• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh lama perendaman dan lama pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit (Tabel Lampiran 1-5) dan direkap pada Tabel 1 diperoleh lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap DB, PTM, ID dan EN. Selain itu, faktor tunggal lama pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB, PTM, ID dan EN tetapi tidak nyata berpengaruh terhadap KCT. Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur PTM, ID dan EN tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap DB dan KCT.

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam perlakuan la ma perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit

Perlakuan Parameter/Tolok Ukur A B AxB Viabilitas Potensial - DB tn ** tn Viabilitas Total - PTM tn ** ** - EN tn ** ** Viabilitas Dormansi - ID tn ** **

Vigor Kekuatan Tumbuh

- KCT ** tn tn

Ket. : tn = Tidak nyata

** = Nyata pada taraf uji 1% A = Lama perendaman B = Lama pemanasan

AxB = Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan Daya Berkecambah (DB)

Daya Berkecambah (DB) suatu lot benih sangat penting diketahui untuk memberi gambaran persentase pertumbuhannya setelah ditanam di lapang atau di lahan. Untuk produsen benih kelapa sawit, daya berkecambah mencerminkan jumlah benih yang dapat dijual, karena benih kelapa sawit dijual dalam bentuk kecambah normal. Pengecambahan benih kelapa sawit tanpa perlakuan sebelum

pengecambahan dapat menghasilkan perkecambahan sekitar 50% dalam waktu 6 bulan (Fauzi et al., 2002). Hussey (1958) dalam Corley (1976) menyatakan bahwa dormansi benih sawit tidak disebabkan oleh embrionya tetapi akibat inti yang akan tetap dorman hingga 6 bulan, dormansi ini dapat diatasi dengan pemanasan pada suhu 40oC selama 80 hari.

Tabel 2. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas potensial benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase Daya Berkecambah (%DB)

Lama Perendaman Lama Pemanasan (hari)

(hari) 40 50 60

2-3 81.67abcde 85.33ab 77.00abcdefg 2-5 82.00abcde 80.32abcdef 78.00abcdefg 2-7 83.67abcde 82.33abcde 70.00gh 3-3 71.00fgh 81.53abcde 78.00abcdefg 3-5 77.00abcdefg 79.67abcdefg 65.67h 3-7 87.33a 79.33abcdefg 77.67abcdefg 4-3 82.00abcde 79.33abcdefg 75.33bcdefg 4-5 83.33abcd 77.67abcdefg 77.00abcdefg 4-7 84.33abc 82.33abcde 79.33abcdefg 5-3 79.67abcdefg 82.00abcde 73.33defgh 5-5 83.67abcde 75.67bcdefg 74.67cdefgh 5-7 85.33ab 80.00abcdefg 74.67cdefgh 7-3 (kontrol) 85.33ab 76.33bcdefg 72.33efgh

Rata-rata 82.03a 80.14a 74.85b

Ket. : - Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

- Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa Daya Berkecambah (DB) benih kelapa sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan A6B1 (lama perendaman 3-7 dan lama pemanasan 40 hari). Daya berkecambah yang tinggi ini diduga karena pengaruh kadar air benih yang optimum sebelum dikecambahkan, lama pemanasan yang tidak terlalu lama (40 hari) dan perlakuan yang optimum selama pengecambahan. Pada penelitian ini, daya berkecambah hanya dipengaruhi dengan nyata oleh faktor tunggal lama pemanasan, sedangkan lama perendaman dan interaksi lama perendaman dengan pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap DB (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 1).

Dari tiga faktor lama pemanasan yang diuji (40, 50 dan 60 hari), Semakin lama pemanasan semakin rendah DB benih kelapa sawit (Tabel 2). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Haryani (2005) yang menyatakan bahwa lama pemanasan yang efektif untuk memecahkan dormansi benih kelapa sawit adalah 60 hari (DB 55.5%). Selain itu, menurut Hussey (1958) bahwa dormansi benih kelapa sawit dapat diatasi dengan pemanasan pada suhu 400C selama 80 hari.

Proses pengecambahan benih kelapa sawit di PT. BSM mencapai 76%. Proses pengecambahan benih kelapa sawit di PT. BSM yaitu dengan lama perendaman 7-3 hari dan lama pemanasan 60 hari (Gambar Lampiran 7). Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses yang dilakukan di PT. BSM. Meskipun demikian, kontrol dalam penelitian ini menghasilkan DB sebesar 72.33% (Tabel 2). Hal ini diduga karena benih yang digunakan dalam penelitian ini memiliki viabilitas awal yang lebih rendah dari pada benih yang dipakai di PT. BSM. Benih yang dipakai dalam penelitian ini adalah hasil penyerbukan bebas (secara alami) sehingga diduga viabilitas kelompok dari benih yang dihasilkan lebih rendah dari pada hasil hibridisasi buatan (bantuan manusia). Hal ini terlihat dari adanya ukuran benih yang kurang seragam serta beberapa benih tidak memiliki embrio.

Daya berkecambah terendah diperoleh pada perlakuan A5B3 (lama perendaman 3-5 dan lama pemanasan 60 hari). Daya berkecambah yang rendah ini diduga disebabkan oleh lama pemanasan yang lama (60 hari), dimana pemanasan yang lebih lama dapat menurunkan kadar air benih sampai dibawah 17% (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh lama pemanasan terhadap kadar air benih kelapa sawit setelah keluar dari pemanas

Kadar Air Benih Keluar dari Lama Pemanasan (hari)

Pemanas (%)

40 17.16

50 16.70

60 15.89

Menurut Chaerani (1992) apabila kadar air benih kelapa sawit kurang dari 17% maka benih akan kekeringan dan dapat merusak embrio. Selain itu,

kemunduran benih yang disebabkan oleh penuaan (kemunduran kronologis) tidak dapat dihindarkan, merupakan faktor lain penyebab menurunnya viabilitas benih kelapa sawit selama di pemanas. Optimalisasi benih saat di ruang pemanas dan inkubasi sangat penting dilakukan dengan tepat. Selama benih di ruang pemanas, setiap satu minggu harus dilakukan optimalisasi dengan membuka kantong plastik yang berisi benih, diaduk dan dianginkan selama 10 menit sehingga te rjadi aerasi. Selain itu, benih yang terserang cendawan dikeluarkan dari plastik lalu diafkir. Oksigen sangat dibutuhkan oleh benih untuk respirasi. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan penganginan setiap minggu maka dapat menurunkan viabilitas benih dengan cepat. Ketertersediaan oksigen bagi benih yang tidak cukup dapat menyebabkan respirasi anaerob.

Pada Tabel 3 terlihat lama pemanasan 60 hari memiliki kadar air 15.89% setelah keluar dari pemanas, sedangkan pemanasan 40 hari adalah 17.16%. Menurut Adiguno (1998), kadar air benih kelapa sawit selama di pemanas tidak kurang dari 18%, sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan. Kadar air benih menurun dengan semakin lamanya benih di ruang pemanas karena kondisi ruang pemanas yang memiliki suhu tinggi (39-40°C) serta kelembaban yang relatif rendah. Hal ini dapat menyebabkan kadar air benih dapat menurun walaupun benih berada dalam kantong plastik yang tertutup (terikat).

Pada penelitian ini, meskipun diusahakan agar tidak terjadi pertukaran udara yang ada di dalam kantong dengan udara yang ada di luar kantong tetapi pada kenyataannya masih terjadi pertukaran udara. Hal ini dapat terlihat pada kantong plastik yang agak kempes setelah seminggu. Oleh karena itu, perlu diperoleh cara pengikatan kantong yang tepat dan dapat mempertahankan udara yang ada di dalam kantong tidak keluar dari kantong atau udara kering yang ada di luar kantong masuk ke kantong yang dapat menurunkan kadar air benih.

Bewley dan Black (1982) menyatakan bahwa penurunan kadar air pada benih rekalsitran dapat mengakibatkan pengeringan di bagian embrio sehingga menekan aktifitas ribosom dalam mensintesa protein, sehingga viabilitas benih dapat menurun. Selanjutnya, Anshory (1999) menambahkan bahwa penurunan kadar air dapat menyebabkan kerusakan membran sel, sehingga terjadi kebocoran

metabolit seperti gula, fosfat dan kalium yang berakibat menurunkan viabilitas benih.

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum adalah parameter viabilitas total dari suatu lot benih. Dari Tabel 1, PTM sangat nyata dipengaruhi oleh faktor tunggal lama pemanasan dan interaksi lama pemanasan dengan lama perendaman, tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh faktor lama perendaman. Potensi tumbuh maksimum tertinggi diperoleh dari perlakuan A1B2 (perendaman 2-3, pemanasan 50 hari) yaitu 95% (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM).

Lama Perendaman Lama Pemanasan (hari)

(hari) 40 50 60

2-3 87abcd 95a 88.00abcd 2-5 86.67abcd 91.00ab 90.50ab 2-7 90.33ab 91.50ab 77.67ef 3-3 81.33cdef 90.67ab 89.67abc 3-5 90.67ab 89.67abc 75.67f 3-7 92.67ab 92.67ab 87.00abcd 4-3 91.00ab 89.33abc 89.33abc 4-5 90.67ab 90.33ab 88.33abcd 4-7 91.33ab 92.67ab 92.33ab 5-3 89.67abc 92.00ab 80.00def 5-5 94.33a 87.00abcd 86.33abcd 5-7 92.33ab 94.00a 84.67bcde 7-3 (kontrol) 91.00ab 90.00abc 87.33abcd

Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama

perendaman-2 tiga hari.

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dari perlakuan perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari adalah 92.67%. Hal ini berarti dengan DB 87.33% masih dapat ditingkatkan sampai mendekati atau bahkan sama dengan nilai PTM yaitu 92.67%.

Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan Tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur dari vigor kekuatan tumbuh suatu lot benih. Pada Tabel 1 telihat bahwa KCT dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lama perendaman, sedangkan lama pemanasan dan interaksi antara lama perendaman dengan lama pemanasan tidak nyata mempengaruhi KCT

benih kelapa sawit. Lama perendaman sangat mempegaruhi tingkat kadar air benih yang direndam. Standar kadar air benih kelapa sawit setelah perendaman-1 adalah 18-20%, setelah perendaman-2 (masuk inkubasi) 20-22% dan selama benih sawit di ruang pemanas kadar airnya dipertahankan sekitar 18% (PT. BSM, 2005). Tabel 5. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap vigor kekuatan

tumbuh benih kelapa sawit dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (% Per Etmal)

Lama Pemanasan (Hari) Lama Perendaman (Hari) 4 0 50 6 0 Rata-rata 2-3 4.212 3.506 4.818 4.179dc 2-5 4.495 4.466 4.145 4.369bdc 2-7 4.390 5.327 4.667 4.795abc 3-3 4.124 3.421 3.797 3.781d 3-5 4.668 5.185 4.255 4.703abc 3-7 5.288 5.328 4.912 5.176ab 4-3 4.787 4.806 4.695 4.763abc 4-5 4.265 4.865 4.765 4.632abc 4-7 4.786 5.518 4.341 4.882abc 5-3 5.245 4.507 4.233 4.662abc 5-5 5.003 5.022 4.514 4.846abc 5-7 5.738 5.649 4.879 5.422 a 7-3 (Kontrol) 3.608 4.882 4.274 4.255dc

Ket. : - Lama Perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari.

- Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT, karena diduga dengan lama perendaman yang dilakukan (faktor A) dapat mendapatkan kadar air yang tepat untuk mengaktifkan metabolisme benih. Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makan dalam benih (endosperm) jika air dalam benih cukup tesedia. Hal ini akan memacu perkecambahan embrio dalam benih yang akhirnya akan menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui germ porm. Pada Tabel 5 dan Tabel Lampiran 6 terlihat bahwa lama perendaman 5-7 (5 hari perendaman-1 dan 7 hari

perendaman-2) dengan kadar air setelah perendaman-1 dan perendaman-2 adalah 19.72% dan 21.54% menghasilkan KCT tertinggi yaitu 5.422% per etmal.

Intensitas Dormansi (ID)

Intensitas Dormansi (ID) mencerminkan persentase benih yang tetap dorman sampai akhir pengamatan. Nilai ID yang rendah berarti lot benih yang diuji memiliki tingkat perkecambahan yang tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan berbagai kombinasi lama perendaman dengan lama pemanasan untuk menekan nilai ID dari benih kelapa sawit. Dari Tabel 1 diperoleh ID yang dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lama pemanasan dan interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan tetapi tidak dipengaruhi secara nyata oleh lama perendaman. Intensitas dormansi terendah diperoleh pada pe rlakuan lama perendaman 2-3 dengan pemanasan 50 hari yaitu 3.14% (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas dormansi benih kelapa sawit dengan tolok ukur Intensitas Dormansi (ID)

Lama Pemanasan (hari) Lama

Perendaman

(hari) 40 50 60

2-3 13.00 (4.58abcdef) 4.67 (3.14g) 12.00 (4.47bcdefg) 2-5 13.00 (4.59abcdef) 12.33 (4.37bcdefg) 9.50 (4.08defg) 2-7 9.33 (4.04defg) 7.67 (3.70efg) 21.67 (5.61ab) 3-3 18.67 (5.21abcd) 8.50 (3.91defg) 10.33 (4.12defg) 3-5 9.33 (4.04defg) 10.67 (4.25cdefg) 23.67 (5.84a) 3-7 7.33 (3.71efg) 10.00 (4.14cdefg) 13.00 (4.54bcdef) 4-3 9.00 (3.92defg) 7.00 (3.63efg) 9.33 (3.92defg) 4-5 9.33 (4.03defg) 9.33 (4.02defg) 11.00 (4.28cdefg) 4-7 7.67 (3.74efg) 7.33 (3.64efg) 6.67 (3.54efg) 5-3 9.67 (4.03defg) 8.00 (3.71efg) 20.00 (5.45abc) 5-5 5.67 (3.37fg) 12.67 (4.51bcdef) 13.33 (4.62abcdef) 5-7 7.33 (3.63efg) 6.00 (3.39fg) 15.33 (4.88abcde) 7-3 (kontrol) 9.00 (4.00defg) 10.00 (4.14cdefg) 11.67 (4.42bcdefg) Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

-Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari.

- Angka yang di dalam kurung merupakan ha sil transformasi dengan vx + 1

Nilai ID yang rendah ini diduga disebabkan oleh kadar air dari perlakuan perendaman 2-3 dengan pemanasan 50 hari menghasilkan kadar air benih yang

optimum sebelum masuk ke inkubasi. Nilai ID tertinggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 3-5 dengan pemanasan 60 hari (5.84%). Nilai ID yang tinggi ini diduga disebabkan oleh kadar air benih sebelum dikecambahkan masih rendah, sehingga belum cukup untuk mengaktifkan metabolisme benih.

Embrio Normal (EN)

Pada Tabel 7 diperoleh nilai EN tertinggi dari perlakuan perendaman 3-5 dengan pemanasan 60 hari (5.18%) dan nilai EN terendah diperoleh dari perlakuan perendaman 2-7 dengan pamanasan 50 hari (2.15%). Nilai EN ini menunjukkan tingkat viabilitas total dari benih yang masih dorman hingga akhir pengamatan (42 HSI).

Tabel 7. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase embrio normal pada akhir pengamatan (42 HSI)

Lama Perendaman Lama Pemanasan (Hari)

(Hari) 40 50 60

2-3 7.00 (3.61cdefg) 2.00 (2.33gh) 9.00 (4.00abcde) 2-5 8.67 (3.90abcdef) 8.33 (3.78bcdef) 6.00 (3.45cdefgh) 2-7 5.00 (3.23cdefgh) 2.33 (2.15h) 17.67 (5.11ab) 3-3 14.00 (4.60abc) 4.50 (3.09defgh) 6.67 (3.48cdefgh) 3-5 5.00 (3.17cdefgh) 4.00 (2.97efgh) 17.67 (5.18a) 3-7 6.33 (3.52cdefgh) 4.67 (3.10defgh) 9.33 (4.04abcde) 4-3 5.00 (3.21cdefgh) 3.67 (2.90efgh) 7.33 (3.56cdefgh) 4-5 6.33 (3.51cdefgh) 2.67 (2.62efgh) 6.33 (3.49cdefgh) 4-7 5.33 (3.28cdefgh) 4.33 (2 .94efgh) 3.33 (2.69efgh) 5-3 5.67 (3.30cdefgh) 3.33 (2.46fgh) 12.00 (4.43abcd) 5-5 2.33 (2.52fgh) 4.33 (2.99efgh) 9.67 (4.00abcde) 5-7 3.67 (2.79efgh) 3.00(2.71efgh) 13.33 (4.60abc) 7-3 (kontrol) 6.33 (3.27cdefgh) 3.67 (2.86efgh) 9.33) (4.05abcde

Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama

perendaman-2 tiga hari.

- Angka yang di dalam kurung merupakan hasil transformasi dengan vx + 1

Nilai EN digunakan oleh produsen benih untuk menentukan apakah benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan masih dapat diproses ulang atau tidak. Benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan akan diafkir jika nilai

EN dari lot benih tersebut rendah, tetapi jika nilai embrio normalnya tinggi maka akan diproses ulang. Proses ulang dilakukan dengan pemanasan 20 hari sebelum perendaman selama 3 hari. Setelah itu dilakukan pengeringanginan selama 3-5 jam sebelum dikecambahkan dalam ruang inkubasi. Selama di ruang inkubasi, benih perlu ditangani dengan benar. Penyemprotan yang kurang merata pada saat optimalisasi dapat mempengaruhi viabilitas kelompok benih tersebut. Penyemprotan juga tidak boleh terlalu basah atau kurang saat optimalisasi di ruang inkubasi. Penyemprotan yang terlalu banyak dapat menginduksi perkembangbiakan cendawan dan jika terlalu sedikit dapat menyebabkan benih kekeringan sehingga kecepatan tumbuhnya dapat menurun dan bahkan tidak dapat berkecambah (dorman) sampai akhir pengamatan.

Tahap pengeringan benih perlu dilakukan dengan tepat. Pengeringanginan yang dibantu dengan kipas angin dapat menyebabkan kekeringan benih yang tidak merata. Kekeringan yang tidak merata ini dapat terjadi jika jarak antara kipas angin dengan benih yang dikeringkan tidak seragam dengan benih lainnya. Benih yang terlalu dekat dengan kipas angin akan cepat kering dibanding dengan benih yang jauh dari kipas angin. Selain itu, jumlah benih per wadah pengeringan juga mempengaruhi kecepatan pengeringan benih. Benih yang terlalu banyak jumlahnya per wadah pengeringan akan menumpuk sehingga benih pada bagian bawah akan butuh waktu yang lebih lama pengeringannya jika tidak diadakan pengadukan yang tepat dan merata.

Pengeringanginan pada proses pengecambahan benih kelapa saw it (pengeringan setelah perendaman 1 dan 2) hanya berguna untuk mengeringkan bagian permukaan dari benih sawit. Pengeringan ini diharapkan tidak menurunkan kadar air benih. Pengeringan dihentikan jika terlihat permukaan benih sudah tidak basah. Benih yang terlalu basah akan rentan dengan serangan cendawan sedangkan benih yang terlalu karing dapat menurunkan kadar air benih. Kadar air yang turun setelah pengeringanginan akan menurunkan manfaat dari perendaman yaitu untuk meningkatkan kadar air benih sampai kadar air yang diinginkan. Pengeringan yang terlalu kering saat sebelum masuk inkubasi dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah pada seleksi pertama (14 HSI) dan bahkan mengurangi persentase daya berkecambah dari lot benih yang diuji. Jumlah benih

per kantong saat benih di pemanas dan di inkubasi juga diduga mempengaruhi viabilitas benih sawit. Jumlah benih ini tergantung pada ukuran kantong plastik yang digunakan. Hal ini terkait dengan ketersediaan Oksigen dalam kantong plastik yang digunakan oleh benih untuk respirasi. Oleh karena itu, perlu disesuaikan jumlah benih dengan ukuran kantong yang dipakai. Pada penelitian ini, penggunakan kantong plastik Polyetilene (PE) transparan yang berukuran 40 cm x 60 cm x 0.15 mm terlihat cukup dalam hal ketersediaan oksigen jika dilihat dari daya berkecambah yang dihasilkan (jumlah benih per kantong 100 butir pada saat inkubasi dan 200 butir pada saat pemanasan).

Kantong ukuran 20 cm x 34 cm x 0.15 mm digunakan di ruang inkubasi jika jumlah benih yang dikecambahkan sudah tidak lebih dari 50 butir. Pada tahap pemanasan benih, jumlah kantong yang digunakan adalah dua kantong agar pertukaran udara di dalam kantong dengan di luar kantong diminimalkan. Selama di pemanas, kantong perlu tertutup rapat agar udara luar kantong yang kering tidak masuk ke kantong dan menurunkan kadar air benih. Hal ini untuk mencegah spora cendawan yang ada di luar plastik masuk dan berkembang pada permukaan benih. Kondisi kelembaban udara dalam kantong yang tinggi serta kadar air yang rela tif tinggi adalah kondisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan.

Kemunduran benih merupakan sesuatu yang tidak dapat balik yang mulai sejak benih mencapai masak fisiolagis. Penyebab terbesar kemunduran benih adalah terjadinya denaturasi protein yang diakibatkan oleh radikal-radikal bebas, sehingga integritas membran sel menurun (Harrington, 1972). Oleh karena itu, semakin cepat benih ditanam atau dikecambahkan maka resiko kemunduran benih akan diminimalkan sehingga diharapkan mendapatkan via bilitas benih yang masih tinggi. Kemunduran benih akibat penuaan adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Penyebab kemunduran benih inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya viabilitas benih kelapa sawit dengan semakin lamanya pemanasan pada penelitian ini, disamping kadar air yang rendah (Tabel 3).

Dokumen terkait