Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Singgah PEKA
Perkumpulan Komunitas Pemulihan Adiksi atau Rumah Singgah PEKA adalah organisasi non-profit yang didirikan pada tahun 2010 yang beralamat di jalan Cifor no 50, Sindang Barang Jero – Kampung Pilar 1 Bogor 16117. Visi dan Misi Rumah Singgah PEKA, Visi : Layanan komprehensif yang sesuai bagi komunitas pengguna NAPZA dan berlandaskan Hak Asasi Manusia. Misi : 1. Membangun kualitas layanan bagi komunitas pengguna NAPZA, 2. Memperjuangkan terpenuhinya hak asasi manusia pada komunitas pengguna NAPZA, 3. Meningkatkan taraf hidup anggota perkumpulan dan komunitas pengguna NAPZA.
Wadah ini berawal dari orang-orang yang memiliki latar belakang ketergantungan NAPZA sebelumnya dan telah lepas ketergantungan yang kemudian akan berfokus untuk melakukan kegiatan kegiatan pencegahan, pendidikan, pengembangan, pemulihan dan paska perawatan adiksi dengan memberikan layanan yang tepat sasaran dan layak sesuai kebutuhan dari fakta yang ada. Seluruh staff Rumah Singgah PEKA memiliki latar belakang ketergantungan NAPZA yang serupa dan dibantu oleh psikolog professional dalam memberikan layanan kepada kelompok sasaran yaitu populasi marginal komunitas ketergantungan NAPZA, warga binaan Lembaga Permasyarakatan, orang yang terinfeksi HIV, Hepatitis C dan Tuberculosis.
Program layanan yang dimiliki Rumah Singgah PEKA: A. Konseling : Setiap residen mendapatkan layanan konseling individual baik dengan konselor adiksi maupun dengan psikolog yanga ada di Rumah Singgah PEKA. B. Pemeriksaaan psikologis : Setiap residen yang datang ke Rumah Singgah PEKA akan ditest psikologis untuk mengetahui minat, bakat dan program yang sesuai dengan kebutuhannya. C. Pembekalan keterampilan hidup : Penyelesaian masalah, menentukan tujuan, dan mempertahankan pemulihan. D. Kegiatan sosial atau relawan : Kegiatan sosial dengan mengunjungi panti jompo dan lembaga permasyarakatan didaerah Bogor, kegiatan ini menjadi kegiatan rutin di Rumah Singgah PEKA setiap hari kamis disetiap minggnya. E. Kegiatan vocational : Kegiatan vocational yang dibentuk berdasarkan minat dari residen. Di Rumah Singgah PEKA memiliki kegiatan vocational seperti, laundry, bengkel, warnet dan warung ayam bakar. Bertujuan untuk membangun mental dalam melakukan pekerjaan.
Yayasan Harapan Permata Hati Kita (YAKITA)
Yayasan Harapan Permata Hati Kita, sebuah pusat pemulihan dan komunitas, dikenal sebagai Yayasan Kita, atau YAKITA adalah organisasi nirlaba berbasis komunitas yang didirikan pada bulan Mei 1999 oleh keluarga dan pecandu dalam pemulihan sebagai respons terhadap epidemi penggunaan, penyalahgunaan dan adiksi narkoba di Indonesia dan masalah terkait seperti HIV dan AIDS. Visi dan Misi YAKITA, Visi : YAKITA menjadi pusat layanan rujukan terbaik, mengembangkan standar program terkait masalah penanggulangan narkoba dan isu terkait lainnya dengan basis komunitas yang komprehensif. Misi : Meningkatkan kualitas kehidupan dengan dan bekerja menanggulangi penggunaan, penyalahgunaaan dan adiksi narkoba serta masalah terkait melalui penyediaan layanan, penguatan masyarakat dan peningkatan kapasitas lembaga-lembaga terkait.
Bermula dari tempat rehabilitasi narkoba YAKITA di Ciawi, Bogor, YAKITA terus berkembang. Kini YAKITA ada di 8 propinsi di Indonesia, dari Aceh hingga Papua, ditambah dengan panti pemulihan/rehabilitasi di Medan dimana YAKITA bekerjasama dengan komunitas lokal. YAKITA mempunyai banyak program yang dilakukan : 1. Program Detoxifikasi, 2.
10
Program Dasar Pemulihan, 3. Program Tranning Peer Counseling, 4. Program Intervensi Relapse, 5. Konsultasi, 6. Aftercare, 7. Program 12 langkah, 8. Group Dukungan HIV AIDS.
YAKITA mempunyai lima bangunan utama, yang pertama diberi nama Yudistira yang digunakan sebagai tempat detoxsifikasi para residen yang baru masuk YAKITA. Bangunan kedua Arjuna yang digunakan untuk proses pemulihan setelah detoxsifikasi, bangunan ketiga Bima yang digunakan untuk staff in training dan peer training. Bangunan keempat Bhisma yang biasa digunakan sebagai aula untuk berbagai macam acara. Bangunan terakhir yaitu kantor administrasi. YAKITA memiliki berbagai fasilitas, misalnya fitness center, lapangan basket, lapangan sepakbola dan mushola.
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani rehabilitasi ketergantungan narkoba di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA yang disebut dengan residen. Residen yang menjadi sampel di penelitian ini sebanyak 30 orang dari dua tempat yang berbeda di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA.
Usia residen yang menjalani rehabilitasi di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA terdiri dari remaja, dewasa muda, dan dewasa madya. Menurut Hurlock (2001), dewasa muda dimulai pada usia 20-40 tahun, dewasa madya dimulai pada usia 41-60 tahun, dan dewasa lanjut dimulai pada usia 61 tahun hingga kematian. Sebagian besar residen berusia 20-40 tahun yang tergolong dewasa muda. Tingkat pendidikan residen di YAKITA sebagaian besar sudah tamat perguruan tinggi (53.8%), dan (36,2%) tersebar di tamatan SMP dan SMA. Tingkat pendidikan residen di PEKA sebagian besar sudah tamat SMA (52.9 %).
Jenis narkoba yang pernah digunakan residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA sebagian besar menggunakan putaw dengan presentase 94.1% di PEKA dan 30.8 % di YAKITA. Alasan penggunaaan narkoba yang diungkapkan residen di YAKITA sebagian besar pada awalnya coba-coba (69.2%) dan juga nikmat atau kebutuhan (30.8%). Sedangkan di Rumah Singgah PEKA sebagian besar residen mengungkapkan alasan memakai narkoba karena nikmat atau kebutuhan dengan presentase 52.9%. Hal ini sesuai dengan Buntje dalam Yurliani (2007) yang menyebutkan adanya faktor individu (kepribadian, rasa ingin tahu, usia, dorongan kenikmatan) dan faktor lingkungan (ketidakharmonisan keluarga, pekerjaaan, social ekonomi, dan pengaruh teman) yang menyebabkan seseorang mengkonsumsi narkoba.
Lama pemakaian narkoba para residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA rata-rata di atas tiga tahun dengan persentase (76.5%) dan (61.5%). Residen yang memiliki riwayat penyakit di Rumah Singgah PEKA residen yang memiliki riwayat penyakit sebesar (88.2%) dan yang tidak memiliki riwayatnya penyakit (11.8%), sedangkan di YAKITA sebanyak (61,5%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak (38.5%).
Dilihat dari riwayat penyakit yang diderita para residen sebagian besar menderita HIV/AIDS dan hepatitis c, hal ini bisa disebabkan karena para residen pernah menggunakan narkoba jenis putaw yang cara penggunaannya menggunakan jarum suntik. Seluruh data karakteristik residen dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh
Karakteristik Residen YAKITA PEKA
n % n % Usia Remaja (<20) 0 0 1 5.9 Dewasa muda (20-40) 12 92.3 13 76.5 Dewasa Madya (41-60) 1 7.7 3 17.6 Total 13 100 17 100 Pendidikan Tidak Sekolah 0 0 1 5.9 SD 0 0 0 0 SMP 2 15.4 2 11.8 SMA 4 30.8 9 52.9 PT 7 53.8 5 29.4 Total 13 100 17 100 Jenis Narkoba Ganja 4 30.8 6 35.3 Shabu-shabu 3 23.1 5 29.4 Extacy 1 7.7 3 17.6 Depressant 2 15.4 1 5.9 Putaw 4 30.8 16 94.1 Alkohol 1 7.7 0 0 H5 1 7.7 0 0 Alasan Pemakaian Coba-coba 9 69.2 8 47.1 Pengaruh teman 3 23.1 7 41.2 Penyemangat Kerja 2 15.4 3 17.6
Stress dan ada masalah 0 0 2 11.8
Nikmat, kebutuhan 4 30.8 9 52.9 Lama Pemakaian 3-6 bulan 3 23.1 0 0 6-12 bulan 1 7.7 2 11.8 1-3 tahun 1 7.7 2 11.8 diatas 3 tahun 8 61.5 13 76.5 Total 13 100 17 100 Riwayat Penyakit HIV/AIDS 0 0 8 47.1 Hepatitis C 3 23.1 7 41.2 Asma 1 7.7 3 17.6 Diabetes 1 7.7 0 0 Hipertensi 1 7.7 0 0 Asma Urat 1 7.7 1 5.9 Alergi 4 30.8 2 11.8 Hernia 0 0 1 5.9 Sehat 5 38.5 2 11.8
12
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makan di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA memiliki penyelenggaraan makanan yang berbeda. Rumah Singgah PEKA dikelola oleh pihak rumah singgah sendiri, sedangkan YAKITA diserahkan kepada pihak katering. Menurut Del Rosso (1999) berdasarkan cara persiapan dan pengolahan makanan, pola penyelenggaraan makanan disekolah terdiri dari lima pola yaitu (a) pola on-site meal preparation-donated food yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku yang berasal dari sponsor, (b) pola on-site meal preparation-local food yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku pangan local, (c) pola off-site prepared meal/snack-private sector participation
yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan swasta/katering dalam penyedian makanannya, (d) pola on-site prepared meal/ snack-local food vendors yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan usaha jasa boga lokal/ pedagang mkanan, dan (e) pola take-home coupons or cash or food in bulk yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang menggunakan kupon atau diberikan uang tunai atau bahan baku.
Rumah Singgah PEKA dan YAKITA mengunakan pola on-site meal preparation-local food. Menurut Del Rosso (1999) pola on-site meal preparation-local food memerlukan jumlah dan kualifikasi sarana dan prasarana serta tenaga kerja yang tidak terlalu besar dan spesifik. Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan sampai disajikan cukup singkat karena tidak ada proses pengiriman. Bahan baku yang digunakan berasal dari pangan lokal sehingga variasi menu sangat tergantung dengan ketersedian bahan pangan tersebut. Kelemahan pola ini adalah pengontrolan kualitas menu masih lemah dan tidak adanya ahli gizi.
Rumah Singgah PEKA, seluruh tahapan penyelenggaraan makanan diakukan di dalam lingkungan rumah singgah. Rumah Singgah PEKA memiliki dapur yang berada di dalam rumah singgah. Proses perencanaan menu, persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dilakukan di dapur. Proses penyajian makanan, setiap residen mengambil makanan di tempat yang sudah disediakan. Namun, tidak terdapat ruang khusus untuk makan. Setiap residen setelah selesai makan mencuci alat makan masing-masing di tempat pencucian peralatan yang berbarengan dengan tempat cuci tangan.
Pengolahan makanan di Rumah Singgah PEKA dilakukan oleh seorang residen yang setiap harinya bertugas memasak. Setiap pagi hari residen tersebut selalu berbelanja ke pasar. Menu yang disajikan selalu melihat bahan makanan yang ada dipasar. Persiapan bahan makanan dilakukan sekali pada pagi hari, mulai dari dibersihkan serta dipotong-potong semua bahan makanan. Dilakukan untuk mempermudah pada saat pengolahan makan siang dan makan malam.
Rumah Singgah PEKA menyediakan makan tiga kali sehari, makan pagi, makan siang dan makan malam. Proses makan pagi dilakukan pukul
08.30-09.30, makan siang dilakukan pada pukul 12.30-13.30, dan makan malam pada pukul 18.00-19.00.
Penyelenggaraan makanan di YAKITA berbeda dengan di Rumah Singgah PEKA. Pada YAKITA proses perencanaan menu, persiapan dan pengolahan serta penyajian dan distribusi makanan dilakukan oleh pihak katering. Proses penyajian dan distribusi dilakukan dengan metode sentralisasi oleh pihak katering, kemudian diantarkan langsung ke ruang makan, sehingga para residen dapat langsung menyantap makanan. Sama halnya dengan para residen di rumah singgah PEKA, residen di YAKITA pun mencuci peralatan makan mereka sendiri di tempat pencucian peralatan yang bersamaan dengan tempat cuci tangan.
Pengolahan makanan di YAKITA dilakukan oleh katering. Setiap harinya petugas katering selalu berbelanja ke pasar. Menu yang disajikan biasanya sudah direncanakan semalam sebelumnya tetapi bisa juga melihat bahan makanan yang ada dipasar. Persiapan bahan makanan dilakukan sekali pada pagi hari, mulai dari dibersihkan serta dipotong-potong semua bahan makanan. Dilakukan untuk mempermudah pada saat pengolahan makan siang, selingan dan makan malam.
Terdapat empat kali waktu makan di YAKITA dalam sehari, makan pagi, makan siang, selingan dan makan malam. Distribusi makan pagi dilakukan pada pukul 07.00 dan waktu makan pagi dilakukan pada pukul 08.00-09.00. proses distribusi makan siang dilakukan pada pukul 11.30 dan residen mulai makan siang pada pukul 12.00-13.00. Selingan didistribusikan pada pukul 15.00. dan makan malam didistribusikan pada pukul 17.00 dan residen mulai makan malam pukul 18.00-19.00.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung, pelaksanaan pola penyelenggaraan makanan di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA masih ditemukan kekurangan. Hal tersebut antara lain tidak adanya pengawasan secara langsung terhadap sanitasi dan hygiene proses pengolahan makanan.
Kualitas Menu Makanan
Menu adalah susunan hidangan yang terdiri dari satu atau beberapa macam hidangan yang disajikan untuk seseorang atau kelompok orang pada waktu makan pagi, siang, atau malam serta makanan selingan (Uripi, 2010).
Menurut Uripi (2010), menu terbagi dua jenis yaitu menu pilihan dan menu non pilihan. Menu pilihan merupakan menu yang dinginkan atau ditentukan oleh konsumen, dengan cara: pilihan jenis makanan, dan konsumen dapat memilih hidangan makanan. Menu non pilihan adalah menu yang tidak bisa dirancang atau ditentukan oleh konsumen. Dalam hal ini, konsumen tidak mempunyai kesempatan untuk memilih menu hidangan yang akan disajikan karena sudah ditentukan oleh institusi yang bersangkutan.
Pedoman gizi seimbang merupakan pengganti dari 4 sehat 5 sempurna, yang sudah dianggap tak lagi sesuai dengan perkembangan iptek gizi. Tumpeng gizi seimbang (TGS) merupakan bagian dari pedoman gizi seimbang. Tumpeng gizi seimbang terdiri dari potongan-potongan yang
14
dialasi oleh air putih, kebutuhan air putih untuk tubuh minimal 2 liter (8 gelas) sehari. Golongan diatasnya adalah golongan makanan pokok (karbohidrat), golongan ini dianjurkan sehari dikonsumsi 3-8 porsi. Kemudian terdapat golongan sayur dan buah, setiap harinya sayur baik dikonsumsi 3-5 porsi dan buah sebanyak 2-3 porsi. Selanjutnya ada golongan protein dan kacang-kacangan serta hasil olahannya, keduanya baik dikonsumsi 2-3 porsi sehari. Terakhir pada puncak tumpeng terdapat gula,garam dan minyak dianjurkan dikonsumsi seperlunya (Kurniasih, et al
2010)
Menu makanan yang disajikan rumah singgah PEKA selama tiga hari penelitian belum sesuai dengan tumpeng gizi seimbang. Hal ini dikarenakan menu diketiga harinya tidak terdapat buah sama sekali, untuk porsi sayur pun masih kurang karena ada pada satu hari menu makannya tanpa sayur. Dan untuk protein seperti daging, telur dan ikan pun masih sangat kurang, begitu pula pada kacang-kacangan dan hasil olahannya. Hal ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan dana untuk pembelian bahan makanan.
Menu makanan yang disajikan di YAKITA selama tiga hari penelitian sudah sesuai dengan tumpeng gizi seimbang. Menu yang disediakan memenuhi kebutuhan yang dianjurkan seperti setiap harinya ada dua porsi buah yang disediakan, serta protein hewani sebanyak dua porsi dan protein nabati pun dua porsi. Untuk sayuran sudah disediakan dua porsi biasanya pada makan siang dan makan malam. Para residen pun harus memiliki pola hidup sehat dengan olahraga yang teratur, menjaga kebersihan dan selalu pantau berat badan. Agar proses pemulihan dapat berjalan dengan cepat. Menu makanan di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA dapat dilihat pada Lampiran 1.
Referensi menu makanan untuk pecandu narkoba didapatkan dari Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor (RSMM). Pada rumah sakit tersebut terdapat siklus menu 10 hari yang diberikan kepada pecandu yang menjalani rehabilitasi. Para pecandu di RSMM biasanya diberi diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP), bila ada pecandu yang memiliki komplikasi dengan penyakit maka makanan yang diberikan disesuaikan dengan diet yang dianjurkan oleh dokter. Dilihat dari pola menu yang diberikan oleh RSMM sudah sangat sesuai dengan tumpeng gizi seimbang. Terdapat perbedaan menu yang diberikan oleh Rumah Singgah PEKA dan YAKITA dengan menu yang terdapat di Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor. Salah satunya adalah di Rumah Singgah PEKA tidak terdapat selingan dan buah disetiap harinya, sedangkan di RSMM terdapat dua kali selingan dan dua kali buah setiap harinya. YAKITA sudah cukup baik dengan memberikan satu kali selingan dan buah pada setiap harinya. Pola menu dan siklus menu di Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor terdapat pada Lampiran 2 dan 3.
Daya Terima Residen
Daya terima residen terhadap makanan di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA adalah tingkat atau derajat kesukaan residen terhadap
makanan yang disajikan di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA. Daya terima residen terhadap makanan merupakan gambaran penilaian residen terhadap lima atribut makanan. Atribut makanan yang dinilai meliputi warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa. Penilaian daya terima dilakukan selama tiga hari. Sebaran katagori daya terima residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA ditampilkan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Katagori Daya Terima Residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA Kategori PEKA YAKITA Makan pagi Makan siang Makan malam Makan Pagi Selingan Makan Siang Makan Malam n % n % n % n % n % n % n % Rendah 1 5.9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sedang 5 29.4 6 35.3 6 17.6 7 53.8 1 7.7 4 35.3 2 15.4 Tinggi 11 64.7 11 64.7 11 82.4 6 46.2 12 92.3 9 64.7 11 84.6 Jumlah 17 100 17 100 17 100 13 100 13 100 13 100 13 100
Sebagian besar residen di Rumah Singgah PEKA memiliki daya terima yang tinggi sebesar 82.4% , untuk makan siang dan makan pagi sebesar 64.7% . Begitu pula dengan residen YAKITA, hampir seluruh residen memiliki daya terima yang tinggi untuk selingan sebesar (92.3%). Pada makan pagi lebih dari separuh (53.8%) memiliki daya terima sedang, untuk makan siang dan makan malam residen memiliki daya terima yang tinggi.
Tabel 6 Katagori Tingkat Kesukaan Residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA
Tingkat Kesukaan
Warna Aroma Tekstur Bentuk Rasa
n % n % n % n % n % PEKA Tidak suka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Biasa 5 29.4 5 29.4 5 29.4 5 29.4 6 35.3 Suka 12 70.6 12 70.6 12 70.6 12 70.6 11 64.7 Total 17 100 17 100 17 100 17 100 17 100 YAKITA Tidak suka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Biasa 7 53.8 7 53.8 5 38.5 6 46.2 5 38.5 Suka 6 46.2 6 46.2 8 61.5 7 53.8 8 61.3 Total 13 100 13 100 13 100 13 100 13 100 Bahan pangan yang enak, bergizi dan memiliki tekstur yang baik tidak akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak menarik atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1994). Berdasarkan tabel dapat dilihat di Rumah Singgah PEKA sebagian besar residen (70.6%) menyatakan suka terhadap warna dari makanan yang disajikan. Begitu pula pada residen di YAKITA lebih dari separuh (53.8%) menyatakan suka terhadap makanan yang disajikan. Hal ini diduga karena sebagian besar makanan menggunakan teknik frying, sehingga makanan yang disajikan memiliki warna yang dapat membuat daya tarik residen untuk mengkonsumsinya. Menurut Winarno (1994), warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indra penglihatan. Warna makanan yang menarik
16
dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa dan keinginan seseorang untuk mengonsumsinya.
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indra penciuman, sehingga membangkitkan selera (Winarno 1994). Sama halnya dengan warna, aroma pada makanan juga disukai sebagian besar residen (70.6%) di Rumah Singgah PEKA. Pada residen YAKITA lebih dari separuh (53.8%) menyukai aroma makanan yang disediakan. Selain komponen warna, aroma juga merupakan komponen yang berpengaruh untuk meningkatkan daya tarik seseorang untuk mengkonsumsi makanan tersebut.
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera dipengaruhi oleh konsistensi makanan (Winarno 1994). Para residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA sebagian besar (70.6%) dan (61.5%) menyatakan suka terhadap tekstur makanan yang disajikan. Hal ini dikarenakan pada makanan yang disajikan memiliki tingkat kematangan yang pas sehingga menghasilkan tekstur yang pas bagi para residen. Bentuk merupakan komponen yang penting dalam penyajian makanan. Para residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA menyatakan suka terhadap bentuk makanan yang disajikan dengan presentase sebesar 70.6% dan 53.8%.
Rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima residen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu maupun interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1994). Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Pada tabel 6 menunjukan, para residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA sebagian besar menyatakan suka terhadap rasa yang makanan disajikan. Hal ini d pengaruhi dari sensitifitas indra pengecap masing-masing residen di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA.
Penilaian residen terhadap makanan yang disediakan sangat terkait dengan penerimaan residen terhadap makanan yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kemampuan mengkonsumsinya. Warna yang menarik, aroma dan tekstur yang baik serta porsi yang tepat dapat meningkatkan penilaian terhadap makanna, sehingga dapat membangkitkan selera. Selera makan seseorang juga dapat ditingkatkan dengan mengupayakan rasa yang enak pada setiap makanan yang disajikan. Namun, kondisi fisik yang lemah juga dapat mempengaruhi kondisi psikis seseorang sehingga selera makan berkurang. Kondisi fisik yang tidak selalu dalam keadaan sehat serta pengaruh obat yang dikonsumsi, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi selera makan (Hartono 2006).
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Konsumsi pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang
(sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Rata-rata konsumsi residen menggambarkan konsumsi harian, sedangkan menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) untuk mengetahui sejauh mana masalah konsumsi gizi, indikator yang dapat digunakan adalah tingkat konsumsi gizi.
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melalukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada didalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat badan) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Protein adalah zat gizi utama untuk mempertahankan pertumbuhan dan struktur tubuh, tetapi protein adalah sumber yang miskin untuk penyediaan energi dalam periode yang cepat untuk orang yang aktif fisiknya (Depkes 2003).
Tingkat kecukupan energi didapat dari perbandingan total konsumsi energi dan protein sehari dengan kebutuhan energi dan protein. Tabel 7 menunjukan tingkat kecukupan energi dan protein residen di YAKITA berada pada kategori normal (69.2%) dan sisanya pada defisit tingkat ringan (30.8%). Hal ini disebabkan oleh jumlah makanan yang dikonsumsinya sudah baik dengan frekuensi makan tiga kali sehari dengan sekali selingan di sore hari setiap harinya. Pada Rumah Singgah PEKA tingkat kecukupan energi para residennya sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat sedang (47.1%), untuk tingkat kecukupan proteinnya sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat berat (64.7%). Hal ini dikarenakan jumlah