• Tidak ada hasil yang ditemukan

Overlay

Pengolahan citra diawali dengan menentukan areal kelurahan yang akan dijadikan daerah penelitian. Setelah ditentukan daerah penelitian tahap selanjutnya dilakukan penggabungan (overlay) yang dilakukan adalah dengan menggabungkan citra satelit SPOT 5 Kelurahan Satria dengan peta digital administrasi Kota Tebing Tinggi. Penggabungan peta dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan nilai geografis yang ada pada kedua peta tersebut. Penggabungan (overlay) dilakukan dengan menggunakan software ArcGis 10.1. Pada penggabungan citra satelit dan peta administrasi. Hasil dari penggabungan ini menghasilkan peta geografis Kelurahan Satria, Kota Tebing Tinggi beserta atributnya. Hasil penggabungan peta administrasi Kelurahan Satria dan Citra Satelit SPOT 5 disajikan pada Gambar 3.

Digitasi Peta

Citra yang sudah dikoreksi kemudian dapat diklasifikasikan dengan metode

digitasi on screen untuk mengelompokkan dan mengenali kembali segala kenampakan obyek yang berhasil ditangkap oleh alat sensor citra satelit. Kenampakan citra dalam penyajian data dipengaruhi oleh resolusi. Citra satelit SPOT 5 mempunyai resolusi 10x 10 m, oleh karena itu obyek yang ukurannya lebih kecil dari 10 m tidak dapat dikenali. Langkah selanjutnya setelah citra dikoreksi adalah dengan mendigit daerah-daerah yang dianggap masih berpotensi untuk dihijaukan kembali ataupun daerah yang sudah ada dan tetap untuk dipertahankan.

Digitasi ini dilakukan untuk mengubah data spasial analog dari peta dasar yang digunakan ke dalam format peta digital yaitu penerjemah dalam koordinat (x,y). Peta Kelurahan Satria, Kota Tebing Tinggi di identifikasi secara visual. Kemudian diamati daerah yang masih kosong atau belum ada tanamannya. Daerah ini dapat diketahui dengan tanda berwarna coklat. Kemudian diamati seluruh Kelurahan Satria dan di digit di citra daerah yang berwarna coklat.

Menurut pendapat Muyani (2010) mengenai penutupan lahan, yaitu perwujudan secara visual dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap objek tersebut. Pengamatan citra secara visual dilakukan untuk mengenali kembali tutupan lahan yang ada di Kelurahan Satria. Secara visual citra Kelurahan Satria dikelompokan menjadi 3 jenis tutupan lahan utama yaitu pemukiman (bangunan), vegetasi (pohon, semak belukar, perkebunan campuran dan sawah) dan tanah kosong (areal tanah yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, baik kegiatan non pertanian maupun pertanian). Hasil dari proses digitasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Dari hasil pengamatan secara visual Kelurahan Satria terbagi menjadi 3 kelas tutupan lahan dominan. Luas tutupan lahan Kelurahan Satria yang telah di digitasi dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil Digitasi Citra

No Tutupan Lahan Luas (Ha)

1 Vegetasi 52,44

2 Pemukiman 31,78

3 Tanah Kosong 5,64

Total 90,20

Interpretasi Citra

Interpretasi citra satelit SPOT 5 Kelurahan Satria dilakukan dengan metode penafsiran visual yang didasarkan pada kunci interpretasi visual yang menggunakan elemen-elemen interpretasi citra yaitu: warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, lokasi dan asosiasi. Proses Interpretasi menghasilkan kenampakan yang jelas dari citra sehingga pengelompokan objek yang terekam dapat dikenali. Adapun obyek-obyek pada citra SPOT 5 yang dapat diinterpretasi adalah :

a. Perkantoran f. Sungai

b. Rumah Sakit g. Jembatan

c. Perumahan h. Pepohonan

d. Jalan Besar i. Lahan Kosong

Cek Lapangan (Ground Check)

Resolusi spasial citra satelit SPOT 5 yang mencapai 10 x 10 m, memberikan kenampakan obyek pada citra hampir sama dengan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, kegiatan cek lapangan menjadi lebih mudah karena lokasi pada peta yang akan dicek kelihatan dengan jelas. Lokasi yang dicek menjadi lebih tepat dengan melakukan penyesuaian koordinat lokasi pada peta dengan koordinat lokasi di lapangan pada GPS.

Citra satelit SPOT 5 Kelurahan Satria, Kota Tebing Tinggi ini direkam dengan tahun pengambilan pada tahun 2013. Setelah dilakukan pengecekan lapangan di tahun 2015, situasi dan kondisinya ada perubahan dengan keadaan yang ada pada citra. Terdapat 3 lokasi tanah kosong yang telah dikonversi menjadi perumahan tetapi perubahan tidak terjadi secara signifikan. Pengecekan lapangan dilakukan dengan mencocokan nilai koordinat lokasi pada peta dengan nilai koordinat di lapangan pada GPS. Selain itu hal lain yang sangat diperhatikan adalah keberadaan vegetasi pada lokasi yang akan dibuat sebagai tempat penghijauan. Hasil kegiatan cek lapangan disajikan pada Gambar 5.

(iii) (iv) Gambar 5. Dokumentasi Ground Check

(i). Tanah Kosong . (ii). Ruang Terbuka Hijau. (iii) Bantaran Sungai (iv) Pemukiman

Berdasarkan fakta di lapangan, umumnya lokasi yang dicek adalah jalan, bantaran sungai, RTH dan pemukiman. Pada jalan umum masih sedikit yang ditanami vegetasi berpohon yang tumbuh di sekitar jalan maupun di median jalan. Ada juga beberapa jalur hijau yang vegetasinya sudah tidak berdaun dan mati. Selain itu dapat juga dijumpai pada sempadan jalan, dan median jalan yang sama sekali belum ada ditanami tumbuhan hijau. Vegetasi pada lokasi jalur hijau yang sudah ada (existing) didominasi oleh pohon mahoni, tanjung dan bunga kertas. Pada lokasi penghijauan sempadan sungai tidak banyak ditemukan vegetasi. Hanya di dominasi rumput dan semak belukar.

Lokasi penelitian masih tergolong daerah yang cukup seimbang dari segi kehijauannya. Tetapi seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan membuat daerah-daerah yang dulunya hijau semakin terancam berubah menjadi daerah pemukiman atau daerah industri. Keterbatasan luasan kota versus kemajuan pembangunan kota. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang

terus tumbuh sering mengubah konfigurasi alami lahan / bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kondisi seperti ini di lapangan didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital.

Analisis Citra

Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual, Howard (1996) mendefenisikan analisis citra visual sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi objek.

Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua proses yaitu proses penemuan identitas objek dan elemen yang dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan arti pentingnya objek dan elemen tersebut. Sedangkan unsur-unsur interpretasi citra terdiri dari rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Lo, 1996) dalam Susanto (1994).

Citra SPOT 5 tahun 2013 merupakan citra yang belum diolah dan bukan hanya mencakup kelurahan Satria saja, tetapi juga mencakup seluruh kelurahan yang ada di Kota Tebing Tinggi dan sebagian Kabupaten Deli Serdang. Untuk memperoleh citra Kelurahan Satria sebagai lokasi penelitian, dilakukan pemotongan citra (subset) dengan menggunakan software Arcgis 10.1. Tahap selanjutnya dilakukan koreksi geometris untuk mendapatkan tampilan citra yang lebih jelas. Perlu dilakukan pengamatan kondisi lapangan (ground check) untuk mengamati setiap obyek yang ada di citra dan membuktikan bahwa kondisi di lapangan sesuai dengan kondisi yang ada di citra ataupun untuk mendapatkan kesesuaian koordinat dan lokasi penghijauan

serta bentuk-bentuk penghijauan. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 54 titik yang tersebar di Kelurahan Satria yang dianggap dapat mewakili daerah yang masih berpotensi untuk dilakukan penghijauan.

Dari analisis citra satelit dan pengecekan lapangan (ground check) yang telah dilakukan. Perencanaan penghijauan di sarankan dilakukan pada 3 lokasi yaitu perencanaan penghijauan di tanah kosong, penghijauan di jalur hijau dan penghijuan di sempadan sungai.

Perencanaan Penghijauan Di Tanah Kosong

Daerah hijau merupakan daerah yang sangat penting pada saat ini untuk dikembangkan. Karena daerah hijau sangat banyak manfaatnya dirasakan pada saat ini mengingat daerah perkotaan yang semakin lama bertambah padat oleh karena jumlah penduduk yang semakin bertambah. Saat ini suhu permukaan bumi sudah sangat panas diakibatkan karena semakin sedikitnya daerah hijau di bumi dan semakin sulitnya ditemukan lahan yang ingin dihijaukan kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996), penghijauan kota bertujuan mewujudkan sutau kawasan hunian yang berwawasan lingkungan, suasana yang asri, serasi dan sejuk berusaha ditampilkan kembali. Oleh karena itu perencanaan penghijauan ini perlu dicanangkan. Peta perencanaan penghijauan disajikan pada Gambar 6.

Hasil dari identifikasi penelitian ini diketahui lahan kosong 5,64 ha dan lahan hijau (vegetasi) 52,48 ha. Dari lahan kosong yang didapat berupa tanah lapang, lahan non pertanian serta lahan tidur yang tidak terurus. Begitu juga dengan lahan hijau yang ada di daerah penelitian yang masih ada berupa lahan budidaya seperti ladang dan kebun campuran. Daerah-daerah di Kelurahan Satria ini masih tergolong daerah yang berkembang. Hal ini dilihat dari kondisi umum masyarakat setempat yang memiliki tanah yang ingin dikonversi menjadi tempat pemukiman yaitu berupa rumah maupun dijadikan kompleks perumahan.

Bentuk penghijauan yang cocok untuk dibuat di daerah lokasi adalah bentuk penghijauan pemukiman penduduk. Karena daerah lahan kosong yang ada di daerah penelitian merupakan daerah dekat pemukiman penduduk dan terpisah-pisah di berbagai tempat. Adapun daerah yang lain berada di pekarangan rumah penduduk dan di belakang rumah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996) yang mengatakan halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk dilakukan penghijauan. Lokasi ini sesuai apabila ruang terbuka tersebut memadai untuk dilakukan penanaman pepohonan atau tanaman hias. Pemukiman penduduk yang padat dan sarat tanpa ada halaman atau pekarangan dapat melakukan penghijauan dengan cara melakukan penanaman tanaman di dalam pot.

Perencanaan Penghijauan Di Jalur Hijau

Penghijauan di jalur hijau maksudnya adalah penghijauan yang dilakukan di sekitar jalan seperti median jalan sempadan jalan. Dari hasil penelitian terdapat

beberapa jalan utama yang kondisi tanaman dan kondisi penghijauannya sudah perlu diperbaiki dan ditambah lagi. Dan terdapat beberapa jalan yang tidak memiliki penghijauan. Kelurahan Satria memiliki 3 jalan utama yang ramai dilalui oleh pengguna jalan. Hasil pengukuran jalan yang dapat dilakukan kegiatan penghijauan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penghijauan di jalur Hijau

No Nama Jalan Panjang Jalan (km) Keterangan

1 Jalan Sudirman 14,07 Jalan Besar

2 Jalan Juanda 96,70 Jalan Besar

3 Jalan Setia Budi 58,75 Jalan Besar

Total 169,52

Penghijauan di jalur hijau penting dilakukan karena manfaatnya yang banyak. Dari tabel 2 di atas, hasil penelitian ini di dapat panjang jalan 169,52 km. yang terdiri dari jalan Sudirman 14,07 km, jalan Juanda 96,70 km, dan jalan Setia Budi 58,75 km

Bentuk penghijauan yang cocok untuk jalan adalah bentuk penghijauan jalur hijau ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996), Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon dibagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di tengah jalan untuk jalan raya maupun di kanan kiri jalan. Jalan protokol umumnya lebar dan terang dengan pandangan tidak terhalang. Biasanya di jalan protokol dilengkapi lampu jalan yang tidak boleh terhalangi oleh pepohonan yang terlalu rimbun, sehingga jalan protokol tidak boleh ditanami dengan vegetasi

secara penuh. Jenis tanaman yang biasa di lokasi ini dapat berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.

Dengan adanya data diatas, maka akan didapatkan pula suatu bentuk penghijauan di tengah kota dengan bentuk penghijauan di jalur hijau. Karena penghijauan yang direncanakan berbentuk jalur maka sesuai dengan pernyataan Iwan (2005) yang menyatakan bentuk penghijauan kota dikelompokkan dalam 3 bentuk yaitu :

1. Bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jalan vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

2. Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumput atau gerombolan-gerombolan kecil.

3. Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan, dan pantai.

Perencanaan Penghijauan Di Sempadan Sungai

Sempadan sungai adalah kawasan tertentu sepanjang kiri atau kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007). Pada lokasi penelitian dilalui oleh sungai padang yang bermuara ke selat malaka dengan panjang aliran sungai yang melalui Kelurahan Satria 17,27 km dan lebar yang bervariatif dari 34 meter

hingga 50 meter. Dari hasil identifikasi di lapangan di dapatkan kondisi bantaran sungai yang minim vegetasi hanya ada rumput dan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti pisang, mangga, dan tanaman ubi kayu.

Upaya perencanaan penghijauan di sepadan sungai sangat perlu dilakukan dikarenakan fungsi buffer dari bahaya banjir. Penyempitan alur sungai akibat bantaranya banyak digunakan untuk pemukiman penduduk juga menjadi salah satu penyebab banjir. Idealnya lahan di sepanjangan daerah aliran sungai (DAS) ini ditertibkan dan diperuntukannya kembali sebagai jalur area terbuka hijau minimal paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai).

Menurut Rahma (2011), penanaman pohon peneduh dan tanaman bambu bisa dipertimbangkan, mengingat vegetasi jenis ini sangat potensial untuk dikembangkan. Bambu dapat menyerap karbon dioksida lebih banyak dari tumbuhan lainnya yaitu sekitar 35% karena bambu merupakan tumbuhan paling aktif yang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga bisa mencapai dua atau sampai tiga kali perhari. Selama pertumbuhan, bambu tidak membutuhkan penyubur atau pestisida supaya berkembang lebih baik, sehingga bambu dapat menstabilkan tanah dan menahan erosi ketika tumbuh di daerah pinggiran sungai. Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga sistem

hidrologis sebagai pengijat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi.

Disamping fungsi ekologi pemilihan bambu sebagai tanaman penghijauan di sempadan sungai juga memberi manfaat lain pada masyarkat yang ada disekitaran bantaran sungai. Bambu dapat dimanfaatkan menjadi kerajinan rumah tangga yang dapat di pasaran dan menjadi tambahan sampingan bagi masyarakat sekitar sungai. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan.

Jenis Tanaman Penghijauan

Dilihat dari tanaman yang ditanam (existing) di jalan daerah penelitian didominasi oleh tanaman pepohonan seperti mahoni, tanjung, dan tanaman hias. Jika diamati dari fungsinya tanaman yang ditanam pada jalur hijau baik di tepi kiri jalan maupun di tepi kanan jalan mengarah pada fungsi pelindung dan keindahan. Pohon mahoni dan tanjung yang memiliki cabang yang banyak dan kayu yang keras serta tajuk yang lebar banyak ditemukan di daerah Jalan Setia budi dan Jalan Juanda. Tanaman jenis ini mampu melindungi dari cahaya matahari dan juga mampu menapis bau dan menyerap partikel timbal yang sesuai menurut Peraturan Menteri Kehutanan (2004). Pemilihan jenis ini sangatlah cocok karena fakta di lapangan ditemukan bahwa akar mahoni tidak merusak bahu jalan. Ini merupakan bukti bahwa jenis tanaman ini sudah disarankan untuk jenis tanaman penghijauan di pinggir jalan.

Tanaman hias banyak dijumpai di median jalan Sudirman. Pemilihan jenis ini sudah sesuai dikarenakan penanaman dilakukan di median jalan, sehingga tidak mengganggu pengguna jalan dan tetap memberikan kesan indah dan teduh.

Penentuan jenis tanaman sangat perlu diperhatikan dengan tipe dan fungsi serta penghijauan dari tanaman itu sendiri. Adapun fungsi penghijauan akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu Rizal (2002) membuat suatu tabulasi jenis tanaman yang sesuai untuk dibuat penghijauan di jalur hijau yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Tanaman Penghijauan Yang Sesuai Di Jalur Hijau

(Sumber : Rijal, 2002)

No Jenis tanaman Nama Latin Tinggi (m) Fungsi A Perdu

1. Asoka Ixora javanica 0,5 – 2,0 Estetika 2. Bunga kertas Bougenville

glabra

0,5 – 2,0 Estetika 3. Puring puringan Codiaeum

variegiatum

0,5 – 2,0 Estetika 4. Teh-tahan pangkas Achalypha

wilkesiana 0,5 -2,0 Estetika B. Pohon 1. Angsana Pterocarous indicus 4,0 – 7,0 Pelindung 2. Asam keranji Pithecelobium

dulce

8,0 – 11 Estetika 4. Glondongan tiang Polyalthia

longifolia pendula 0,5 – 9,0 Estetika 5. Johar Cassiana siamea 4,0 – 7,0 Pelindung 6. Tanjung Mimusops elengi 7,0 – 10 Pelindung 7. Mahoni Swetenia mahagoni 2,0 – 8,0 Pelindung

Berdasarkan hasil tabulasi jenis tanaman penghijaun yang sesuai di jalur hijau pada Tabel 3. Diketahui bahwa tanaman berpohon jenis ini mempunyai fungsi lain Haryani (2011), pohon angsana selain mampu menyerap polusi udara dalam kapasitas yang tinggi, pohon angsana juga dapat dimanfaat lain seperti menjadi tanaman obat untuk penderita diare dengan mengekstrak daun mudanya dan meminumnya. Tanaman angsana yang selama ini telah ditanam di lingkungan perkotaan, sudah berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan, penyejuk, penyaman dan dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO dan SO2.

Pemilihan jenis pohon penghijauan yang sesuai juga dilihat sisi ekologi nya seperti pada pohon mahoni, tanjung dan johar adalah pohon yang memiliki tingkat perawatan yang rendah dan memiliki kemampuan penyerapan polusi udara yang tinggi. Disamping fungsi utama yang didapat pemilihan juga ditentukan berdasarkan manfaat lain yang didapat dari pohon penghijauan. Pohon penghijauan diatas juga memiliki perakaran yang baik dalam mempertahankan air sehingga jenis pohon diatas sesuai dikembangkan di jalur hijau.

Pada pemilihan pohon yang tidak memiliki pemanfaatan ganda, pemilihan didasari pada fungsi estetika. Dari hasil penelitian (Putri,dkk 2013) pohon glodokan mampu mengabsorsi massa CO2 (32,90 mg / 50 ml). Selain kemampuan penyerapan karbon pohon glodokan juga memiliki kenampakan bentuk yang indah sehingga dapat menciptakan kesan asri pada jalur hijau. Pada pohon asam keranji pemilihan didasarkan atas fungsi estetika dan kemudahan dalam perawatannya.

Pada jenis perdu sangat cocok di tanam di median jalan disamping memberi kesan indah dan sejuk. Pemilihan jenis perdu ini cocok dikarenakan tidak mengganggu para penggguna jalan, tanaman jenis tersebut adalah bunga kertas, asoka, puring puringan serta teh tahan pangkas. Jenis perdu ini juga tidak memerlukan begitu perawatan yang rumit.

Persepsi Masyarakat Terhadap Penghijauan

Peran Masyarakat menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Berdasarkan data statistik pada tahun 2013 jumlah kepala keluarga yang berada di Kelurahan Satria berjumlah 1090 Kepala Keluarga (KK). Perolehan data persepsi masyarakat terhadap penghijauan didapat dengan melakukan wawancara kepada 30 orang masyarakat yang ada di Kelurahan Satria yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepedulian masyarakat Kelurahan Satria secara khusus terhadap penghijauan.

Setelah dilakukan wawancara ringan kepada masyarakat didapat beberapa kesimpulan yaitu:

1. Tingkat kepedulian masyrakat di kelurahan cukup tinggi, hal ini dibenarkan dengan keadaan lingkungan yang asri dan tertata rapi di beberapa lokasi

2. Keantusiasan masyarakat terhadap penghijauan lebih didasarkan tingkat komersialisasi vegetasi yang di tanam.

3. Perencanaan penghijauan dalam bentuk jalur hijau lebih di minati oleh masyarakat Kelurahan Satria, dikarenakan manfaat ekologi dan estetika lebih dirasakan oleh masyarakat.

Dokumen terkait