• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi ( Oryza sativa L . )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Tumbuh Generasi M1

Berdasarkan hasil generasi M1 tanaman padi yang telah ditanam, dapat diketahui persentase tertinggi tanaman yang dapat tumbuh adalah pada genotipe BI2B dengan perlakuan mutagen SA pada konsentrasi 0.5 mM yaitu sebanyak 725 benih atau 15.94% dari 4548 benih yang disemai dan BI2B pada perlakuan EMS dengan konsentrasi 60 mM sebanyak 701 benih. Benih dengan daya tumbuh terendah terdapat pada genotipe BI2B dengan perlakuan mutagen SA pada konsentrasi 1 mM yaitu 0% atau tidak terdapat benih padi yang tumbuh dan BI2B pada perlakuan mutagen EMS 40 mM yaitu hanya satu benih yang tumbuh (Tabel 1). Daya tumbuh benih sebagai salah satu parameter pengamatan berfungsi untuk mengetahui efek mutagen terhadap genotipe yang dimutasi sehingga dapat dilakukan analisis kerusakan fisik dan aberasi kromosom. Kerusakan fisik dapat diamati dengan analisis sitologi dan menghitung kerusakan tanaman pada generasi M1 (Medinaet al.2005).

Perlakuan EMS pada keempat genotipe menunjukkan rata-rata persentase daya tumbuh tertinggi pada konsentrasi 60 mM, sedangkan pada perlakuan SA, persentase daya tumbuh tertinggi terdapat pada konsentrasi 0.5 mM. Respon daya tumbuh tiap genotipe terhadap jenis dan konsentrasi mutagen berbeda-beda. Genotipe BI2B pada perlakuan mutagen EMS menunjukkan persentase daya tumbuh yang tinggi pada konsentrasi 60 mM, dan persentase yang rendah pada konsentrasi 40 dan 80 mM. Pada mutagen SA menunjukkan persentase yang rendah pada konsentrasi 1 mM dan persentase tertinggi pada konsentrasi 0.5 mM diikuti konsentrasi 5 mM. Genotipe PD10 menunjukkan kesamaan pola daya Tabel 1. Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M1 yang dapat hidup pada

beberapa konsentrasi mutagen EMS dan SA

Mutagen

Jumlah dan persentase tanaman M1 yang hidup

masing - masing genotipe rata - rata BI2Ba) PD10b) PD3362c) BR1001d) ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % EMS 40 mM 1 0.02 50 1.16 167 4.57 101 2.82 80 2.14 60 mM 701 15.41 94 2.19 45 1.23 59 1.65 225 5.12 80 mM 9 0.20 8 0.19 45 1.23 191 5.34 63 1.74 rata - rata 237 5.21 51 1.18 86 2.34 117 3.27 123 3.00 SA 0.5 mM 725 15.94 3 0.07 59 1.61 236 6.60 256 6.06 1.0 mM 0 0.00 8 0.19 5 0.14 79 2.21 23 0.64 5.0 mM 48 1.06 2 0.05 2 0.05 16 0.45 17 0.40 rata - rata 258 5.67 4 0.10 22 0.60 110 3.09 99 2.36 Rata - rata 247 5.44 28 0.64 54 1.47 114 3.18 111 2.68

Keterangan: Jumlah estimasi benih 80 gram yang disemai per perlakuan berdasarkan bobot 1000 butir gabah kupasan masing–masing genotipe. a)= 4548, b)= 4292, c)= 3656, dan d)= 3578.

14

tumbuh pada perlakuan mutagen EMS maupun SA, yaitu persentase tertinggi terdapat pada konsentrasi tengah , diikuti konsentrasi terendah lalu tertinggi. Daya tumbuh tertinggi genotipe PD3362 terdapat pada konsentrasi terendah dari mutagen EMS maupun SA. Persentase daya tumbuh BR1001 menunjukkan pola yang berbeda pada mutagen EMS dan SA. Pada mutagen EMS persentase tertinggi pada konsentrasi 80 mM diikuti konsentrasi 40 mM dan 60 mM, sedangkan mutagen SA menunjukkan daya tumbuh tertinggi pada konsentrasi 0.5 mM dan menurun pada konsentrasi 1 mM dan 5 mM.

Perbedaan respon genotipe berdasarkan pengamatan daya tumbuh menunjukkan bahwa tiap genotipe memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap jenis dan konsentrasi mutagen. Hasil yang sama diperoleh Emraniet al. (2011) yang menguji beberapa jenis dan konsentrasi mutagen kimia pada benih canola. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase daya berkecambah yang dihasilkan berbeda-beda dan bersifat acak. Pada benih stevia yang dimutasi menggunakan sodium azide dan kolkisin menunjukkan reaksi yang juga acak terhadap daya berkecambahnya (Pande dan Khetmalas 2012). Respon daya tumbuh lebih disebabkan oleh kesesuaian genetik dari tiap-tiap genotipe yang berbeda terhadap bahan dan konsentrasi mutagen tertentu. Respon yang berbeda tersebut disebabkan terjadinya mutasi titik pada kromosom secara acak akibat penggunaan bahan kimia, berbeda dengan mutasi fisik yang menyebabkan aberasi tingkat sel (van Harteen 1998).

Sterilitas Gabah M1

Pengamatan karakter sterilitas gabah pada generasi M1 dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi dari mutagen yang digunakan (Umar 1985). Hal ini disebabkan oleh karakter sterilitas gabah yang merupakan salah satu bentuk kerusakan fisik. Kerusakan fisik pada M1 tersebut merupakan respon genotipe terhadap mutagen yang diserap oleh benih. Efisiensi mutagen dapat diketahui dengan menghitung perbandingan frekuensi mutan klorofil pada bibit M2 terhadap tingkat sterilitas gabah generasi M1. Perlakuan SA konsentrasi 1 mM dan 5 mM menunjukkan rata-rata sterilitas yang tinggi (Tabel 2). Hasil tersebut sesuai dengan Ando dan Montalvan (2001) yang menyatakan bahwa perlakuan mutasi menggunakan SA menunjukkan efisiensi pada konsentrasi kisaran 1-5 mM. Sedangkan pada mutagen EMS, sterilitas tertinggi terdapat pada konsentrasi tertinggi yaitu 80 mM.

Sterilitas gabah genotipe BI2B pada perlakuan EMS menunjukkan nilai persentase tertinggi pada konsentrasi 80 mM yaitu 41.99%. Respon genotipe BI2B dan BR1001 menunjukkan kesamaan pola pada mutasi menggunakan EMS, yaitu mengalami penurunan tingkat sterilitas pada konsentrasi 60 mM kemudian meningkat kembali pada konsentrasi 80 mM. PD10 menghasilkan sterilitas gabah yang tinggi pada konsentrasi 40 mM dan semakin rendah pada penambahan konsentrasi EMS. Pada genotipe PD3362, semakin tinggi konsentrasi, maka semakin tinggi tingkat sterilitas gabah yang mengindikasikan bahwa semakin tingginya tingkat kerusakan gabah. Pengujian mutagen sinar gamma dan SA pada tanaman kacang Faba juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi mutagen maka semakin tinggi pula tingkat sterilitasnya (Makeen dan Babu 2010). Rata-rata tingkat sterilitas genotipe BI2B tertinggi, yaitu 38.01% dibandingkan

15

genotipe yang lain, sedangkan sterilitas terendah terdapat pada genotipe BR1001 yaitu 21.42%.

Perlakuan mutagen SA pada keempat genotipe padi menunjukkan bahwa terdapat respon yang sama pada ketiga konsentrasi, yaitu semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi tingkat seterilitas gabahnya. Hasil yang sama juga diperoleh pada mutasi yang dilakukan pada tanaman bunga matahari oleh Kumar dan Ratnam (2010). Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi SA yang diberikan pada tanaman akan meningkatkan sterilitas polen yang berpengaruh terhadap seed setting biji. Rata-rata respon genotipe menunjukkan kesamaan pada perlakuan EMS maupun SA, yaitu persentase sterilitas yang berurutan dari nilai tertinggi ke rendah pada genotipe BI2B, PD10, PD3362 dan BR1001.

Frekuensi Mutasi Klorofil M2

Mutasi klorofil pada tanaman dapat kita temukan pada tanaman hasil mutasi, baik itu pada generasi M1 maupun M2. Untuk mengetahui frekuensi mutasi klorofil pada perlakuan mutasi, maka yang perlu kita amati adalah pada generasi M2. Hal ini dikarenakan pada generasi M1, terjadinya perubahan pada warna daun, dapat disebabkan adanya kerusakan morfologis akibat dari bahan kimia yang digunakan saat melakukan mutasi, sehingga merusak jaringan sel yang yang mempengaruhi pembentukan zat warna daun.Mutasi klorofil diamati dengan terdapatnya perubahan warna pada daun, dimana daun yang seharusnya berwarna hijau, menjadi putih (albino), atau terdapat garis yang membujur dengan warna hijau muda, kuning, atau garis-garis tipis berwarna putih (stripe) (Gambar 5).

Penggolongan mutasi klorofil berdasarkan Lal et al. (2009) terdiri dari beberapa kelas, yaitu albino, xantha, viridis, dan striata. Albino berupa warna putih pada daun, yaitu tidak terdapat klorofil atau karotenoid yang terbentuk. Tabel 2. Sterilitas gabah padi (%) generasi M1 pada beberapa perlakuan konsentrasi

mutagen Mutagen Konsentrasi (mM) Genotipe rata - rata BI2B PD10 PD3362 BR1001 EMS 40 mM 38.83a) 35.41 27.73 18.01 30.00 60 mM 33.21 31.03 29.47 17.47 27.80 80 mM 41.99 25.36 31.85 28.78 32.00 rata - rata 38.01 30.60 29.68 21.42 29.93 SA 0.5 mM 38.76 30.64 22.07 17.94 27.35 1 mM - 38.77 33.63 30.22 34.21 5 mM 65.20 47.61 46.20 78.26 59.32 rata - rata 51.98 39.01 33.97 42.14 41.77 Rata - rata 45.00 34.80 31.83 31.78 35.11 Kontrol 30.72 32.04 25.66 14.62 25.76

16

Daun albino dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Xantha berupa warna kuning atau warna kuning keputihan pada daun. Daunxanthamemiliki karotenoid tetapi tidak terdapat klorofil. Warna kuning pada bibit tersebut dapat menyebabkan kematian.Viridis berupa warna hijau muda kekuningan pada daun, tanaman dengan warna tersebut dapat hidup.Striata ataustripepada daun berupa garis-garis dengan warna yang berbeda dari warna asli daun. Warna stripe dapat berupa warna putih, kuning keputihan, kuning, atau hijau muda. Bentuk garis berwarna dari tipe daun tersebut juga bermacam-macam. Terdapat bentuk garis memanjang searah dengan panjang daun (longitudinal) dengan lebar sepertiga hingga setengah bagian lebar daun. Bentuk stripe yang lain adalah berupa garis tipis berwarna putih memanjang namun tidak setegas bentuk sebelumnya. Garis putih tersebut berselang-seling dengan warna daun yang hijau, sehingga sering disebut juga tipe zebra.

Perubahan warna tersebut terjadi karena gangguan fisiologis pada tanaman yang tumbuh berkembang atau mutasi pada gen-gen plastid yang menyebabkan kimera klorofil terdefisiensi. DNA kloroplas yang kaya akan pasang basa G-C yang secara selektif dipengaruhi mutagenesis menyebabkan kimera kloroplas (Mathur 1989).

Gambar 6. Bibit generasi M2 yang normal dan mengalami mutasi klorofil (a) albino dan (b) kuning

a

bb

17

Tabel 3. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe BI2B Perlakuan mutagen Jumlah bibit diamati Jumlah bibit normal

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2 (variegata)

albino hijau pucat kuning stripe Total

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % EMS 40 mM 785 785 100.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 EMS 60 mM 54486 53148 97.544 269 0.494 0 0.000 6 0.011 31 0.057 306 0.562 1 EMS 80 mM 12105 11928 98.538 56 0.463 0 0.000 0 0.000 0 0.000 56 0.463 1 SA 0,5 mM 54504 52604 96.514 166 0.305 0 0.000 0 0.000 15 0.028 181 0.332 SA 1 mM 0 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 SA 5 mM 2982 2635 88.364 17 0.570 0 0.000 0 0.000 2 0.067 19 0.637 Kontrol 1504 1504 100.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 Total 126366 122604 97.023 508 0.402 0 0.000 6 0.005 48 0.038 562 0.445 2 Keterangan: Jml = Jumlah

Tabel 4. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe PD10 Perlakuan mutagen Jumlah bibit diamati Jumlah bibit normal

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2 (variegata)

albino hijau pucat kuning stripe Total

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % EMS 40 mM 3786 3704 97.834 2 0.053 0 0.000 0 0.000 0 0.000 2 0.053 EMS 60 mM 6987 6882 98.497 22 0.315 0 0.000 0 0.000 0 0.000 22 0.315 EMS 80 mM 10658 10322 96.847 39 0.366 0 0.000 0 0.000 6 0.056 45 0.422 SA 0,5 mM 3780 3663 96.905 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 SA 1 mM 8635 8416 97.464 3 0.035 0 0.000 0 0.000 5 0.058 8 0.093 2 SA 5 mM 2022 1946 96.241 44 2.176 0 0.000 0 0.000 0 0.000 44 2.176 Kontrol 1264 1248 98.734 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 Total 37132 36181 97.439 110 0.296 0 0.000 0 0.000 11 0.030 121 0.326 2 Keterangan: Jml = Jumlah 17

18

Tabel 5. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe PD3362 Perlakuan mutagen Jumlah bibit diamati Jumlah bibit normal

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2 (variegata)

albino hijau pucat kuning stripe Total

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % EMS 40 mM 12606 12301 97.581 2 0.016 0 0.000 0 0.000 1 0.008 3 0.024 EMS 60 mM 3401 3372 99.147 0 0.000 0 0.000 0 0.000 1 0.029 1 0.029 EMS 80 mM 3334 3262 97.840 12 0.360 0 0.000 0 0.000 0 0.000 12 0.360 SA 0,5 mM 4378 4302 98.264 13 0.297 0 0.000 0 0.000 3 0.069 16 0.365 SA 1 mM 3817 3691 96.699 19 0.498 0 0.000 0 0.000 0 0.000 19 0.498 SA 5 mM 1451 1386 95.520 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 Kontrol 1464 1447 98.839 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 Total 30451 29761 97.734 46 0.151 0 0.000 0 0.000 5 0.016 51 0.167 0 Keterangan: Jml = Jumlah

Tabel 6. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe BR1001 Perlakuan mutagen Jumlah bibit diamati Jumlah bibit normal

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2 (variegata)

albino hijau pucat kuning stripe Total

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % EMS 40 mM 8060 7944 98.561 0 0.000 1 0.012 0 0.000 5 0.062 6 0.074 EMS 60 mM 4818 4715 97.862 0 0.000 0 0.000 0 0.000 19 0.394 19 0.394 EMS 80 mM 14877 14491 97.405 90 0.605 0 0.000 3 0.020 15 0.101 108 0.726 SA 0,5 mM 20715 20228 97.649 107 0.517 0 0.000 4 0.019 11 0.053 122 0.589 SA 1 mM 5660 5527 97.650 36 0.636 0 0.000 0 0.000 4 0.071 40 0.707 SA 5 mM 2938 2740 93.261 46 1.566 0 0.000 0 0.000 0 0.000 46 1.566 Kontrol 1446 1441 99.654 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 Total 58514 57086 97.560 279 0.477 1 0.002 7 0.012 54 0.092 341 0.583 0 Keterangan: Jml = Jumlah 18

19

Pengamatan fase bibit generasi M2 genotipe BI2B yang telah disemai menunjukkan terjadinya mutasi klorofil, dimana persentase albino tertinggi terdapat pada mutasi menggunakan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM. Persentase stripe berupa garis putih yang tertinggi terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM. Bibit yang berwarna kuning hanya terdapat pada perlakuan yaitu EMS konsentrasi 60 mM. Bibit yang berwarna hijau pucat tidak ditemukan sama sekali pada keenam perlakuan mutagen genotipe BI2B. Berdasarkan enam perlakuan mutagen yang digunakan, mutasi klorofil dengan persentase tertinggi terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM. Tanaman dewasa yang variegata pada genotipe BI2B terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 dan 80 mM masing-masing sebanyak satu tanaman (Tabel 3).

Mutasi klorofil pada genotipe PD10 hanya ditemukan albino dan stripe. Pada mutasi klorofil hijau pucat dan kuning tidak ditemukan sama sekali. Persentase tertinggi albino terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM dan EMS konsentrasi 80 mM. Persentase keberadaan bibitstripe hanya terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 80 mM dan SA konsentrasi 1 mM. Tanaman dewasa variegata genotipe PD10 ditemukan pada perlakuan SA konsentrasi 1 mM sebanyak dua tanaman (Tabel 4).

Pola mutasi klorofil genotipe PD3362 sama dengan genotipe PD10, yaitu hanya ditemukan albino dan stripe. Mutan albino tertinggi terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 1 mM dan mutan stripe tertinggi terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM. Pada genotipe PD3362 tidak ditemukan tanaman variegata dewasa. Total jumlah bibit yang termutasi klorofil pada genotipe PD3362 adalah paling sedikit dibandingkan genotipe lainnya (Tabel 5).

Mutan klorofil pada genotipe BR1001 ditemukan keempat jenis. Mutan albino tertinggi terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM diikuti dengan EMS konsentrasi 80 mM. Warna bibit hijau pucat, ditemukan hanya ada satu bibit pada perlakuan EMS konsentrasi 40 mM. Bibit berwarna kuning hanya terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 80 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM dengan jumlah yang hampir sama, yaitu 3 dan 4 bibit. Mutan klorofil stripe tertinggi terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan tidak ditemukan sama sekali pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM dan kontrol (Tabel 6).

Pola frekuensi mutan pada genotipe PD10 dan BR1001 menunjukkan kesamaan, yaitu semakin tinggi konsentrasi mutagen EMS dan SA yang diberikan maka semakin tinggi pula rata-rata frekuensi mutannya. Hasil tersebut sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Mahamune dan Kothekar (2010) pada tanaman buncis. Penelitian tersebut menggunakan dua varietas yang berbeda dan menunjukkan peningkatan frekuensi mutan seiring dengan peningkatan konsentrasi mutagen yang digunakan, yaitu EMS dan SA.

20

Gambar 7. Mutasi klorofil pada tanaman padi dewasa generasi M2 akibat perlakuan EMS (kiri) dan SA (kanan)

Hasil analisis generasi M2 fase tanaman dewasa menunjukkan terdapat tanaman variegata, yaitu terdapat garis memanjang warna putih kekuningan pada genotipe BI2B akibat perlakuan mutasi EMS pada konsentrasi 60 mM dan 80 mM. Kedua perlakuan tersebut masing-masing terdapat satu rumpun. Kerusakan fisiologis berupa garis warna putih pada daun seperti zebra terdapat pada genotipe PD10 dengan perlakuan mutasi SA pada konsentrasi 1 mM sebanyak dua rumpun. Bibit yang termutasi klorofil, sebagian besar mati dan tidak dapat tumbuh menjadi tanaman dewasa. Hal ini disebabkan tanaman yang mengalami kerusakan klorofil akan terganggu proses metabolismenya, seperti proses fotosintesis yang memerlukan klorofil untuk membantu proses metabolismenya. Wu et al. (2007) menyatakan bahwa tanaman mutan yang memiliki fenotipe daun warna hijau kekuningan menandakan terjadinya kekurangan klorofil dan terhambatnya pertumbuhan kloroplas.

Genotipe BI2B pada generasi M1 dengan perlakuan mutagen EMS sebesar 60 mM telah mengalami mutasi klorofil, namun asal tanaman generasi M2 yang termutasi klorofil berbeda dengan generasi M1. Perbedaan asal tanaman dari generasi M1 yang mengalami kerusakan fisiologis menunjukkan bahwa kerusakan fisiologis pada daun tersebut tidak terwariskan melalui biji (Wuet al.2005).

Pengamatan mutasi klorofil pada generasi M2 diamati untuk mengetahui frekuensi mutasi pada daun yang kemungkinan dapat mempengaruhi kloroplas sebagai tempat terjadinya proses pembentukan asam amino aromatik phenylalanin dan tyrosine yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Schmidt et al. 1990). Herrmann (1995) menyatakan bahwa asam amino aromatik fenilalanin, tirosin dan triptofan dihasilkan dalam proses biosintesis lintas shikimate. Tanaman padi memiliki 3 gen shikimate kinase dan salah satunya adalah gen EPSPS, enzim EPSPS mengkatalisis EPSP yang kemudian menghasilkan chorismate yang berbiosintesis membentuk asam amino. Kinerja enzim EPSPS dihambat oleh

21

herbisida N-phosphonomethylglycine (glifosat) yang menyebabkan penurunan secara terus-menerus proses lintasanshikimate(Tzin dan Galili 2010).

Efektivitas dan Efisiensi Mutagen

Efektivitas mutagen yang digunakan dapat diketahui dengan menghitung perbandingan frekuensi mutan terhadap konsentrasi mutagen. Frekuensi mutan diperoleh berdasarkan hasil pengamatan frekuensi mutasi klorofil bibit generasi M2 yang telah diperoleh sebelumnya. Konsentrasi mutagen diperoleh dengan mengalikan konsentrasi mutagen yang telah diubah satuannya (%) dengan waktu (jam) perendaman ke dalam larutan mutagen. Semakin tinggi nilai efektivitas, maka semakin tinggi peluang mendapatkan mutan dengan karakter yang diharapkan pada jenis dan konsentrasi mutagen tersebut. Efisiensi mutagen dapat dihitung dengan beberapa parameter, yaitu tingkat kematian benih M1 dan sterilitas gabah M1. Makin tinggi nilai efisiensi mutagen, maka semakin tinggi proporsi mutasi yang berkolerasi terhadap efek biologis yang tidak diharapkan seperti aberasi kromosom, letalitas, dan sterilitas (Makeen dan Babu 2010).

Tabel 7. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BI2B berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S) EMS 40 0.497 0.000 0.000 0.000 0.000 60 0.745 0.562 0.108 0.036 0.017 80 0.994 0.463 0.067 2.313 0.011 SA 0.5 0.003 0.332 12.972 0.021 0.009 1 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000 5 0.033 0.637 2.451 0.601 0.010

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%).

Efektivitas mutagen pada genotipe BI2B menunjukkan bahwa mutagen SA konsentrasi 0.5 mM memiliki nilai efektivitas tertinggi dibandingkan perlakuan mutagen yang lain, sedangkan mutagen yang tidak efektif adalah EMS konsentrasi 40 mM dan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 0 karena tidak terdapat frekuensi mutan (Tabel 7). Efisisensi tertinggi berdasarkan tingkat kematian benih adalah 2.313 terdapat pada perlakuan mutagen EMS konsentrasi 80 mM, sedangkan mutagen paling efisien berdasarkan sterilitas gabah adalah EMS konsentrasi 60 mM. Mutagen yang tidak efisien adalah perlakuan EMS konsentrasi 40 mM dan SA konsentrasi 1 mM, sama seperti perhitungan efektivitasnya.

Efektivitas mutagen pada genotipe PD10 menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM diikuti oleh SA konsentrasi 1 mM. Analisis efisiensi mutagen berdasarkan tingkat kematian benih diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM yaitu 43.521, sedangkan efisiensi berdasarkan sterilitas gabah juga diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan SA

22

konsentrasi 5 mM yaitu 0.046. Mutagen yang tidak efektif dan tidak efisien atau bernilai 0 adalah perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM karena tidak terdapat frekuensi mutan klorofil pada perlakuan tersebut (Tabel 8).

Tabel 8. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD10 berdasarkan frekuensi mutan terhadap konsentrasi, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S) EMS 40 0.497 0.053 0.015 0.046 0.001 60 0.745 0.315 0.060 0.144 0.010 80 0.994 0.422 0.061 2.222 0.017 SA 0.5 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 1 0.007 0.093 1.782 0.488 0.002 5 0.033 2.176 8.369 43.521 0.046

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%)

Analisis efektivitas mutagen pada genotipe PD3362 menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan mutagen SA konsentrasi 0.5 mM yaitu 14.276 dan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 9.573 (Tabel 9). Efisiensi mutagen berdasarkan tingkat kematian benih dengan nilai tertinggi adalah perlakuan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 3.556, sedangkan efisiensi berdasarkan sterilitas gabah diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM yaitu 0.017. Perlakuan mutagen yang tidak efektif dan tidak efisien pada genotipe PD3362 adalah SA konsentrasi 5 mM karena pada perlakuan tersebut tidak diperoleh frekuensi mutan.

Tabel 9. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD3362 berdasarkan frekuensi mutan terhadap konsentrasi, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S) EMS 40 0.497 0.024 0.007 0.005 0.001 60 0.745 0.029 0.006 0.024 0.001 80 0.994 0.360 0.052 0.293 0.011 SA 0.5 0.003 0.365 14.276 0.227 0.017 1 0.007 0.498 9.573 3.556 0.015 5 0.033 0.000 0.000 0.000 0.000

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%)

23

Tabel 10. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BR1001 berdasarkan frekuensi mutan terhadap konsentrasi, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S) EMS 40 0.497 0.074 0.021 0.026 0.004 60 0.745 0.394 0.076 0.239 0.023 80 0.994 0.726 0.104 0.136 0.025 SA 0.5 0.003 0.589 23.006 0.089 0.033 1 0.007 0.707 13.591 0.320 0.023 5 0.033 1.566 6.022 3.479 0.020

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%)

Efektivitas mutagen pada genotipe BR1001 diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM yaitu 23.006 dan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 13.591. Perlakuan mutagen yang paling efisien berdasarkan tingkat kematian benih adalah perlakuan SA konsentrasi 5 mM, sedangkan efisiensi berdasarkan sterilitas gabah terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM (Tabel 10). Pada genotipe BR1001 tidak ditemukan perlakuan yang tidak efektif dan efisien seperti pada ketiga genotipe sebelumnya karena pada keenam perlakuan mutagen yang digunakan terdapat tanaman yang mengalami mutasi klorofil.

Analisis efektivitas mutagen pada empat genotipe yang digunakan rata-rata menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM. Perlakuan mutagen yang paling efisien berdasarkan tingkat kematian benih (Msd/L) rata-rata terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 80 mM, sedangkan efisiensi mutagen berdasarkan sterilitas benih (Msd/S) berbeda-beda atau acak pada masing-masing genotipe. Beberapa hasil analisis menunjukkan nilai 0 pada genotipe BI2B, PD10 dan PD3362. Hal ini disebabkan tidak ditemukan mutasi klorofil bibit M2 pada perlakuan mutagen tersebut. Perlakuan yang tidak menghasilkan mutasi klorofil diketahui memiliki nilai frekuensi mutan sama dengan 0 dan menjadi indikator bahwa perlakuan tersebut tidak efektif dan tidak efisien bagi genotipe tertentu. Frekuensi mutan yang digunakan adalah berdasarkan mutasi klorofil pada bibit M2. Hal ini disebabkan mutasi klorofil merupakan karakter paling menyolok dan mudah dideteksi (Mahamune dan Kothekar 2012). Mathur (1989) menjelaskan bahwa tingkat mutasi klorofil pada generasi M2 menunjukkan proporsi mutasi dari karakter yang vital atau karakter yang diharapkan.

Hasil analisis efektivitas dan efisiensi pada empat genotipe BI2B, PD10, PD3362 dan BR1001 yang digunakan menunjukkan pola yang berbeda-beda atau acak. Penelitian oleh Reddi dan Suneetha (1992) pada tiga genotipe tanaman padi menggunakan mutagen EMS, MMS dan SA menghasilkan pola efektivitas dan efisiensi yang juga acak pada masing-masing genotipe. Hasil analisis pada genotipe PD10, terjadi peningkatan efektivitas dan efisiensi dengan semakin bertambahnya konsentrasi mutagen EMS dan SA yang diberikan. Hasil tersebut

24

berbeda dengan penelitian yang dilaporkan oleh Khan dan Siddiqui (1993) pada tanaman kacang hijau. Mutasi tersebut menggunakan EMS, MMS dan SA yang menghasilkan penurunan efektivitas dan efisiensi mutagen pada tanaman kacang hijau seiring dengan peningkatan konsentrasi mutagen. Penelitian mutasi kacang polong oleh Dhulgande et al. (2011) juga menunjukkan terjadi penurunan efektivitas seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen, sedangkan efisiensinya berpola acak.

Analisis efektivitas dan efisiensi genotipe PD3362 dan BR1001 pada perlakuan mutasi SA menunjukkan pola yang menurun seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen. Hasil yang sama dilaporkan oleh Khan dan Siddiqui (1993) pada tanaman kacang hijau yang menunjukkan terjadinya penurunan efektivitas dan efisiensi seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen. Penelitian kacang guar yang dimutasi menggunakan EMS oleh Dube et al. (2001) juga menunjukkan penurunan efektivitas dan efisiensi seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen.

Keragaman Karakter Kuantitatif Generasi M2

Pengamatan karakter kuantitatif pada generasi M2 dilakukan pada 1296 rumpun tanaman padi yang terdiri dari 48 rumpun pada masing-masing jenis dan konsentrasi perlakuan mutagen yang dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan mutagen). Pengamatan dilakukan mulai dari fase umur berbunga 50% hingga panen. Karakter kuantitatif yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga 50%, jumlah anakan produktif, panjang malai, sterilitas gabah, gabah isi per malai, bobot 1000 butir gabah dan bobot gabah isi per rumpun. Karakter

Dokumen terkait