• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pemeriksaan patologi diperoleh hasil seperti yang dicantumkan dalam tabel 4. Secara umum hewan dalam keadaan pucat. Pemeriksaan dari luar menunjukkan nodul yang ditemukan memiliki diameter 3 cm dan menempel diantara kulit dan m. intercostalis dari costae 3 hingga costae terakhir dengan konsistensi firm atau kenyal. Pembukaan rongga tubuh hewan menunjukkan ascites di rongga perut. Tumor berukuran besar ditemukan pada organ hati dan sebagian besar dari hati digantikan oleh jaringan tumor.

Tabel 4 Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA)

Organ Perubahan

Keadaan umum Hewan dalam keadaan kurus, turgor buruk, anus kotor. Mukosa Secara umum anemis.

Rongga perut

Terjadi ascites disertai warna merah sebanyak 2 liter. Ditemukan massa kecil-kecil, putih dengan jumlah sekitar 50 buah.

Subkutan Ditemukan massa tumor multinodular, putih, konsistensi firm, diameter 3 cm, lokasi menempel pada pertengahan costae 3 sampai terakhir sebelah kanan.

Hati Ditemukan massa tumor dengan ukuran yang sangat besar, multinodular, putih, konsistensi firm dengan nekrosis dan daerah-daerah yang mengalami pendarahan, lokasi pada lateralis dextra, ukuran 17 x 15 x 12 cm, sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor.

Limpa Kongesti

Ginjal Kiri: Ditemukan massa tumor multinodular, massa terbesar menyebabkan perluasan daerah pyelum (diameter 5 cm)

Kanan: Ditemukan 3 nodul massa tumor (diameter 0.5cm), bagian anterior ginjal berbentuk massa, berwarna merah, kemungkinan perkembangan tumor disertai neovaskularisasi yang mudah ruptur.

Paru-paru Metastasis ditemukan terutama pada lobus diafragmatika sinistra (ukuran 9 x 9 x 9 cm), sedangkan lobus lain juga ditemukan sekitar seratus nodul kecil.

Jantung Dilatasi ventrikel bilateral, degenerasi serabut otot jantung, massa tumor multinodular ditemukan terutama pada septa antar-ventrikel (3 cm) dan nodul-nodul kecil pada vulva bikus- dan trikuspidalis

Traktus digesti Gastric anemis (moderate), sepanjang usus mengalami enteritis catarrh et haemorrhagi (moderate)

Massa tumor berukuran besar yang berada di dalam ruang perut menekan pembuluh darah dan limfe regional hingga terjadi kongesti umum dan menyebabkan ascites. Ascites dapat disebabkan pula oleh adanya penurunan fungsi hati. Guyton dan Hall (1997) menyatakan bahwa ascites terjadi karena pengaruh tekanan tinggi pembuluh hati dalam menimbulkan transudasi cairan dari sinusoid hati dan kapiler porta ke rongga abdomen. Berdasarkan pemeriksaan histopatologi diperoleh hasil seperti dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Hasil Pemeriksaan Histopatologi (HP)

Organ Perubahan (HP)

Tumor Multinodular dan Hati

Tumor ini tidak berkapsul sehingga antara sel-sel tumor dan sel-sel hati berbatasan langsung. Bentuk sel tumor mayoritas adalah gelondong (spindle), kadang oval atau pleomorfik, dengan

spesifikasi yaitu pada kedua ujung inti selnya tumpul seperti cerutu, memiliki inti ditengah, alur penyebaran sel tumor bergelombang. Pada beberapa area ditemukan daerah nekrosis, hemoragi dan hiperemi dan pembentukan buluh darah baru. Sebagian besar sel hati digantikan oleh sel tumor. Daerah portal mengalami fibrosis, sedangkan daerah sinusoid mengalami dilatasi disertai

pembendungan. Beberapa sel hati menunjukkan atrofi disertai hemosiderin.

Paru-Paru Pada organ ini sel-sel tumor yang ditemukan memiliki karakteristik yang sama dengan sel tumor asli di hati. Organ paru mengalami perubahan yaitu bentuk alveol sudah tidak lagi teratur, terjadi emfisema, atelekstasis, kongesti, dan daerah interstitial menebal. Di temukan pula antrachosis, neovaskularisasi, sel plasma serta sintitial sel.

Jantung Sel-sel tumor dengan karakteristik yang sama ditemukan pada organ ini. Sel-sel tumor yang ditemukan ada yang mengalami mitosis. Terjadi nekrosis dan ditemukan neovaskularisasi.

Limpa Pulpa merah maupun pulpa putih pada organ ini sudah tidak ditemukan lagi. Limpa mengalami kongesti. Makrofag dan sel plasma yang di temukan cukup tinggi sedangkan limfosit hanya sedikit

Ginjal Karakterisrik sel-sel tumor yang sama dengan sel tumor asli ditemukan di kapsula ginjal dan hampir terdapat di seluruh bagian korteks. Bentuk dari glomerulus menjadi tampak tidak teratur dan tubulus ginjal tidak lagi ada. Endapan protein ditemukan di ruang Bowman. Terdapat pula oedema.

Lambung Secara umum organ ini mengalami nekrosis dan ditemukan sel plasma namun tidak ditemukan sel-sel tumor.

Otak Pada cerebrum terjadi oedema, peningkatan sel glia namun terbatas. Pada cerebellum ada kalsifikasi dan degenerasi sel Purkinje.

Neuron-neuron mengalami kematian. Subkutan

daerah costae

kanan

Sel-sel tumor ditemukan dengan karakteristik yang sama. Angka mitosis cukup tinggi.

Gambaran makromorfologi menunjukkan bahwa bagian hati digantikan oleh jaringan tumor sangat luas sedangkan mikromorfologi ditemukan sel-sel tumor yang memiliki bentuk seperti spindle (gelondong), kadang oval dengan inti yang khas yaitu tumpul di kedua ujung seperti cerutu dan pleomorfik. Adanya tumor tentu berpengaruh terhadap kinerja fungsi hati. Menurut Guyton dan Hall (1997) fungsi organ hati antara lain :

1. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah.

2. Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh.

3. Fungsi sekresi dan eksresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan.

Maclachlan dan Cullen (1995) menyatakan pula bahwa organ hati memiliki banyak fungsi seperti :

1. Retikulum endoplasma halus dari sel hati memiliki kemampuan untuk mensintesis kolestrol dan asam empedu, degradasi glikogen, dan metabolisme serta konjugasi dari pigmen empedu, ingesti substansi asing, dan hormon steroid sebelum dieksresikan pada empedu atau urin.

2. Retikulum endoplasma kasar dari sel hati menghasilkan protein plasma seperti albumin dan fibrinogen; faktor pembekuan V, VII, VIII, IX, dan X serta alpha dan beta globulin.

3. Sel hati memiliki kemampuan untuk menghasilkan empedu.

4. Hati berfungsi pula untuk menyaring darah yang masuk melalui vena portal. 5. Mitokondria sel hati menghasilkan energi.

Sel-sel tumor ini mengakibatkan kinerja fungsi hati menjadi menurun. Organ hati mengalami banyak perubahan yaitu ditemukan degenerasi hingga nekrosis. Degenerasi adalah perubahan suatu sel atau jaringan karena kegagalan untuk beradaptasi dari bermacam- macam agen (Underwood 1992). Darmawan (1973) menjelaskan bahwa degenerasi dapat terjadi pada sitoplasma atau inti. Degenerasi sitoplasma hati kadang-kadang disertai kelainan inti, atrofi dan nekrosis sel sehingga sel-sel menjadi hilang karenanya. Perubahan lain yang terjadi adalah atrofi. Atrofi merupakan penurunan jumlah atau ukuran sel. Macfarlane et al. (2000) menyatakan tekanan (tumor) dan penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan atrofi. Ditegaskan pula oleh Robbin et al (1999) bahwa tumor mempunyai efek antara lain atrofi terhadap sel-sel sekitar, obstruksi organ, kerusakan pembuluh darah, invasi

kuman-kuman dalam tumor dan jaringan sekitar, kekurusan, anemia dan produksi hormon yang berlebihan oleh sistem endokrin.

Ditemukan pula perubahan berupa hemorragi kemudian adanya hemosiderin serta fibrosis pada daerah portal. Pada sinusoid terjadi dilatasi dan pembendungan. Hemorragi atau pendarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah. Saleh (1973) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya hemorragi yaitu ruptura kapiler atau karena diapedesis aktif. Apabila jumlah darah yang keluar banyak, maka tidak diresopsi dan akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga terjadi fibrosis. Selain itu pendarahan dapat terjadi pula akibat dari bendungan (kongesti) dan darah tidak mengalir (stasis). Tekanan pada vena dari luar oleh suatu tumor dan payah jantung dapat menyebabkan kongesti. Darmawan (1973) berpendapat apabila kongesti di hati berlangsung lama, maka seluruh tepi lobulus mengalami bendungan, vena sentralis dan sinusoid yang melebar (dilatasi) terisi eritrosit serta kadang-kadang atrofi sel hati di sekitar vena sentralis. Pendarahan ini dapat menimbulkan terjadinya hemosiderin. Macfarlane et al. (2000) menyatakan ada dua pigmen yang berasal dari reruntuhan sel darah merah yaitu hemosiderin dan bilirubin.

Pada pembuluh darah di organ hati ditemukan banyak sel tumor. Adanya sel tumor di pembuluh darah suatu organ biasanya menandakan bahwa sel tumor bermetastasis. Ditemukan pula buluh darah baru (neovaskularisasi) atau angiogenesis yaitu proliferasi dari kerja buluh darah yang memasuki tempat perkembangan tumor untuk mensuplai nutrisi dan oksigen serta memindahkan produk tidak terpakai (Anonim 2007b). Menurut Maclachlan dan Cullen (1995), organ hati umumnya merupakan tempat metastasis untuk banyak tumor ganas, namun mayoritas dari neoplasma pada hati berasal dari organ lain. Macfarlane et al. (2000) menyatakan bahwa sebesar 50% kejadian tumor primer di daerah portal menyebar di hati dan 33% nya merupakan tumor yang bukan berasal di hati namun melibatkan organ tersebut.

Gambar 2 Bidang sayatan massa tumor, ditemukan pendarahan pada bagian tengah.

1 cm

Gambar 1 Massa tumor pada hati.

Gambar 3 Mikromorfologi hati. Degenerasi (a), kongesti (b), atrofi (c). hemosiderin (d). Pewarnaan HE, obyektif 40x, 40 µm.

Gambar 4 Sel-sel tumor leiomyosarcoma pada hati memiliki bentuk spindle (gelondong), kedua ujung inti tumpul (a),

alur penyebaran bergelombang dan terlihat figur mitotik (b). Pewarnaan HE, obyektif 40x, 40 µm.

a

b

a

d

b

c

Metastasis terjadi pada paru-paru, Gross et al. (1992) menyatakan bahwa metastasis biasanya berjalan menuju paru-paru. Gambaran histopatologi pada organ paru-paru telah mengalami perubahan dan ditemukan sel-sel tumor yang memiliki karakteristik yang sama dengan sel-sel tumor primer. Bentuk setiap alveoli sudah tidak lagi teratur. Daerah interstitial menjadi lebih tebal, terjadi kongesti, emfisema maupun atelekstasis. Atelekstasis adalah kelainan paru-paru, dimana alveoli menyempit (kolaps). Tekanan oleh tumor dan jantung yang membesar dapat menyebabkan atelekstasis (Kurniawan 1973). Paru-paru mengalami emfisema yaitu gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh perluasan ruang udara didalam paru-paru disertai dengan destruksi jaringan (Kurniawan 1973). Hal ini terjadi akibat dari obstruksi saluran nafas oleh sel-sel tumor sehingga sulit untuk ekspirasi, udara tetap berada di dalam alveoli dan menyebabkan alveoli meregang. Emfisema dapat menimbulkan hipoksia dan hiperkapnea karena hipoventilasi pada banyak alveoli dan hilangnya dinding alveolus, hal tersebut dapat berakhir menjadi kematian (Guyton & Hall 1997). Perubahan lain yang ditemukan di paru-paru adalah adanya anthrachosis. Hal ini menunjukan kerusakan pada paru-paru berupa endapan karbon hitam. Pada organ ini dapat ditemukan pula sel tumor yang mengalami mitosis

Metastasis ditemukan pula pada jantung sebagai organ utama sistem sirkulasi. Penyebaran hematogen atau limfogen dari paru-paru dapat mengakibatkan terjadinya tumor sekunder pada jantung (Kusumawidjaja 1973). Melalui vena pulmonalis, darah yang berasal dari paru-paru dialirkan menuju jantung karena itu secara mikroskopik pada organ jantung pun ditemukan sel-sel tumor yang memiliki karakteristik yang sama dengan sel-sel tumor sebelumnya. Jantung berfungsi sebagai pompa dimana jantung memiliki atrium, ventrikel dan katup-katup. Menurut Price dan Wilson (1984) terdapat dua katup: katup atrioventrikular (katup AV) yang memisahkan atrium dari ventrikel serta katup semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup atrioventrikular yaitu katup A-V (katup trikuspidalis dan mitralis) mencegah aliran balik darah yang berasal dari ventrikel menuju atrium selama fase sistolik dan katup semilunaris (yakni katup aorta dan pulmonalis) mencegah aliran balik darah yang berasal dari aorta dan arteri pulmonalis kembali ke ventrikel selama fase diastolik, katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif (Guyton & Hall 1997). Sel-sel tumor yang berada di katup atrioventrikular menyebabkan katup tidak dapat membuka dan menutup secara normal. Apabila kedua ventrikel mengalami kelainan (khususnya ventrikel kiri) dapat

mengakibatkan jumlah aliran darah yang dari ventrikel melalui katup aorta ke dalam aorta akan berkurang (Price & Wilson 1984). Suplai darah menuju tubuh, kepala, ekstremitas atas dan bawah pun menjadi berkurang. Pada katup A-V melekat muskularis papilaris melalui korda tendinae, bila korda tendinae robek atau lumpuh dapat mengakibatkan kebocoran yang hebat sehingga jantung tidak mampu bekerja (Guyton & Hall 1997).

Organ jantung mengalami pula dilatasi ventrikel. Dilatasi ventrikel bilateral merupakan suatu keadaan dimana pada kedua ventrikel menjadi lebih lebar. Van Vleet dan Ferrans (1995) menyatakan bahwa dilatasi jantung merupakan respon kompensasi peregangan dari otot jantung dengan meningkatkan kekuatan kontraksi yang sesuai dengan mekanisme frank-starling dan meningkatkan volume sehingga memacu peningkatan daya pompa jantung, akibatnya adalah terjadi penurunan kinerja organ jantung. Hal ini berdampak bagi organ lain secara sistemik. Pada organ limpa secara makroskopik terjadi kongesti. Organ limpa telah mengalami perubahan, tidak ditemukan pulpa merah dan pulpa putih serta jumlah limfosit sedikit. Limpa merupakan salah satu organ penamp ung darah, yang terbagi menjadi dua daerah terpisah untuk menyimpan darah yaitu sinus venosus dan pulpa. Guyton dan Hall (1997) menerangkan bahwa pulpa merah dari pulpa limpa adalah penampung khusus yang mengandung sejumlah sel darah merah, sedangkan pulpa putih membentuk sel limfoid. Dijelaskan pula bahwa limpa sebagai pembersih darah, pembuangan sel-sel darah merah yang tua. Sebelum masuk ke dalam sinus, daerah yang melewati pulpa limpa akan diperas. Sel darah merah akan dicerna oleh sel-sel retikuloendotelial limpa dimana sel-sel retikuloendotelial bekerja sebagai sistim pembersih untuk darah. Bila darah diserbu oleh bahan infeksius, sel-sel retikuloendotelial dengan cepat akan membuang debris, bakteri, parasit karena itu di dalam lumen bisa terjadi obstruksi akibat dari adanya trombosis. Ganong (2002) menjelaskan juga bahwa limpa berfungsi menyaring darah dan membentuk limfosit, di organ ini pula mengandung banyak trombosit. Lesio pada limpa membuat limfosit yang dibentuk menjadi berkurang.

Pada organ ginjal, secara mikroskopis sel-sel tumor dengan karakteristik seperti sel tumor primer ditemukan di sekitar kapsula. Tubulus ginjal telah menghilang sebagai akibat dari tekanan mekanis sel-sel tumor namun glomerulus masih tampak walau beberapa ditemukan bentuknya tidak lagi sempurna. Terdapat endapan protein berwarna putih di ruang bowman. Carlton & Mc Gavin (1995) menerangkan bahwa

kerusakan tubulus ginjal mengakibatkan protein yang lolos tidak mampu diserap kembali secara maksimal hingga tertimbun di dalam lumen tubuli karena itu banyak ditemukan endapan protein.

Pada gambaran makromorfologi, traktus digesti mengalami gastric anemis dan di sepanjang usus mengalami enteritis catarrh et haemorrhagi sedangkan pada gambaran mikroskopisnya telah terjadi deskuamasi permukaan vili, bentuk crypta tidak lagi normal dan lamina propia ditemukan sel plasma yang jumlahnya cukup banyak. Guyton dan Hall (1997) menerangkan bahwa secara normal sebagian besar oksigen darah berdifusi keluar arteriol dan langsung masuk ke dalam venula yang berdekatan tanpa terbawa dalam darah ke ujung- ujung vili, pemintasan oksigen ke venula ini tidak berbahaya bagi vili namun pada keadaan sakit dimana aliran darah ke usus menjadi sangat terbatas, seperti pada syok sirkulatorik, defisit oksigen pada ujung vili atau bahkan seluruh vili menderita kematian akibat iskemik dan dapat mengalami disintegrasi oleh karena itu, apabila terjadi gangguan gastrointestinal, vili menjadi sangat tumpul sehingga menimbulkan penurunan kapasitas absorptif gastrointestinal yang sangat besar.

Adanya deskuamasi vili ini memudahkan mikroorganisme untuk menempel di sepanjang saluran pencernaan sehingga menyebabkan enteritis dan pendarahan. Enteritis terjadi akibat infeksi pada saluran pencernaan oleh virus, bakteria, protozoa dan cacing (Macfarlane et al 2000). Walau pada saluran pencernaan mengalami perubahan namun sel-sel tumor tidak ditemukan keberadaanya, hal ini sama seperti lambung, limpa dan otak. Pada otak besar atau serebrum ditemukan oedema dan peningkatan sel glia. Oedema ini dapat menimbulkan degenerasi sel neuron, sel-sel neuron yang mati ini akan difagosit oleh sel-sel mikroglia. Himawan (1973) menyatakan cairan oedema menekan otak sehingga menimbulkan degenerasi sel-sel neuron. Kondisi ini merangsang sel-sel mikroglia disekeliling sel-sel neuron bertindak sebagai makrofag yang memiliki kemampuan untuk memfagositose pecahan sel neuron tersebut (Hartono 1992). Pada otak ditemukan kalsifikasi hal ini terjadi karena sel atau jaringan otak mengala mi degenerasi dan nekrosa.

Gambaran mikroskopis sel-sel tumor yang ditemukan di beberapa organ, secara keseluruhan memiliki karakteristik yang sama dengan gambaran mikroskopik sel-sel tumor dari preparat multinodular massa tumor dan hati. Sel-sel tumor ini memiliki karakteristik yaitu berbentuk seperti gelondong atau spindle, inti sel satu terletak di tengah, kedua ujung inti sel tumor sangat khas tumpul menyerupai cerutu,

pleomorfisme dan alur penyebaran sel adalah bergelombang. Di beberapa bagian sentral multinodular atau nodular sel-sel tumor ditemukan neovaskularisasi, jaringan ikat dan juga terdapat banyak sel tumor yang mengalami mitosis. Secara histologi, sel-sel tumor yang diamati menyerupai otot polos. Dellmann dan Brown (1989) menyatakan tiap serabut otot polos memiliki bentuk seperti kincir atau gelondong. Bentuk sel otot polos memanjang, bergelondong dan memiliki satu nukleus yang terletak di tengah (Delmann & Eurell 1998). Karakteristik sel-sel tumor yang ditemukan ini dapat dikategorikan sebagai leiomyosarcoma.

Leiomyosarcoma adalah tumor ganas yang berasal dari otot polos (Callanan et al. 2000; Gross et al. 1992; Liu & Mikaelian 2003; Theilen & Madewell 1987; Runnells 1946, Wang et al. 2005). Tumor jinak maupun ganas yang berasal dari otot polos banyak menyerang anjing, namun pernah ditemui juga pada domba, sapi, babi, kuda dan hewan lain (Theilen & Madewell 1987). Cooper & Valentine (2002) menerangkan bahwa kasus leiomyosarcoma pernah ditemui pada anjing ras Golden Retriever betina. Menurut Macfarlane et. al (2000) leiomyosarcoma jarang timbul di kulit, jaringan lunak, lambung namun lebih sering di uterus namun Wang et al. (2005) menerangkan bahwa leiomyosarcoma dapat ditemukan terutama pada hati. Pada anjing, leiomyosarcoma pernah ditemukan pada hati (Callanan et al. 2000). Kapatkin et al. (1992) menyatakan leiomyosarcoma pada anjing dengan primer di organ hati pernah dilaporkan.

Gambar 5 Sel-sel tumor leiomyosarcoma pada paru-paru (studi kasus). Pewarnaan HE, obyektif 40x.

Gambar 6 Sel-sel tumor leiomyosarcoma pada Peritoneum (literatur), pewarnaan HE, obyektif 40x (Zhu et al. 2000).

Sel-sel tumor yang ditemui pada studi kasus ini memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakteristik leiomyosarcoma dari referensi sebelumnya. Wang et al. (2005) menjelaskan bahwa leiomyosarcoma kebanyakan tidak berkapsul, pada organ yang terkena leiomyosarcoma demarkasi tampak jelas dan mengandung sel-sel tumor yang berbentuk oval hingga gelondong sejenis otot polos yang membundel. Nukleus berbentuk cerutu dengan ujung tumpul dan ditemukan juga bentuk pleomorhis. Pendapat yang sama dari Gross et al (1992), Liu & Mikaelian (2003) serta Callanan et al (2000) adalah leiomyosarcoma tidak berkapsul, mengandung sel-sel gelondong panjang yang saling menguntai, sitoplasma berwarna merah dengan variasi bervakuola, inti sangat luas dan pleomorphis tapi mayoritas ujungnya tumpul, bentuk

memanjang. Pernyataan ini didukung pula oleh Zhu et al. (2000) yaitu dibawah mikroskop cahaya, sel-sel tumor leiomyosarcoma memiliki karakteristik akan interkalasi susunan sel, bentuknya seperti kumparan atau oval dengan bermacam ukuran, sitoplasma kaya akan warna merah, sebagian ditemukan bentuk bergranul atau vakuola, nukleus terlihat bentuk polimorphis seperti oval yang menusuk. Steven et al. (2002); Theilen & Madewell (1987) berpendapat yang sama bahwa leiomyosarcoma memiliki bentuk gelondong yang mirip dengan sel-sel otot polos normal, nukleus yang pleomorphis dan ditemukan gambaran mitotik. Pernyataan lain yang mendukung adalah Cooper & Valentine (2002) yang menjelaskan leiomyosarcoma tidak berkapsul dan frekuensi invasi cukup tinggi.

Cooper & Valentine (2002) berpendapat bahwa terkadang Leiomyosarcoma sulit dibedakan dengan sel spindle tumor mesenkim lain, khususnya jaringan yang memiliki komponen kolagen yang luas. Gross et al. (1992); Liu & Mikaelian (2003); Callanan et al. (2000) menyatakan bahwa fibrosarcoma merupakan diagnosa banding untuk leiomyosarcoma. Fibrosarcoma adalah tumor asal mesenkim yang tersusun atas sel fibroblast malignant dengan latar belakang serabut kolagen. Cooper & Valentine (2002) menerangkan bahwa dalam membedakan fibrosarcoma dengan leiomyosarcoma dengan lebih jelas dapat digunakan pewarnaan khusus seperti Masson’s Trichrome. Pada kasus ini, hasil yang didapat dari pewarnaan Masson’s Trichrome menunjukkan bahwa ditemukan serabut kolagen (berwarna biru) namun serabut kolagen tersebut bukan berasal dari sel-sel tumor fibrosarcoma melainkan akibat fibrosis. Sehingga sel-sel tumor diidentifikasi sebagai leiomyosarcoma. Selain Masson’s Trichrome, pewarnaan dengan teknik immunohistokimia dapat juga membantu dia gnosis.

Dokumen terkait