• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kopolimer Tautsilang

Selulosa bakteri (BC) digunakan sebagai kerangka utama hidrogel di dalam kopolimerisasi tautsilang dengan monomer akrilamida (AAm). Penampilan fisik BC yang dihasilkan adalah berwarna kuning (Gambar 1a) yang berasal dari warna nanas. Warna kuning dari BC akan memengaruhi proses pencirian hidrogel BC-AAm sehingga BC direndam di dalam air selama 3 hari untuk menghilangkan warnanya. Hasil perendaman tersebut ditunjukkan pada Gambar 1b. Penampilan BC (Gambar 1c) secara visual tidak ada perbedaan dengan hidrogel BC-AAm hasil iradiasi sinar gamma (Gambar 1d). Namun, hasil BC-AAm berbagai dosis iradiasi lebih elastis dibandingkan BC kering. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan AAm yang bersifat elastis (Qinzue et al. 2010). Kinerja keduanya bisa dibedakan menggunakan parameter pengukuran kinerja hidrogel.

a b c d

Gambar 1 Penampilan fisik BC (a), BC setelah direndam air selama 3 hari (b), BC sebelum iradiasi (c), dan BC-AAm setelah iradiasi (d).

Fraksi Gel

Fraksi gel merupakan parameter yang digunakan dalam sintesis hidrogel yang mencerminkan jumlah fraksi bahan awal baik monomer maupun polimer yang diubah menjadi hidrogel pada proses sintesis (Rimdusit et al. 2012). Parameter ini juga menunjukkan nilai efisiensi dari proses dalam sintesis hidrogel yang bergantung pada kepekaan dari bahan terhadap iradiasi yang dipaparkan (Erizal et al. 2008). Keberhasilan penautansilang membentuk hidrogel BC-AAm dapat dilihat dari nilai fraksi gel berdasarkan pengaruh ragam konsentrasi AAm (10, 12,5, dan 15% b/v) dan dosis iradiasi (10-50 kGy).

Kandungan AAm di dalam hidrogel sebagai hasil pembentukan hidrogel BC-AAm pada semua ragam konsentrasi dan dosis iradiasi menunjukkan hasil yang sama, yaitu ± 0.2 g dengan standar deviasi ± 0.015 (Lampiran 3). Namun,

7 jumlah yang sama tersebut tidak menunjukkan bahwa semua AAm tertautsilang pada BC membentuk hidrogel BC-AAm. Hal ini ditunjukkan dari nilai fraksi gel setelah perendaman di dalam air selama 24 jam. Fraksi gel menunjukkan nisbah bobot BC-AAm terhadap bobot BC sehingga dari nilai tersebut dapat diketahui jumlah AAm di dalam hidrogel BC-AAm. Pengaruh dosis iradiasi dan konsentrasi AAm terhadap nilai fraksi gel BC-AAm disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengaruh dosis iradiasi terhadap rerata fraksi gel hidrogel BC tertautsilang AAm 10 (♦), 12,5 (■), 15 (▲)%.

Gambar 2 memperlihatkan nilai fraksi gel pada semua ragam konsentrasi. Fraksi gel meningkat dengan peningkatan dosis iradiasi hingga menunjukkan nilai optimum pada pemberian dosis iradiasi 40 kGy dan menurun kembali pada dosis iradiasi yang lebih besar (50 kGy). Hal ini disebabkan oleh terdapatnya tautsilang BC-AAm yang terdegradasi dengan dosis iradiasi yang lebih besar dari 40 kGy (Erizal et al. 2012). Nilai fraksi gel yang paling tinggi dari semua ragam konsentrasi dan dosis iradiasi dimiliki oleh sampel dengan konsentrasi AAm 12,5% dan dosis iradiasi 40 kGy, yaitu sebesar 93%. Dengan demikian penautansilang terjadi secara optimum pada kondisi tersebut. Oleh sebab itu, penambahan konsentrasi AAm 12,5% pada BC digunakan untuk analisis selanjutnya.

Daya Mengembang dan Sifat Mekanik Hidrogel

Kinerja hidrogel terbaik dipilih melalui perbandingan daya mengembang (swelling) dan sifat mekanik pada BC dan hidrogel BC-AAm dengan komposisi terbaik (12,5%) dalam ragam dosis iradiasi (10-50 kGy). Nisbah bobot hidrogel dalam keadaan mengembang terhadap bobot keringnya merupakan parameter utama dari hidrogel untuk pengujian suatu bahan sebagai penyerap. Hubungan antara nisbah pengembangan hidrogel di dalam air dan fungsi waktu disajikan pada Gambar 3.

8

Gambar 3 Nisbah pengembangan BC (♦), hidrogel BC-AAm dosis iradiasi 10 (■), 20 (▲), 30 (x), 40 (*), dan 50 (●) kGy di dalam air.

Gambar 3 menunjukkan bahwa keberhasilan tautsilang pada hidrogel BC-AAm memberikan kemampuan daya mengembang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sebelum ditautsilang (BC). Hal ini disebabkan oleh adanya gugus amida (-CONH2) dari AAm yang tertautsilang pada gugus hidroksi (-OH) pada BC yang akan meningkatkan hidrofilitas dan dapat mengikat air lebih banyak (Billmayer 1984). Selain itu, pada Gambar 3 terlihat pula bahwa semakin panjang waktu perendaman maka daya mengembang semakin tinggi hingga mencapai nilai optimum setelah sekitar 10 jam untuk hampir semua hidrogel BC-AAm dengan ragam dosis iradiasi. Daya mengembang hidrogel BC-BC-AAm pada berbagai dosis iradiasi meningkat ± dua kali lipat dari awal sampai titik optimum, kecuali pada hidrogel BC-AAm yang diiradiasi dengan dosis 40 kGy, yaitu meningkat ± empat kalinya (Lampiran 5). Hal ini disebabkan oleh nilai fraksi gel pada hidrogel dengan pemberian dosis iradiasi tersebut merupakan nilai yang tertinggi. Nilai fraksi gel yang tertinggi menunjukkan bahwa jumlah AAm di dalam hidrogel tersebut adalah yang paling banyak.

Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Buyanov et al. (2010) dan Zhang (2011) bahwa daya mengembang hidrogel BC-AAm lebih besar dibandingkan dengan BC. Namun, dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa daya mengembang hidrogel baik Buyanov et al. (2010) maupun Zhang (2011) lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini, berturut-turut adalah 682 dan 1.390%. Hal ini disebabkan oleh adanya proses pengeringan dan pengepresan pada BC untuk menghilangkan airnya yang dilakukan pada penelitian ini. Proses tersebut akan mengakibatkan jarak interaksi hidrogen intermolekul BC semakin dekat sehingga porinya pun menjadi lebih kecil dibandingkan dengan Buyanov et al. (2010) dan Zhang (2011) yang masih mengandung kadar air sekitar 86%. Ukuran pori yang semakin kecil menunjukkan bahwa tempat terserapnya air akan semakin sedikit sehingga akan menurunkan daya mengembangnya.

Selain itu, pengujian daya mengembang pada BC dan hidrogel BC-AAm dilakukan juga di dalam larutan NaCl 0,5 M. Larutan NaCl merupakan salah satu jenis larutan garam yang umumnya dipakai untuk pengujian kemampuan daya

9 mengembang hidrogel terhadap air yang akan digunakan sebagai absorben (Erizal & Redja 2010). Penggunaan NaCl 0,5 M disesuaikan dengan kandungan normal garam pada darah. Hubungan antara nisbah pengembangan hidrogel di dalam larutan NaCL 0,5 M dan fungsi waktu disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nisbah pengembangan BC (♦), hidrogel BC-AAm dosis iradiasi 10 (■), 20 (▲), 30 (x), 40 (*), dan 50 (●) kGy di dalam larutan NaCl.

Sejalan dengan hasil pengembangan hidrogel di dalam air gambar tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan tautsilang pada hidrogel BC-AAm memberikan kemampuan daya mengembang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sebelum ditautsilang (BC). Selain itu, pada Gambar 4 terlihat bahwa semakin panjang waktu perendaman maka daya mengembang semakin tinggi hingga mencapai nilai optimum setelah sekitar 11 jam untuk hampir semua hidrogel BC-AAm dengan ragam dosis iradiasi. Daya mengembang hidrogel BC-BC-AAm pada berbagai dosis iradiasi meningkat ± dua kali lipat dari awal sampai titik optimum, kecuali pada hidrogel BC-AAm yang diiradiasi dengan dosis 40 kGy, yaitu meningkat ± empat kalinya (Lampiran 6). Namun, daya mengembang hidrogel di dalam larutan NaCl relatif lebih kecil dibandingkan di dalam air. Hal ini disebabkan adanya pengaruh tekanan osmosis yang sangat rendah akibat adanya ion-ion Na+ dan Cl- yang terikat pada hidrogel (Erizal & Redja 2010).

Berdasarkan sifat mekaniknya, kinerja hidrogel terbaik dipilih melalui perbandingan tegangan (kekuatan tarik) dan regangan (kemamampuan mengulur) pada BC dan hidrogel BC-AAm. Sifat mekanik berhubungan dengan ukuran yang dihasilkan pada BC dan hidrogel BC-AAm sebelum rusak atau putus. Hubungan antara tegangan hidrogel dan ragam dosis iradasi berdasarkan pengaruh perlakuan sebelum dan sesudah perendaman yang disajikan pada Gambar 5.

10

Gambar 5 Uji tegangan BC-AAm berbagai ragam dosis iradiasi sebelum (♦), sesudah (■) perendaman di dalam air selama 10 jam.

Nilai tegangan menunjukkan seberapa kuat sampel menahan ketika di tarik hingga rusak atau putus. Gambar 5 menjelaskan bahwa keberhasilan tautsilang pada hidrogel BC-AAm juga akan memberikan nilai tegangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sebelum ditautsilang (BC). Selain itu, nilai tegangan hidrogel BC-AAm pada semua ragam dosis iradiasi sebelum perendaman lebih besar dibandingkan sesudah di rendam. Hal ini menunjukkan ada pengaruh interaksi hidrogen antarmolekul hidrogel BC-AAm dengan air. Adanya gugus amida (-CONH2) yang tertautsilang pada BC dapat berinteraksi hidrogen dengan air yang akan meningkatkan hidrofilitas dan lebih mudah ketika ditarik (Billmayer 1984).

Nilai tegangan hidrogel BC-AAm pada penelitian ini lebih tinggi (46,3 MPa) dibandingkan hidrogel BC-AAm yang dilaporkan oleh Buyanov et al. (2010) dan Zhang (2011), berturut-turut sebesar 10 MPa dan 2350 kPa. Hal ini disebabkan oleh bahan baku untuk menghasilkan BC (Panesar et al. 2009) dan preparasi BC-AAm (Buyanov et al. 2010) yang berbeda dapat memengaruhi kekuatan tegangannya.

Menurut Billmayer (1984) umumnya peningkatan tegangan akan menurunkan regangannya. Nilai regangan menunjukkan ukuran perpanjangan mengulur ketika sampel ditarik. Hubungan antara regangan hidrogel dan ragam dosis iradasi berdasarkan pengaruh perlakuan sebelum dan sesudah perendaman yang disajikan pada Gambar 6. Dari Gambar 6 terlihat bahwa keberhasilan tautsilang pada hidrogel BC-AAm juga akan memberikan nilai regangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sebelum ditautsilang (BC). Selain itu, tautsilang pada hidrogel BC-AAm yang memberikan nilai tegangan tertinggi memiliki regangan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh penambahan AAm yang berupa gel lembut dan elastis dengan kekuatan tautsilang tertinggi membuat elastisitas berkurang pada hidrogel BC-AAm (Qinzue et al. 2010).

11 Gambar 6 Uji regangan BC-AAm berbagai ragam dosis iradiasi sebelum (♦),

sesudah (■) perendaman di dalam air selama 10 jam.

Adanya pengaruh interaksi hidrogen antarmolekul hidrogel BC-AAm dengan air pada semua ragam dosis iradiasi sebelum perendaman memiliki regangan lebih rendah dibandingkan setelah perendaman. Namun, perbedaannya tidak terlalu signifikan. Sama seperti yang dilaporkan Brown (2007) bahwa BC kering maupun basah memiliki mekanik yang tinggi.

Pencirian Hidrogel

Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Hidrogel BC-AAm

Keberhasilan proses penautansilang BC-AAM dianalisis berdasarkan gugus fungsi pada sampel BC-AAm dosis 40 kGy. FTIR pada Gambar 7 merupakan spektrum FTIR dari hidrogel BC-AAM, AAM, dan BC. Gambar 7b merupakan spektrum BC dan menunjukkan puncak serapan ulur OH pada daerah bilangan gelombang 3.482cm-1, ulur C-H pada 2.942 cm-1, tekuk C-H pada 1.443 cm-1, ulur C-O-C pada 1.132cm-1,serta serapan tajam dan lemah β-glikosida pada 897 cm-1 (Pavia et. al 2001). Spektrum FTIR BC-AAm tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan BC. Hal ini disebabkan oleh unit gugus fungsi yang relatif sama antara BC dengan BC-AAm. Perbedaan terletak pada munculnya serapan khas gugus amida (-CONH2) dari AAm, yaitu ulur C=O yang tajam dari AAm pada 1.686 cm-1. Keberadaan pita serapan ini membuktikan bahwa proses penautansilang BC-AAm telah berlangsung.

12

Gambar 7 Spektrum inframerah (a) AAm, (b) BC, (c) BC-AAm dosis iradiasi 40 kGy.

Kajian Topografi Hidrogel

Kajian topografi hidrogel dilakukan menggunakan AFM. Gambar 8 memperlihatkan topografi BC, hidrogel BC-AAm kering dan BC-AAM hasil rendaman di dalam air. Tofografinya menunjukkan AAm yang tertautsilang di dalam BC tidak merata. Hal ini ditunjukkan dari daerah gelap hasil iradiasi yang berada di daerah tertentu saja. Sejalan dengan yang dilaporkan Rimdusit et al. (2012) bahwa metode iradiasi menghasilkan anisotropik hidrogel.

Gambar 8 Topografi AFM BC (a), BC-AAm kering dosis iradiasi 40 kGy (b), dan BC-AAm direndam di dalam air dosis iradiasi 40 kGy (c).

a b c c b a C=O C=O

13 Analisis AFM juga dapat menunjukkan kekasaran dari permukaan sampel hidrogel melalui nilai Ra. Nilai Ra mengindikasikan bahwa semakin besar nilai Ra yang dihasilkan pada area yang di analisis maka permukaan hidrogel yang dihasilkan semakin kasar dan kristanilitas semakin tinggi (Lira et.al 2007). Hubungan antara nilai Ra dengan area disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa penautansilang AAm pada BC dan proses perendaman hidrogel di dalam air akan menurunkan nilai Ra. Hal ini menunjukkan bahwa penautasilangan AAm akan menghasilkan hidrogel BC-AAm yang bersifat hidrofilik dan lebih elastis dibandingkan dengan BC. Air dapat terserap di dalam hidrogel BC-AAm karena keduanya bersifat hidrofilik dan dapat menyebabkan elastisitas bertambah. Hal ini sejalan dengan data dari kinerja hidrogel.

Gambar 9 Kekasaran BC (─), BC-AAm kering dosis iradiasi 40 kGy (─), dan BC-AAm direndam di dalam air dosis iradiasi 40 kGy (─).

Kajian Kalorimetri Susuran Diferensial (DSC)

Kajian DSC merupakan analisis suhu yang dapat mengukur sifat termoplastik polimer dari dekomposisi, titik leleh, dan transisi gelas sebagai akibat dari perubahan entalpi (reaksi endoterm atau eksoterm) yang terjadi dalam sampel (Billmayer 1984). Kajian DSC mengukur perubahan entalpi dari bahan sebagai fungsi suhu diujikan untuk BC dan BC-AAm berbagai ragam dosis yang disajikan pada gambar 10 :  

 

Gambar 10 Kurva DSC BC-AAm dosis iradiasi 0 (─), 10 (─), 20 (─), 30 (─), 40 (─), 50 (─) kGy.

14

Besarnya perubahan entalpi terhadap suhu dapat memberikan informasi mengenai titik leleh dan transisi gelas hidrogel BC-AAm. Pergeseran daerah endoterm ke arah kanan terhadap BC sebagai kontrol mengindikasikan bahwa AAm tertautsilang pada BC pada berbagai dosis iradiasi (20-40 kGy) sedangkan pergeseran kearah kiri (dosis iradiasi 10 dan 50 kGy) disebabkan oleh hidrogel BC-AAm terdekomposisi paparan iradiasi (Gambar 10). Oleh sebab itu, AAm yang tertaut silang secara optimum akan meningkatkan titik leleh dan memengaruhi keadaan transisi gelas pada hidrogel (Rimdusit et al. 2012). Titik leleh hidrogel tertinggi didapat pada dosis iradiasi 40 kGy (Gambar 11).

Gambar 11 Kurva transisi gelas (─) dan titik leleh (─) hidrogel BC-AAm berbagai dosis iradiasi.

Transisi gelas merupakan suhu transisi dari polimer termoplastik yang akan mengubah keadaaan dan perilakunya dari kaku, getas, padat seperti gelas menjadi fleksibel, lunak, elastis (Billmayer 1984). Transisi gelas pada hidrogel dosis optimum 40 kGy lebih rendah dibandingkan BC (Gambar 11) sehingga keadaan transisinya lebih cepat dicapai. Pada penelitian, hidrogel BC-AAm menggunakan dosis iradiasi menghasilkan polimer yang lebih elastis dengan kestabilan tinggi. Sama seperti yang dilaporkan Zhang (2011) kestabilan suhu pada BC meningkat dari 320 menjadi 385°C pada BC-AAm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fraksi gel tertinggi (93%) dari penautansilang selulosa bakteri dari limbah nanas dengan akrilamida melalui radiasi dicapai pada konsentrasi akrilamida 12,5% dan dosis iradiasi 40 kGy. Akrilamida yang tertautsilang tidak merata di

SINTESIS DAN PENCIRIAN HIDROGEL BERBAHAN

Dokumen terkait