Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dari lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan pada awal abad ke-20 di Bogor. Pada tanggal 1 September 1963 IPB resmi melepaskan diri dari Unversitas Indonesia (UI) dan diresmikan melalui Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 92 tahun 1963 serta Keputusan Presiden Nomor 279 tahun 1965. IPB terletak di Jalan Raya Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Program sarjana IPB memiliki sembilan fakultas, yaitu Fakultas Pertanian (Faperta), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Fakultas Peternakan (Fapet), Fakultas Kehutanan (Fahutan), Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), dan Fakultas Ekologi Manusia (Fema).
Jumlah mahasiswa program sarjana IPB selalu meningkat setiap tahunnya. Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2014 melonjak mencapai 26 173 orang. Hal ini disebabkan bertambahnya peminat yang ingin meneruskan pendidikan ke IPB melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk meningkatkan sumberdaya manusia. Hal ini sesuai dengan visi
Institut Pertanian Bogor, yaitu “Menjadikan IPB sebagai Perguruan Tinggi
bertaraf Internasional dalam pengembangan sumber daya manusia dan IPTEK dengan kompetensi utama bidang pertanian”. Pada saat ini jumlah mahasiswa
aktif IPB pada tahun ajaran 2013/2014 berjumlah 15 499 orang.
Produk pangan adalah produk yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman Saparianto dan Hidayati (2009). Rata-rata mahasiswa mengonsumsi produk pangan yang siap saji dengan alasan kepraktisan. Salah satu tempat membeli produk pangan oleh mahasiswa IPB adalah minimarket yang terletak di sekitar Kampus IPB Dramaga. Terdapat beberapa minimarket di sekitar Kampus IPB Dramaga diantaranya Alfamidi, Ceria Mart, Indomaret, Alfamart, Al-Amin, dan sebagainya,
Berdasarkan hasil observasi di salah satu minimarket yang berada di sekitar Kampus IPB Dramaga ditemukan bahwa masih terdapat produk pangan yang tidak mencantumkan label komposisi maupun pencantuman label komposisi yang tidak sesuai ketentuan. Sebanyak 4.8 persen dari 124 item produk pangan yang diperiksa merupakan produk yang tidak memenuhi ketentuan pencantuman label komposisi. Sebesar 2.4 persen produk pangan yang ditemukan tidak mencantumkan label komposisi, sementara itu 2.4 persen lainnya merupakan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan, yaitu produk pangan dengan label komposisi yang menggunakan bahasa asing (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 tahun 1999). Produk-produk tersebut antara lain gula kemasan, mie instan, dan minuman kaleng.
Selain minimarket sekitar kampus, observasi juga dilakukan di salah satu supermarket terbesar di kota Bogor. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari 307 item produk pangan yang diobservasi, masih terdapat 2.0 persen produk pangan
yang tidak memenuhi ketentuan pencantuman label komposisi. Pelanggaran ketentuan tersebut antara lain tidak dicantumkannya label komposisi, pencantuman label komposisi dengan menggunakan bahasa asing, penggunaan bahasa yang tidak lazim atau tidak umum digunakan (seperti MSG), letak label yang tersembunyi di balik kemasan, ukuran huruf pada label yang sangat kecil, dan kondisi label yang kurang jelas. Hal tersebut dilakukan agar setiap orang yang mengonsumsi pangan secara jelas dapat mengetahui jenis-jenis bahan tambahan pangan yang dipergunakan (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 tahun 1999). Produk pangan yang melanggar ketentuan label komposisi tersebut adalah bumbu dapur, mie instan, dan makanan ringan.
Hasil Faktor internal Karakteristik Individu
Jenis Kelamin. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 400 orang yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Proporsi responden perempuan (60.8%) lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (39.2%).
Urutan Kelahiran. Empat dari sepuluh (40.5%) responden baik laki-laki (40.2%) maupun perempuan (40.7%) merupakan anak sulung. Tabel 2 menunjukkan hanya 3.1 persen responden yang merupakan anak tunggal, sedangkan sisanya merupakan anak tengah (29.2%) dan anak bungsu (27.2%).
Tabel 2 Sebaran responden berdasarkan urutan kelahiran
Urutan Kelahiran Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) Anak sulung 40.2 40.7 40.5 Anak tengah 24.2 32.5 29.2 Anak bungsu 33.1 23.5 27.2 Anak tunggal 2.5 3.3 3.1
Usia. Usia responden dalam penelitian ini berkisar antara 18-24 tahun dengan rata-rata adalah 20.26 tahun (sd=1.02). Proporsi responden terbanyak baik pada laki-laki (43.3%) dan perempuan (39.5%) berada pada usia lebih dari 20 tahun. Proporsi responden terkecil berdasarkan usia dalam penelitian ini adalah responden berusia 18 tahun, yaitu 3.2 persen pada responden laki-laki dan 2.9 persen pada responden perempuan. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) usia antara responden laki-laki dan perempuan (Tabel 3).
Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan usia
Usia (tahun) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) 18 3.2 2.9 3.0 19 16.6 23.0 20.5 20 36.9 34.6 35.5 >20 43.3 39.5 41.0 Rata-rata±SD 20.34 ± 1.04 20.20 ± 1.00 20.26±1.02 Minimum-maksimum 18-24 18-23 18-24
Uji beda jenis kelamin (p-value) 0.194
Uang Saku. Hampir separuh (41.0%) responden memiliki uang saku lebih dari Rp1 500 000 per bulan. Proporsi responden laki-laki terbesar berdasarkan uang saku terdapat pada selang Rp500 000-Rp1 000 000 per bulan, sedangkan pada responden perempuan berada pada selang Rp1 000 000-Rp1 500 000 per bulan. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) uang saku antara responden laki-laki dan perempuan (Tabel 4).
Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan uang saku
Uang saku (rupiah/ bulan) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) <500 000 5.1 2.9 3.0 500 000 – 1 000 000 73.9 23.0 20.5 1 000 000 – 1 500 000 17.2 34.6 35.5 >1 500 000 3.8 39.5 41.0 Rata-rata±SD 930 477.71 ± 328 115.14 1 009 053.50 ± 444 549.55 978 212.50 ±404 265.62 Min-maks 350 000 – 2 500 000 200 000 – 3 500 000 200 000-3 500 000
Uji beda (p-value) 0.221
Pengeluaran untuk Pangan. Pengeluaran untuk pangan responden berada pada rentang Rp50 000-Rp2 000 000 per bulan dengan rata-rata sebesar Rp598 902.50 (sd=Rp235 505.21 per bulan). Tabel 5 menunjukkan proporsi terbesar (72.0%) responden berdasarkan pengeluaran untuk pangan berada pada rentang Rp500 000-Rp1 000 000 per bulan. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pengeluaran untuk pangan antara responden laki-laki dan perempuan .
Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan pengeluaran untuk pangan
Pengeluaran untuk pangan (rupiah/ bulan) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) <500 000 24.8 26.7 26.0 500 000 – 1 000 000 73.9 70.8 72.0 >1 000 000 1.3 2.5 2.0 Rata-rata±SD 600 127.39±213 262.17 589 111.11±249 248.74 598 902.50±235 505.21 Min-maks 60 000-1 500 000 50 000-2 000 000 50 000-2 000 000
Karakteristik Keluarga
Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga responden pada penelitian ini berada pada rentang Rp250 000-Rp35 000 000 dengan rata-rata sebesar Rp4 945 439 per bulan (sd=Rp4 874 469.42 per bulan). Pendapatan keluarga lebih dari separuh (64.0%) responden berada pada rentang Rp1 000 000-Rp5 000 000 per bulan. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pendapatan keluarga antara responden laki-laki dan perempuan (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga (rupiah/ bulan) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) <1 000 000 4.5 6.2 5.5 1 000 000 – 5 000 000 71.3 59.3 64.0 5 000 001 – 10 000 000 19.1 25.4 23.0 >10 000 000 5.1 9.1 7.5 Rata-rata±SD 4 421 182.80 ± 4 516 158.27 5 284 156.61 ± 5 072 867.66 4 945 439.39 ± 4 874 469.42 Min-maks 300 000-35 000 000 250 000-30 000 000 250 000-35 000 000
Uji beda (p-value) 0.071
Jumlah Tanggungan Orang Tua. Rata-rata jumlah tanggungan orang tua responden sebanyak 3 orang (sd=1.69). Jumlah tanggungan orang tua responden dalam penelitian ini berkisar antara 1-14 orang. Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan jumlah tanggungan orang tua hampir separuh (46.5%) responden berada pada rentang 3-5 orang. Terdapat perbedaan nyata (p<0.01) jumlah tanggungan orang tua antara responden laki-laki dan perempuan. Rata-rata jumlah tanggungan orang tua pada responden laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan. Lebih dari separuh (53.5%) responden laki-laki memiliki jumlah tanggungan orang tua kurang dari sama dengan 2 orang, sementara itu lebih dari separuh (50.2%) responden perempuan memiliki jumlah tanggungan orang tua antara 3-5 orang.
Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan orang tua
Jumlah tanggungan orang tua (orang) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) ≤ 2 53.5 41.2 46.0 3 – 5 40.8 50.2 46.5 6 – 8 5.7 7.4 6.7 > 8 0.0 1.2 0.8 Rata-rata±SD 2.71 ± 1.43 3.22 ± 1.81 3.02 ±1.69 Min-maks 1-7 1-14 1-14
Uji beda jenis kelamin (p-value) 0.004**
Ket: **nyata pada p<0.01
Pendidikan Terakhir Orang Tua. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pendidikan terakhir orang tua antara responden laki-laki dan perempuan. Sebanyak 43.3 persen ayah responden laki-laki dan 38.4 persen ayah responden perempuan berpendidikan terakhir sarjana (S1/S2/S3). Tabel 8 menunjukkan
hampir separuh ibu responden baik laki-laki (33.1%) maupun perempuan (34.8%) memiliki pendidikan terakhir adalah tamat SMA/SMK.
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir orang tua
Pendidikan terakhir Ayah Ibu Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) Tidak tamat SD 5.1 1.6 3.0 6.4 2.5 4.0 Tamat SD 7.6 7.8 7.8 9.6 11.1 10.5 Tamat SMP 5.7 4.9 5.2 9.6 10.7 10.2 Tamat SMA/SMK 30.6 38.3 35.2 33.1 35.8 34.8 Diploma(D1/D2/D3) 7.6 9.1 8.5 14.0 9.9 11.5 Sarjana (S1/S2/S3) 43.3 38.3 40.2 27.4 30.0 29.0
Uji beda (p-value) 0.774 0.729
Pekerjaan Orang Tua. Hasil penelitian menunjukkan jenis pekerjaan orang tua responden cukup beragam. Proporsi terbanyak pekerjaan ayah adalah PNS (25.9%) disusul dengan wiraswasta (24.0%) dan pegawai swasta (23.2%). Lebih dari separuh ibu (54.3%) responden merupakan ibu tidak bekerja. Rata-rata ibu tidak bekerja pada responden laki-laki (46.2%) lebih kecil dibandingkan ibu tidak bekerja pada responden perempuan (59.5%) (Tabel 9).
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua
Jenis pekerjaan Ayah Ibu Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total1 (n=400) Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total2 (n=400) Tidak bekerja 4.8 1.3 2.6 46.2 59.5 54.3 Petani 6.8 6.5 6.6 5.1 2.5 3.5 Buruh 7.5 4.3 5.5 1.3 2.1 1.8 PNS/ABRI/Polisi 29.3 23.7 25.9 21.2 21.1 21.1 Pegawai swasta 15.6 28.0 23.2 5.1 3.7 4.3 Wiraswasta 21.8 25.4 24.0 16.7 9.1 12.1 Pensiunan 12.2 9.5 10.6 1.9 1.7 1.8 Guru 2.0 1.3 1.6 2.6 0.4 1.3
Ket: 1meninggal sebanyak 21 orang; 2meniggal sebanyak 2 orang
Faktor Eksternal
Sumber Informasi Mengenai Label Produk Pangan. Lebih dari separuh (67.8%) responden pernah mendapatkan informasi mengenai label produk pangan. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara responden laki-laki dan perempuan dalam hal pernah tidaknya mendapat informasi mengenai label produk pangan. Sumber informasi responden untuk mendapatkan informasi mengenai label produk pangan terdiri dari lima sumber, yaitu internet, media cetak (koran, majalah, dan tabloid), media elektronik (televisi dan radio), teman, keluarga, atau kerabat, dan penyuluhan, serta seminar dan ceramah. Tabel 10 menunjukkan proporsi terbanyak responden (37.0%) mendapatkan informasi mengenai pangan dari satu sumber. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan hanya 2.8 persen
responden yang mendapatkan informasi mengenai label pangan dari berbagai sumber.
Proporsi terbanyak (34.7%) responden baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan informasi mengenai label dari internet. Selain itu, sumber informasi yang banyak diakses oleh responden untuk mendapatkan informasi mengenai label adalah media elektronik seperti televisi dan radio. Sementara itu, hanya 16.0 persen responden yang mendapatkan informasi mengenai label dari media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan sumber informasi mengenai label pada produk pangan No Variabel Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400)
1 Mendapatkan informasi label mengenai label
produk pangan 62.4 71.2 67.8
2 Sumber informasi
a. Internet 35.6 34.2 34.7
b. Media cetak (koran, majalah, tabloid) 15.9 16.0 16.0
c. Media elektronik (televisi dan radio) 26.1 30.0 28.5
d. Teman, keluarga, atau kerabat 15.2 24.2 21.0
e. Penyuluhan, seminar, ceramah 18.4 25.9 23.0
3 Jumlah sumber informasi
a. Mendapatkan informasi dari 1 sumber 36.9 37.0 37.0
b. Mendapatkan informasi dari 2 sumber 10.8 16.9 14.5
c. Mendapatkan informasi dari 3 sumber 7.6 9.5 8.8
d. Mendapatkan informasi dari 4 sumber 3.8 5.8 5.0
e. Mendapatkan informasi dari 5 sumber 3.8 2.1 2.8
Ket: dapat memilih lebih dari satu
Mengikuti Kuliah terkait Konsumen. Hanya tiga dari sepuluh (30.2%) responden yang pernah mengikuti kuliah terkait konsumen. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pernah tidaknya mengikuti kuliah terkait konsumen antara responden laki-laki dan perempuan.
Mengikuti Kuliah terkait Pengetahuan tentang Label. Lebih dari separuh (67.5%) responden tidak pernah mengikuti kuliah terkait pengetahuan tentang label. Hanya tiga dari sepuluh (32.5%) responden yang pernah mendapat materi tentang label. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0.05) mengikuti kuliah terkait pengetahuan tentang label antara responden laki-laki dan perempuan. Persentase responden laki-laki (24.8%) yang mengikuti kuliah terkait pengetahuan tentang label lebih kecil dibandingkan dengan responden perempuan (37.4%) .
Peringkat Membaca Label Produk Pangan
Peringkat Membaca Label Produk Pangan. Item label produk pangan yang paling sering diperhatikan oleh responden adalah nama produk. Setelah nama produk, item label produk pangan lain yang sering diperhatikan oleh responden saat membeli produk pangan adalah jenis produk, waktu kadaluarsa, dan keterangan halal. Hasil penelitian juga menunjukkan hanya 0.2 persen
responden yang memerhatikan label komposisi dibandingkan item label produk pangan lainnya. Hampir satu perempat (24.5%) responden memberikan peringkat enam pada label komposisi sebagai perioritas item label yang diperhatikan saat melakukan pembelian produk pangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa label komposisi masih belum menjadi pertimbangan responden dalam melakukan pembelian produk pangan. Selain itu, berdasarkan sebaran responden yang disajikan pada Tabel 11 menunjukkan bahwa item label yang paling jarang diperhatikan oleh responden adalah berat bersih dan alamat produsen.
Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan peringkat label produk pangan
No Item label
Perioritas item label yang diperhatikan responden (n=400) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Nama produk 61.2 18.5 7.2 3.0 2.5 2.5 1.0 1.2 2.8 2 Jenis produk 18.5 39.8 14.5 11.0 3.8 3.0 3.2 4.5 1.8 3 Waktu kadaluarsa 8.8 21.8 33.2 21.0 3.5 4.2 3.8 2.8 1.0 4 Keterangan halal 8.2 11.0 19.8 25.5 9.0 6.2 8.0 5.8 6.5 5 Berat bersih 0.5 3.5 6.0 7.5 14.0 12.2 14.8 26.5 15.0 6 Alamat produksi 1.5 0.8 1.5 3.0 7.5 6.2 8.2 20.5 50.8 7 Komposisi 0.2 2.2 7.8 9.8 21.5 24.5 20.2 11.0 2.8 8 Informasi gizi 0.8 2.0 4.2 12.0 20.2 21.5 22.2 10.8 6.2 9 Cara pemakaian 0.2 1.0 5.8 7.5 17.8 19.5 18.8 16.5 13.0 Pengetahuan tentang Hak dan Kewajiban Konsumen
Pengetahuan tentang Hak Konsumen. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 12 menggambarkan sebaran pengetahuan responden mengenai hak-hak konsumen seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Pendidikan dan Perlindungan konsumen. Pengetahuan responden mengenai butir-butir hak konsumen cukup beragam. Dari sembilan hak konsumen yang tercantum pada UU No 8 Tahun 1999, pengetahuan konsumen mengenai hak-hak konsumen yang terkandung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dan hak mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen merupakan hak yang paling sedikit diketahui oleh responden. Hanya satu dari sepuluh responden yang mengetahui haknya untuk mendapat pembinaan dan perlindungan konsumen. Selain itu, hanya 2.5 persen responden yang mengetahui hak-hak konsumen yang terkandung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pada beberapa pengetahuan responden mengenai butir hak konsumen antara responden laki-laki dan perempuan, diantaranya hak atas kenyamanan, keamanan serta keselamatan, hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan jasa sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, dan hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Rata-rata pengetahuan responden perempuan mengenai butir-butir hak konsumen tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan responden laki-laki.
Tabel 12 Sebaran responden yang menjawab benar pengetahuan hak konsumen
No Butir hak konsumen Laki-laki
(n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) Uji beda (p-value)
1 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan 50.3 61.7 57.2 0.024*
2
Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
15.9 24.7 21.2 0.037*
3 Hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur 45.2 48.6 47.2 0.514
4 Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya 12.1 21.4 17.8 0.018*
5
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
9.6 9.5 9.5 0.976
6 Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen 2.5 7.8 8.5 0.027*
7
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
19.1 19.3 19.2 0.954
8 Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian 11.5 18.1 15.2 0.073
9 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya 2.5 2.5 2.5 0.961
Ket: *nyata pada p<0.05
Pengetahuan tentang Kewajiban Konsumen. Selain pengetahuan
mengenai hak konsumen, penelitian ini juga menganalisis pengetahuan responden mengenai kewajibannya sebagai konsumen. Tabel 13 menunjukkan kewajiban konsumen yang paling sedikit diketahui oleh responden adalah kewajibannya untuk beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa (8.8%). Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) pengetahuan responden mengenai kewajiban tersebut antara responden laki-laki dan perempuan. Rata-rata pengetahuan responden perempuan (11.5%) mengenai kewajiban untuk beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa lebih baik dibandingkan dengan laki-laki (4.5%).
Tabel 13 Sebaran responden yang menjawab benar kewajiban konsumen
No Butir kewajiban konsumen Laki-laki
(n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) Uji beda (p-value)
1 Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian 31.2 36.6 34.5 0.267
2 Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa 4.5 11.5 8.8 0.015* 3 Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati 31.2 32.5 32.0 0.786
4 Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen 14.0 17.7 16.2 0.330
Lembaga dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen. Hampir sebagian besar responden belum mengetahui lembaga dan UU perlindungan konsumen. Hanya 33.5 persen responden yang mengetahui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Selain itu, hanya 7.5 persen responden yang mengetahui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) sebagai salah satu lembaga perlindungan konsumen. Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pengetahuan responden mengenai lembaga dan UU Perlindungan Konsumen antara responden laki-laki dan perempuan (Tabel 14).
Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan mengenai lembaga dan Undang-Undang (UU) Perindungan Konsumen
Pihak-pihak terkait perlindungan konsumen Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400) Uji beda (p-value)
BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen) 6.4 8.2 7.5 0.491
YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia) 65.0 58.8 61.2 0.220
LKPSM (Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat) 17.8 23.5 21.2 0.180
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen 30.6 35.4 33.5 0.319
Ket: dapat menjawab lebih dari satu
Pelayanan Pelaku Usaha kepada Konsumen. Mayoritas responden
(90.8%) baik laki-laki maupun perempuan setuju bahwa konsumen Indonesia belum sepenuhnya dianggap raja oleh pelaku usaha. Hanya 3.7 persen responden yang menganggap bahwa konsumen Indonesia sudah dianggap raja oleh pelaku usaha.
Pengetahuan tentang Label Komposisi
Pengetahuan tentang label komposisi adalah informasi yang dimiliki responden mengenai label komposisi produk pangan. Tingkat pengetahuan diukur berdasarkan seberapa banyak pernyataan pengetahuan yang dijawab benar oleh responden. Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) pengetahuan mengenai label komposisi antara responden laki-laki dan perempuan. Perbedaan nyata pengetahuan mengenai label komposisi antara responden laki-laki dan perempuan tersebut terdapat dalam pengetahuan mengenai tujuan pencantuman label komposisi, aturan penulisan pada label komposisi, aturan penggunaan nama bahan pangan pada label komposisi, dan pengetahuan mengenai jenis bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah.
Perbedaan tingkat pengetahuan antara responden laki-laki dan perempuan juga terlihat dari beberapa pernyataan yang dijawab benar oleh responden laki-laki dan perempuan. Seluruh (100.0%) responden laki-laki-laki-laki memiliki pengetahuan yang sangat tinggi mengenai komponen yang harus tercantum pada label pangan. Sementara itu, responden perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang sangat tinggi mengenai ketentuan penulisan label komposisi. Tingkat pengetahuan paling rendah responden laki-laki maupun perempuan adalah pengetahuan mengenai ketentuan pencantuman urutan bahan-bahan pada label komposisi (Lampiran 6).
Pengetahuan responden dikelompokkan dalam kategori sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi. Sebagian besar (91.5%) responden memiliki pengetahuan yang sangat tinggi mengenai label komposisi. Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) tingkat pengetahuan antara responden laki-laki dan perempuan. Responden laki-laki memiliki rata-rata skor pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (Tabel 15).
Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan kategori skor tingkat pengetahuan
Kategori tingkat pengetahuan Laki-laki (n=147)
Perempuan (n=253)
Total (n=400)
Sangat rendah (skor≤25) 0.0 0.0 0.0
Rendah (25<skor≤50) 4.5 0.4 2.0
Tinggi (50<skor≤75) 8.3 5.3 6.5
Sangat tinggi (75<skor≤100) 87.2 94.2 91.5
Rata-rata±SD 86.56±0.99 89.26±0.56 88.20±0.52
Min-maks 40-100 50-100 40-100
Uji beda jenis kelamin (p-value) 0.018*
Ket: *nyata pada p<0.05
Persepsi terhadap Label Komposisi
Responden memiliki persepsi paling baik mengenai manfaat informasi yang tercantum pada label komposisi, kewajiban produsen untuk mencantumkan label komposisi, dan memerhatikan label komposisi saat melakukan pembelian produk pangan (Lampiran 7). Hal ini terlihat dengan tingginya skor rata-rata responden laki-laki dan perempuan yang menjawab setuju dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Sebaliknya, hasil penelitian juga menunjukkan responden memiliki persepsi yang sangat kurang mengenai rasa malas untuk membaca label komposisi karena istilahnya yang sulit dimengerti.
Persepsi terhadap label komposisi adalah penilaian atau sudut pandang responden mengenai label komposisi berdasarkan rangsangan yang telah diperoleh sebelumnya. Persepsi responden mengenai label komposisi dikategorikan ke dalam empat kategori, yaitu : sangat kurang, kurang, baik, dan sangat baik. Hampir separuh (47.2%) responden memiliki persepsi yang baik terhadap label komposisi. Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) persepsi terhadap label komposisi antara responden laki-laki dan perempuan. Rata-rata persepsi responden perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki (Tabel 16).
Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kategori skor tingkat persepsi
Kategori tingkat persepsi Laki-laki (n=147)
Perempuan (n=253)
Total (n=400)
Sangat kurang (skor≤25) 10.8 4.1 6.8
Kurang (25<skor≤50) 38.2 31.3 34.0
Baik (50<skor≤75) 38.3 53.1 47.2
Sangat baik (75<skor≤100) 12.7 11.5 12.0
Rata-rata±SD 66.30±0.80 68.90±0.61 67.88±0.49
Min-maks 42-97 48-95 42-97
Uji beda jenis kelamin (p-value) 0.010*
Sikap terhadap Label Komposisi
Sikap terhadap label komposisi adalah respon dan penilaian responden terhadap label komposisi. Sikap terhadap label komposisi dalam penelitian ini terdiri dari dua aspek, yaitu kepercayaan membaca label komposisi dan evaluasi membaca label komposisi. Lebih dari separuh (57.7%) responden mempunyai sikap pada kategori baik dalam membaca label komposisi. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) sikap terhadap label komposisi antara responden laki-laki dan perempuan. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya perbedaan nyata (p>0.05) skor rata-rata sikap terhadap perilaku antara responden laki-laki dan perempuan (Tabel 17).
Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan kategori skor tingkat sikap terhadap perilaku
Kategori tingkat sikap terhadap perilaku Laki-laki (n=147) Perempuan (n=253) Total (n=400)
Sangat kurang (skor≤25) 0.0 0.0 0.0
Kurang (25<skor≤50) 3.8 1.6 2.5
Baik (50<skor≤75) 60.5 56.0 57.7
Sangat baik (75<skor≤100) 35.7 42.4 39.8
Rata-rata±SD 72.76±0.92 75.12±0.79 74.20±0.60
Min-maks 44-100 44-100 44-100
Uji beda jenis kelamin (p-value) 0.056
Dalam hal kepercayaan membaca label komposisi pangan, responden memiliki sikap yang baik untuk membaca label komposisi agar terhindar dari konsumsi bahan pangan yang dapat menyebabkan alergi pada tubuhnya. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya rata-rata skor responden laki-laki dan perempuan yang setuju dengan pernyataan tersebut. Pada komponen evaluasi membaca label komposisi, sebagian besar responden laki-laki dan perempuan setuju bahwa konsumsi bahan makanan yang aman bagi kesehatan adalah penting (Lampiran 8).
Norma Subjektif terhadap Label Komposisi
Norma subjektif terhadap label komposisi adalah persepsi individu atas keinginan dan harapan orang-orang disekitarnya untuk membaca atau tidak membaca label komposisi. Norma subjektif dalam penelitian ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu keyakinan normatif dan motivasi mematuhi. Hasil penelitian menunjukkan dosen merupakan individu yang paling berpengaruh terhadap keputusan responden untuk membaca label komposisi, karena lebih dari separuh responden mematuhinya dalam membaca label komposisi. Sementara itu, orang di sekitar responden, orang tua, dan teman pada penelitian ini belum tergolong individu yang berpengaruh (significant other). Sebaran analisis butir pernyataan norma subjektif disajikan pada Lampiran 9.
Lebih dari tiga perempat (77.8%) responden memiliki norma subjektif pada kategori baik dengan rataan skor tertinggi pada 50 hingga 75. Responden dengan kategori sangat baik berjumlah 11.0 persen, sedangkan sisanya memiliki kategori skor tingkat norma subjektif yang rendah. Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan, terdapat perbedaan nyata (p<0.01) skor tingkat norma subjektif antara
responden laki-laki dan perempuan. Rata-rata skor tingkat norma subjektif responden laki-laki lebih kecil dibandingkan responden perempuan (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan kategori skor tingkat norma subjektif
Kategori tingkat norma sujektif Laki-laki (n=147)
Perempuan (n=253)
Total (n=400)
Sangat rendah (skor≤25) 0.0 0.0 0.0
Rendah (25<skor≤50) 18.5 6.6 11.2
Tinggi (50<skor≤75) 73.2 80.6 77.8
Sangat tinggi (75<skor≤100) 8.3 12.8 11.0
Rata-rata±SD 62.35±0.93 65.61±0.67 64.33±0.55
Min-maks 33-100 33-100 33-100
Uji beda jenis kelamin (p-value) 0.004*
Ket: *nyata pada p<0.01
Kontrol Perilaku terhadap Label Komposisi