• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk dapat memprediksi konsentrasi toksikan uji yang akan digunakan dalam uji definitif. Ikan uji dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium yang mengandung air larutan deterjen dengan konsentrasi toksikan (deterjen cair yang berbeda - beda) yaitu : 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm. Hasil uji pendahuluan awal disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Toksisitas larutan deterjen cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus)

No. Konsentrasi (ppm) Waktu untuk mematikan 100% benih ikan (menit) 1. 0 (kontrol) - 2. 1 - 3. 10 - 4. 100 360 5. 1000 190

Table 2 menunjukkan bahwa semua ikan uji ( 10 ekor pada masing-masing akuarium ) yang terpapar larutan deterjen cair dengan konsentrasi 0 ppm hingga 100 ppm tidak ada yang mati hingga dalam waktu 48 jam sehingga penelitian

mematikan ikan uji sebanyak 100 % dalam waktu 360 menit. Dan pada konsentrasi deterjen cair tertinggi yaitu sebesar 1000 ppm dapat mematikan ikan uji sebesar100 % dalam waktu 190 menit. Pada konsentrasi 1000 ppm ikan bergerak tidak beraturan, operkulum bergerak dengan sangat cepat, lalu menggelepar, lemas dan akhirnya ikan uji mati semua pada waktu 190 menit.

Uji Defenitif

Sebelum dan sesudah uji defenitif, dilakukan beberapa pengukuran beberapa faktor linkungan. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Table 2. Table 3. Hasil pengukuran DO, pH, dan suhu pada uji defenitif toksisitas deterjen

cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus)

No. Konsentrasi Parameter (ppm)

Sebelum Uji Defenitif Sesudah Uji Defenitif Do pH Suhu Do pH Suhu (mg/L) (oC) (mg/L) (oC) 1. 0 (Kontrol) 5,2 8,3 29,1-29,9 4,0-4,5 8,0-8,5 28,0-29,8 2. 17,78 5,1-5,2 8,3-8,5 29,2-29,7 1,1-4,5 7,8-8,5 29,6-29,7 3. 31,62 5,1-5,2 8,2-8,3 28,9-29,9 1,1-3,2 7,8-8,5 29,5-30,0 4. 56,23 4,8-5,3 8,0-8,3 29,2-29,7 1,0-3,2 7,8-8,4 29,9-30,1 5. 100 4,8-5,2 8,0-8,4 28,7-30,2 0,8-1,2 8,0-8,4 29,9-30,4

Pada Tabel 3 dapat dilihat penurunan DO pada konsentasi 0 ppm tidak terlalu besar pada saat uji sebelum defenitif dan sesudah uji defenitf, hal ini disebabkan pada konsentrasi 0 ppm tidak diberi larutan deterjen, sehingga penentrasi oksigen kedalam larutan kontrol dapat berlangsung dengan baik, sehingga ikan uji di dalam akuarium dapat tetap bertahan hidup. Begitu juga pada konsentrasi 17,78 ppm penurunan DO hanya sedikit, hal ini disebabkan karena konsentrasi deterjen yang diberikan hanya sedikit. Sehingga penetrasi oksigen

yang masuk kedalam konsentrasi 17,78 ppm berlangsung kurang baik tetapi biota uji di dalam akuarium tetap dapat bertahan hidup.

Pada konsentrasi 31,62 ppm dan 56, 23 ppm terjadi penurunan DO yang cukup besar, sehingga penetrasi oksigen yang masuk kedalam konsentrasi 31,62 dan 56,23 ppm tersebut tidak berlangsung baik sehingga beberapa ikan uji mengalami kematian. Sedangkan konsentrasi 100 ppm terjadi penurunan DO yang sangat drastis yaitu sekitar 0,8-1,2 mg/L. Hal ini menyebabkan penetrasi oksigen kedalam larutan 100 ppm berlangsung dengan sangat tidak baik sehingga ikan uji di dalam akuarium mengalami kematian waktu 190 menit.

Kandungan bahan aktif deterjen cair yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut:: 16 % Natrium Alkyl Benzene Sulfonate, 6 % Natrium Laurit Ester Sulfat, dan 2 % Alkohol Etoksilat

Mortalitas biota uji

Hasil pengamatan mortalitas biota uji (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm biota uji sudah mati sebanyak 30 ekor dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 56,23 ppm biota uji mati sebanyak 4 ekor dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 31,62 ppm biota uji mati sebanyak 2 ekor dan pada konsentrasi 17,78 ppm biota uji tidak ada yang mati. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 100 ppm banyak ditemukan busa yang dihasilkan dari deterjen cair. Tabel 4. Data pengamatan mortalitas hewan uji benih ikan nila (O. niloticus)

dengan bahan toksik deterjen cair dalam berbagai konsentrasi.

Waktu Konsentrasi (ppm) (jam)

17,78 31,62 56,23 100 24 0 0 2 30 48 0 2 1 0 72 0 0 1 0 96 0 0 0 0 Jumlah 0 2 4 30 Persentase 0 6,7 13,3 100

Dari Tabel 4 kita juga dapat melihat bahwa benih ikan nila (O. niloticus) dapat mentoleransi deterjen cair yang masuk kebadan perairan pada konsentrasi dibawah 17,78 ppm. Dan kita juga dapat melihat bahwa deterjen cair yang masuk kebadan perairan pada konsentrasi lebih dari 56,23 ppm sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus).

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi deterjen cair terhadap tingkat mortalitasbenih ikan nila (O. niloticus).

Hasil perhitungan tingkat mortalitas biota uji dengan menggunakan analisis probit (Gambar 2) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan deterjen cair yang diberikan, maka kemampuan biota uji untuk bertahan hidup semakin rendah.

Berdasarkan hasil analisis probit benih ikan nila (O. niloticus) yang diperoleh, maka didapat nilai LC50 96 jam yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5. Analisis probit benih ikan nila (O. niloticus) dengan bahan toksik

deterjen cair. D N R P X Y XY X2 17,78 30 0 0 1,25 0 0 1,6 31,62 30 2 6,7 1,5 3,52 5,3 2,3 56,23 30 4 13,3 1,75 3,87 6,8 3,1 100 30 30 100 2 8,09 16,2 4 Jumlah 6,5 15,5 28,3 11

Hasil analisis probit mortalitas benih ikan nila (O. niloticus) (Tabel 5) maka diperoleh nilai LC 50 96 jam yaitu 79,4 ppm. Benih ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada konsentrasi 79,4 ppm (0,794 ml/L) akan mati sebanyak 50 % pada waktu 96 jam. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi deterjen 79,4 ppm yang masuk ke suatu perairan dapat menyebabkan kematian biota perairan hingga 50 % dalam kurun waktu 96 jam.

Buka Tutup Operkulum

Berdasarkan hasil pengamatan buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus) pada saat uji defenitif, maka didapat nilai frekuensi buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus) seperti pada Tabel 6.

Hasil pengamatan frekuensi buka tutup operculum O. niloticus (Tabel 5) menunjukkan bahwa pada konsentrasi deterjen 100 ppm frekuensi buka tutup operkulum biota uji sangat cepat. Hal ini disebabkan karena pada saat pemberian deterjen sebesar 100 ppm banyak menimbulkan busa di permukaan air sehingga oksigen terlarut di dalam air menurun yang mengakibatkan biota uji kesulitan

Tabel 6. Data frekuensi buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus) selama uji toksisitas akut 96 jam

Perlakuan Pengamatan operculum pada jam ke

(ppm) 0 24 48 72 96 Kontrol 59 62 60 75 73 17,78 67 70 75 73 65 31,62 108 112 118 111 104 56,23 115 122 127 123 120 100 148 140 - - -

Pada Tabel 5 kita juga dapat melihat pada konsentrasi 100 ppm pergerakan operkulum sangat cepat dan kemudian melemah dan akhirnya tidak terjadi pergerakan operkulum yang menandakan bahwa benih ikan nila (O. niloticus) mengalami kematian..

Pembahasan Uji Pendahuluan

Hasil pengamatan pada uji pendahuluan kisaran konsentrasi deterjen menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas benih ikan nila pada deretan konsentrasi yang di uji. Pada konsentrasi perlakuan 1000 ppm benih ikan nila mengalami mortalitas 100 % dalam waktu 90 menit sedangkan pada konsentrasi deterjen 1 hingga 10 ppm benih ikan nila tidak mengalami kematian selama 48 jam (Table 2).

Berdasarkan respon mortalitas selama pengamatan 96 jam dapat ditentukan nilai konsentrasi ambang atas (N) dan ambang bawah (n) deterjen cair terhadap benih ikan nila (O. niloticus) masing-masing sebesar 100 ppm (ambang atas) dan 10 ppm (ambang bawah). Dari kedua nilai tersebut bahwa benih ikan nila (O. niloticus) dapat mentoleransi deterjen dalam perairan pada konsentrasi lebih kecil dari 10 ppm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Komisi Pestisida (1983)

yaitu konsentrasi ambang atas adalah konsentrasi terendah dimana semua ikan uji mati dalam waktu 24 jam sedangkan konsentrasi ambang bawah adalah konsentrasi tertinggi dimana semua ikan uji hidup dalam waktu 48 jam.

Uji Definitif

Pada Table 3 dapat dilihat pengukuran kualitas air pada saat penelitian, menunjukkan bahwa pada konsentrasi larutan deterjen 100 ppm dapat menurunkan kelarutan oksigen dalam air secara drastis yaitu sebesar 0,8-1,2 mg/L. Hal ini dapat menyebabkan kematian biota uji di dalam akuarium karena kadar oksigen terlarut dalam air sangat rendah sehingga menyulitkan hewan uji untuk mengkonsumsi oksigen di dalam air. Oleh karena itu, pada konsentrasi 100 ppm biota uji mati sebesar 100 %. Hal ini sesuai dengan peryataan Nugroho (2006) umumnya pengaruh DO terhadap kehidupan ikan adalah sebagai berikut: DO< 3 mg/L tidak cocok utntuk kehidupan ikan.

Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pemberian larutan deterjen pada konsentrasi 17,78 ppm hingga 100 ppm terjadi sedikit penurunan pH yaitu berkisar 7,8-8,5. Kondisi perairan seperti ini baik untuk kehidupan ikan. Sehingga deterjen cair yang diberikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pH air. Hal ini sesuai dengan studi Barus (2004) yang menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7-8,5.

Pada Tabel 3 juga memperlihatkan bahwasanya semakin tinggi konsentrasi larutan deterjen yang diberikan maka semakin meningkat suhu air di dalam akuarium. Semakin tinggi suhu air maka dapat mengakibatkan penurunan

oksigen terlarut, sehingga pada konsentrasi 100 ppm banyak ikan uji yang mengalami kematian karena kurangnya oksigen didalam air.

Hal ini sesuai dengan studi Nugroho (2006) yang melaporkan kenaikan suhu air akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relatif tinggi seringkali di tandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya.

Berdasarkan pengamatan visual benih ikan yang mati akibat daya toksik Alkyl Benzena Sulfonate (ABS) selama uji defenitif ditandai dengan benih ikan nila berenang tidak beraturan, megap-megap, operkulum terbuka lebar dan berwarna merah serta mengalami pendarahan pada insang. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Setyiawan, 2009) ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi yang dimaksud antara lain adanya perubahan aktivitas pernafasan, aktivitas dan gerakan renang, warna tubuh ikan dan sebagainya.

Mortalitas Biota Uji

Pada Tabel 4 dapat kita lihat pada konsentrasi 100 ppm banyak menghasilkan busa pada permukaan air sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan di dalam air yang mengakibatkan terhambatnya proses masuknya oksigen dari udara kedalam air sehingga proses respirasi biota uji di dalam akuarium terganggu yang berakhir dengan kematian biota uji.

Hasil pengamatan tingkat mortalitas biota uji (O. niloticus) yang telah terpapar deterjen cair dengan konsentrasi yang berbeda-beda menunjukkan bahwa larutan deterjen cair yang dimasukkan ke dalam akuarium memberikan pengaruh negatif terhadap biota uji (O. niloticus), hal ini terbukti dari banyaknya biota uji yang mati pada konsentrasi 100 ppm. Sedangkan pada konsentrasi 0 ppm tidak ada biota uji yang mati. Hal ini disebabkan pada konsentrasi 100 ppm banyak ditemukan busa dipermukaan air, dan pada konsentrasi 0 ppm tidak terdapat busa di permukaan air. Busa yang terdapat di permukaan air dapat menghalangi masuknya oksigen kedalam air, sehingga biota uji di dalam air mengalami kekurangan oksigen sehingga proses respirasi biota uji terganngu, yang dapat berakhir dengan kematian biota uji.

Hal ini sesuai dengan studi Garno (2000) yang melaporkan keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan karena keracunan, namun karena kombinasi kerusakan organ pernafasan dan kekurangan oksigen.

Analisis Probit Mortalitas

Pada Tabel 5 dapat kita lihat bahwa konsentrasi deterjen sebesar 79,4 ppm (0,794 ml/L) dapat menyebabkan kematian benih ikan nila (O. niloticus) sebesar 50 % dalam waktu 96 jam. Dengan nilai LC50 96 jam sebesar 79,4 ppm (0,794 ml/L) maka dapat dinyatakan bahwa tingkat daya racun deterjen cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus) sangat tinggi. Hal ini sesuai pernyataan menurut Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1983) bahwa bila

suatu bahan pencemar memiliki LC50-96 jam < 1 mg/L maka tingkat daya racun bahan pencemar sangat tinggi.

Pada perhitungan analisis ragam (ANOVA) pada uji defenitif diperoleh hasil bahwa pemaparan konsentrasi larutan deterjen yang berbeda-beda, memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila (O. niloticus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suparjo (2010) yang menyatakan Pemberian deterjen dalam konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh terhadap mortalitas ikan nila (O. niloticus). Semakin tinggi konsentrasi deterjen maka mortalitas ikan nila semakin tinggi pula.

Tingkat Survival Rate (SR) benih ikan nila (O.niloticus) yaitu sebesar 76%. Pada konsentrasi 17,78 ppm tidak ada benih ikan yang mati pada konsentrasi tersebut. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 17,78 ppm hanya sedikit menimbulkan busa dipermukaan air, sehingga proses respirasi benih ikan nila (O. niloticus) tidak terganggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Garno (2000) keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup.

Buka Tutup Operkulum

Pada Tabel 6 dapat kita lihat bahwa pada saat pemberiaan bahan pencemar dengan konsentrasi 100 ppm pergerakan operkulum membuka dengan sangat cepat, berenang tidak beraturan dan berenang kedasar perairan, hal ini dikarenakan pada saat bahan pencemar dimasukkan banyak ditemukan busa dipermukaan perairan, dan beberapa benih ikan nila mengalami pendarahan pada

insang. Kedua hal tersebut menyebabkan benih ikan nila (O. niloticus) mengalami gangguan pernafasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Zahri (2008) ikan nila terlihat hypersensitif dan mengalami gangguan orientasi terhadap lingkungan dengan berenang kedasar dan ke permukaan air dengan tidak teratur, frekuensi gerakan operkulum semakin meningkat dan kadang gerakannya tidak beraturan. Kondisi ini diduga bahwa ikan berusaha untuk mendapatkan oksigen dengan memperbanyak volume air yang melewati insang.

Pada i Tabel 6 juga menunjukkan bahwa pada konsentrasi 17,78 ppm tidak terdapat busa, dan insang benih ikan nila tidak mengalami pendarahan sehingga pada konsentrasi ini tidak ada benih ikan nila yang mengalami kematian. Hal ini dikarenakan proses masuknya oksigen dari luar berlangsung dengan baik tanpa hambatan. Sehingga benih ikan nila tetap dapat hidup dalam waktu 96 jam.

Hal ini sesuai dengan pernyataan (Garno, 2000) buih-buih yang menutupi permukaan air, baik dari jenis linier alkyl benzene sulfonate (LAS) yang “biodegradable” maupun jenis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang “ non-biodegradable” tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air dan dipermukaan air.

Dokumen terkait