• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Genetic Variability Improvement of Rice Genotypes (Oryza sativa L) and the Effort to Get Glyphosate Herbicide Tolerant Plants by Chemical Mutation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Genetic Variability Improvement of Rice Genotypes (Oryza sativa L) and the Effort to Get Glyphosate Herbicide Tolerant Plants by Chemical Mutation"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK PADA PADI (Oryza

sativa

L.) DAN UPAYA MENDAPATKAN TANAMAN TOLERAN

HERBISIDA GLIFOSAT DENGAN METODE MUTASI KIMIA

NANCY DWI NUGRAINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Peningkatan Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode Mutasi Kimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

(4)
(5)

RINGKASAN

NANCY DWI NUGRAINI. Studi Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode Mutasi Kimia. Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR, YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan SYARIFAH IIS AISYAH.

Penggunaan padi hibrida merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas padi. Upaya memperoleh padi hibrida yang unggul dapat dilakukan dengan beberapa metode pemuliaan dan salah satunya adalah pemuliaan mutasi. Salah satu tahap dalam pemuliaan mutasi adalah induksi mutasi untuk membentuk keragaman genetik. Induksi mutasi dapat menggunakan bahan kimia agen alkil atau azide dengan kondisi tertentu. EMS (Ethyl Methane Sulphonate) dan Sodium Azide (SA) adalah mutagen yang efektif dan efisien dalam memperoleh keragaman tanaman padi. Melalui metode mutasi tersebut diharapkan dapat diperoleh tanaman padi dengan karakter hasil yang tinggi, jumlah gabah isi per malai yang tinggi, umur genjah dan toleran herbisida berbahan aktif glifosat.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 - Desember 2012. Pelaksanaan mutasi dilakukan di laboratorium Fisiologi Tanaman Departemen Bioteknologi PT. BISI International Tbk. Evaluasi generasi M1 dan M2 dilakukan di lahan Farm Kambingan – Kediri milik PT. BISI International, Tbk. Penelitian ini menggunakan 4 genotipe padi, yaitu satu galur pelestari (BI2B) dan tiga galur pemulih kesuburan (PD10, PD3362 dan BR1001). Enam perlakuan mutagen yang digunakan yaitu EMS pada konsentrasi 40, 60 dan 80 mM dan SA konsentrasi 0.5, 1, dan 5 mM. Perendaman benih dalam larutan mutagen dilakukan selama 6 jam pada EMS dan 8 jam pada SA. Peubah pengamatan pada generasi M1 adalah jumlah benih yang dapat tumbuh dan sterilitas gabah per rumpun. Pada generasi M2 dilakukan pengamatan frekuensi mutasi klorofil, umur berbunga (berbunga 50%), jumlah anakan produktif, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa, bobot 1000 butir gabah dan bobot isi per rumpun. Analisis yang dilakukan adalah menghitung efektivitas mutagen berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis mutagen dan efisiensi mutagen berdasarkan tingkat kematian benih M1 dan tingkat sterilitas gabah M1 pada masing-masing genotipe. Analisis keragaman karakter kuantitatif dilakukan pada generasi M2.

Tanaman padi pada generasi M2 menunjukkan keragaman pada beberapa karakter kuantitatif. Keragaman karakter generasi M2 rata-rata lebih tinggi dibandingkan kontrol (M0) pada karakter umur berbunga (berbunga 50%), jumlah anakan produktif, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa, dan bobot isi per rumpun. Keragaman bobot 1000 butir gabah pada perlakuan EMS 40 mM dan SA 0.5 mM menunjukkan keragaman lebih rendah dari kontrol.

(6)

adalah EMS konsentrasi 80 mM. Mutagen yang efektif dan efisien dalam menghasilkan tanaman putatif mutan yang toleran herbisida berbahan aktif glifosat adalah SA konsentrasi 0.5 mM dan EMS konsentrasi 80 mM. Tanaman putatif mutan M2 yang toleran herbisida diperoleh dari genotipe BI2B dengan perlakuan mutagen EMS konsentrasi 80 mM dan BR1001 dari mutagen SA konsentrasi 0.5 mM. Frekuensi mutasi tanaman yang toleran herbisida glifosat adalah 1.7x10-5.

(7)

SUMMARY

NANCY DWI NUGRAINI. Study of Genetic Variability Improvement of Rice Genotypes (Oryza sativa L.) and the Effort to Get Glyphosate Herbicide Tolerant Plants by Chemical Mutation. Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR, YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO and SYARIFAH IIS AISYAH.

Using hybrid rice is one of methods to increase rice yield. The effort to get superior hybrid rice could be created by some breeding methods and one of them is mutation breeding. The first step in mutation breeding is mutation induction to get genetic variability. Mutation induction could use chemical alkylating agents or azide in term of condition. Ethyl Methane Sulphonate (EMS) and Sodium Azide (SA) are mutagens that effective and efficient to improve rice plant variability. The desirable character are high yield, high filled grain per panicle, early-ripening and tolerance to herbicide with glyphosate as active ingredients.

This research was done on October 2011 – December 2012. Mutation process was done in plant physiology laboratory of PT. BISI International, Tbk. Evaluation of M1 and M2 generations were done at Kambingan Farm PT. BISI International, Tbk. Kediri. This research used 4 rice genotypes consist of one maintainer line (BI2B) and three restorer lines (PD10, PD3362, BR1001). The six treatments that used in this research were EMS (40, 60 and 80 mM) and SA (0.5, 1, 5 mM). M1 seeds were soaked in EMS for 6 hours whereas 8 hours in SA. M1 generation was planted in green house and examined for number of germinated seed and grain sterility per hill. M2 generation was planted at open field and examined for chlorophyl mutation frequency, days of 50% flowering, number of productive tillering, panicle length, plant height, number of filled grain per panicle, grain sterility, 1000 grain weight and yield per hill. The mutagen effectivity was analyzed based on mutant frequency to mutagen doses and the mutagen efficiency was analyzed based on M1 seeds lethality and M1 sterility at each genotype. The variability analysis of quantitative characters were done at M2 generation.

M2 generation showed higher variability than wild type for days of 50% flowering, number of productive tillering, panicle length, plant height, number of filled grain per panicle, grain sterility, and yield per hill. The character 1000 grain weight showed lower variability than wild type at EMS 40 mM and SA 0.5 mM.

The effective mutagen for BI2B was SA 0.5 mM. The efficient mutagen for BI2B based on M1 seeds lethality was EMS 80 mM and based on M1 sterility was EMS 60 mM. The effective mutagen for BR1001 was SA 0.5 mM. Based on M1 seed lethality, the efficient mutagen was SA 5 mM and based on M1 sterility was EMS 80 mM. The effective and efficient mutagen to get putative mutant that tolerance to glyphosate herbicide were SA 0.5 mM and EMS 80 mM. The putative herbicide tolerant plants were BI2B from EMS 80 mM and BR1001 from SA 0.5 mM. The mutant frequency that tolerance to glyphosate herbicide was 1.7x10-5.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

NANCY DWI NUGRAINI

STUDI PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK PADA PADI (Oryza

sativa

L.) DAN UPAYA MENDAPATKAN TANAMAN TOLERAN

(12)
(13)

Judul Tesis : Studi Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode Mutasi Kimia

Nama : Nancy Dwi Nugraini

NIM : A253100274

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc Ketua

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E Kusumo, MS Anggota

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Pertanian

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 hingga Desember 2012 ini ialah mutasi pada tanaman padi, dengan judul Studi Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode Mutasi Kimia.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc, Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS dan Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MscAgr selaku komisi pembimbing atas segala kesabarannya memberikan bimbingan, saran dan kritikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.

2. Dr Dwi Guntoro SP, Msi selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan wawasan baru bagi kami.

3. PT. BISI International Tbk. yang telah memberikan beasiswa sepenuhnya untuk menempuh pendidikan strata S2 di IPB.

4. Bapak, Ibu dosen pengajar IPB yang telah memberikan banyak ilmu selama kegiatan perkuliahan program S2.

5. Tim padi Departemen FCRD PT. BISI International, Tbk. yang mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian di lahan farm Kambingan dan proses pasca panen.

6. Staf Farm Kambingan PT. BISI International, Tbk. atas segala dukungan dan bantuannya yang telah memberikan masukan selama proses penelitian.

7. Staf Lab. Fisiologi Tanaman dan Proteksi Tanaman Departemen Bioteknologi PT. BISI International, Tbk. atas segala bantuan dan fasilitasnya selama proses mutasi di laboratorium.

8. Rekan-rekan sesama penerima beasiswa dari PT. BISI International, Tbk. yang telah membantu selama kegiatan perkuliahan hingga tersusunnya tesis. 9. Ayah, Ibu, kakak dan adik-adikku atas segala do’a, dukungan dan kasih

sayangnya yang tulus.

10. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat dan do’a selama

perkuliahan hingga penelitian sehingga dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi (Oryza sativaL.) 4

Mutasi 5

Toleransi terhadap Herbisida Glifosat 7

3 METODE

Waktu dan Tempat 9

Analisis Generasi M1 9

Analisis Generasi M2 10

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Tumbuh Generasi M1 13

Sterilitas Gabah M1 14

Frekuensi Mutasi Klorofil M2 15

Efektivitas dan Efisiensi Mutagen 21

Keragaman Karakter Kuantitatif Generasi M2 24

Toleransi terhadap Herbisida Glifosat 32

Pembahasan 37

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 39

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

(18)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M1 yang dapat hidup

pada beberapa konsentrasi mutagen EMS dan SA 13

2 Sterilitas gabah padi (%) generasi M1 pada beberapa perlakuan

konsentrasi mutagen 15

3 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe BI2B 17 4 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen

dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe PD10 17 5 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen

dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe PD3362 18 6 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen

dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe BR1001 18 7 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BI2B

berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih

dan sterilitas gabah 21

8 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD10 berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih

dan sterilitas gabah 22

9 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD3362 berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih

dan sterilitas gabah 22

10 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BR1001 berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih

dan sterilitas gabah 23

11 Nilai rata–rata dan ragam tinggi tanaman empat genotipe padi generasi

M2 pada beberapa perlakuan mutagen 25

12 Nilai rata – rata dan ragam umur berbunga 50% empat genotipe padi

generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen 26

13 Nilai rata – rata dan ragam jumlah anakan produktif empat genotipe padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen 27 14 Nilai rata– rata dan ragam panjang malai empat genotipe padi generasi

M2 pada beberapa perlakuan mutagen 28

15 Nilai rata – rata dan ragam sterilitas gabah empat genotipe padi

generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen 28

16 Nilai rata – rata dan ragam jumlah gabah isi per malai empat genotipe padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen 30 17 Nilai rata –rata dan ragam berat 1000 butir gabah empat genotipe padi

generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen 31

18 Nilai rata – rata dan ragam berat gabah isi per rumpun empat genotipe padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen 32 19 Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M2 yang bertahan hidup

setelah aplikasi herbisida hingga menghasilkan benih 34 20 Keragaan tiga tanaman padi M2 toleran herbisida sampai fase generatif

(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 3

2 Skema pembentukan padi hibrida 5

3 Proses biosintesis asam amino pada lintasanshikimate 8 4 Seleksi mutasi klorofil pada stadia bibit generasi M2 10

5 Kondisi tanaman generasi M2 yang dipilah 11

6 Bibit generasi M2 yang normal dan mengalami mutasi klorofil 16 7 Mutasi klorofil pada tanaman padi dewasa generasi M2 20 8 Pengamatan karakter kuantitatif 1296 rumpun tanaman padi generasi

M2 di rumah kaca 25

9 Tujuh hari setelah aplikasi pertama herbisida glifosat pada tanaman padi generasi M2 menunjukkan masih banyak jumlah tanaman yang

berdaun hijau dan bertahan hidup 33

10 Tujuh hari setelah aplikasi kedua herbisida glifosat pada tanaman padi generasi M2 menunjukkan banyak tanaman yang telah mati namun masih terdapat beberapa yang menunjukkan warna hijau pada daunnya

dan kemungkinan bertahan hidup 33

11 Tanaman generasi M2 yang bertahan hidup hingga fase generatif setelah dua kali aplikasi herbisida glifosat hingga menghasilkan benih

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia dan menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian besar penduduk di dunia. Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat hingga tahun 2010 sebanyak 237,641,326 orang, menuntut peningkatan produksi padi yang semakin tinggi (BPS 2013). Peningkatan hasil produksi padi dapat dilakukan secara ekstensifikasi maupun intensifikasi pertanian. Area lahan pertanian yang menyempit seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka upaya optimal yang dapat dilakukan adalah dengan intensifikasi pertanian melalui teknik budidaya maupun penggunaan varietas unggul seperti varietas hibrida.

Virmani et al. (1997) menyatakan bahwa pembentukan varietas hibrida dalam tanaman padi memerlukan CMS (Cytoplasmic Male Sterile) untuk mempermudah produksi benih, sehingga diperlukan galurmaintainer(selanjutnya disebut galur pelestari) untuk memelihara CMS dan galur restorer (selanjutnya disebut galur pemulih) untuk memulihkan kesuburan. Padi hibrida yang unggul perlu memperhatikan genotipe dari galur pelestari dan pemulihnya, sehingga program pemuliaan tanaman dilakukan untuk memperoleh galur pelestari dan pemulih yang memiliki karakter yang diharapkan. Beberapa upaya pemuliaan tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan varietas unggul dengan karakter tanaman yang diharapkan, yaitu melalui hibridisasi, mutasi, atau transgenik. Metode mutasi dan transgenik tersebut perlu dilakukan ketika cara hibridisasi secara konvensional tidak dapat dilakukan, sehingga ada upaya melakukan mutasi agar mendapatkan tanaman dengan keragaman genetik yang mengandung sifat yang diharapkan.

Mutasi dapat dilakukan dengan beberapa jenis mutagen. Mutagen fisik dapat menggunakan sinar-x, sinar gamma, sinar alfa, sinar beta, dan radiasi ionisasi dari partikel neutron (van Harten 1998). Mutasi berupa sinar gamma telah banyak dilakukan pada tanaman padi (Ashraf et al.2003; Cheema dan Atta 2003; Wei et al. 2006; Domingo C et al. 2007; Sobrizal 2007; Babaei et al. 2010). Mutasi kimia dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis bahan kimia agen alkil, yaitu ethylene oxide, ethylene imine, methylmethane sulphonate, triethylene melamine, ethyl methane sulphonate, nitrosoethyl urea, nitrosomethyl urea, dan sodium azide. Mutagen kimia yang banyak digunakan untuk memutasi padi adalah EMS (Ethyl Methane Sulphonate) (Satoh dan Omura 1981; Fujimoto dan Yamagata 1982; Bughio et al. 2007; Siddiqui dan Singh 2010; Vasline dan Sabesan 2011) dan SA (Sodium Azide) pada kondisi tertentu (Ando dan Montalvan 2001; Jenget al.2003; Jenget al.2009; Siddiqui dan Singh 2010).

(22)

2

cahaya, hara, air dan ruang tumbuh, sehingga berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi dan hasil gabah padi (Guntoro 2012).

Glifosat adalah bahan aktif berspektrum luas yang terdapat pada herbisida sehingga sangat efektif untuk membasmi gulma. Kelemahan bahan aktif tersebut juga dapat membunuh tanaman padi sebagai tanaman utama budidaya, sehingga perlu adanya tanaman padi yang tahan herbisida berbahan aktif glifosat. Glifosat diaplikasikan pada daun kemudian diserap oleh daun dan beredar di dalam tanaman. Glifosat mencegah tanaman menghasilkan asam amino yang membentuk protein tanaman, sehingga tanaman tidak dapat membentuk protein, berhenti tumbuh, dan akhirnya mati (USDA 1997). Enzim 5-enolpyruvyl shikimate-3 phosphate synthase (EPSPS) sangat penting dalam biosintesis asam amino aromatik fenilalanin, tirosin dan triptofan. Glifosat memicu kerusakan pada tanaman dengan menghambat proses biosintesis asam amino aromatik produk lain dari lintasshikimate.Shikimateadalah salah satu pembentuk senyawa antara yang penting dalam lintas asam shikimic. Ketika shikimate terbentuk, kemudian berfosforilasi membentuk shikimate-3-phosphate. Proses tersebut menghasilkan EPSPS. EPSPS mengikat enol pyruvil berdampingan dengan shikimate-3-phosphate untuk membentuk EPSP. Kemudian, chorismate dibentuk dengan mengeliminasi phosphat dari EPSP. Chorismate bertindak sebagai prekursor fenolik dan cincinindoledari asam amino aromatik (Mahesh 2009).

Usaha mendapatkan tanaman dengan ketahanan herbisida telah dilakukan dengan beberapa metode. Metode genetic engineering untuk ketahanan herbisida dapat dilakukan dengan memasukkan gen cp4 EPSPS ke dalam tanaman rentan, sehingga diperoleh tanaman yang tahan herbisida glifosat. Mutasi menggunakan EMS pada padi telah dilakukan oleh perusahaan Clearfield (USA) dan diperoleh varietas yang tahan herbisida imazethapyr. Konzak dan Rice (2007) telah memutasi tanaman gandum dan diperoleh galur mutan yang tahan herbisida berbahan aktif glifosat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi mutagen kimia untuk mendapatkan keragaman tanaman padi. Melalui mutasi kimia tersebut diharapkan dapat diperoleh tanaman putatif mutan toleran herbisida berbahan aktif glifosat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahan dan konsentrasi mutagen kimia yang efektif dan efisien menimbulkan keragaman pada tanaman padi. Genotipe yang dimutasi dalam penelitian ini adalah galur maintainer dan restorer, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai tetua untuk perakitan padi hibrida. Karakter yang diharapkan dapat muncul dari keragaman yang disebabkan oleh mutasi kimia adalah toleran terhadap herbisida glifosat.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

3

mutagen berbeda – beda. Tingginya sterilitas gabah pada generasi M2 menunjukkan efisiensi mutagen, sedangkan frekuensi mutasi berupa mutasi klorofil pada generasi M2 menentukan efektifitas dari mutagen dan dosis yang digunakan.

Upaya untuk mendapatkan tanaman padi yang toleran herbisida glifosat dapat diperoleh dengan mutasi kimia, dan melakukan pengujian ketahanan pada generasi M2. Metode pengujian yang digunakan yaitu memberikan aplikasi herbisida sebanyak dua kali dengan konsentrasi yang berbeda. Rangkaian penelitian dilakukan dengan tahapan seperti yang tertera pada gambar 1.

(24)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi (Oryza sativaL.)

Tanaman padi termasuk dalam famili Poaceae (Gramineae) dan genus Oryza.Oryzaeterdiri atas sekitar 20 spesies yang berbeda, dan hanya dua spesies yang dibudidayakan, yaituOryza sativa L. dan Oryza glaberrimaSteud. Spesies Oryza sativa atau biasa dikenal sebagai padi Asia memiliki dua tipe, yaitu indica danjaponica. Padi tipeindicamemiliki karakter daun yang panjang, lebar sampai sempit, dan berwarna hijau cerah, dapat menghasilkan banyak anakan, bijinya panjang dan tipis. Padi tipe japonica berasal dari kawasan Asia subtropis dan memiliki karakter daun tipis dan hijau cerah, anakan sedang, biji agak pendek dan bulat (Wopereiset al.2009).

Padi hibrida adalah tanaman padi yang tumbuh dari benih F1 hasil persilangan antara dua tetua yang berbeda. Padi hibrida yang baik memiliki potensi hasil 15-20% lebih tinggi dibandingkan varietas inbred terbaik yang tumbuh pada kondisi yang sama. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, sehingga untuk mengembangkan padi hibrida komersial, memerlukan sistem mandul jantan. Mandul jantan karena genetik atau non-genetik berarti membuat polen menjadi tidak aktif (steril) dan spikelet padi menjadi hampa, atau tidak dapat membentuk biji melalui penyerbukan sendiri, sehingga galur mandul jantan dapat digunakan sebagai tetua betina dari hibrida (Virmaniet al.1997).

Sistem mandul jantan yang dapat digunakan dalam pengembangan padi hibrida adalah : mandul jantan sitoplasmik (Cytoplasmic-genetic male sterility), mandul jantan sensitif lingkungan (Environtment-sensitive genetic male sterility), mandul jantan induksi kimiawi (Chemically-induced male sterility). Pengembangan padi hibrida di Indonesia banyak menggunakan galur mandul jantan sitoplasmik (GMJS). Hal ini dikarenakan GMJS lebih mudah diperbanyak dan lebih terjaga kestabilannya. GMJS terjadi karena adanya interaksi antara faktor genetik yang terdapat dalam sitoplasma dan nukleus. Tidak adanya faktor penginduksi sterilitas dalam sitoplasma atau nukleus akan menyebabkan galur menjadi fertil. Keberadaan gen restorer dominan pada nukleus menyebabkan galur dapat memulihkan kesuburannya (Virmaniet al.1997).

Sistem GMJS untuk produksi padi hibrida melibatkan tiga komponen, yaitu galur GMJS, galur pelestari dan galur pemulih kesuburan. GMJS diperbanyak dengan cara menyilangkannya dengan galur pelestari, baik dengan hand-crossing (untuk meghasilkan benih dengan jumlah sedikit) atau dengan menyerbuk silang pada area yang terisolasi (untuk menghasilkan benih dalam jumlah besar) (Virmaniet al.1997).

(25)

5

menggunakan tiga galur untuk menghasilkan hibrida disebut dengan hibrida tiga galur (Virmaniet al.1997).

Gambar 2. Skema pembentukan padi hibrida (Virmaniet al.1997)

Mutasi

Perubahan materi genetik secara alami dan tiba-tiba yang jarang terjadi dan menghasilkan perubahan ekspresi gen secara permanen, secara spontan yang kemungkinan dilatarbelakangi oleh akibat kombinasi radioaktif, perubahan suhu ekstrim tinggi maupun rendah, keberadaan bahan kimia dan umur benih, dan nutrisi tanaman. Perubahan tiba-tiba yang terwariskan pada tanaman atau binatang tersebut disebut mutasi dan dapat dikelompokkan sebagai mutasi spontan atau induksi mutasi, mutasi somatik atau mutasi genetik, dan mutasi kromosom atau mutasi ekstra-kromosom. Meskipun mutasi muncul secara spontan dengan frekuensi yang pasti, namun bukan berarti frekuensi dari masing-masing kemunculannya tidak berubah (Medinaet al. 2005).

Mutasi adalah perubahan materi genetik yang dapat diwariskan dan bukan disebabkan oleh rekombinasi atau segregasi, dalam genetik molekuler, mutasi diartikan sebagai segala perubahan dalam sekuens nukleotida dari suatu genom yang dapat diwariskan. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Secara alami, kejadian mutasi sangat kecil, yaitu 1x10-5–1x10-8(van Harten 1998).

(26)

6

selama beberapa menit atau beberapa jam. Teknik radiasi yang ketiga adalah recurrent irradiation atau radiasi berulang. Radiasi tersebut dilakukan pada generasi selanjutnya dari tanaman hasil radiasi. Mutagen fisika terdiri dari berbagai macam, yaitu sinar gamma, sinar ultraviolet, partikel beta, netron, dan sorotan ion (Medina et al. 2005). Mutagen fisika yang banyak digunakan adalah sinar gamma (Soeranto et al. 2001, Aisyah et al 2009, Wani 2009, Bhosle dan Kothekar 2010, Soeranto dan Sihono 2010).

Mutagen kimia yang paling efektif digunakan adalah agen alkilasi. Agen alkilasi memiliki satu atau lebih kelompok alkil yang reaktif yang dapat ditransfer ke molekul lain. Mereka bereaksi dengan DNA dengan cara mengalkilasi kelompok fosfat begitu juga basa purin dan pirimidin. Penggunaan mutagen kimia harus ekstra hati-hati karena berpotensi karsinogen, sepertiethyleimine(EI), ethyl metane sulphonate(EMS), dan methyl nitroso urea(MNH) (Divanli-Turkanet al. 2006, Watanabeet al.2007, Dhanavelet al. 2008, Dubeet al. 2011). Selain agen alkilasi, mutasi kimia juga dapat menggunakan Azide dengan kondisi perlakuan tertentu. Frekuensi mutasi yang tinggi dapat diperoleh denganAzide (Olsen et al. 1993, Al-Qurainy dan Khan 2009, Prabhaet al. 2010) . Kebanyakan mutasi yang dihasilkan adalah mutasi gen dengan beberapa frekuensi minor aberasi kromosom (Medinaet al2005).

EMS adalah mutagen kimia yang sangat sukses dan mungkin paling banyak digunakan. EMS dapat menghasilkan tingkat mutasi yang lebih tinggi dan lebih efisien dalam menghasilkan mutan berdasarkan sterilitas dibandingkan mutasi iradiasi. Perlakuan menggunakan EMS dapat menyebabkan mutasi klorofil yang lebih banyak dan spektrum yang lebih luas dibandingkan mutasi iradiasi. EMS menginduksi aberasi kromosom, dimana secara eksklusif menyebabkan transisi G-C dan sedikit menyebabkan letalitas, EMS juga merupakan mutagen yang sangat tepat untuk menginduksi mutasi ekstranuklear. Rantai kimia dari EMS adalah CH3SO2OC2H5atau C3H8O3S. Sifat dari EMS adalah tidak berwarna,

berupa cairan dengan berat molekul 124 dan 8% dapat larut dalam air. Half-life dalam air pada pH 7 dan suhu 20 oC adalah 93 jam, sedangkan pada suhu 30 oC adalah 26 jam (van Harten 1998).

Sodium Azide (SA) adalah mutagen kimia yang juga banyak digunakan dan juga disebut sebagai mutagen super karena rasio mutasi yang dihasilkan berupa perubahan kromosom atau delesi yang luas pada kromosom sangat tinggi, sedangkan sifat beracunnya sangat rendah sehingga efektifitas mutagennya mendekati 100%. Mutasi induksi defisiensi klorofil membuktikan bahwa azide pada kondisi yang tepat (pH rendah, pra-perendaman, suhu kamar, dan pemberian gelembung oksigen pada larutan) dapat menghasilkan frekuensi mutasi yang sangat tinggi. Rantai kimia SA adalah NaN3, dan SA akan bereaksi aktif pada

kondisi masam (pH 3). SA merupakan mutagen yang lebih efektif dibandingkan EMS, sedangkan EMS lebih efisien dibandingkan SA (van Harten 1998).

(27)

7

Induksi mutasi yang dilakukan dalam pemuliaan diharapkan dapat menghasilkan keragaman genetik tanaman yang tinggi sehingga diperoleh genotipe-genotipe baru yang memiliki karakter spesifik yang diharapkan. Mutasi fisik menggunakan radiasi sinar gamma pada tanaman mawar mini menghasilkan genotipe dengan warna, bentuk, diameter, jumlah kelopak dan lama kesegaran yang berbeda dari induknya. Tanaman mawar yang tahan embun tepung dan tungau juga telah dihasilkan dari mutasi tersebut (Handayati 2006). Keragaman yang lain juga diperoleh dari radiasi tanaman anthurium wave of love yang menghasilkan beragam bentuk daun (Pulungan dan Wiendi 2010). Radiasi pada tanaman manggis telah menghasilkan keragaman morfologi berdasarkan analisis RAPD (Qosim 2006). Radiasi sinar gama pada tanaman pangan seperti kedelai dapat menghasilkan keragaman bentuk daun dan ukuran biji (Hartini 2008).

Mutasi kimia yang dilakukan pada beberapa tanaman telah menghasilkan karakter-karakter baru yang diharapkan. Mutasi menggunakan mutagen EMS pada tanaman padi oleh Wu et al. (2005) menghasilkan keragaman yang tinggi. Beberapa diantaranya diperoleh tanaman padi yang tahan terhadap penyakit seperti blas, hawar daun, tungro dan tahan terhadap serangan wereng coklat. Jeng et al. (2003) yang telah memutasi padi menggunakan SA telah menghasilkan padi dengan kualitas gabah yang lebih baik. Mutasi kimia menggunakan EMS pada tanaman padi telah dilakukan untuk menghasilkan tanaman padi tahan herbisida. Pengujian pada 52 juta benih padi generasi M2 telah menghasilkan 15 tanaman yang tahan herbisidaimidazolinone(Croughan 2001).

Toleransi terhadap Herbisida Glifosat

Gulma banyak ditemui pada areal pertanaman padi. Pada lahan padi gogo, gulma menjadi kendala utama dalam proses budidaya. Saat ini, di lahan padi sawah juga banyak ditemui gulma, sehingga untuk menjaga agar tidak terjadi kompetisi antara gulma dan tanaman padi, petani harus melakukan penyiangan gulma secara intensif. Pemberian herbisida pra tumbuh pada areal padi tidak menunjukkan hasil yang signifikan, sehingga petani harus melakukan penyiangan secara manual yang berakibat pada pengeluaran biaya perawatan yang lebih besar. Pengendalian gulma secara praktis dan murah dapat dilakukan dengan aplikasi herbisida dengan bahan aktif yang berspektrum luas (Rodenberg dan Demont 2009).

Herbisida berbahan aktif glifosat dapat digunakan untuk membasmi gulma. Glifosat diaplikasikan pada daun, lalu oleh daun akan diserap dan secara cepat akan menyebar ke seluruh tanaman hingga perakaran karena sifatnya yang sistemik. Glifosat mencegah tanaman menghasilkan asam amino yang membentuk protein tanaman. Tanaman yang tidak dapat membentuk protein akan berhenti tumbuh dan akhirnya mati (USDA 1997).

(28)

8

substrat dalam pembentukan EPSPS. EPSPS mengikat rantai samping enol pyruvyl ke shikimate-3-phosphate untuk membentuk EPSP. Langkah berikutnya, chorismate dibentuk dengan mengeliminasi fosfat dari EPSP. Chorismate berfungsi sebagai prekursor dari fenolik dan cincin indole dari asam amino aromatik. Sehingga penghambatan dari enzim tersebut akan menyebabkan kematian pada gulma akibat defisiensi asam amino aromatik pada tanaman. Glifosat dapat bermetabolisasi atau terpecah pada beberapa jenis tanaman. Hasil utama dari metabolisasi glifosat di tanaman yang toleran glifosat adalah aminomethylphosphonic acid(AMPA) (USDA 1997).

Sifat bahan aktif glifosat yang berspektrum luas dapat merugikan karena selain membasmi gulma, juga dapat membunuh tanaman padi yang dibudidayakan. Sehingga padi hibrida dengan karakter toleran herbisida berbahan aktif glifosat perlu dihasilkan. Upaya yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman padi yang toleran herbisida dapat dilakukan dengan transgenik, yaitu menyisipkan gen mutan EPSPS ke dalam tanaman (Mahesh 2009). Selain transgenik, mutasi kimia juga dapat dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang toleran herbisida glifosat. Mutasi gandum menggunakan kombinasi mutagen EMS dan SA telah dilakukan. Mutasi tersebut menghasilkan tanaman gandum yang tahan herbisida glifosat setelah dilakukan skrining pada generasi M2 (Konzak dan Rice 2007).

(29)

9

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 – Desember 2012. Pelaksanaan mutasi benih dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 di laboratorium fisiologi tanaman Departemen Bioteknologi PT. BISI International, Tbk. Evaluasi tanaman generasi M1 dan M2 dilaksanakan di lahan Farm Kambingan – Kediri, PT. BISI International, Tbk.

Analisis Generasi M1

Penelitian dilakukan dengan menggunakan empat genotipe yang berasal dari koleksi PT.BISI International, Tbk., yaitu galur pelestari BI2B, galur pemulih PD10, PD3362, dan BR1001 yang kemudian diuji daya berkecambahnya sehingga diperoleh daya berkecambah benih lebih dari 96%. Kemudian benih dari lot yang sama disiapkan sebanyak 80 gram benih yang telah dikupas kulitnya untuk masing-masing perlakuan, sehingga diperlukan 560 gram per genotipe untuk semua perlakuan jenis dan dosis mutagen.

Mutasi dilakukan dengan perendaman benih pada larutan Ethyl Methane Sulphonate (EMS) dan Sodium Azide (SA). Pada perendaman larutan EMS menggunakan konsentrasi 40 mM , 60 mM , dan 80 mM (Vasline dan Sabesan 2011; Fujimoto dan Yamagata 1982), sedangkan perendaman pada larutan SA menggunakan konsentrasi 0.5 mM, 1 mM , dan 5 mM (Ando dan Montalvan 2001). Perlakuan tersebut dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan mutasi) sehingga diperoleh 28 unit percobaan. Proses mutasi dilakukan di dalam ruang asam.

Benih-benih yang akan dimutasi menggunakan EMS direndam terlebih dahulu dalam aquades selama 4 jam, kemudian ditiriskan. Lalu benih direndam ke dalam masing-masing perlakuan konsentrasi EMS selama 7 jam pada kondisi terkontrol. Setelah itu benih dibilas dengan aquades beberapa kali untuk membersihkan sisa-sisa residu mutagen pada benih, ditiriskan, lalu disemai.

Mutasi menggunakan mutagen SA dilakukan dengan cara merendam benih dalam aquades selama 6 jam, kemudian ditiriskan. Lalu benih tersebut direndam dalam masing-masing perlakuan larutan SA dengan pH 3. Larutan SA dengan pH 3 (asam) diperoleh dengan menambahkan HCl 0.2 M ke dalam larutan. Perendaman ke dalam larutan SA dilakukan selama 8 jam sambil dikocok menggunakanshaker pada suhu ruang (25±2 oC). Setelah perlakuan perendaman, benih tersebut segera dibilas menggunakan aquades untuk membersihkan sisa-sisa residu mutagen, lalu ditiriskan dan kemudian disemai.

(30)

10

sterilitas gabah per rumpun. Gabah dibiarkan hingga masak kemudian dipanen, sehingga diperoleh benih M2.

Analisis Generasi M2

Benih M2 yang diperoleh disemai sebanyak 264301 biji dengan bagian 136620 biji untuk benih genotipe BI2B, genotipe PD10 sebanyak 35642 biji, genotipe PD3362 sebanyak 30741 biji, dan BR1001 dengan 61298 biji. Persemaian dilakukan pada media pasir selama ± 21 hari. Sebelum dilakukan pindah tanam ke sawah, terlebih dahulu dilakukan pengamatan jumlah bibit yang mengalami mutasi klorofil pada bibit generasi M2 tersebut. Mutasi klorofil dapat diketahui dengan mengamati terjadinya perubahan warna pada bibit daun seperti albino (putih), kuning,stripe(ada garis atau spot putih) dan hijau pucat atau hijau muda kekuningan.

Gambar 4. Seleksi mutasi klorofil pada stadia bibit generasi M2

(31)

11

Gambar 5. Kondisi tanaman generasi M2 yang dipilah a) bagian pertama yang tetap ditanam di lahan; b) bagian kedua yang ditanam di ember.

Bagian yang pertama, kemudian diberi aplikasi herbisida berbahan aktif setara glifosat 356000 ppm dengan konsentrasi 3200 ppm, sedangkan bagian tanaman kedua dibiarkan tumbuh normal dan diamati pada beberapa karakter kualitatif dan kuantitatifnya berdasarkan SES (Standard Evaluation System for Rice) (IRRI 2002). Karakter kualitatif dan kuantitatif yang diamati yaitu : frekuensi mutasi klorofil, umur berbunga (berbunga 50%), jumlah anakan produktif, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 butir gabah dan berat isi per rumpun. Dua belas hari setelah aplikasi herbisida yang pertama, dilakukan aplikasi herbisida kedua dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 4500 ppm. Kemudian diamati jika terdapat tanaman yang tahan terhadap perlakuan herbisida untuk diamati beberapa karakter kuantitatifnya seperti pada 48 tanaman contoh dan dibiarkan hingga menghasilkan benih M3.

Analisis Data

Efektivitas mutagen dihitung berdasarkan frekuensi mutan terhadap jenis dan dosis mutagen pada generasi M2, sedangkan efisiensi mutasi dihitung dengan dua metode, yaitu berdasarkan frekuensi kematian benih/lethality M1 dan sterilitas M1. Frekuensi mutan diperoleh dengan menghitung persentase bibit yang termutasi klorofil terhadap jumlah total bibit yang tumbuh. Rumus efektivitas dan efisiensi sebagai berikut :

Efektivitas mutagen =

Efisiensi mutasi berdasarkan frekuensi benih mati M1 =

Efisiensi mutasi berdasarkan sterilitas M1 = Dimana,

Msd = frekuensi mutan (mutasi klorofil) pada generasi M2 C = jenis dan dosis mutagen (konsentrasi x waktu)

L = frekuensi benih yang mati pada generasi M1

S = sterilitas (% reduksi fertilitas gabah yang dihasilkan tanaman M1) (Umar et al.1985).

Data karakter kuantitatif (tinggi tanaman, umur berbunga (berbunga 50%), jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, persentase

(32)

12

gabah hampa, berat 1000 butir gabah dan berat gabah isi per rumpun) dianalisis menggunakan analisis ragam (Mattjik dan Sumertajaya 2006) dan kemudian dibandingkan dengan tanaman kontrol.

S2 = (xi-x)2

Dimana,

S2 = ragam

n = jumlah tanaman yang diamati xi = nilai karakter tanaman ke-i

(33)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Tumbuh Generasi M1

Berdasarkan hasil generasi M1 tanaman padi yang telah ditanam, dapat diketahui persentase tertinggi tanaman yang dapat tumbuh adalah pada genotipe BI2B dengan perlakuan mutagen SA pada konsentrasi 0.5 mM yaitu sebanyak 725 benih atau 15.94% dari 4548 benih yang disemai dan BI2B pada perlakuan EMS dengan konsentrasi 60 mM sebanyak 701 benih. Benih dengan daya tumbuh terendah terdapat pada genotipe BI2B dengan perlakuan mutagen SA pada konsentrasi 1 mM yaitu 0% atau tidak terdapat benih padi yang tumbuh dan BI2B pada perlakuan mutagen EMS 40 mM yaitu hanya satu benih yang tumbuh (Tabel 1). Daya tumbuh benih sebagai salah satu parameter pengamatan berfungsi untuk mengetahui efek mutagen terhadap genotipe yang dimutasi sehingga dapat dilakukan analisis kerusakan fisik dan aberasi kromosom. Kerusakan fisik dapat diamati dengan analisis sitologi dan menghitung kerusakan tanaman pada generasi M1 (Medinaet al.2005).

Perlakuan EMS pada keempat genotipe menunjukkan rata-rata persentase daya tumbuh tertinggi pada konsentrasi 60 mM, sedangkan pada perlakuan SA, persentase daya tumbuh tertinggi terdapat pada konsentrasi 0.5 mM. Respon daya tumbuh tiap genotipe terhadap jenis dan konsentrasi mutagen berbeda-beda. Genotipe BI2B pada perlakuan mutagen EMS menunjukkan persentase daya tumbuh yang tinggi pada konsentrasi 60 mM, dan persentase yang rendah pada konsentrasi 40 dan 80 mM. Pada mutagen SA menunjukkan persentase yang rendah pada konsentrasi 1 mM dan persentase tertinggi pada konsentrasi 0.5 mM diikuti konsentrasi 5 mM. Genotipe PD10 menunjukkan kesamaan pola daya Tabel 1. Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M1 yang dapat hidup pada

beberapa konsentrasi mutagen EMS dan SA

Mutagen

Jumlah dan persentase tanaman M1 yang hidup

masing - masing genotipe rata - rata BI2Ba) PD10b) PD3362c) BR1001d)

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

(34)

14

tumbuh pada perlakuan mutagen EMS maupun SA, yaitu persentase tertinggi terdapat pada konsentrasi tengah , diikuti konsentrasi terendah lalu tertinggi. Daya tumbuh tertinggi genotipe PD3362 terdapat pada konsentrasi terendah dari mutagen EMS maupun SA. Persentase daya tumbuh BR1001 menunjukkan pola yang berbeda pada mutagen EMS dan SA. Pada mutagen EMS persentase tertinggi pada konsentrasi 80 mM diikuti konsentrasi 40 mM dan 60 mM, sedangkan mutagen SA menunjukkan daya tumbuh tertinggi pada konsentrasi 0.5 mM dan menurun pada konsentrasi 1 mM dan 5 mM.

Perbedaan respon genotipe berdasarkan pengamatan daya tumbuh menunjukkan bahwa tiap genotipe memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap jenis dan konsentrasi mutagen. Hasil yang sama diperoleh Emraniet al. (2011) yang menguji beberapa jenis dan konsentrasi mutagen kimia pada benih canola. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase daya berkecambah yang dihasilkan berbeda-beda dan bersifat acak. Pada benih stevia yang dimutasi menggunakan sodium azide dan kolkisin menunjukkan reaksi yang juga acak terhadap daya berkecambahnya (Pande dan Khetmalas 2012). Respon daya tumbuh lebih disebabkan oleh kesesuaian genetik dari tiap-tiap genotipe yang berbeda terhadap bahan dan konsentrasi mutagen tertentu. Respon yang berbeda tersebut disebabkan terjadinya mutasi titik pada kromosom secara acak akibat penggunaan bahan kimia, berbeda dengan mutasi fisik yang menyebabkan aberasi tingkat sel (van Harteen 1998).

Sterilitas Gabah M1

Pengamatan karakter sterilitas gabah pada generasi M1 dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi dari mutagen yang digunakan (Umar 1985). Hal ini disebabkan oleh karakter sterilitas gabah yang merupakan salah satu bentuk kerusakan fisik. Kerusakan fisik pada M1 tersebut merupakan respon genotipe terhadap mutagen yang diserap oleh benih. Efisiensi mutagen dapat diketahui dengan menghitung perbandingan frekuensi mutan klorofil pada bibit M2 terhadap tingkat sterilitas gabah generasi M1. Perlakuan SA konsentrasi 1 mM dan 5 mM menunjukkan rata-rata sterilitas yang tinggi (Tabel 2). Hasil tersebut sesuai dengan Ando dan Montalvan (2001) yang menyatakan bahwa perlakuan mutasi menggunakan SA menunjukkan efisiensi pada konsentrasi kisaran 1-5 mM. Sedangkan pada mutagen EMS, sterilitas tertinggi terdapat pada konsentrasi tertinggi yaitu 80 mM.

(35)

15

genotipe yang lain, sedangkan sterilitas terendah terdapat pada genotipe BR1001 yaitu 21.42%.

Perlakuan mutagen SA pada keempat genotipe padi menunjukkan bahwa terdapat respon yang sama pada ketiga konsentrasi, yaitu semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi tingkat seterilitas gabahnya. Hasil yang sama juga diperoleh pada mutasi yang dilakukan pada tanaman bunga matahari oleh Kumar dan Ratnam (2010). Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi SA yang diberikan pada tanaman akan meningkatkan sterilitas polen yang berpengaruh terhadap seed setting biji. Rata-rata respon genotipe menunjukkan kesamaan pada perlakuan EMS maupun SA, yaitu persentase sterilitas yang berurutan dari nilai tertinggi ke rendah pada genotipe BI2B, PD10, PD3362 dan BR1001.

Frekuensi Mutasi Klorofil M2

Mutasi klorofil pada tanaman dapat kita temukan pada tanaman hasil mutasi, baik itu pada generasi M1 maupun M2. Untuk mengetahui frekuensi mutasi klorofil pada perlakuan mutasi, maka yang perlu kita amati adalah pada generasi M2. Hal ini dikarenakan pada generasi M1, terjadinya perubahan pada warna daun, dapat disebabkan adanya kerusakan morfologis akibat dari bahan kimia yang digunakan saat melakukan mutasi, sehingga merusak jaringan sel yang yang mempengaruhi pembentukan zat warna daun.Mutasi klorofil diamati dengan terdapatnya perubahan warna pada daun, dimana daun yang seharusnya berwarna hijau, menjadi putih (albino), atau terdapat garis yang membujur dengan warna hijau muda, kuning, atau garis-garis tipis berwarna putih (stripe) (Gambar 5).

Penggolongan mutasi klorofil berdasarkan Lal et al. (2009) terdiri dari beberapa kelas, yaitu albino, xantha, viridis, dan striata. Albino berupa warna putih pada daun, yaitu tidak terdapat klorofil atau karotenoid yang terbentuk. Tabel 2. Sterilitas gabah padi (%) generasi M1 pada beberapa perlakuan konsentrasi

mutagen

40 mM 38.83a) 35.41 27.73 18.01 30.00

60 mM 33.21 31.03 29.47 17.47 27.80

80 mM 41.99 25.36 31.85 28.78 32.00

rata - rata 38.01 30.60 29.68 21.42 29.93

SA

0.5 mM 38.76 30.64 22.07 17.94 27.35

1 mM - 38.77 33.63 30.22 34.21

5 mM 65.20 47.61 46.20 78.26 59.32

rata - rata 51.98 39.01 33.97 42.14 41.77

Rata - rata 45.00 34.80 31.83 31.78 35.11

Kontrol 30.72 32.04 25.66 14.62 25.76

(36)

16

Daun albino dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Xantha berupa warna kuning atau warna kuning keputihan pada daun. Daunxanthamemiliki karotenoid tetapi tidak terdapat klorofil. Warna kuning pada bibit tersebut dapat menyebabkan kematian.Viridis berupa warna hijau muda kekuningan pada daun, tanaman dengan warna tersebut dapat hidup.Striata ataustripepada daun berupa garis-garis dengan warna yang berbeda dari warna asli daun. Warna stripe dapat berupa warna putih, kuning keputihan, kuning, atau hijau muda. Bentuk garis berwarna dari tipe daun tersebut juga bermacam-macam. Terdapat bentuk garis memanjang searah dengan panjang daun (longitudinal) dengan lebar sepertiga hingga setengah bagian lebar daun. Bentuk stripe yang lain adalah berupa garis tipis berwarna putih memanjang namun tidak setegas bentuk sebelumnya. Garis putih tersebut berselang-seling dengan warna daun yang hijau, sehingga sering disebut juga tipe zebra.

Perubahan warna tersebut terjadi karena gangguan fisiologis pada tanaman yang tumbuh berkembang atau mutasi pada gen-gen plastid yang menyebabkan kimera klorofil terdefisiensi. DNA kloroplas yang kaya akan pasang basa G-C yang secara selektif dipengaruhi mutagenesis menyebabkan kimera kloroplas (Mathur 1989).

Gambar 6. Bibit generasi M2 yang normal dan mengalami mutasi klorofil (a) albino dan (b) kuning

a

(37)

17

Tabel 3. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe BI2B

Perlakuan

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2 (variegata)

albino hijau pucat kuning stripe Total

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

EMS 40 mM 785 785 100.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

EMS 60 mM 54486 53148 97.544 269 0.494 0 0.000 6 0.011 31 0.057 306 0.562 1

EMS 80 mM 12105 11928 98.538 56 0.463 0 0.000 0 0.000 0 0.000 56 0.463 1

SA 0,5 mM 54504 52604 96.514 166 0.305 0 0.000 0 0.000 15 0.028 181 0.332

SA 1 mM 0 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

SA 5 mM 2982 2635 88.364 17 0.570 0 0.000 0 0.000 2 0.067 19 0.637

Kontrol 1504 1504 100.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

Total 126366 122604 97.023 508 0.402 0 0.000 6 0.005 48 0.038 562 0.445 2

Keterangan: Jml = Jumlah

Tabel 4. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe PD10

Perlakuan

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2

EMS 80 mM 10658 10322 96.847 39 0.366 0 0.000 0 0.000 6 0.056 45 0.422

SA 0,5 mM 3780 3663 96.905 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

SA 1 mM 8635 8416 97.464 3 0.035 0 0.000 0 0.000 5 0.058 8 0.093 2

SA 5 mM 2022 1946 96.241 44 2.176 0 0.000 0 0.000 0 0.000 44 2.176

Kontrol 1264 1248 98.734 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

Total 37132 36181 97.439 110 0.296 0 0.000 0 0.000 11 0.030 121 0.326 2

Keterangan: Jml = Jumlah

(38)

18

Tabel 5. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe PD3362

Perlakuan

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2

Kontrol 1464 1447 98.839 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

Total 30451 29761 97.734 46 0.151 0 0.000 0 0.000 5 0.016 51 0.167 0

Keterangan: Jml = Jumlah

Tabel 6. Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen dan jumlah tanaman dewasa M2variegatagenotipe BR1001

Perlakuan

Jumlah bibit M2 mutasi klorofil Jumlah tanaman dewasa M2

EMS 80 mM 14877 14491 97.405 90 0.605 0 0.000 3 0.020 15 0.101 108 0.726

SA 0,5 mM 20715 20228 97.649 107 0.517 0 0.000 4 0.019 11 0.053 122 0.589

SA 1 mM 5660 5527 97.650 36 0.636 0 0.000 0 0.000 4 0.071 40 0.707

SA 5 mM 2938 2740 93.261 46 1.566 0 0.000 0 0.000 0 0.000 46 1.566

Kontrol 1446 1441 99.654 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000 0 0.000

Total 58514 57086 97.560 279 0.477 1 0.002 7 0.012 54 0.092 341 0.583 0

Keterangan: Jml = Jumlah

(39)

19

Pengamatan fase bibit generasi M2 genotipe BI2B yang telah disemai menunjukkan terjadinya mutasi klorofil, dimana persentase albino tertinggi terdapat pada mutasi menggunakan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM. Persentase stripe berupa garis putih yang tertinggi terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM. Bibit yang berwarna kuning hanya terdapat pada perlakuan yaitu EMS konsentrasi 60 mM. Bibit yang berwarna hijau pucat tidak ditemukan sama sekali pada keenam perlakuan mutagen genotipe BI2B. Berdasarkan enam perlakuan mutagen yang digunakan, mutasi klorofil dengan persentase tertinggi terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM. Tanaman dewasa yang variegata pada genotipe BI2B terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 dan 80 mM masing-masing sebanyak satu tanaman (Tabel 3).

Mutasi klorofil pada genotipe PD10 hanya ditemukan albino dan stripe. Pada mutasi klorofil hijau pucat dan kuning tidak ditemukan sama sekali. Persentase tertinggi albino terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM dan EMS konsentrasi 80 mM. Persentase keberadaan bibitstripe hanya terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 80 mM dan SA konsentrasi 1 mM. Tanaman dewasa variegata genotipe PD10 ditemukan pada perlakuan SA konsentrasi 1 mM sebanyak dua tanaman (Tabel 4).

Pola mutasi klorofil genotipe PD3362 sama dengan genotipe PD10, yaitu hanya ditemukan albino dan stripe. Mutan albino tertinggi terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 1 mM dan mutan stripe tertinggi terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM. Pada genotipe PD3362 tidak ditemukan tanaman variegata dewasa. Total jumlah bibit yang termutasi klorofil pada genotipe PD3362 adalah paling sedikit dibandingkan genotipe lainnya (Tabel 5).

Mutan klorofil pada genotipe BR1001 ditemukan keempat jenis. Mutan albino tertinggi terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM diikuti dengan EMS konsentrasi 80 mM. Warna bibit hijau pucat, ditemukan hanya ada satu bibit pada perlakuan EMS konsentrasi 40 mM. Bibit berwarna kuning hanya terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 80 mM dan SA konsentrasi 0.5 mM dengan jumlah yang hampir sama, yaitu 3 dan 4 bibit. Mutan klorofil stripe tertinggi terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan tidak ditemukan sama sekali pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM dan kontrol (Tabel 6).

(40)

20

Gambar 7. Mutasi klorofil pada tanaman padi dewasa generasi M2 akibat perlakuan EMS (kiri) dan SA (kanan)

Hasil analisis generasi M2 fase tanaman dewasa menunjukkan terdapat tanaman variegata, yaitu terdapat garis memanjang warna putih kekuningan pada genotipe BI2B akibat perlakuan mutasi EMS pada konsentrasi 60 mM dan 80 mM. Kedua perlakuan tersebut masing-masing terdapat satu rumpun. Kerusakan fisiologis berupa garis warna putih pada daun seperti zebra terdapat pada genotipe PD10 dengan perlakuan mutasi SA pada konsentrasi 1 mM sebanyak dua rumpun. Bibit yang termutasi klorofil, sebagian besar mati dan tidak dapat tumbuh menjadi tanaman dewasa. Hal ini disebabkan tanaman yang mengalami kerusakan klorofil akan terganggu proses metabolismenya, seperti proses fotosintesis yang memerlukan klorofil untuk membantu proses metabolismenya. Wu et al. (2007) menyatakan bahwa tanaman mutan yang memiliki fenotipe daun warna hijau kekuningan menandakan terjadinya kekurangan klorofil dan terhambatnya pertumbuhan kloroplas.

Genotipe BI2B pada generasi M1 dengan perlakuan mutagen EMS sebesar 60 mM telah mengalami mutasi klorofil, namun asal tanaman generasi M2 yang termutasi klorofil berbeda dengan generasi M1. Perbedaan asal tanaman dari generasi M1 yang mengalami kerusakan fisiologis menunjukkan bahwa kerusakan fisiologis pada daun tersebut tidak terwariskan melalui biji (Wuet al.2005).

(41)

21

herbisida N-phosphonomethylglycine (glifosat) yang menyebabkan penurunan secara terus-menerus proses lintasanshikimate(Tzin dan Galili 2010).

Efektivitas dan Efisiensi Mutagen

Efektivitas mutagen yang digunakan dapat diketahui dengan menghitung perbandingan frekuensi mutan terhadap konsentrasi mutagen. Frekuensi mutan diperoleh berdasarkan hasil pengamatan frekuensi mutasi klorofil bibit generasi M2 yang telah diperoleh sebelumnya. Konsentrasi mutagen diperoleh dengan mengalikan konsentrasi mutagen yang telah diubah satuannya (%) dengan waktu (jam) perendaman ke dalam larutan mutagen. Semakin tinggi nilai efektivitas, maka semakin tinggi peluang mendapatkan mutan dengan karakter yang diharapkan pada jenis dan konsentrasi mutagen tersebut. Efisiensi mutagen dapat dihitung dengan beberapa parameter, yaitu tingkat kematian benih M1 dan sterilitas gabah M1. Makin tinggi nilai efisiensi mutagen, maka semakin tinggi proporsi mutasi yang berkolerasi terhadap efek biologis yang tidak diharapkan seperti aberasi kromosom, letalitas, dan sterilitas (Makeen dan Babu 2010).

Tabel 7. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BI2B berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S)

EMS 40 0.497 0.000 0.000 0.000 0.000

60 0.745 0.562 0.108 0.036 0.017

80 0.994 0.463 0.067 2.313 0.011

SA 0.5 0.003 0.332 12.972 0.021 0.009

1 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000

5 0.033 0.637 2.451 0.601 0.010

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%).

Efektivitas mutagen pada genotipe BI2B menunjukkan bahwa mutagen SA konsentrasi 0.5 mM memiliki nilai efektivitas tertinggi dibandingkan perlakuan mutagen yang lain, sedangkan mutagen yang tidak efektif adalah EMS konsentrasi 40 mM dan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 0 karena tidak terdapat frekuensi mutan (Tabel 7). Efisisensi tertinggi berdasarkan tingkat kematian benih adalah 2.313 terdapat pada perlakuan mutagen EMS konsentrasi 80 mM, sedangkan mutagen paling efisien berdasarkan sterilitas gabah adalah EMS konsentrasi 60 mM. Mutagen yang tidak efisien adalah perlakuan EMS konsentrasi 40 mM dan SA konsentrasi 1 mM, sama seperti perhitungan efektivitasnya.

(42)

22

konsentrasi 5 mM yaitu 0.046. Mutagen yang tidak efektif dan tidak efisien atau bernilai 0 adalah perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM karena tidak terdapat frekuensi mutan klorofil pada perlakuan tersebut (Tabel 8).

Tabel 8. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD10 berdasarkan frekuensi mutan terhadap konsentrasi, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S)

EMS 40 0.497 0.053 0.015 0.046 0.001

60 0.745 0.315 0.060 0.144 0.010

80 0.994 0.422 0.061 2.222 0.017

SA 0.5 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000

1 0.007 0.093 1.782 0.488 0.002

5 0.033 2.176 8.369 43.521 0.046

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%)

Analisis efektivitas mutagen pada genotipe PD3362 menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan mutagen SA konsentrasi 0.5 mM yaitu 14.276 dan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 9.573 (Tabel 9). Efisiensi mutagen berdasarkan tingkat kematian benih dengan nilai tertinggi adalah perlakuan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 3.556, sedangkan efisiensi berdasarkan sterilitas gabah diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM yaitu 0.017. Perlakuan mutagen yang tidak efektif dan tidak efisien pada genotipe PD3362 adalah SA konsentrasi 5 mM karena pada perlakuan tersebut tidak diperoleh frekuensi mutan.

Tabel 9. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD3362 berdasarkan frekuensi mutan terhadap konsentrasi, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S)

EMS 40 0.497 0.024 0.007 0.005 0.001

60 0.745 0.029 0.006 0.024 0.001

80 0.994 0.360 0.052 0.293 0.011

SA 0.5 0.003 0.365 14.276 0.227 0.017

1 0.007 0.498 9.573 3.556 0.015

5 0.033 0.000 0.000 0.000 0.000

(43)

23

Tabel 10. Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BR1001 berdasarkan frekuensi mutan terhadap konsentrasi, tingkat kematian benih dan sterilitas gabah

Mutagen Konsentrasi Frekuensi

mutan (%) Efektivitas Efisiensi

(mM) (%) (Msd) (Msd/dosis) (Msd/L) (Msd/S)

EMS 40 0.497 0.074 0.021 0.026 0.004

60 0.745 0.394 0.076 0.239 0.023

80 0.994 0.726 0.104 0.136 0.025

SA 0.5 0.003 0.589 23.006 0.089 0.033

1 0.007 0.707 13.591 0.320 0.023

5 0.033 1.566 6.022 3.479 0.020

Keterangan : Msd = frekuensi mutan berdasarkan mutasi klorofil. Dosis = konsentrasi (%) x waktu (jam), L = tingkat kematian benih M1 (%), S = sterilitas M1 (%)

Efektivitas mutagen pada genotipe BR1001 diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM yaitu 23.006 dan SA konsentrasi 1 mM dengan nilai 13.591. Perlakuan mutagen yang paling efisien berdasarkan tingkat kematian benih adalah perlakuan SA konsentrasi 5 mM, sedangkan efisiensi berdasarkan sterilitas gabah terdapat pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM (Tabel 10). Pada genotipe BR1001 tidak ditemukan perlakuan yang tidak efektif dan efisien seperti pada ketiga genotipe sebelumnya karena pada keenam perlakuan mutagen yang digunakan terdapat tanaman yang mengalami mutasi klorofil.

Analisis efektivitas mutagen pada empat genotipe yang digunakan rata-rata menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM. Perlakuan mutagen yang paling efisien berdasarkan tingkat kematian benih (Msd/L) rata-rata terdapat pada perlakuan EMS konsentrasi 80 mM, sedangkan efisiensi mutagen berdasarkan sterilitas benih (Msd/S) berbeda-beda atau acak pada masing-masing genotipe. Beberapa hasil analisis menunjukkan nilai 0 pada genotipe BI2B, PD10 dan PD3362. Hal ini disebabkan tidak ditemukan mutasi klorofil bibit M2 pada perlakuan mutagen tersebut. Perlakuan yang tidak menghasilkan mutasi klorofil diketahui memiliki nilai frekuensi mutan sama dengan 0 dan menjadi indikator bahwa perlakuan tersebut tidak efektif dan tidak efisien bagi genotipe tertentu. Frekuensi mutan yang digunakan adalah berdasarkan mutasi klorofil pada bibit M2. Hal ini disebabkan mutasi klorofil merupakan karakter paling menyolok dan mudah dideteksi (Mahamune dan Kothekar 2012). Mathur (1989) menjelaskan bahwa tingkat mutasi klorofil pada generasi M2 menunjukkan proporsi mutasi dari karakter yang vital atau karakter yang diharapkan.

(44)

24

berbeda dengan penelitian yang dilaporkan oleh Khan dan Siddiqui (1993) pada tanaman kacang hijau. Mutasi tersebut menggunakan EMS, MMS dan SA yang menghasilkan penurunan efektivitas dan efisiensi mutagen pada tanaman kacang hijau seiring dengan peningkatan konsentrasi mutagen. Penelitian mutasi kacang polong oleh Dhulgande et al. (2011) juga menunjukkan terjadi penurunan efektivitas seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen, sedangkan efisiensinya berpola acak.

Analisis efektivitas dan efisiensi genotipe PD3362 dan BR1001 pada perlakuan mutasi SA menunjukkan pola yang menurun seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen. Hasil yang sama dilaporkan oleh Khan dan Siddiqui (1993) pada tanaman kacang hijau yang menunjukkan terjadinya penurunan efektivitas dan efisiensi seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen. Penelitian kacang guar yang dimutasi menggunakan EMS oleh Dube et al. (2001) juga menunjukkan penurunan efektivitas dan efisiensi seiring dengan penambahan konsentrasi mutagen.

Keragaman Karakter Kuantitatif Generasi M2

Pengamatan karakter kuantitatif pada generasi M2 dilakukan pada 1296 rumpun tanaman padi yang terdiri dari 48 rumpun pada masing-masing jenis dan konsentrasi perlakuan mutagen yang dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan mutagen). Pengamatan dilakukan mulai dari fase umur berbunga 50% hingga panen. Karakter kuantitatif yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga 50%, jumlah anakan produktif, panjang malai, sterilitas gabah, gabah isi per malai, bobot 1000 butir gabah dan bobot gabah isi per rumpun. Karakter kuantitatif diamati untuk mengetahui keragaman yang diperoleh dari hasil perlakuan mutasi pada generasi M2 sehingga dapat dilakukan seleksi jika ditemukan tanaman putatif mutan dengan karakter yang diharapkan. Menurut Medina et al. (2005) seleksi hasil mutasi mulai dilakukan pada generasi M2, karena pada generasi tersebut kemungkinan besar sudah tidak terdapat efek kerusakan langsung dari mutagen yang tidak terwariskan.

Tinggi Tanaman

Karakter tinggi tanaman padi yang diamati pada keempat genotipe generasi M2 rata-rata menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (Tabel 11). Genotipe BI2B menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan kontrol pada perlakuan EMS konsentrasi 40 mM dan 80 mM. Keragaman tinggi tanaman pada genotipe BI2B yang tertinggi terdapat pada perlakuan mutagen SA konsentrasi 0.5 mM.

(45)

25

yang lebih rendah pada perlakuan SA konsentrasi 1 mM dan 5 mM. Perlakuan mutagen SA konsentrasi 0.5 mM memiliki tingkat keragaman yang lebih rendah dibandingkan kontrol, sedangkan kelima perlakuan yang lain memiliki tingkat keragaman yang lebih tinggi dari kontrol.

Gambar 8. Pengamatan karakter kuantitatif 1296 rumpun tanaman padi generasi M2 di rumah kaca

Tabel 11. Nilai rata– rata dan ragam tinggi tanaman empat genotipe padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen

Mutagen Konsentrasi (mM)

BI2B BR1001 PD10 PD3362

 2  2  2  2

EMS 40 78 39.4 100 80.0 90 34.0 88 37.5

60 85 20.9 100 70.3 89 42.6 78 67.7

80 83 23.0 96 148.7 88 30.1 81 36.8

SA 0.5 82 64.6 101 34.3 87 20.1 81 27.5

1 - - 98 20.5 86 33.1 73 50.4

5 80 36.3 87 155.1 84 33.0 74 41.0

Kontrol 82 26.8 97 26.6 87 16.3 77 34.4

(46)

26

dengan konsentrasi yang tinggi dapat memicu keragaman morfologi dari suatu genotipe. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Hartini (2008) pada tanaman kedelai yang dimutasi menunjukkan terdapat keragaman tinggi tanaman. Perlakuan mutasi konsentrasi tinggi menghasilkan mutan kedelai dengan tinggi tanaman yang lebih pendek dari kontrol dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi rendah.

Umur Berbunga 50%

Karakter umur berbunga tanaman padi diamati dengan menghitung waktu yang diperlukan bagi satu rumpun tanaman untuk memunculkan bunga 50% (flowering) dari waktu semainya. Genotipe BI2B menunjukkan rata-rata umur berbunga 50% yang lebih genjah dibandingkan dengan kontrol kecuali pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM lebih dalam sehari dibandingkan kontrol (Tabel 12). Tingkat keragaman dari lima perlakuan mutagen menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan keragaman pada kontrol. Umur berbunga 50% genotipe BR1001 rata-rata lebih genjah dibandingkan kontrol, kecuali pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM yang berumur sama dengan kontrol dan perlakuan SA konsentrasi 1 mM yang berumur lebih dalam sehari dibandingkan kontrol. Tingkat keragaman enam perlakuan mutagen pada genotipe BR1001 lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Kontrol 101 3.8 110 4.2 104 9.1 102 14.7

Genotipe PD10 dan PD3362 memiliki pola yang hampir sama, yaitu rata-rata umur berbunga 50%-nya lebih dalam dibandingkan kontrol pada masing-masing genotipe, kecuali perlakuan SA konsentrasi 5 mM pada genotipe PD3362 yang berumur sama dengan kontrol. Tingkat keragaman genotipe PD10 perlakuan SA konsentrasi 5 mM hampir sama dengan kontrol, sedangkan perlakuan EMS konsentrasi 60 mM lebih rendah dari kontrolnya. Empat perlakuan mutagen yang lain menimbulkan tingkat keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Tingkat keragaman umur berbunga genotipe PD 3362 rata-rata lebih rendah dari kontrol kecuali pada perlakuan SA konsentrasi 1 mM dan 5 mM.

(47)

27

yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol seperti hasil penelitian Fujimoto dan Yamagata (1982) yang menunjukkan keragaman umur berbunga lebih tinggi pada tanaman padi generasi M2 hasil mutasi.

Jumlah Anakan Produktif

Karakter jumlah anakan produktif tanaman padi genotipe BI2B pada perlakuan mutagen EMS konsentrasi 40 mM rata-rata lebih sedikit dua anakan dibandingkan kontrol, sedangkan perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan 80 mM selisih satu anakan dari tanaman kontrol (Tabel 13). Perlakuan SA konsentrasi 0.5 mM dan SA konsentrasi 5 mM jumlah anakannya satu batang lebih banyak dibandingkan kontrol. Ragam jumlah anakan genotipe BI2B lebih tinggi dibandingkan kontrol. Genotipe BR1001 memiliki rata-rata jumlah anakan lebih banyak dibandingkan tanaman kontrolnya, kecuali pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM memiliki jumlah anakan sama dengan kontrol, yaitu 8 batang. Sedangkan ragam dari keenam perlakuan mutagen juga lebih tinggi dari tanaman kontrol. Tabel 13. Nilai rata – rata dan ragam jumlah anakan produktif empat genotipe

padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen

Mutagen Konsentrasi

Genotipe PD10 memiliki pola yang hampir sama dengan genotipe BR1001, yaitu jumlah anakannya lebih banyak dibandingkan kontrol kecuali pada perlakuan mutagen SA konsentrasi 5 mM. Jumlah anakan produktif PD3362 perlakuan EMS konsentrasi 40 mM, SA konsentrasi 1 mM dan 5 mM sama dengan tanaman kontrol, sedangkan sisanya selisih satu batang lebih banyak dibandingkan kontrol.

Pola karakter jumlah anakan produktif hasil mutasi menunjukkan respon yang berbeda-beda dan acak. Siddiqui dan Singh (2010) melaporkan bahwa jumlah anakan pada tanaman padi hasil mutasi menggunakan jenis dan konsentrasi mutagen yang berbeda bersifat acak pada generasi M2. Hasil pada genotipe yang berbeda juga menunjukkan respon yang berbeda pada tingkat keragamannya.

Panjang Malai

(48)

28

panjang malai hampir sama dengan tanaman kontrol dengan nilai keragaman rata-rata lebih tinggi dari kontrol seperti pada genotipe BI2B. Genotipe PD10 menunjukkan nilai rata-rata panjang malai lebih panjang dari kontrol dengan selisih 1-2 cm, namun nilai keragamannya kurang dari kontrol (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa genotipe PD10 hasil mutasi memiliki tingkat keseragaman pada karakter panjang malai yang lebih baik dibandingkan kontrol.

Tabel 14. Nilai rata –rata dan ragam panjang malai empat genotipe padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen

Kontrol 20.7 1.10 20.9 0.60 20.9 3.78 19.2 2.51

Rata-rata panjang malai genotipe PD3362 menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada perlakuan EMS konsentrasi 60 mM dan SA konsentrasi 1 mM menunjukkan nilai yang lebih rendah dari kontrol. Keragaman panjang malai genotipe PD3362 juga lebih rendah dibandingkan kontrol seperti pada genotipe PD10, kecuali pada perlakuan SA konsentrasi 5 mM, menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi dari tanaman kontrol (Tabel 14). Luzi-Kihupi et al. (2008) melaporkan bahwa mutasi pada tanaman padi menghasilkan mutan dengan rata-rata panjang malai yang lebih pendek dibandingkan kontrol.

Sterilitas Gabah

Tabel 15. Nilai rata–rata dan ragam sterilitas gabah empat genotipe padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen

Mutagen Konsentrasi (mM)

BI2B BR1001 PD10 PD3362

 2  2  2  2

EMS 40 33 47.95 25 219.38 28 35.04 22 34.74

60 32 44.95 31 302.86 30 140.24 20 32.97

80 34 191.90 36 388.95 25 48.27 23 63.51

SA 0.5 32 217.99 21 68.54 20 73.73 21 86.98

1 - - 19 182.94 25 432.50 19 172.91

5 35 262.82 48 826.35 25 303.96 32 292.68

Gambar

Gambar 1. Bagan alir penelitian
Gambar 2. Skema pembentukan padi hibrida (Virmani et al. 1997)
Gambar 4. Seleksi mutasi klorofil pada stadia bibit generasi M2
Gambar 5. Kondisi tanaman generasi M2 yang dipilah a) bagian pertama yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengaruh Norma Subyektif, Persepsi Kontrol Perilaku, dan Sikap Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha (Survey di SMK Muhammadiyah I Kadungora dan SMKN 12 Garut). Saat

Sehabis akad dilanjutkan dengan OL atau offering letter, surat persetujuan yang akan diberikan ke nasabah, OL didapat dari hasil komite yang dilakukan sebelum

[r]

[r]

Peneitian yang berjudul “Tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran fee pada jual beli secara online via rekening bersama di forum jual beli Kaskus.com” bertujuan untuk

3 10,0 – 25,0 Tinggi Alur sungai mele- wati batuan dengan resistensi yang lunak sehingga angkutan yang terangkut aliran akan lebih besar.. 4 >

Penelitian ini menggunakan sampel 100 (seratus) responden dengan ketentuan 50 konsumen Indomaret dan 50 konsumen Alfamart. Teknik pengujian instrumen dalam penelitian