• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Lahan Aktual

Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan terbesar terdapat pada pertanian lahan kering (PLK), dengan luasan

mencapai 139.760 hektar atau meliputi 45,4% wilayah Kabupaten Garut,

sedangkan penutupan terkecil terdapat pada pemanfaatan penambangan seluas 200 hektar atau hanya meliputi 0,1% wilayah Kabupaten Garut yang dimanfaatkan sebagai areal penambangan pasir. Pemanfaatan lahan lain yang cukup dominan adalah hutan dan pertanian lahan basah (PLB), dengan masing-masing luasan sebesar 73.290 hektar dan 51.870 hektar. Secara terperinci luas dan persentase penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Luas dan persentase pemanfaatan lahan aktual di Kabupaten Garut tahun 2009

No. Pemanfaatan Lahan Aktual Luas (Ha) Persen (%)

1. Hutan 73.290 23,8

2. Padang Rumput 230 0,1

3. Perkebunan 25.090 8,2

4. Permukiman 14.260 4,6

5. Penambangan 200 0,1

6. Pertanian Lahan Basah 51.870 16,9 7. Pertanian Lahan Kering 139.760 45,4

8. Tanah Terbuka 2.160 0,7

9. Tubuh Air 790 0,3

51

Secara spasial, seperti terlihat pada Gambar 20, sebaran pertanian lahan kering, menyebar merata hampir di semua wilayah kabupaten. Namun secara visual, proporsi penyebarannya terlihat lebih banyak berada di wilayah Selatan Kabupaten Garut, sedangkan pada wilayah Garut bagian Utara, pemanfaatan lahannya lebih didominasi oleh pertanian lahan basah.

Gambar 20 Pemanfaatan lahan aktual di Kabupaten Garut tahun 2009 Pemanfaatan lahan hutan termasuk di dalamnya hutan primer dan hutan sekunder sedangkan pemanfaatan perkebunan, berdasarkan hasil interpretasi umumnya didominasi oleh jenis komoditas kelapa sawit, karet dan teh sedangkan jenis komoditas perkebunan lainnya tidak dapat teridentifikasi dengan jelas.

52

Gambar 21 Perkebunan sawit

53

Gambar 23 Perkebunan teh

Pada pemanfaatan lahan pertanian lahan kering, umumnya didominasi oleh jenis komoditas palawija dan banyak ditemukan di wilayah Selatan seperti kecamatan Caringin, Bungbulang, Pakenjeng, Cikelet, Pameungpeuk dan Cibalong, sedangkan untuk sebagian wilayah Utara, jenis tanaman yang umum dibudidayakan pada areal pertanian lahan kering umumnya palawija dan sayuran dataran rendah. Di beberapa kecamatan yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 800 m dpl, jenis tanaman yang banyak dibudidayakan adalah sayuran dataran tinggi. Kondisi ini dapat ditemukan di kecamatan Cikajang, Cigedug, Cisurupan, Pasirwangi dan Samarang.

Penyebaran pemanfaatan lahan pertanian lahan basah, hampir dapat ditemukan di semua wilayah di Kabupaten Garut. Pada jenis pemanfaatan lahan ini termasuk pertanian lahan basah yang ditunjang oleh pengairan irigasi teknis, irigasi perdesaan maupun areal sawah tadah hujan. Varietas yang umum diusahakan adalah IR-64 dan varietas Ciherang pada sawah yang memiliki pengairan teknis maupun perdesaan, sedangkan pada areal sawah tadah hujan varietas yang diusahakan adalah Situ Bagendit dan Situ Patenggang dan banyak dibudidayakan pada lahan-lahan di wilayah Selatan yang memiliki jumlah curah hujan relatif lebih rendah dibandingkan daerah Tengah maupun Utara.

54

Gambar 24 Pertanian lahan kering

Gambar 25 Pertanian lahan basah

Perbedaan yang sangat nyata dari penampakan ketiganya dapat dilihat dari bentuk dan pola penutupannya. Pada pertanian lahan basah yang ditunjang oleh

55

jaringan irigasi teknis, penampakan secara spasial membentuk hamparan yang luas dan berkesinambungan dan berada pada wilayah dengan topografi datar sampai landai. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan pertanian lahan basah yang ada di wilayah Tengah sampai Utara Kabupaten Garut. Sedangkan pada areal pertanian lahan basah yang ditunjang oleh jaringan irigasi perdesaan maupun sawah tadah hujan, umumnya memiliki bentuk dan pola spasial yang terpisah dengan bentuk hamparan yang relatif lebih kecil dan umumnya banyak ditemukan di daerah yang berbukit atau bergelombang.

Areal permukiman, seperti halnya pemanfaatan lahan pertanian lahan basah dan kering, juga hampir dapat ditemukan di semua wilayah. Perbedaan antara pola dan bentuk areal permukiman menunjukkan karakteristik suatu wilayah. Pada areal permukiman yang memiliki bentuk luas dan pola yang lebih kompak umumnya terdapat pada daerah perkotaan sedang di wilayah perdesaan pola dan bentuk areal permukiman lebih tersebar dalam bentuk yang lebih kecil.

Gambar 26 Permukiman

Pemanfaatan lahan tanah terbuka berdasarkan hasil interpretasi berada di kaki gunung Guntur. Luas areal ini mencapai 2.160 Hektar atau meliputi 0,7% wilayah Kabupaten Garut. Areal ini sebenarnya termasuk ke dalam wilayah Hutan

56 Lindung yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan, namun karena memiliki deposit pasir yang cukup banyak, material ini banyak digali oleh masyarakat sebagai bahan bangunan.

Gambar 27 Tanah terbuka

Secara umum berdasarkan interpretasi citra satelit, terlihat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Garut (70,4%) dimanfaatkan untuk aktifitas yang berkaitan dengan pertanian, yaitu pertanian lahan kering (45,4%), pertanian lahan basah (16,9%) dan perkebunan (8,2%). Kondisi ini ditunjang oleh jenis tanah yang umumnya cocok dimanfaatkan bagi kegiatan pertanian seperti aluvial, andosol, regosol dan podsolik. Selain itu kondisi topografi yang sebagian besar merupakan daerah yang datar sampai dengan landai (48,1%) dan agak curam (32,1%) serta curah hujan yang cukup tinggi (> 2.500 mm/tahun) merupakan faktor yang sangat mendukung untuk budidaya pertanian. Hampir semua jenis komoditas pertanian dapat dibudidayakan pada wilayah ini. Berdasarkan data statistik pertanian, terdapat 104 komoditas yang ditanam dan dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Garut, diluar komoditas kehutanan, ternak dan perikanan. Namun hanya beberapa komoditas yang proporsi produksinya cukup besar antara lain: ubi kayu, padi dan jagung pada kelompok padi dan palawija serta beberapa komoditas kelompok biofarmaka (jahe, kunyit, laos dan kapolaga).

57

Dilihat dari segi pemanfaatan lahan, pada areal pertanian lahan basah, umumnya ditanami oleh padi, palawija atau sayuran. Padi merupakan tanaman yang dominan ditanam pada areal pertanian lahan basah dimana intensitas penanamannya dapat dilakukan sampai dengan 3 kali musim tanam setiap tahunnya. Namun kondisi ini dapat tercapai hanya pada areal pertanian lahan basah yang telah ditunjang oleh pengairan teknis, maupun semi teknis. Palawija atau sayuran yang ditanam pada areal lahan basah umumnya merupakan tanaman penyela musim sebelum kembali ditanami padi pada musim berikutnya.

Pada areal pertanian lahan kering, komoditas yang ditanam jauh lebih beragam. Hampir semua komoditas termasuk komoditas perkebunan rakyat ditanam pada areal pertanian lahan kering. Namun demikian dominasi komoditas yang ditanam umumnya di manfaatkan untuk budidaya palawija dan sayuran. Pada komoditas palawija, penanaman umumnya dilakukan pada areal pertanian lahan kering yang berada pada dataran rendah (ketinggian kurang dari 800 m dpl), sedangkan komoditas sayuran selain pada areal pertanian lahan kering dataran rendah juga ditanam pada dataran tinggi. Dibandingkan dengan areal pertanian lahan kering pada dataran rendah, pertanian lahan kering pada dataran tinggi umumnya berada pada areal yang memiliki bentuk wilayah agak curam sampai curam. Karakteristik tanaman sayuran yang umumnya sangat sensitif terhadap kelembaban menyebabkan para petani di areal ini sering mengabaikan aspek konservasi tanah sehingga sangat berpotensi terjadinya erosi pada musim penghujan.

Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan merupakan indikator yang digunakan dalam penilaian kesesuaian penggunaan lahan secara umum. Pelaksanaan penilaian terhadap kemampuan lahan dilakukan sebelum dilakukan evaluasi kesesuaian untuk penggunaan tertentu. Di dalam penelitian ini, penentuan kemampuan lahan dilakukan sampai ke tingkat sub kelas sehingga dapat diketahui faktor penghambat utama untuk semua penggunaan secara umum pada setiap kelas kemampuan lahan. Secara rinci, informasi penyebaran dan luas setiap kelas kemampuan dapat dilihat pada Gambar 28 dan Tabel 16, sedangkan luas dan

58

penyebaran setiap sub kelas kemampuan dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 29.

Tabel 16 Luas dan persentase kelas kemampuan lahan

No. Kelas Kemampuan Luas (Ha) Persen (%)

1. Kelas II 4.640 1,5 2. Kelas III 55.320 18,0 3. Kelas IV 111.880 36,4 4. Kelas V 170 0,1 5. Kelas VI 88.440 28,7 6. Kelas VII 27.210 8,8 7. Kelas VIII 19.830 6,4 8. Unclassified 160 0,1 Jumlah Total 307.650 100,0

59

Berdasarkan informasi yang terdapat pada Tabel 16 dan Gambar 28 di Kabupaten Garut tidak terdapat lahan yang memiliki kelas kemampuan I. Luas kelas kemampuan terbesar terdapat pada kelas kemampuan IV seluas 111.880 hektar sedangkan kelas kemampuan dengan luasan terendah terdapat pada kelas kemampuan V. Wilayah yang termasuk dalam Unclassified merupakan daerah permukiman kota dan kaldera gunung Papandayan.

Terdapat 27 (dua puluh tujuh) sub kelas kemampuan lahan yang ada di Kabupaten Garut. Luas terbesar merupakan sub kelas kemampuan IV dengan faktor penghambat utama kelerengan (l) dan batuan (b). Sub kelas ini secara spasial penyebarannya terdapat di wilayah Garut bagian Selatan. Sedangkan sub kelas kemampuan terkecil merupakan sub kelas kemampuan V dengan faktor penghambat utama ancaman banjir (o). Sub kelas kemampuan ini pada kenyataannya merupakan daerah aluvial pada muara sungai yang terbentuk dari sedimentasi material tanah yang terbawa aliran sungai.

60

Dilihat dari aspek faktor pembatas utama, kelerengan (l) merupakan faktor pembatas dominan ditemukan di semua kelas kemampuan. Faktor ini merupakan merupakan faktor terberat yang dapat menjadi penghambat utama dalam pemanfaatan suatu lahan khususnya pemanfaatan pertanian. Selain faktor kelerengan, faktor erosi (e) juga cukup menjadi penghambat yang ditemukan hampir disemua kelas kemampuan. Faktor kedalaman tanah, batuan, tekstur dan bahaya banjir walaupun bukan merupakan penghambat yang berat, namun pada beberapa kelas kemampuan lahan, faktor ini merupakan faktor pembatas utama. Tabel 17 Luas dan persentase sub kelas kemampuan lahan

No. Sub Kelas Kemampuan Luas (Ha) Persen (%) Keterangan 1 II-k 1.120 0,4 Faktor Pembatas : 2 II-lk 3.520 1,1 b = Batuan

3 III-be 14.480 4,7 e = Erosi

4 III-k 7.120 2,3 k = Kedalaman Tanah 5 III-l 7.970 2,6 l = Lereng

6 III-lbe 2.280 0,7 t = Tekstur Tanah 7 III-lk 10.060 3,3 o = Bahaya Banjir 8 III-lt 870 0,3 d = Drainase 9 III-lte 1.640 0,5 10 III-t 6.770 2,2 11 III-te 1.660 0,5 12 III-tk 2.470 0,8 13 IV-b 1.080 0,4 14 IV-e 5.700 1,9 15 IV-k 910 0,3 16 IV-l 17.780 5,8 17 IV-lb 79.750 25,9 18 IV-le 3.750 1,2 19 IV-lk 2.920 0,9 20 V-o 170 0,1 21 VI-e 74.590 24,2 22 VI-l 12.350 4,0 23 VI-le 1.500 0,5 24 VII-e 5.210 1,7 25 VII-l 22.000 7,2 26 VIII-l 16.880 5,5 27 VIII-lt 2.950 1,0 28 Unclassified 150 < 0,1 Jumlah Total 307.650 100,0

61

Berdasarkan deskripsi tersebut, sebagian besar lahan (55,9%) merupakan areal yang cocok dimanfaatkan untuk berbagai macam penggunaan. Lahan ini terdapat pada kelas kemampuan lahan II (1,5%), kemampuan lahan III (18,0%) dan kemampuan lahan IV (36,4%). Sedangkan pada kelas kemampuan lahan V (0,1%) dan kemampuan lahan VI (28,7%) masih dapat digunakan untuk penggunaan yang terbatas dengan memperhatikan faktor penghambat pada tiap kelas kemampuan lahan. Pada kelas kemampuan lahan V, secara alamiah terdapat faktor ancaman banjir sebagai penghambat utama. Namun faktor ini dapat menjadi penghambat yang berat jika wilayah tersebut merupakan wilayah dengan frekwensi kejadian banjir tinggi atau pada periode waktu tertentu sering dilanda banjir. Pada kelas kemampuan lahan VI, dominasi faktor penghambat yang terluas terdapat pada faktor erosi. Hal ini menunjukkan secara umum, karakteristik lahan yang ada rentan terhadap terjadinya erosi. Dalam jangka pendek dampak erosi tidak akan terlalu terasa, namun dalam jangka panjang, erosi akan menurunkan kesuburan tanah akibat hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Arsyad (2010) secara rinci membagi dampak erosi menjadi empat golongan, yaitu: (1) berbentuk langsung dan berdampak di tempat kejadian erosi, (2) berbentuk langsung dan berdampak di luar tempat kejadian erosi, (3) berbentuk tidak langsung dan berdampak di tempat kejadian erosi, dan (4) berbentuk tidak langsung dan berdampak di luar tempat kejadian erosi. Memperhatikan dampak tersebut, penanganan erosi merupakan hal yang penting dan perlu mendapat perhatian yang utama, diantaranya melalui penerapan metode konservasi tanah dan air.

Kesesuaian Pemanfaatan Lahan Aktual, Rencana Pemanfaatan Ruang dan Kemampuan Lahan

Tahapan penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauhmana kesesuaian pemanfaatan aktual lahan terhadap kelas kemampuannya, rencana pemanfaatan ruang terhadap kelas kemampuannya dan rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual. Evaluasi ketiga aspek tersebut dilakukan dengan

62

menggunakan tabel keputusan yang dibuat untuk mempermudah dalam menentukan keputusan kesesuaian ketiga aspek tersebut.

Kesesuaian Pemanfaatan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan

Berdasarkan hasil analisis, kesesuaian pemanfaatan lahan aktual dengan kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Gambar 30, sedangkan distribusi luasan untuk masing-masing kelas kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 18. Kriteria yang disusun meliputi dua kondisi kesesuaian, yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (TS). Pemanfaatan lahan hutan dan tubuh air dikatakan sesuai untuk semua kelas kemampuan.

Gambar 30 Kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap kemampuan lahan

Pada Tabel 17 terlihat bahwa, 152.738 hektar (49,6%) lahan yang ada di Kabupaten Garut, pemanfaatannya telah sesuai dengan kemampuan lahan

63

sedangkan 154.908 hektar (50,4%) dikatakan pemanfaatannya tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Pemanfaatan lahan tidak sesuai merupakan potensi terjadinya degradasi lahan. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengendalikan dan mengurangi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Tabel 18 Luas dan persentase kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap

kemampuan lahan

Pemanfaatan Lahan Aktual

Sesuai Tidak Sesuai Jumlah Total Luas (Ha) Persen

(%) Luas (Ha) Persen (%) Luas (Ha) Persen (%) Hutan 73.285 23,8 - - 73.285 23,8 Padang Rumput 49 0,0 185 0,1 234 0,1 Perkebunan 24.529 8,0 559 0,2 25.088 8,2 Permukiman 8.028 2,6 6.230 2,0 14.259 4,6 Pertambangan 17 0,0 185 0,1 202 0,1

Pertanian Lahan Basah 24.321 7,9 27.552 9,0 51.873 16,9

Pertanian Lahan Kering 21.716 7,1 118.042 38,4 139.757 45,4

Tanah Terbuka - - 2.155 0,7 2.155 0,7

Tubuh Air 793 0,3 - - 793 0,3

Jumlah Total 152.738 49,6 154.908 50,4 307.646 100,0

Lahan yang tidak sesuai pemanfaatannya terhadap kemampuan lahan umumnya berada pada lahan yang terdapat aktifitas manusia, antara lain: pertanian lahan kering, pertanian lahan basah dan permukiman. Pertanian lahan kering merupakan pemanfaatan yang paling tinggi persentase ketidaksesuaiannya, yaitu seluas 118.042 hektar (38,4%), sedangkan pertanian lahan basah seluas 27.552 hektar (9,0%).

Hasil analisis pada Lampiran 4 menunjukkan, ketidaksesuaian pertanian lahan kering sebagian besar terdapat pada kelas kemampuan lahan VI sampai dengan VIII. Secara umum, lahan yang memiliki kelas kemampuan lebih dari VI, memiliki faktor penghambat utama kelerengan dan bahaya erosi. Lereng yang agak curam sampai dengan sangat curam merupakan areal yang rawan terhadap timbulnya longsor dan erosi, apabila dibiarkan dalam kondisi yang sangat terbuka. Pada lahan yang terbuka, tanah menjadi sangat mudah terkikis oleh air, terutama

64

pada saat musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi serta berpotensi mengalami longsor.

Gambar 31 Pertanian lahan kering pada daerah berbukit

Karakteristik budidaya pertanian lahan kering, seperti terlihat pada Gambar 31, umumnya didominasi oleh tanaman palawija dan sayuran. Komoditas sayuran yang banyak mendominasi pertanian pada lahan kering umumnya adalah sayuran dataran tinggi yang banyak ditanam pada daerah-daerah dengan kelerengan di atas 30%. Pada kondisi demikian, para petani umumnya tidak menerapkan metode konservasi tanah yang sesuai dengan kondisi yang ada. Hal ini akan menyebabkan tanah secara perlahan akan tererosi dan menurunkan kesuburannya. Pada pemanfaatan lahan pertanian lahan basah, ketidaksesuaian terbesar terdapat pada kelas kemampuan lahan VI sampai dengan VIII. Kondisi demikian akan menyebabkan areal pertanian lahan basah, menjadi rawan terhadap bahaya longsor.

Kesesuaian Rencana Pemanfaatan Ruang terhadap Pemanfaatan Lahan Aktual

Hasil analisis, kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual dapat dilihat pada Gambar 32, sedangkan luas dan persentase kondisi

65

kesesuaian pada masing-masing pemanfaatan lahan aktual dapat dilihat pada Tabel 19.

Gambar 32 Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual

Gambar 32 menunjukkan secara keruangan kondisi kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual. Secara visual kondisi sesuai lebih dominan dibandingkan kondisi tidak sesuai, namun jika dilihat dari aspek lokasional, kondisi sesuai lebih banyak ditemukan di wilayah Garut bagian Utara, sedangkan di wilayah Garut bagian Selatan secara lokasional kondisinya lebih didominasi oleh areal pemanfaatan lahan aktual yang tidak sesuai.

Tabel 19 menunjukkan bahwa luas kondisi sesuai mencapai 201.134 hektar atau 65,4% dari pemanfaatan lahan aktual. Kondisi sesuai bersyarat seluas 202 hektar atau 0,1% dari pemanfaatan lahan aktual dan kondisi tidak sesuai seluas 106.310 hektar atau sebesar 34,6% dari pemanfaatan lahan aktual. Besarnya nilai kondisi sesuai, menunjukkan struktur pola ruang yang dibuat, dibentuk berdasarkan pemanfaatan lahan aktual yang ada.

66

Tabel 19 Luas dan persentase kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual

Kesesuaian Rencana Pemanfaatan Ruang Luas (Ha) Persen (%)

Sesuai Hutan Konservasi 11.024 3,6

Hutan Lindung 52.211 17,0

Hutan Produksi 126 0,0

Hutan Produksi Terbatas 3.654 1,2

Perikanan Budidaya 39 0,0

Perkebunan 16.081 5,2

Permukiman 20.141 6,5

Pertanian Lahan Basah 30.941 10,1

Pertanian Lahan Kering 63.215 20,5

Peternakan 431 0,1

Sempadan Sungai/Pantai 3.270 1,1

Jumlah 201.134 65,4

Sesuai Bersyarat Hutan Konservasi 78 0,0

Hutan Lindung 4 0,0

Perkebunan 26 0,0

Pertanian Lahan Basah 10 0,0

Pertanian Lahan Kering 76 0,0

Peternakan 7 0,0

Jumlah 202 0,1

Tidak Sesuai Hutan Konservasi 1.003 0,3

Hutan Lindung 26.541 8,6

Hutan Produksi 45 0,0

Hutan Produksi Terbatas 8.760 2,8

Perkebunan 26.779 8,7

Perlindungan Geologi Karst 34 0,0

Permukiman 9 0,0

Pertanian Lahan Basah 30.785 10,0

Pertanian Lahan Kering 1.675 0,5

Peternakan 6 0,0

Sempadan Sungai/Pantai 10.674 3,5

Jumlah 106.310 34,6

Jumlah Total 307.646 100,0

Kesesuaian Rencana Pemanfaatan Ruang terhadap Kemampuan Lahan

Secara umum hasil analisis ini menunjukkan sejauhmana rencana yang telah dibuat telah sesuai dengan aspek kemampuan lahan. Pertimbangan ini perlu dilakukan mengingat sumberdaya lahan merupakan sumberdaya yang bersifat tetap dalam luasan sehingga pemanfaatannya harus dilakukan sesuai dengan kemampuannya.

Hasil analisis menunjukkan, bahwa 179.740 hektar (58,4%) lahan, dalam perencanaannya telah sesuai dengan kemampuan lahannya, 52.770 hektar

67

(17,2%) dalam kondisi sesuai bersyarat dan 75.136 hektar (24,2%) perencanaannya tidak sesuai dengan kemampuan lahannya yang secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 20.

Informasi pada Gambar 33 menunjukkan kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan didominasi oleh kondisi sesuai. Kondisi tidak sesuai dapat ditemukan pada wilayah Garut bagian Selatan, sebagian di ujung Utara dan di wilayah komplek pegunungan pada daerah perbatasan bagian Barat dan Timur yang memanjang dari Utara ke Selatan.

Gambar 33 Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan

Rencana pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kemampuan lahan meliputi hutan lindung, hutan konservasi, sempadan sungai/pantai, perlindungan geologi karst, hutan produksi terbatas, hutan produksi, perkebunan, perikanan budidaya, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan peternakan. Kondisi sesuai bersyarat ditemukan pada rencana pemanfaatan ruang hutan

68

produksi terbatas, perkebunan dan pertanian lahan kering, sedangkan kondisi tidak sesuai terdapat pada rencana pemanfaatan ruang hutan produksi, perikanan budidaya, perkebunan, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan peternakan.

Tabel 20 Luas dan persentase kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan

Rencana Pemanfaatan Ruang

Kesesuaian terhadap Kemampuan Lahan (Ha) Sesuai Sesuai

Bersyarat Tidak Sesuai Jumlah Total

Hutan Konservasi 12.106 12.106

Hutan Lindung 78.756 78.756

Hutan Produksi 120 51 171

Hutan Produksi Terbatas 10.595 1.819 12.414

Perikanan Budidaya 1 38 39

Perkebunan 20.264 19.350 3.273 42.887

Perlindungan Geologi Karst 34 34

Permukiman 10.478 9.672 20.150

Pertanian Lahan Basah 21.358 16.939 23.440 61.737

Pertanian Lahan Kering 11.804 14.662 38.500 64.966

Peternakan 282 162 444

Sempadan Sungai/Pantai 13.944 13.944

Jumlah Total 179.740 52.770 75.136 307.646 Persen (%) 58,4 17,2 24,4 100,0

Secara umum, berdasarkan hasil analisis kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan, dapat dikatakan perencanaan yang dilakukan belum sepenuhnya memperhatikan aspek kemampuan lahan. Pada kondisi tidak sesuai seperti terlihat pada Tabel 20, bahwa sebagian area tidak sesuai rencana pemanfaatannya akan digunakan sebagai pertanian lahan kering dan lahan basah. Jika dikaitkan dengan kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual dapat dikatakan bahwa, dari 34,6% areal rencana

69

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan, 24,4% merupakan areal rencana pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan.

Daya Dukung Lingkungan Hidup Daya Dukung Lahan

Perhitungan daya dukung lahan dilakukan dengan melihat ketersedian lahan dan kebutuhan lahan. Ketersediaan lahan dipengaruhi oleh aspek kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan bioproduk sehingga mampu memenuhi kebutuhan manusia, sedangkan kebutuhan lahan dipengaruhi oleh jumlah penduduk dalam suatu wilayah.

Pada dasarnya metode ini dibuat untuk memudahkan penilaian status daya

dukung suatu wilayah yang secara prinsip mengadopsi konsep Ecological

Footprints. Perhitungan ketersediaan dilakukan dengan menghitung jumlah nilai produksi dari seluruh bioproduk yang dihasilkan pada wilayah tersebut terhadap nilai produksi beras. Konversi yang digunakan untuk menyetarakan antara produk beras dengan non beras adalah harga (Rustiadi et al. 2010). Sedangkan pada perhitungan kebutuhan lahan asumsi yang digunakan adalah kebutuhan hidup layak untuk setiap penduduknya sebesar 1.000 kg beras.

Tabel 21 Perhitungan ketersediaan lahan

No. Faktor Satuan Nilai

1. Total Nilai Produksi Rp 15.610.955.178.030,50

2. Harga Beras Rp/Kg 7.442

3. Total Beras dari Padi Sawah dan Ladang Kg 429.363.750,00

4. Luas Panen Padi Ha 130.164,25

5. Produktivitas Beras Kg/Ha 3.298,63

Ketersediaan Lahan Ha 635.925,38

Berdasarkan perhitungan seperti terlihat pada Tabel 21, ketersediaan lahan di Kabupaten Garut sebesar 635.925,8 hektar pada harga beras Rp. 7.442/Kg. Secara matematis, sensitifitas nilai ketersediaan lahan sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) jumlah produksi seluruh komoditas dan (2) harga. Kedua faktor

70

tersebut secara umum memiliki karakteristik nilai yang sangat dinamis, dipengaruhi oleh musim dan permintaan pasar. Oleh sebab itu interpretasi dari nilai ketersedian lahan yang diperoleh berdasarkan perhitungan ini perlu melihat aspek lainnya, seperti ketersediaan komoditas di pasaran serta harga komoditas yang digunakan.

Total nilai produksi diperoleh dari perhitungan nilai produksi 11 (sebelas) kelompok komoditas yaitu (1) padi dan palawija, (2) kelompok sayur mayur, (3) biofarmaka, (4) bunga-bungaan, (5) buah-buahan, (6) perkebunan rakyat, (7) kehutanan, (8) daging, (9) telur, (10) susu dan (11) perikanan. Secara terperinci nilai produksi masing-masing komoditas dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Nilai produksi setiap kelompok komoditas

No. Kelompok

Komoditas

Jumlah Komoditas

Nilai Produksi (Rp) Persen (%) 1. Padi dan Palawija 7 Komoditas 6.713.821.642.500,- 43,01 2. Sayur Mayur 21 Komoditas 5.195.992.500.000,- 33,28 3. Biofarmaka 14 Komoditas 108.644.339.500,- 0,70 4. Bunga-bungaan 20 Komoditas 1.188.364.475,- 0,01 5. Buah-buahan 21 Komoditas 1.294.001.910.000,- 8,29 6. Perkebunan Rakyat 21 Komoditas 465.451.190.000,- 2,98 7. Kehutanan 19 Komoditas 387.865.854.098,- 2,48

8. Daging 7 Komoditas 196.472.571.482,- 1,26

9. Telur 2 Komoditas 53.754.314.976,- 0,34

10. Susu 1 Komoditas 53.564.976.000,- 0,34

11. Perikanan 9 Komoditas 1.140.197.515.000,- 7,30 Jumlah Nilai Produksi 15.610.955.178.031,- 100,00

Persentase nilai produksi terbesar terdapat pada kelompok padi dan palawija sebesar 43,01% dari total nilai produksi, sedangkan nilai terkecil terdapat pada kelompok bunga-bungaan, yaitu sebesar 0,01% dari total nilai produksi. Kelompok komoditas lain yang memiliki kontribusi cukup tinggi adalah sayur mayur dengan persentase sebesar 33,28%. Kontribusi kelompok komoditas lain di luar padi dan palawija serta sayur mayur umumnya kurang dari 10% , bahkan

71

kelompok komoditas biofarmaka, bunga-bungaan, telur dan susu memiliki kontribusi di bawah satu persen.

Berdasarkan perhitungan, kebutuhan lahan di Kabupaten Garut dengan jumlah penduduk 2.380.981 jiwa sebesar 721.808,97 hektar. Mengacu kepada nilai ini, dimana nilai kebutuhan lahan (721.808,97 hektar) lebih besar daripada

Dokumen terkait