikel tipe 7 dengan ciri oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid dan zona pelusida (panah) telah menebal. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

Gambar 14 Folikel tipe 8 dengan ciri oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tebal dan telah mulai terbentuk antrum folikuli (panah). Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

VII VI

t

Gambar 15 Folikel tipe 9 dengan ciri oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tebal dan antrum folikuli (a) mulai membesar. Folikel dikelilingi sel teka. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

Gambar 16 Folikel tipe 10 dengan ciri oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tebal, antrum folikuli sudah membesar (a) dan oosit mulai ke arah tepi folikel. Pewarnaan HE. Bar : 20 µm

IX

X

a

Tabel 4 Karakteristik berbagai tahapan perkembangan folikel pada ovarium fase luteal kancil (T. javanicus)

Jumlah folikel (%) Diameter (µm) Tahapan

folikel Karakteristik Ovarium

kanan

Ovarium

Kiri Folikel Oosit*

1

Oosit dilapisi satu lapis sel pregranulosa berbentuk pipih

3020 (68.38)

5440

(57.34) 31.94±3.39 18.39±1.90

2 Oosit dilapisi satu lapis sel pregranulosa berbentuk transisi antara pipih dan kuboid 1335 (30.23)

3805

(40.11) 40.67±8.13 26.57±4.91

3 Oosit dilapisi satu lapis sel granulosa yang telah berbentuk kuboid 24 (0.54)

116

(0.25) 47.42±11.56 30.23±4.32

4 Oosit dilapisi satu sampai dua lapis sel granulosa berbentuk kuboid 2 (0.04)

6

(0.06) 58.86±12.19 34.89±4.45

5 Oosit dilapisi dua hingga lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida

mulai terbentuk (0.68) 30 (1.11) 105 96.90±59.95 40.85±21.46

6 Oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tipis 1 (0.02)

1

(0.01) 141.83±33.99 56.78±11.60 7 Oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida mulai

menebal (0.02) 1 (0.04) 4 206.56±68.23 67.01±28.23

8 Oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tebal

dan mulai terbentuk antrum folikuli (0.04) 2 (0.01) 1 246.23±95.84 68.01±31.28

9 Oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tebal

dan antrum folikuli sudah mulai membesar (0.02) 1 (0.03) 3 499.80±83.78 84.29±3.85

10 Oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel granulosa berbentuk kuboid, zona pelusida tebal

antrum folikuli sudah sangat besar dan oosit terdesak ke arah tepi folikel - (0.06) 6 841.92±177.53 85.71±4.59

Total 4416 9487

Diameter (cm)

Kanan Kiri

Korpus luteum

Sel-sel granulosa mengalami pembesaran dengan bentuk yang tidak beraturan.

2 2 22.37 14.57

Tabel 4 memperlihatkan karakteristik berbagai tahapan perkembangan folikel, jumlah folikel serta diameter folikel dan oosit. Folikel tipe 1 merupakan folikel awal yang banyak ditemukan pada bagian korteks ovarium kemudian folikel ini berkembang lebih lanjut menjadi folikel tipe 2, 3 hingga tipe 10. Folikel tipe 1 memiliki ciri oosit (disebut oosit primer) yang dikelilingi oleh satu lapis sel pregranulosa yang berbentuk pipih dengan diamater folikel sebesar 31.94±3.39

µm dan diameter oosit sebesar 18.39±1.90 µm. Folikel ini berkembang dari

oogonia yang berproliferasi secara mitosis pada periode fetus (Senger 1999). Kemudian perkembangan folikel tipe 1 ini berhenti pada tahap diplotene (meiosis I) yang dapat ditemukan pada periode postnatal. Pada saat hewan mencapai pubertas, folikel tipe 1 mulai berkembang menjadi folikel tipe 2. Perkembangan folikel tipe 1 menjadi tipe 2 diperlihatkan dengan adanya perubahan bentuk sel pregranulosa dari bentuk pipih menjadi bentuk transisi antara pipih dan kuboid. Selain itu folikel semakin membesar. Hal ini dapat dilihat dengan peningkatan diameter folikel yang diikuti oleh peningkatan diameter oosit.

Folikel tipe 2 merupakan folikel dengan ciri oosit dikelilingi oleh satu lapis sel pregranulosa yang memiliki bentuk transisi antara pipih dan kuboid. Folikel ini juga banyak ditemukan pada bagian korteks ovarium. Diameter folikel tipe 2 sebesar 40.67±8.13 µm dan diameter oosit sebesar 26.57±4.91 µm.

Folikel tipe 3 merupakan folikel dengan ciri oosit telah dikelilingi oleh satu lapis sel granulosa yang seluruhnya telah berbentuk kuboid. Folikel ini memiliki diameter sebesar 47.42±11.56 µm dan diameter oosit sebesar 30.23±4.32 µm.

Folikel tipe 4 merupakan folikel dengan ciri oosit dikelilingi oleh 1-2 lapis sel granulosa yang berbentuk kuboid dengan diameter folikel 58.86±12.19 µmdan diameter oosit 34.89±4.45µm. Peningkatan diameter folikel disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah sel-sel granulosa melalui proses proliferasi dan diferensiasi yang mengelilingi oosit sehingga membran basal semakin terdesak untuk meluas.

Folikel tipe 5 merupakan folikel yang terdiri dari 2-5 lapis sel granulosa dengan diameter folikel 96.90±59.95 µm dan diameter oosit 40.85±21.46 µm. Berdasarkan diameter folikel dan oosit tersebut terlihat bahwa perkembangan

folikel melalui proliferasi sel granulosa lebih cepat terjadi dibandingkan dengan perkembangan oosit. Jumlah sel granulosa yang semakin meningkat mengakibatkan diameter folikel semakin membesar akibat desakan sel-sel tersebut. Pada tahap ini, oosit telah dikelilingi oleh suatu lapisan yang disebut zona pelusida namun masih sangat tipis. Zona pelusida merupakan suatu glikoprotein yang disekresikan oleh oosit dan sel granulosa (Wu et al. 2004). Zona pelusida sangat berperan penting dalam proses fertilisasi terutama pada proses binding spermatozoa pada oosit.

Folikel tipe 6 merupakan folikel yang memiliki ciri seperti folikel tipe 5. Namun pada folikel tipe 6, jumlah lapisan sel granulosa yang mengelilingi oosit semakin meningkat yaitu sekitar 8-12 lapis. Hal ini dapat dilihat dari diameter folikel dan oosit yang semakin meningkat pula yaitu masing-masing sebesar 141.83±33.99 µm dan 56.78±11.60 µm. Pada folikel tipe 6, lapisan sel-sel teka yang mengelilingi folikel telah terlihat dengan jelas.

Folikel tipe 7 merupakan folikel yang relatif sama dengan folikel tipe 6 namun zona pelusida telah menebal. Diameter folikel tipe ini sebesar 206.56±68.23 µm dan oosit 67.01±28.23 µm.

Folikel tipe 8 merupakan folikel yang mulai terbentuk antrum folikuli. Antrum ini berisi cairan yang mengandung hormon estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa. Pada kelinci, pembentukan antrum folikuli dimulai ketika sel granulosa telah mencapai lebih kurang enam lapis sel granulosa (Zitny et al.

2004). Diameter folikel ini mencapai 246.23±95.84 µm dengan oosit mencapai 68.01±31.28 µm.

Folikel tipe 9 merupakan folikel dengan ciri antrum yang semakin membesar, oosit sudah mulai bergerak di bagian tepi folikel. Diameter folikel tipe 9 mencapai 499.80±83. µm dan oosit 84.29±3.85 µm. Diameter folikel semakin membesar akibat pembentukan antrum yang semakin membesar pula.

Folikel tipe 10 merupakan tipe folikel yang paling mendekati tahap matang yang oositnya telah siap untuk diovulasikan. Antrum folikuli telah membesar dan oosit sudah berada di bagian tepi folikel. Diameter folikel ini mencapai 841.92±177.53 µm dan oosit mencapai 85.71±4.59 µm. Namun pada penelitian ini tidak ditemukan folikel pada tahap yang matang secara sempurna.

Hal ini disebabkan oleh adanya pembentukan korpus luteum pada ovarium yang dikoleksi. Korpus luteum mensekresikan hormon progesteron yang dapat menghambat perkembangan folikel lebih lanjut dan menghambat terjadinya ovulasi.

Berdasarkan pengelompokkan folikel yang dilakukan oleh Erickson (2003), maka 10 tahapan perkembangan folikel ovarium kancil dapat dikelompokkan menjadi folikel primordial (1 dan 2), folikel primer (3 dan 4), folikel sekunder (5, 6 dan 7), folikel tertier (8, 9 dan 10). Folikel primordial hingga folikel sekunder termasuk folikel preantral, sedangkan folikel tertier termasuk folikel antral. Sedangkan berdasarkan pengelompokkan yang dilakukan oleh Cushman et al. (2000), maka folikel tipe 1 dan 2 disebut folikel primordial, tipe 3 dan 4 disebut folikel primer, tipe 5, 6, 7 dan 8 disebut folikel sekunder sedangkan tipe 9 dan 10 disebut folikel tertier.

Distribusi setiap tipe folikel tidaklah sama. Folikel tipe 1 dan tipe 2 banyak ditemukan pada bagian korteks ovarium dan tidak mengelompok. Pada hewan multipara seperti anjing, perkembangan folikel tipe 1 terdapat dalam suatu kelompok (Kimura et al. 2004). Pada folikel tipe 3 hingga tipe 8, folikel berkembang ke arah medula yang nantinya pada folikel tipe 9 dan 10, perkembangan folikel kembali mengarah ke bagian korteks ovarium karena di dalam folikel tersebut terdapat oosit yang hampir matang yang nantinya akan dilontarkan ke dalam saluran reproduksi untuk difertilisasi oleh spermatozoa melalui suatu proses yang disebut ovulasi.

Pada ovarium kancil juga ditemukan folikel yang mengalami atresia yang ditandai dengan sel-sel granulosa yang mengalami piknotis dan luruhnya sel-sel granulosa ke bagian antrum. Di duga, folikel-folikel tersebut mengalami atresia ketika mencapai ukuran tertentu tergantung pada spesies (species-spesific size). Beberapa peneliti menduga salah satu faktor yang menyebabkan folikel mengalami atresia adalah adanya kelebihan proses metabolik pada folikel tersebut (Fortune 1994). Hasil metabolisme (metabolit) yang berlebihan akibat proses metabolik yang tinggi akan bersifat racun bagi sel-sel pada folikel tersebut sehingga terjadilah kematian sel-sel yang menyebabkan folikel atresia dan folikel tidak dapat berkembang menjadi tahap selanjutnya. Folikel-folikel yang tidak

mengalami atresia akan terus berkembang menjadi folikel matang dan siap untuk melakukan ovulasi.

Pada ovarium fase luteal terlihat adanya perkembangan folikel yang mengindikasikan bahwa pada ovarium baik yang berada pada fase folikular maupun fase luteal terjadi proses perkembangan folikel. Hal ini menunjukkan bahwa ovarium kancil memiliki minimal ada dua gelombang folikular (follicular wave). Pada ruminansia seperti sapi memiliki 2-3 gelombang folikular dalam satu siklus estrusnya (Vasenna et al. 2003). Adanya gelombang folikular pada ovarium fase luteal menunjukkan bahwa proses koleksi oosit pada ovarium kancil dapat dilakukan tanpa harus memperhatikan siklus ovarium.

Dari hasil perhitungan jumlah folikel (Tabel 4 dan Gambar 17), diketahui bahwa persentase folikel yang berkembang pada ovarium kiri lebih banyak dibandingkan ovarium kanan. Namun demikian, kedua ovarium memiliki keaktifan yang sama. Hal ini didasarkan pada jumlah korpus luteum yang terbentuk pada kedua ovarium adalah sama.

Gambar 17 Persentase jumlah folikel yang berkembang pada ovarium kancil fase luteal 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Tipe folikel P e rs en tase (% )

Ovarium kanan Ovarium kiri

Ovarium kanan 68.38 30.23 0.54 0.04 0.68 0.02 0.02 0.04 0.02 Ovarium kiri 57.34 40.11 0.25 0.06 1.11 0.01 0.04 0.01 0.03 0.06

Perkembangan dan pertumbuhan folikel diinisiasi oleh pasase folikel tipe 1 (primordial) dari fase tidak tumbuh ke fase pertumbuhan yang terdiri dari tiga peristiwa utama yaitu 1) perubahan bentuk sel pregranulosa dari pipih menjadi kuboid, 2) proliferasi sel granulosa dan 3) pembesaran oosit melalui peningkatan diameter oosit. Pada beberapa spesies, perubahan sel granulosa mendahului pertumbuhan oosit (Braw-Tal & Yossefi 1997). Pada mencit dan tikus, oosit mulai tumbuh ketika telah terjadi sekitar 10 sel granulosa berbentuk kuboid (Lintern-Moore & Moore diacu dalam Braw-Tal & Yossefi 1997).

Pada manusia dan domba, oosit masuk ke fase pertumbuhan ketika oosit dikelilingi oleh 15 sel granulosa berbentuk kuboid (Gougeon & Chainy diacu dalam Braw-Tal & Yossefi 1997). Mhawi et al. (1991) diacu dalam Braw-Tal & Yossefi (1997) melaporkan bahwa pada sapi yang baru lahir, bentuk transisi sel granulosa dari pipih menjadi kuboid diikuti oleh perubahan ultrastruktur pada oosit dan oosit masuk ke tahap pertumbuhan ketika telah terbentuk 40 sel granulosa. Pada kancil hal ini belum dapat dijelaskan.

Gambar 18 Diameter folikel dan oosit yang berkembang pada ovarium kancil fase luteal 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Tipe folikel D iam et e r ( u m ) Folikel Oosit Folikel 31.94 40.67 47.42 58.86 96.9 141.83 206.56 246.23 499.8 841.92 Oosit 18.39 26.57 30.23 34.89 40.85 56.78 67.01 68.01 84.29 85.71 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hasil pengukuran diameter folikel dan oosit (Tabel 4 dan Gambar 18) terlihat bahwa diameter folikel dan oosit semakin meningkat seiring berkembangnya folikel primordial (tipe 1) menuju folikel tertier (tipe 10). Pada beberapa tahap perkembangannya, terjadi peningkatan diameter folikel yang cukup besar yaitu dari folikel tertier awal (tipe 8) hingga folikel tertier akhir (tipe 10). Peningkatan ini juga disertai dengan peningkatan diameter oosit namun persentase peningkatannya tidak sebesar pada folikel.

Menurut Erickson (2003), selain disebabkan oleh proliferasi sel granulosa dan sel teka, peningkatan diameter folikel yang cukup besar dari folikel tipe 8 menuju folikel tipe 9 dan 10 juga disebabkan oleh terbentuknya antrum folikuli yang semakin lama semakin membesar akibat produksi cairan folikuli yang semakin meningkat. Peningkatan diameter oosit dikarenakan selama pertumbuhan terjadi peningkatan jumlah organel-organel sel seperti kompleks golgi, retikulum endoplasmik halus, butir lemak, serta peningkatan proses transkripsi untuk sintesis protein yang diperlukan untuk membangun kompetensi oosit (Hyttel et al. 1997). Ukuran diameter folikel dan oosit berhubungan dengan kemampuan oosit tersebut untuk melakukan proses meiosis hingga mencapai metafase II dan proses fertilisasi. Selain itu, juga mempengaruhi proses perkembangan zigot pada tahap selanjutnya terutama pada tahap perkembangan blastosis (Lucas et al. 2003; Vasenna et al. 2003). Pujol et al. (2003) menyatakan bahwa pada sapi, oosit yang memiliki diameter di atas 110 µm akan mencapai perkembangan blastosis sebesar 60% dibandingkan sel telur dengan diameter dibawah 100 µm dan 100-109 µm yang hanya mencapai perkembangan blastosis masing-masing sebesar 20% dan 30%. Pada penelitian ini diketahui bahwa diameter oosit kancil dari ovarium fase luteal tidak ada yang mencapai diatas 100 µm.

Lucas et al. (2002) juga melaporkan bahwa pada ruminansia, diameter oosit sangat bervariasi pada folikel dengan diameter yang sama, sedangkan pada babi terdapat korelasi positif antara ukuran folikel dengan ukuran oosit. Peningkatan diameter folikel terjadi akibat peningkatan jumlah sel granulosa melalui proses proliferasi. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya lapisan sel granulosa dari satu lapis sel menjadi lebih dari dua lapis sel granulosa. Peningkatan jumlah sel granulosa sangat mempengaruhi ketersediaan nutrisi dan

oksigen bagi oosit (Fortune 2004). Peningkatan jumlah sel granulosa terjadi melalui proses proliferasi dan diferensiasi sel yang dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan hormon steroid (Zitny et al. 2004). Ukuran diameter folikel dan oosit pada kancil, tikus, sapi, dan babi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Ukuran diameter folikel dan oosit pada kancil, tikus, sapi dan babi

Hewan Jenis Folikel

Diameter Folikel (µm) Diameter Oosit (µm) Kancil • Primordial-awal preantral • Preantral • Preantral-awal antral • Antral 31.94-58.86 96.90-141.83 206.56-246.23 499.80-841.92 18.39-34.89 40.85-56.78 67.01-68.01 84.29-85.71 Tikus (Pedersen & Peters 1968 diacu dalam Telfer 1996) • Primordial-awal preantral • Preantral • Preantral-awal antral • Antral • Antral-preovulatory 18-100 100-200 200-400 400-500 500-600 18-50 50-60 60-70 ≥70 ≥70 Sapi (Lussier et al. 1987 diacu dalam Telfer 1996) • Primordial-awal preantral • Preantral • Preantral-awal antral • Antral • Antral-preovulatory 40-100 100-150 150-250 250-3670 3670-8500 20-45 45-60 60-100 110-126 135 Babi (Morbeck et al. 1994 diacu dalam Telfer 1996) • Primordial-awal preantral • Preantral • Preantral-awal antral • Antral • Antral-preovulatory 35-100 150-300 300-400 400-1500 1500-3000 44 68-90 100 105 115-120

Distribusi Karbohidrat dan Residu Gula

Pola distribusi karbohidrat dan residu gula dengan metode pewarnaan AB (pH 2.5), PAS dan histokima lektin disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 19-21. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan jenis dan pola distribusi karbohidrat dan residu gula pada struktur folikel.

Dari hasil pewarnaan AB pH 2.5 yang menunjukkan karbohidrat asam (Gambar 19) diketahui bahwa AB mulai ditemukan bereaksi positif pada folikel tipe 7 yaitu pada oosit dan matriks ekstraseluler, dengan intensitas reaksi positif sangat lemah atau ±, dan pada zona pelusida dengan intensitas reaksi positif lemah atau +. Artinya pada oosit, matriks ekstraseluler dan zona pelusida folikel tipe 7 mulai terkandung karbohidrat asam (mukopolisakarida asam) meskipun pada konsentrasi yang masih rendah. Pada folikel tipe 8, AB bereaksi positif sedang (++) pada cairan folikuli yang dihasilkan oleh sel granulosa. Hal ini menunjukkan adanya karbohidrat asam pada cairan folikuli. Pada folikel tipe 9, intensitas warna AB pada cairan folikuli melemah tetapi pada folikel tipe 10 kembali meningkat. Reaksi AB yang sama juga terlihat pada oosit, matriks ekstraseluler dan zona pelusida pada folikel tipe 9 yang tidak lagi menunjukkan reaksi AB positif. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya perubahan perubahan konsentrasi karbohidrat asam pada setiap tipe folikel.

Hasil pewarnaan PAS (Gambar 20) yang digunakan untuk mendeteksi karbohidrat netral seperti glukosa, galaktosa, manosa dan fukosa memperlihatkan PAS menunjukkan reaksi positif mulai pada folikel tipe 5 yaitu pada oosit, matriks ekstraseluler dan zona pelusida. Reaksi positif PAS pada zona pelusida mulai meningkat pada folikel tipe 7. Pada folikel tipe 8, PAS bereaksi negatif pada oosit tetapi positif pada zona pelusida, matriks esktraseluler dan cairan folikuli. Pada folikel tipe 10, PAS bereaksi lemah pada zona pelusida tetapi kuat

Dokumen terkait