• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian bST pada tikus sudah banyak dilakukan sebelumnya dengan pengamatan terhadap parameter yang berbeda-beda. Penggunaan bST pada tikus berdasarkan hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa growth hormone sapi efektif untuk merangsang pertumbuhan tikus tetapi tidak untuk manusia (Harper et al. 1980). Pemakaian dosis bST 9 mg/kg BB secara intramuscular juga digunakan pada tikus putih (Rattus novergicus) karena tidak menyebabkan kematian pada tikus (Azain et al. 1993). Menurut Vernon (1988), growth hormone mempunyai banyak pengaruh hampir pada semua aspek metabolisme. Efek penyuntikan bST terhadap perkembangan dan pertumbuhan ambing tikus bunting dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Data bobot basah dan BKBL ambing pada usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari Parameter Usia Kebuntingan (hari) Kontrol (K) bST 0 mg/KgBB (M) bST 9mg/KgBB (H) P value Bobot basah (g) 13 8,62 ± 1,32a 8,86 ± 1,04a 6,48 ± 1,19b 0,03 17 6,21 ± 0,41a 8,87 ± 4,26a 9,77 ± 0,69a 0,16 21 8,10 ± 0,87a 8,09 ± 1,82a 8,06 ± 0,89a 0,99 Bobot kering

bebas lemak (BKBL) (g)

13 4,32 ± 0,98a 2,02 ± 1,28b 1,83 ± 0,59b 0,01 17 2,67 ± 0,26a 3,08 ± 0,97a 3,31 ± 1,02a 0,56 21 4,31 ± 0,76a 3,51 ± 0,79a 3,14 ± 0,47a 0,09 Keterangan : huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan bahwa data tidak

berbeda nyata (p>0.05). 0 2 4 6 8 10 12 13 17 21 Hari kebuntingan Bobot basah (g) Kontrol Minyak Hormon

0 1 2 3 4 5 13 17 21 Hari kebuntingan BKBL (g) Kontrol Minyak Hormon

Gambar 6. Efek bST terhadap BKBL ambing

Pertumbuhan merupakan suatu fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh somatotropin, somatomedin dan hormon-hormon lainnya seperti hormon tiroid, androgen, glukokortikoid, estrogen dan insulin. Pertumbuhan secara normal disertai oleh rangkaian perubahan yang melibatkan peningkatan protein dan penambahan panjang serta ukuran, tidak sekedar peningkatan berat, yang dapat disebabkan oleh pembentukan lemak atau retensi garam dan air (Ganong 2002).

Sebagai parameter pertumbuhan dan perkembangan ambing tikus selama kebuntingan pada penelitian ini adalah bobot ambing (bobot basah dan bobot kering bebas lemak) (Adelien 1996) seperti yang disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 5 dan 6. Komponen ambing terdiri atas sistem saluran, sel-sel epitel dan jaringan basal tempat sel-sel sekretoris bertaut, jaringan ini disebut sebagai jaringan kolagen (Anderson 1986). Kolagen merupakan jaringan ikat pendukung pada ambing (Schmidt 1971). Bobot kering bebas lemak merupakan suatu tolak ukur pertumbuhan dan perkembangan kolagen ambing. Bobot kering bebas lemak ambing diperoleh dari ambing yang dikeringkan pada oven 70oC. Bobot basah digunakan sebagai tolak ukur retensi air ambing akibat terbentuknya susu untuk anak (Adelien 1996).

Secara umum penyuntikan somatotropin menunjukkan tidak berpengaruh pada bobot ambing (bobot basah dan bobot kering bebas lemak) usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari. Namun pada usia kebuntingan 13 hari, bobot ambing kelompok H lebih rendah dibandingkan dengan kelompok K dan M (P<0.05).

Konsentrasi DNA pada usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 7 di bawah ini.

Tabel 7 Data konsentrasi DNA dan total DNA pada usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari Parameter Usia Kebuntin gan (hari) Kontrol (K) bST 0 mg/KgBB (M) bST 9mg/KgBB (H) P value Konsentrasi DNA (µg/mg BKBL) 13 8,62 ± 1,32a 8,86 ± 1,04a 6,48 ± 1,19b 0,03 17 6,21 ± 0,41a 8,87 ± 4,26a 9,77 ± 0,69a 0,16 21 8,10 ± 0,87a 8,09 ± 1,82a 8,06 ± 0,89a 0,99 Total DNA (µg/Total BKBL) 13 4,32 ± 0,98a 2,02 ± 1,28b 1,83 ± 0,59b 0,01 17 2,67 ± 0,26a 3,08 ± 0,97a 3,31 ± 1,02a 0,56 21 4,31 ± 0,76a 3,51 ± 0,79a 3,14 ± 0,47a 0,09 Keterangan : huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan bahwa data tidak

berbeda nyata (p>0.05). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 13 17 21 Hari kebuntingan Konsentrasi DNA (µ g/mg BKBL) Kontrol Minyak Hormon

Gambar 7. Efek bST terhadap konsentrasi DNA ambing 0 50 100 150 200 250 13 17 21 Hari kebuntingan

Konsentrasi total DNA

g/total BKBL)

Kontrol Minyak Hormon

Konsentrasi total DNA (Gambar 8) pada kelompok H yang lebih rendah pada usia kebuntingan 13 hari dibandingkan dengan kelompok K dan M. Pemberian bST yang dihentikan pada usia kebuntingan 12 hari, tidak menyebabkan proliferasi sel. Pada usia kebuntingan 12 hari tikus sedang mengalami masa plasentasi, sehingga diduga bahwa efek bST yang diberikan lebih ditujukan untuk pertumbuhan dan perkembangan plasenta daripada untuk perkembangan ambing.

Ambing tikus berkembang secara drastis dari usia kebuntingan 12 sampai 20 hari dan memungkinkan hari ke-20 pertumbuhan dan perkembangan ambing sudah mencapai puncak untuk segera siap mensintesis susu bagi anak yang akan lahir (Adelien dan Manalu 1996). Sesuai dengan penelitian Hernawati (2001) bahwa kenaikan bobot ambing tikus yang disuperovulasi terlihat nyata pada fase luteal, dimana fase ini didominasi oleh hormon progesteron yang termasuk dalam kelompok hormon mammogenik yang turut mengontrol pertumbuhan dan perkembangan ambing (Anderson 1986; Forsyth 1986) untuk sekresi air susu (Guyton dan Hall 1997). Estrogen dan progesteron berfungsi dalam pertumbuhan sel parenkim ambing normal masa persiapan laktasi (Guyton dan Hall 1997), estrogen dan progesteron juga mempunyai pengaruh pada sintesis protein dan kolagen dan cenderung meningkat pada menjelang kelahiran.

Sejalan dengan bertambahnya usia kebuntingan, menurut Nalbandov (1990) menunjukkan bahwa organ bertambah berat akibat meningkatnya vaskularisasi dan aktivitas mitosis yang lebih besar. Perkembangan bobot ambing yang disuntik somatotropin 9 mg/ kg BB pada usia kebuntingan 17 dan 21 hari adalah perkembangan fisiologis dalam persiapan proses laktasi, dimana hormo n-hormon mammogenik lainnya juga sudah meningkat. Jaringan kelenjar susu berkembang paralel sesuai dengan perkembangan usia kebuntingan dan peningkatan konsentrasi progesteron dan estradiol selama masa kebuntingan (Adelien dan Manalu 1996), hormon-hormon mammogenik seperti progesteron, estrogen dan laktogen plasenta (Anderson 1986; Forsyth 1986) yang mengontrol pertumbuhan dan perkembangan ambing. Menurut Manalu dan Sumaryadi (1995) melaporkan bahwa peningkatan progesteron dan estrogen secara bersamaan berpengaruh sebesar 46,3% terhadap peningkatan tumbuh kembang ambing.

Selama kebuntingan, hormon progesteron akan berperan dalam perkembangan lobula alveola, sedangkan estrogen berperan terhadap percabangan saluran ambing. Elevasi kedua hormon tersebut berta nggung jawab dalam mengendalikan pertumbuhan allometrik ambing (Convey 1974; Tucker 1987) untuk persiapan laktasi. Kurangnya konsentrasi hormon-hormon tersebut akan menyebabkan penurunan tingkat perkembangan ambing.

Konsentrasi DNA (Gambar 7) merupakan pencerminan dari pertumbuhan dan perkembangan populasi sel-sel epitel ambing yang dipengaruhi oleh peningkatan estrogen dan progesteron selama kebuntingan (Guyton dan Hall 1997; Bigsby dan Cunha 1986), kemudian diikuti dengan hormon prolaktin, hormon pertumb uhan endogenous dan hormon metabolisme lainnya seperti tiroksin dan kortisol (Tucker 1986). Sifat-sifat prolaktin yang dihasilkan hormon pertumbuhan yaitu berkaitan erat dengan perangsangan kelenjar susu (laktogenesis) (Harper et al. 1980). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudatri (2006) bahwa penyuntikan bST mengakibatkan peningkatan DNA ovarium yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan peningkatan kadar DNA merefleksikan bahwa adanya peningkatan mitosis sel. Vernon (1988) somatotropin meningkatkan jumlah sel-sel tubuh melalui percepatan sintesis DNA pada otot dan hati (Manalu 1994).

Untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan total jumlah sel ambing ditunjukkan dari konsentrasi total DNA (Schmidt 1971). Total DNA merupakan hasil perkalian antara bobot kering bebas lemak dengan konsentrasi DNA (µg/mg). Total DNA memberikan gambaran index dari jumlah sel epitel ambing secara keseluruhan, kadar DNA per 100 g berat badan, atau mg kadar DNA dari bobot kering bebas lemak per 100 berat badan (Schmidt 1971).

Secara umum penyuntikkan bST 9 mg/kg BB tidak memberikan suatu perubahan yang nyata terhadap konsentrasi total DNA usia kebuntingan 13 hari. Sedangkan pada usia kebuntingan 17 dan 21 hari pertumbuhan dan perkembangan ambing untuk proses laktasi sudah mulai dipersiapkan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan proliferasi sel yang digambarkan oleh peningkatan total DNA (Gambar 8).

Tabel 8 Data konsentrasi RNA dan total RNA usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari Parameter Usia Kebun tingan (hari) Kontrol (K) bST 0 mg/KgBB (M) bST 9mg/KgBB (H) P value Konsentrasi RNA (µg/mg BKBL)

13 65.64 ± 26.99a 54.22 ± 10.61a 95.79 ± 51.58a 0,25 17 65.63 ± 20.79a 59.06 ± 10.29b 65.97 ± 14.55a 0,78 21 59.46 ± 11.548b 59.92 ± 3.861b 75.16 ± 2.592a 0,02 Total RNA

(µg/Total BKBL)

13 234.1 ± 219.9a 104.2 ± 57.1a 196.6 ± 155.0a 0,52 17 207.53 ± 108.75a 207.22 ± 76.75a 192.91 ± 69.75a 0,96 21 188.96 ± 54.86a 208.17 ± 37.86a 235.93 ± 38.02a 0,36 Keterangan : huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan bahwa data tidak

berbeda nyata (p>0.05). 40 50 60 70 80 90 100 13 17 21 Hari kebuntingan Konsentrasi RNA (µ g/mg BKBL) Kontrol Minyak Hormon

Gambar 9. Efek bST terhadap konsentrasi RNA ambing

50 100 150 200 250 13 17 21 Hari kebuntingan

Konsentrasi total RNA

g/total BKBL)

Kontrol Minyak Hormon

Gambar 10. Efek bST terhadap konsentrasi total RNA ambing

Peningkatan total DNA pada usia kebuntingan 21 hari diikuti oleh peningkatan RNA, ini menunjukkan bahwa aktivitas sintesa sel ambing sudah mulai terjadi. Sesuai dengan penelitian Hernawati (2001) total DNA meningkat pada fase luteal yang merupakan sinergis dari pertumbuhan dan perkembangan

ambing, akibat pengaruh progesteron (sekresi hormon mammogenik) (Turner dan Bagnara 1988). Pada usia kebuntingan 17, peningkatan total DNA (Gambar 8) yang terjadi tidak dikuti dengan peningkatan RNA (Gambar 9). Hal ini memungkinkan meskipun terjadi peningkatan proliferasi sel tetapi aktivitas selnya tidak meningkat. Suatu tampilan yang baik bagi sebuah sel adalah bila sel tersebut aktif melakukan sintesa, sehingga dapat dikatakan bahwa sel-sel ambing tikus yang disuntik bST pada usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari tidak melakukan aktivitas sintesis (Tabel 8).

Pengaruh hormon pertumbuhan dalam sintesis protein adalah menaikkan transpor asam amino ke dalam sel (Harper et al. 1980), bertambahnya pengangkutan asam amino melewati membran sel, peningkatan translansi Ribo Nucleic Acid (RNA) yang menyebabkan sintesis protein dalam ribosom, peningkatan transkripsi Deoxyiribo Nucleic Acid (DNA) untuk membentuk RNA, dan penurunan katabolisme protein dan asam amino (Guyton dan Hall 1997).

RNA berfungsi dalam membantu proses translasi informasi genetika dari DNA ke ribosom menjadi struktur protein atau biosintesis rantai-rantai polipeptida dengan sekuen asam amino (Lehninger 1998). RNA disintesa dari cetakan DNA dengan proses transkripsi, dan protein disintesa pada cetakan mRNA yang prosesnya dinamakan translasi. Kadar RNA µg/mg BKBL merupakan aktivitas dari sintesis protein (Harper et al. 1980; Guyton dan Hall 1997).

Menurut Eddy (2006), juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh pada penyuntikan soma totropin terhadap kadar RNA hati. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sudatri (2006), yaitu penyuntikan somatotropin meningkatkan kadar DNA namun tidak diikuti dengan aktivitas sintesis (kadar RNA) ovarium, meskipun terlihat berbeda namun tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistika.

Pada Gambar 9. secara bertahap menunjukkan fluktuasi dari konsentrasi RNA. Sesuai dengan penelitian Radcliff et al. (2006) menunjukkan bahwa sebelum menghasilkan kadar IGF-I, mRNA mengalami peningkatan dan penurunan (fluktuasi) secara bertahap hingga partus. IGF-I mempunyai peran penting dalam mengatur metabolisme sel mammalia, pertumbuhan dan

differensiasi, seperti somatotropin melalui IGF-1 mengaktivasi anabolisme protein pada kulit seperti peningkatan sintesis kolagen dan elastin (Harper et al. 1980). Hal ini diperkuat oleh Peel dan Bates (1987) bahwa konsentrasi RNA otot kerangka domba yang sedang tumbuh meningkat dengan perlakuan somatotropin (hal ini diduga mencerminkan jumlah ribosom dan kapasitas untuk sintesa protein) dan terjadi peningkatan marginal dalam sintesa protein per gram RNA, peningkatan ini memberikan suatu efisiensi dari sintesis protein (Manalu 1994). Vernon (1988) menyatakan bahwa penggunaan somatotropin lebih lanjut akan merangsang sintesa protein dalam hati dan sintesis asam amino dan protein dalam otot (Manalu 1994).

Konsentrasi total RNA merupakan hasil perkalian antara bobot kering bebas lemak dengan konsentrasi RNA µg/mg. Hasil analisis Tabel 8. secara umum menunjukkan bahwa penyuntikan bST tidak memberikan pengaruh pada konsentrasi total RNA usia kebuntingan 13, 17 dan 21 hari dibandingkan dengan kontrol (Gambar 10). Hal ini disebabkan penyuntikan bST tidak memberikan pengaruh pada bobot kering bebas lemak maupun konsentrasi RNA. Menurut Muslim (2005), sapi yang disuntik somatotropin akan mengurangi laju involusi sel-sel ambing dibandingkan dengan sapi yang tidak disuntik somatotropin (tidak mendapat perlakuan apapun). Radclif et al. (2006) menyatakan bahwa fluktuasi mRNA yang disebabkan penyuntikan somatotropin dihubungkan dengan suatu penurunan progesterone dan suatu peningkatan estradiol sebelum proses kelahiran. Pengaruh somatotropin juga tergantung pada status nutrisi hewan percobaan (Manalu 1994).

Konsentrasi DNA pada kelompok tikus yang mendapatkan bST 0 mg/kg BB (kelompok M) juga nampak lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini diduga bahwa baik pada tikus kelompok M dan H keduanya mengalami cekaman sehingga kemungkinan ada efek bST endogen yang terpicu karena stress. Stress dapat menyebabkan peningkatan adrenalin yang mempengaruhi hipothalamus untuk mengeluarkan Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) yang mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan Growth Hormone (Lawrence dan Fowler 2002).

Dokumen terkait