• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Keefektifitasan Biofumigasi dengan Sisa Tanaman Famili Cruciferae

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biofumigasi dengan sisa tanaman cruciferae selama 2 minggu, efektif dalam menekan jumlah puru akar pada tanaman uji. Berdasarkan rata-rata persentase penekanan jumlah puru, biofumigan sisa tanaman cruciferae, kontrol negatif tertutup dan nematisida sintetik (Furadan 3G) berbeda nyata dengan kontrol negatif terbuka. Penggunaan sisa tanaman kubis dan lobak paling efektif, karena keefektifannya setara dengan nematisida sintetik. Pada biofumigasi 4 minggu penggunaan biofumigan sisa tanaman cruciferae tidak cukup efektif menekan jumlah puru akar pada tanaman uji, dimana aplikasi sisa tanaman brokoli, lobak dan kontrol negatif tertutup, tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif terbuka (Tabel 1).

Tabel 1 Keefektifan biofumigasi sisa tanaman famili cruciferae terhadap rata-rata persentase penekanan puru akar pada tanaman tomat

Perlakuan Rata-rata persentase penekanan puru akar (%)a

2 minggu 4 minggu

Brokoli 80.634bc 38.94bc

Kubis 83.151abc 54.10b

Lobak 95.065ab 35.13bc

Furadan 3G 97.039a 85.97a

Kontrol negatif tertutup 72.297c 34.80bc

Kontrol negatif terbuka 45.510d 9.11c

a

Menggunakan rumus Abbot 1925. b Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Pada tanaman tomat juga dilakukan pengamatan tentang pengaruh penggunaan biofumigan sisa tanaman famili cruciferae terhadap bobot pertumbuhan tanaman tomat. Berdasarkan hasil pengamatan biofumigasi 2 minggu, jumlah puru akar pada biofumigasi sisa tanaman cruciferae setara dengan Furadan 3G. Bobot basah, bobot kering dan bobot akar pada perlakuan biofumigasi sisa tanaman cruciferae, Furadan 3G dan kontrol negatif tidak berbeda nyata, namun biofumigasi dengan sisa tanaman brokoli dapat meningkatkan bobot tanaman secara signifikan dibandingkan perlakuan lain. Pada biofumigasi 4 minggu, jumlah puru pada aplikasi dengan sisa tanaman cruciferae bebeda nyata dan lebih rendah jika dibandingkan dengan aplikasi Furadan 3G. Bobot basah, bobot kering dan bobot akar semua perlakuan hampir sama, pada aplikasi dengan sisa tanaman kubis bobot basah dan bobot kering lebih rendah dibandingkan penggunaan Furadan 3G dan kontrol negatif (Tabel 2).

7 Tabel 2 Pengaruh biofumigasi sisa tanaman cruciferae terhadap jumlah puru dan

bobot tanaman tomat

Perlakuan Jumlah puru akar Bobot basah (gr) Bobot kering (gr) Bobot akar (gr) Biofumigasi 2 minggu

Brokoli 418.6bc 24.036a 2.932a 4.894a

Kubis 364.2bc 15.366ab 1.502b 2.006b

Lobak 415.0bc 12.400b 1.238b 2.402b

Furadan 3G 50.2c 16.094ab 1.850ab 3.864ab

Kontrol tertutup 598.8b 18.896ab 2.212ab 3.548ab

Kontrol terbuka 1177.8a 15.672ab 1.778ab 2.826ab

Biofumigasi 4 minggu

Brokoli 1319.8b 12.244a 1.026a 3.348ab

Kubis 992.2b 5.532b 0.470b 2.338b

Lobak 1402.2ab 9.990ab 0.804ab 2.922ab

Furadan 3G 303.2c 14.702a 1.286a 2.532b

Kontrol tertutup 1409.4ab 12.082a 1.144a 4.408a

Kontrol terbuka 2033.8a 14.702a 1.076a 3.288ab

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Berdasarkan grafik pertumbuhan, rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan biofumigasi 2 minggu lebih tinggi dibanding biofumigasi 4 minggu. Polibag berisi tanah perlakuan biofumigasi dengan sisa tanaman brokoli selama 2 minggu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat (Gambar 3). Pada biofumigasi 4 minggu sisa tanaman cruciferae tidak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Hasil pertumbuhan tanaman tomat menunjukkan bahwa tanaman tomat tumbuh lebih baik pada polibag tanah berisi Furadan 3G (Gambar 4).

Gambar 3 Rata-rata tinggi tanaman tomat pada biofumigasi 2 minggu; P1A1: brokoli, P1A2: kubis, P1A3: lobak, P1K1: Furadan 3G, P1K2: kontrol negatif tertutup, P1K3: kontrol negatif terbuka.

15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 H0 H3 H6 H9 H12 H15 H18 H20 T in ggi tanam an (c m ) Waktu pengukuran P1A1 P1A2 P1A3 P1K1 P1K2 P1K3

8

Gambar 4 Rata-rata tinggi tanaman tomat pada biofumigasi 4 minggu; P2A1: brokoli, P2A2: kubis, P2A3: lobak, P2K1: Furadan 3G, P2K2: kontrol negatif tertutup, P2K3: kontrol negatif terbuka.

Aplikasi biofumigan sisa tanaman lobak selama 2 minggu memberikan efek negatif pada tanaman tomat. Tardapat satu tanaman tomat yang mati akibat perlakuan yang diduga mengalami fitotoksisitas namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (Gambar 5).

Gambar 5 Tanaman tomat dengan aplikasi sisa tanaman kubis; tanaman fitotoksik (kiri) dan tanaman sehat (kanan).

NPA Dalam Akar Tanaman Tomat

Untuk membuktikan kebenaran bahwa puru yang terdapat pada akar tanaman tomat disebabkan oleh NPA (Meloidogyne spp.) dilakukan pewarnaan nematoda dalam akar tanaman. Hasil pewarnaan membuktikan adanya nematoda

Meloidogyne spp. fase betina dewasa yang berbentuk seperti alpukat pada puru akar tanaman tomat. Pada satu puru akar tanaman tomat, terdapat satu nematoda. Untuk ukuran puru yang lebih besar nematoda yang menginfeksi lebih dari satu (Gambar 6). 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 H0 H3 H6 H9 H12 H15 H18 H20 T in ggi T an am an ( cm ) Waktu Pengukuran P2A1 P2A2 P2A3 P2K1 P2K2 P2K3

9

Hasil Identifikasi Spesies NPA

Berdasarkan hasil identifikasi spesies NPA pada akar tanaman tomat terdapat jumlah proporsi M. incognita sebesar 50%, M. arenaria sebesar 45% dan

M. javanica 5% (Tabel 3). Pola sidik pantat dari masing-masing spesies berbeda dan memiliki ciri yang khas, seperti M. javanica dicirikan dengan adanya garis lateral yang memisahkan antara lengkungan dorsal dan lengkungan vertikal, M. arenaria pertemuan lengkung dorsal dan vertikal membentuk seperti bahu, ujung tonjolan kutikula bercabang seperti garpu, dan M. incognita memiliki garis lengkungan dorsal yang tinggi dan menyempit berbentuk persegi, bagian paling luarnya sedikit melebar dan datar, tidak memiliki garis lateral dan stria terlihat jelas (Gambar 7).

Tabel 3 Proporsi spesies Meloidogyne spp. yang ditemukan pada sampel tanah yang digunakan dalam penelitian

Spesies Meloidogyne spp. Jumlah Populasi (%)

M. javanica 5

M. arenaria 45

M. incognita 50

Gambar 6 Meloidogyne spp. betina di dalam puru akar tomat.

Gambar 7 Pola sidik pantat nematoda betina ; A: M. javanica, B: M. arenaria, C: M. incognita

betina dewasa

10

Pembahasan

Biofumigasi dengan sisa tanaman cruciferae efektif dalam menekan jumlah puru akar pada tanaman uji jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Berdasarkan hasil rata-rata persentase penekanan jumlah puru, biofumigasi dengan sisa tanaman lobak dan kubis memberikan hasil yang paling efektif, setara dengan aplikasi nematisida sintetik (Furadan 3G). Hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Anita (2012) tentang biofumigasi sisa tanaman cruciferae yang dapat mengendalikan M. hapla pada tanaman seledri. Dari beberapa tanaman famili cruciferae yang diteliti tanaman lobak yang paling efektif menekan puru akar sebesar 60.6% dan dapat meningkatkan bobot daun dan batang seledri sebesar 41.9%.

Pengaplikasian sisa tanaman dari famili cruciferae dengan waktu biofumigasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Biofumigasi 4 minggu menunjukkan keefektifan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan biofumigasi 2 minggu. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah puru semua perlakuan biofumigansi sisa tanaman cruciferae selama 2 minggu lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini disebabkan adanya pengaruh biofumigasi dan penutupan tanah pada kontrol tertutup yang diaplikasikan terhadap tanah yang terinfestasi oleh NPA.

Biofumigasi sisa tanaman famili cruciferae menghasilkan senyawa GSL yang mengandung nitrogen dan balerang hasil metabolit sekunder tanaman bersifat volatil sehingga tidak dapat bertahan lama. Menurut Yulianti (2009) pelepasan senyawa GSL dari jaringan tanaman yang kemudian diikuti dengan hidrolisis untuk menghasilkan senyawa beracun sehingga dapat mematikan nematoda. Hidrolisis GSL yang menghasilkan senyawa beracun Isotiosianat (ITS) terjadi pada saat pembenaman sisa-sisa tanaman cruciferae dan berada di dalam tanah 5-10 hari untuk membunuh patogen. Gimsing dan Kirkegaard (2006) juga menyatakan bahwa ITS masih bisa dideteksi 8-12 hari setelah perlakuan dengan efisiensi pelepasan 26-56%. Senyawa ITS merupakan senyawa alelokimia paling toksik yang dapat mematikan nematoda dengan cara menghambat pernafasan nematoda. Nematoda bernafas dengan sistem difusi, pada proses difusi, senyawa yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah senyawa ITS yang bersifat racun dalam tubuh nematoda sehingga mematikan nematoda tersebut. Perlakuan penutupan tanah pada kontrol dapat mematikan nematoda karena adanya peningkatan suhu di dalam polibag perlakuan.

Jumlah puru akar pada perlakuan biofumigasi sisa tanaman cruciferae selama 4 minggu hampir sama dengan perlakuan kontrol negatifnya. Hal ini disebabkan oleh senyawa ITS yang dihasilkan selama proses biofumigasi sudah tidak bersifat toksik bagi NPA, selain itu, keberadaan nematoda di dalam tanah juga mempengaruhi. Siklus hidup nematoda dalam satu generasi 3-8 minggu, dengan fase telur sebagai fase bertahan. Penggunaan senyawa biofumigan di dalam tanah yang terinfestasi NPA tidak dapat mematikan fase bertahannya karena permeabilitas kulit telur lebih rendah dibandingkan kutikula nematoda dan massa gelatin yang melindungi kulit telur menghambat penetrasi biofumigan ke dalam telur nematoda (Mulyadi 2009). Untuk meningkatkan keefektifannya diperlukan jumlah biofumigan yang lebih banyak dan pembasahan tanah sebelum

11 ditambahkan bahan biofumigan ke dalam tanah. Kandungan GSL yang tinggi di dalam sisa tanaman famili cruciferae, belum dapat menjamin kadar ITS yang dihasilkan tinggi. Ada faktor-faktor lain yang berperan cukup penting agar proses hidrolisis GSL berlangsung optimum seperti ketersediaan air (Matthiessen 2002) dan kecepatan rusaknya jaringan tanaman (Kirkegaard et al. 2001).

Dalam proses pembenaman sisa tanaman cruciferae ke dalam tanah selain terjadi pelepasan senyawa GSL juga terjadi proses dekomposisis bahan organik. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah dan menambah mikroba dalam tanah sehingga keseimbangan alami di dalam tanah tetap terjaga. Biofumigasi sisa tanaman cruciferae selama 2 minggu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat secara signifikan dibandingkan dengan biofumigasi 4 minggu. Hal ini disebabkan oleh jumlah puru pada biofumigasi 4 minggu lebih banyak sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan biofumigasi sisa tanaman brokoli selama 2 minggu mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat yang lebih baik. Pada biofumigasi 4 minggu, pertumbuhan tanaman tomat dengan aplikasi karbofuran Furadan 3G tumbuh lebih baik dibandingkan dengan penggunaan sisa tanaman cruciferae.

Hasil pewarnaan puru akar tanaman tomat menunjukkan bahwa puru akar yang terbentuk merupakan hasil infeksi dari Meloidogyne spp.. Puru akar atau

giant cell” berfungsi sebagai sumber makanan bagi nematoda. Nematoda yang terdapat pada giant cell merupakan nematoda betina dewasa yang hidup menetap untuk berreproduksi, sedangkan nematoda jantan dewasa hidup di luar sel tanaman. Puru akar terbentuk akibat adanya pengalihan fungsi jaringan pengangkut tanaman yang disebabkan nematoda untuk keperluannya sendiri (Perry et al.2009).

Identifikasi spesies NPA dengan pola sidik pantat pada tanah percobaan terdapat spesies Meloidogyne javanica, Meloidogyne arenaria dan Meloidogyne incognita. M.incognita merupakan spesies terbanyak dengan jumlah populasi 50% dan M.. javanica terendah dengan jumlah populasi 5% dari total populasi sampel. Pola sidik pantat dari masing-masing spesies berbeda dan memiliki ciri yang khas, seperti M. javanica dicirikan dengan adanya garis lateral yang terlihat jelas, M. arenaria memiliki garis dorsal yang melengkung seperti berbentuk bahu dan M. incognita garis lengkungan dorsal yang tinggi dan menyempit, bagian paling luarnya sedikit melebar dan datar, tidak memiliki garis lateral dan stria terlihat jelas.

12

PENUTUP

Kesimpulan

Biofumigasi sisa tanaman brokoli, kubis dan lobak efektif menurunkan jumlah puru akar pada tanaman tomat. Aplikasi sisa tanaman lobak lebih efektif menekan jumlah puru dibandingkan dengan sisa tanaman brokoli dan kubis dengan rata-rata persentase penekanan hampir setara dengan nematisida sintetik sebesar 95.07%. Inkubasi 2 minggu sisa tanaman brokoli, kubis dan lobak paling efektif menurunkan populasi nematoda puru akar, selain itu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat secara signifikan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji fitotoksisitas biofumigasi sisa tanaman brokoli, kubis dan lobak terhadap tanaman, pengukuran senyawa yang dihasilkan pada saat biofumigasi, serta pengujian yang lebih luas pada tahap lapangan dengan perbaikan metode dan dosis yang sesuai.

13

Dokumen terkait