• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak 59 dan digenapkan menjadi 60. Pengambilan sampel diperoleh secara bertahap yaitu 12 sampel pada setiap importasi/ kedatangan. Sebelum diuji, setiap sampel susu dibagi menjadi 3 bagian untuk selanjutnya disimpan dalam suhu beku -20 °C. Pembagian sampel menjadi 3 bagian diperuntukkan 2 jenis pengujian yaitu uji bioassay dan HPLC serta 1 bagian sebagai arsip. Sebelum dilakukan pengujian residu antibiotika, sampel susu terlebih dahulu diuji kesempurnaan pasteurisasi (uji Storch) dan diuji terhadap pemanasan sterilisasi (uji Aschaffenburg). Uji pendahuluan ini untuk memastikan bahwa susu yang diperiksa adalah susu pasteurisasi dan jenis pasteurisasinya.

Uji Pendahuluan

Uji Storch, dimaksudkan untuk mengetahui kesempurnaan proses pasteurisasi. Menurut Rahman et al. (1992) enzim peroksidase adalah enzim yang ditemukan pada susu mentah dan mudah rusak oleh proses pemanasan. Susu yang tidak mengalami pemanasan dengan sempurna atau masih mengandung 5% susu mentah menunjukkan perubahan warna menjadi biru (Gambar 2). Pada uji ini, seluruh sampel susu menunjukkan warna putih yang artinya seluruh sampel adalah susu yang sudah dipanaskan/ pasteurisasi dengan sempurna. Reaksi ini menunjukkan bahwa kemungkinan susu pasteurisasi yang digunakan sebagai sampel dipanaskan pada suhu tinggi dalam waktu singkat (HTST) yang akan menginaktifkan enzim peroksidase. Proses pasteurisasi pada pemanasan dengan suhu 85 oC selama 8 detik (Rahman et al. 1992), suhu70 oC selama 150 menit, suhu 73 oC selama 13 menit, suhu 77 oC selama 30 detik atau selama 8 detik akan menginaktifkan enzim peroksidase (Sanjaya 1990).

22

Gambar 2 Uji peroksidase, susu sterilisasi (A) warna putih, susu mentah (B) warna biru, dan susu pasteurisasi/ sampel (C) warna putih.

Uji Aschaffenburg merupakan uji kesempurnaan pemanasan proses sterilisasi ditandai dengan adanya warna jernih pada susu sterilisasi. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan albumin dalam susu. Susu yang sudah disterilisasi dengan sempurna tidak lagi mengandung albumin dan akan menunjukkan warna jernih. Apabila proses sterilisasinya tidak sempurna, masih mengandung albumin dan warna yang ditunjukkan adalah keruh. Pada susu yang mengalami proses pemanasan melebihi suhu 81 oC akan mengalami kerusakan albumin yang merupakan bagian dari protein whey dan terkoagulasi oleh proses pemanasan tinggi (Buckle et al. 1987). Uji ini dilakukan untuk membuktikan apnck

Gambar 3 Uji kekeruhan, susu sterilisasi (A) jernih, susu mentah (B) keruh, dan susu pasteurisasi/ sampel (C) keruh.

A

B

C

23

apakah sampel susu yang digunakan benar-benar susu pasteurisasi dan bukan susu sterilisasi. Hasil uji menunjukkan seluruh sampel berwarna keruh, hal ini menunjukkan bahwa susu yang digunakan tidak mengalami proses pemanasan di atas titik didih susu atau susu tersebut adalah susu pasteurisasi (Gambar 3).

Susu pasteurisasi adalah susu yang telah mengalami proses pemanasan sehingga mempunyai daya simpan lebih panjang dari susu mentah disertai musnahnya mikroorganisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan konsumen (Hubbert dan Hagstad 1991). Penggunaan panas pada pasteurisasi tidak banyak menimbulkan perubahan pada komposisi dan rasa susu sehingga masih seperti susu segar (Kay 1962). Proses pasteurisasi yang diikuti langsung dengan pendinginan menjadikan daya simpan produk akan lebih lama dengan mutu yang lebih baik (Frazier dan Westhoff 1988). Pemanasan 72 °C selama 15 detik dengan suhu penyimpanan 1 sampai 2 °C mempunyai daya simpan mencapai 3 minggu, sedangkan pada suhu penyimpanan 4 sampai 7 °C daya simpan susu pasteurisasi hanya sampai 1 sampai 2 minggu. Kedua uji pendahuluan ini dilakukan untuk memastikan sampel susu yang digunakan dalam penelitian adalah benar-benar susu pasteurisasi dan bukan susu sterilisasi.

Bioassay

Bioassay adalah suatu pengujian yang menggunakan mikroorganisme untuk mendeteksi senyawa antibiotika yang masih aktif. Mikroorganisme yang digunakan untuk mendeteksi residu beta laktam adalah Bacillus stearothermophilus. Prinsip pengujian residu antibiotika beta laktam dengan menggunakan metode bioassay adalah dengan melihat dan mengukur diameter hambatan disekitar kertas cakram yang disebabkan oleh adanya residu beta laktam terhadap media agar yang mengandung B.stearothermophilus. Konsentrasi B. stearothermophilus yang digunakan sebesar 1.1 x 108 spora/mL. Besarnya daerah hambatan (zona terang) menunjukkan konsentrasi dari residu beta laktam. Hasil kuantitatif dari uji dapat diperoleh dengan membandingkan zona terang yang dihasilkan oleh sampel dengan zona terang yang ditunjukkan oleh kontrol. Besarnya kontrol yang digunakan adalah 0.01 IU/ mL dan diameter zona terang yang ditunjukkan antara 19.42 sampai dengan 20.98 mm. Pengukuran zona terang

24

menggunakan jangka sorong yang dilakukan dengan mengukur diameter dari lingkaran zona tersebut pada setiap kertas cakram sampel. Suatu sampel dinyatakan positif apabila menunjukkan zona terang lebih besar atau sama dengan 2 mm dari diameter kertas cakram yang digunakan (setidaknya pada 2 cawan petri). Diameter kertas cakram adalah 8 mm, sehingga sampel dinyatakan positif apabila mempunyai diameter zona terang sebesar 10 mm.

Gambar 4 Hasil pengujian bioassay, kontrol positif (a), kontrol negatif (b), dan lainnya adalah sampel.

Uji residu antibiotika beta laktam dengan menggunakan uji bioassay menunjukkan tidak terbentuknya zona terang pada semua sampel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya kandungan antibiotika beta laktam dalam sampel susu pasteurisasi tersebut atau paling tidak konsentrasinya dibawah dari limit deteksi uji. Hasil pengujian residu antibiotika pada sampel dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 8.

Tabel 8 Hasil pemeriksaan residu antibiotika beta laktam dengan metode bioassay

Jml sampel Hasil pemeriksaan

60 (-) negative

Menurut Eenennaam et al. (1993), spesifitas dari metoda bioassay dapat ditunjukkan dari tipe golongan antibiotika yang dapat dideteksi dengan melihat hambatan pertumbuhan bakteri (B. stearothermophilus untuk golongan beta laktam) pada media agar. Limit deteksi bioassay terhadap golongan beta laktam

a b

25

adalah 0.003 ppm. Limit deteksi ini masih dibawah batas maksimum residu yang telah ditetapkan oleh SNI 01-6366-2000 tentang batas cemaran dan residu antibiotika (0.1 ppm), hal ini menunjukkan bahwa metode bioassay dapat diandalkan untuk mendeteksi residu antibiotika dari golongan beta laktam.

Uji Konfirmasi (HPLC)

Uji konfirmasi dengan menggunakan metode HPLC dimaksudkan untuk mengkonfirmasi hasil dari pengujian bioassay. Dalam penelitian ini, meskipun hasil pengujian dengan bioassay seluruh sampel menunjukkan hasil negatif, akan tetapi tetap dilakukan peneguhan dengan uji HPLC untuk memastikan bahwa hasil nkknk

Gambar 5 Kromatogram HPLC, sampel susu pasteurisasi (A),

26

negatif dari uji bioassay benar-benar negatif. Hasil yang terlihat pada kromatogram HPLC pada sampel setelah dibandingkan dengan kromatogram pada standar (sampel yang ditambahkan penisilin) menunjukkan tidak adanya antibiotika penisilin (golongan beta laktam) pada sampel yang diuji (Gambar 5).

Gambaran Residu Beta Laktam dalam Susu Pasteurisasi

Susu pasteurisasi yang diuji kandungan residu beta laktam dengan metode bioassay dan HPLC menunjukkan hasil yang sama. Kedua metoda tidak menunjukkan adanya residu beta laktam pada susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia atau dimungkinkan konsentrasi residu antibiotika pada sampel berada di bawah limit deteksi uji.Limit deteksi uji dari bioassaydan HPLC adalah sebesar 0.005 µg/mL, dimana angka ini masih berada dibawah batas maksimum residu antibiotika yang ditetapkan oleh pemerintah dalam SNI No. 01-6366-2000 yaitu sebesar 0.100 µg/mL.

Penentuan metoda uji untuk keperluan uji screening adalah uji yang mempunyai sensitifitas tinggi, karena semakin tinggi sensitiitas maka semakin kecil kemungkinan hasil negati palsu (Salman 2008). Screening test menggunakan bioassay dapat menjadi pilihan untuk penerapan di lapangan, karena mempunyai keunggulan yaitu mudah diaplikasikan, biayanya tidak terlalu mahal, pengerjaannya membutuhkan waktu yang tidak lama, sensitifitas dan spesifitasnya baik (Reig dan Toldra 2008).

Antibiotika yang digunakan pada peternakan sapi perah berisiko menjadi penyebab terjadinya residu antibiotika (Pikkemaat et al. 2009). Beta laktam adalah antibiotika yang sering digunakan pada hewan karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dengan cara merusak dinding sel bakteri dan dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi pakan serta pertumbuhan hewan ternak. Beta laktam sangat umum digunakan di peternakan sapi perah, terutama untuk pengobatan mastitis. Penggunaan antibiotika, termasuk beta laktam yang tidak memperhatikan masa henti obat (withdrawal time) akan menyebabkan residu antibiotika pada produk hewan tersebut (Donkoret al. 2011). Withdrawal time penisilin adalah 96 jam (Bishop 2005). Waktu henti obat ini menjadi acuan bagi peternak sapi perah dalam memerah susu untuk menghindari

27

terjadinya residu penisilin dalam susu. Harus diberikan perhatian khusus pada pengobatan dengan menggunakan antibiotika selama periode laktasi untuk meminimalkan resiko antibiotika dalam susu atau produknya.

Produk susu olahan temasuk susu pasteurisasi mempunyai resiko mengandung residu antibiotika. Menurut hasil penelitian Sudarwanto et al. (1992) bahwa 32.52% susu pasteurisasi dan 31.10% susu segar di wilayah Jakarta, Bogor, dan Bandung mengandung residu antibiotika dalam jumlah yang cukup tinggi. Tidak ditemukannya residu antibiotika dalam susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sapi yang memproduksi susu tersebut dipelihara dengan memperhatikan good farming practice, termasuk prosedur dan dosis antibiotika yang digunakan untuk pengobatan serta diperhatikannya waktu henti obat dalam memproduksi susu untuk diproses menjadi susu pasteurisasi.

Haagsma (1988) menyatakan keberadaan residu antibiotika dalam bahan makanan yang berasal dari hewan berkaitan dengan aspek kesehatan masyarakat, aspek teknologi, dan aspek lingkungan. Ditinjau dari aspek teknologi, keberadaan residu antibiotik dalam bahan makanan dapat mengganggu atau menggagalkan proses fermentasi. Ditinjau dari aspek lingkungan, penggunaan obat pada ternak akan mencemari lingkungan karena senyawa asal obat atau metabolit akan diekskresikan melalui urin dan feses. Kemungkinan ancaman residu obat dalam bahan makanan terhadap kesehatan masyarakat adalah mutagenik, karsinogenik, dan imunosupresif.

Masalah keamanan pangan meliputi berbagai aspek mulai dari pangan dihasilkan hingga dikonsumsi. Masyarakat berhak mendapatkan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pangan dikatakan aman jika tidak ada bahan berbahaya dalam kandungannya, termasuk adanya residu beta laktam. Jaminan keamanan pangan di Indonesia menjadi tanggung jawab semua pihak dan tertuang dalam undang-undang no 7 tahun 1997 tentang Pangan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah masuk dan beradarnya susu pasteurisasi impor yang mengandung residu beta laktam adalah dengan melakukan pengujian secara rutin terhadap produk olahan susu tersebut. Peran karantina sebagai lembaga yang mengawasi pemasukan komoditi impor perlu

28

menetapkan kebijakan pemeriksaan terhadap bahan pangan dari hewan untuk menjamin keamanan pangan termasuk pemeriksaan terhadap kandungan residu beta laktam dalam susu pasteurisasi.

Dokumen terkait