• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Struktural

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Alat Pemupuk Jagung

Pupuk yang digunakan untuk pengujian ini adalah pupuk urea, TSP, dan campuran pupuk TSP+KCl dengan perbandingan 2:1. Pupuk KCl tidak dapat dijatah menggunakan alat pemupuk karena mengalami interlocking arc baik pada prototipe-2 maupun prototipe-3 seperti terlihat pada Gambar 26. Karena adanya

interlocking arc, pupuk KCl tidak jatuh ke penjatah pupuk. Akibatnya, pupuk

tidak bisa dijatahkan. Oleh karena itu, pupuk KCl dicampur dengan pupuk TSP dengan perbandingan TSP+KCl 2:1.

Gambar 26 Interlocking arc pupuk KCl pada alat penjatah; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Pupuk KCl dapat bergerak ke ruang penjatah jika pupuk yang berada dalam

hopper tersebut diaduk. Jika pengadukan dihentikan, interlocking arc segera

terbentuk kembali. Gambar 27 berikut menunjukkan kondisi pupuk dalam hopper saat pengadukan dihentikan.

Gambar 27 Kondisi pupuk KCl dalam hopper

Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengatasi masalah pada penjatahan pupuk KCl adalah dengan menambahkan sistem pengaduk pada hopper yang bekerja selama proses penjatahan berlangsung. Melalui cara tersebut, pupuk mudah mengalir dari hopper ke rotor penjatah. Mekanisme pengadukan dapat dibuat mengikuti mekanisme pengadukan pada duster yang disajikan pada Gambar 28.

Gambar 28 Duster tipe gendong

Interlocking arc dapat terjadi saat bagian dasar bukaan hopper lebih kecil

daripada nilai kritis bahan. Meskipun demikian, belum banyak yang diketahui tentang kapan terjadinya perubahan aliran bahan hingga muncul interlocking arc (To et al. 2002). Sehingga, cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan penjatahan pupuk KCl adalah dengan memperlebar bagian dasar

hopper yang menuju ruang penjatahan jika tetap menggunakan tipe penjatah edge-cell. Adapun jika tipe penjatahnya yang diganti, tipe penjatah pupuk yang

mungkin dapat digunakan adalah penjatah tipe auger (ulir).

Distribusi Ukuran Partikel Pupuk

Pengukuran distribusi ukuran partikel pupuk dilakukan untuk mengetahui sebaran ukuran pupuk yang digunakan yaitu urea, TSP, dan campuran pupuk TSP dan KCl (2:1). Ukuran partikel pupuk memiliki pengaruh yang besar pada gerakan partikel. Pengukuran distribusi partikel pupuk dilakukan dengan pengayakan pupuk menggunakan beberapa jenis ukuran ayakan. Adapun distribusi sebaran ukuran partikel pupuk disajikan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8 Distribusi ukuran pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1) Jenis pupuk Distribusi ukuran partikel pupuk (%)

<1.4 mm 1.44-2.36 mm 2.36-4.76 mm >4.76 mm

Urea 4.86 84.74 10.5 0

TSP 19.02 11.97 59.70 9.31

KCl 100 0 0 0

TSP+KCl (2:1) 39.49 5.85 45.35 9.31

Dari Tabel 8 di atas, terlihat bahwa ukuran partikel pupuk urea yang lebih kecil dari 1.4 mm jumlahnya tidak lebih dari 5% dari massa total pupuk yang diukur dan tidak ada butiran pupuk yang berukuran lebih besar dari 4.76 mm. Ukuran partikel pupuk urea sebagian besar pada kisaran 1.44-2.36 mm. Sedangkan pupuk TSP, ukuran pupuk yang paling dominan berada pada ukuran 2.36-4.76 mm. Namun, tidak seperti pupuk urea, terdapat pula partikel pupuk TSP yang berukuran lebih besar dari 4.76 mm dan lebih kecil dari 1.4 mm. Pupuk KCl berbentuk serbuk yang halus dan seluruhnya berukuran kurang dari 1.4 mm. Adapun campuran pupuk TSP dan KCl memiliki nilai sebaran yang merata antara ukuran butiran pupuk yang halus maupun kasar karena perbedaan ukuran TSP dan KCl yang cukup jauh.

Tingkat Ketepatan Penjatahan

Pengujian tingkat ketepatan penjatahan berhubungan dengan lebar bukaan rotor karena adanya pergeseran selubung rotor. Secara teori, jumlah pupuk yang keluar saat bukaan 100% berbeda secara signifikan dengan jumlah pupuk yang dijatahkan saat bukaan selubung 50 dan 75%. Gambar 29 menunjukkan hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea prototipe-2 dan prototipe-3 pada masing-masing kecepatan putar dengan volume hopper sebesar 100%.

Gambar 29 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Gambar 29 menunjukkan bahwa perubahan lebar bukaan selubung rotor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Rataan jumlah penjatahan pupuk prototipe-3 pada bukaan 50, 75, dan 100% secara berturut-turut adalah 20.76 g/putaran, 26.00 g/putaran, dan 33.56 g/putaran. Jika dihitung, pada saat bukaan 75% dan 50%, jumlah penjatahan pupuk seharusnya berturut-turut sebesar 26.85 g/putaran dan 17.90 g/putaran. Selisih antara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran cukup kecil sehingga pada penjatahan pupuk urea, tingkat ketepatan penjatahannya cukup baik.

Adapun hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan pupuk per putaran rotor pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar 27.21 g/putaran, 40.81 g/putaran, dan 54.42 g/putaran. Jumlah penjatahan pupuk hasil pengukuran lebih kecil daripada hasil penjatahan teoritis. Penyebabnya adalah ukuran dan bentuk penampang celah yang mempengaruhi luasan celah penjatah riil sehingga tidak benar-benar persis dengan rancangannya karena keterbatasan kemampuan saat pembuatan rotor penjatah. Ukuran butiran pupuk urea yang kecil menyebabkan perbedaan jumlah penjatahan pupuk yang signifikan saat ukuran penampang celah berubah sedikit.

Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP disajikan pada Gambar 30. Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa perubahan lebar bukaan selubung rotor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Jumlah penjatahan pupuk prototipe-3 pada bukaan 50, 75, dan 100% secara berturut-turut adalah 39.81 g/putaran, 50.92 g/putaran, dan 62.72 g/putaran. Jika dihitung, pada saat bukaan 75% dan 50%, jumlah penjatahan pupuk seharusnya berturut-turut sebesar 33.45 g/putaran dan 50.18 g/putaran. Perbedaan jumlah penjatahan hasil perhitungan dengan pengukuran cukup kecil sehingga pada penjatahan pupuk TSP menunjukkan tingkat ketepatan penjatahan yang cukup akurat.

Gambar 30 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Adapun hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan pupuk per putaran rotor untuk pupuk TSP tersebut pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar 31.40 g/putaran, 47.09 g/putaran, dan 62.79 g/putaran. Hasil pengukuran menunjukkan nilai cukup dekat dengan hasil perhitungan teoritis sehingga penjatah pupuk tipe edge-cell pada prototipe-3 ini menunjukkan hasil penjatahan yang memuaskan. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1) disajikan pada Gambar 31.

Gambar 31 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Rataan jumlah penjatahan pupuk tipe edge-cell pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar 32.82 g/putaran, 45.83 g/putaran, dan 54.58 g/putaran. Jumlah penjatahan pupuk pada bukaan 50 dan 75% yang paling tepat adalah sebesar 29.11 g/putaran dan 43.67 g/putaran. Selisih nilai tersebut cukup kecil sehingga penjatah pupuk pada prototipe-3 juga menunjukkan hasil yang cukup akurat untuk penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl.

Hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar 30.95 g/putaran, 46.42 g/putaran, dan 61.89 g/putaran. Hasil pengukuran ketepatan penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl menunjukkan hasil yang cukup mendekati hasil perhitungan

teoritis. Data hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tingkat Keseragaman Penjatahan

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah jumlah pupuk saat penjatahan mengeluarkan hasil yang konstan dan tidak dipengaruhi oleh volume pupuk dalam

hopper pada lebar bukaan selubung rotor yang sama. Jika jumlah pupuk yang

dikeluarkan memiliki jumlah yang konstan, penjatah pupuk telah mampu memberikan hasil keluaran yang seragam. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk urea pada saat bukaan selubung 100% disajikan pada Gambar 32.

Gambar 32 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea pada Gambar 32 menunjukkan hasil keseragaman penjatahan pupuk prototipe-3 cukup baik. Perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penjatah pupuk tipe edge-cell yang ada pada prototipe-3 mampu menjatahkan pupuk secara seragam pada berbagai tingkat volume pupuk dalam hopper. Perubahan kecepatan putar pada kecepatan putar rotor 15 dan 25 RPM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Dari Gambar 32 terlihat bahwa pada saat kecepatan putar rotor sebesar 35 RPM, jumlah pupuk yang dijatahkan yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh kecepatan putar rotor penjatah yang tinggi sehingga celah

metering device belum sempat terisi penuh oleh jatuhan pupuk dari hopper.

Meskipun demikian, pengujian keseragaman pada kecepatan putar 35 RPM menunjukkan tingkat keseragaman penjatahan yang cukup baik.

Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP dapat dilihat pada Gambar 33.

Gambar 33 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP pada Gambar 33 menunjukkan bahwa pada prototipe-3, perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Hal ini menunjukkan tingkat keseragaman penjatahan prototipe-3 menggunakan penjatah tipe edge-cell yang cukup baik. Perbedaan kecepatan putar rotor juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Hal ini dapat dilihat dari selisih jumlah penjatahan yang cukup kecil pada kecepatan putar 15 dan 35 RPM. Seperti halnya pada penjatahan pupuk urea, kecepatan putar rotor 35 RPM menunjukkan hasil penjatahan yang paling kecil dibandingkan dengan kecepatan putar rotor yang lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pupuk yang tidak mengisi penuh celah metering device karena putaran rotor penjatah yang tinggi.

Hasil pengujian tingkat keseragaman campuran pupuk TSP+KCl (2:1) dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Gambar 34 menunjukkan bahwa keseragaman penjatahan pupuk pada penjatah tipe edge-cell cukup baik. Perubahan volume pupuk dalam hopper tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Adapun perubahan kecepatan putar rotor pada 15 dan 25 RPM, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah pupuk yang dijatahkan. Pada

pengujian ini, kecepatan putar rotor 35 RPM menunjukkan hasil jumlah penjatahan yang paling rendah dibandingkan kecepatan putar lainnya. Diduga bahwa kecepatan putar 35 RPM cukup tinggi sehingga celah metering device tidak terisi penuh oleh pupuk saat pengujian dilakukan. Data lengkap hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk dapat dilihat pada Lampiran 7.

Analisis Kebutuhan Torsi Penjatah Pupuk

Pengujian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran kebutuhan torsi penjatah pupuk pada kedua tipe penjatah. Jika penjatah tipe edge-cell pada prototipe-3 menunjukkan nilai kebutuhan torsi yang lebih kecil dibandingkan dengan prototipe-2, prototipe-3 layak digunakan untuk menggantikan tipe penjatah yang sebelumnya digunakan dalam rancangan alat pemupuk jagung. Gambar 35 menunjukkan perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea kedua tipe penjatah pada tiga tingkat kecepatan putar rotor dengan bukaan selubung 100%.

Gambar 35 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 100%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM

Hasil pengujian menunjukkan kebutuhan torsi penjatahan prototipe-3 lebih kecil daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi yang dihasilkan oleh prototipe-3 mencapai hingga 61%. Gambar 35 juga menunjukkan bahwa perubahan volume pupuk dalam hopper pada prototipe-3 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Selain itu, kecepatan putar rotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan besar kebutuhan torsi. Untuk keperluan perancangan mesin penjatah pupuk, disarankan menggunakan kecepatan putar rotor 15 RPM karena nilai kebutuhan torsi yang paling minimum pada bukaan selubung 100%.

Pengujian kebutuhan torsi juga dilakukan pada bukaan selubung rotor 75% untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan kebutuhan torsi pada prototipe-3 ketika panjang selubung rotor yang bekerja diperkecil seperti yang disajikan pada Gambar 36.

Gambar 36 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 75%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM

Hasil pengujian kebutuhan torsi pada penjatahan pupuk urea dengan bukaan selubung 75% juga menunjukkan kebutuhan torsi untuk prototipe-3 lebih rendah daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi yang dihasilkan oleh penjatah tipe edge-cell mencapai 68%. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume pupuk dalam hopper. Selain itu, perubahan kecepatan rotor tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Oleh karena itu, kecepatan putar rotor 15, 25, dan 35 RPM dapat dipilih untuk penjatahan pupuk pada bukaan selubung 75%. Pengujian kebutuhan torsi pada penjatahan pupuk urea dengan bukaan selubung 50% dapat dilihat pada Gambar 37.

Pengujian kebutuhan torsi pada bukaan selubung 50% (Gambar 37) juga menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatah pupuk prototipe-3 jauh lebih rendah daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi dapat dicapai hingga 47%. Adapun perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi pada penjatah pupuk tipe edge-cell. Selain itu, perubahan kecepatan putar rotor tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Kecepatan putar rotor yang paling rendah kebutuhan torsinya adalah pada 15 RPM. Sehingga, kecepatan putar tersebut disarankan untuk digunakan pada pemutaran rotor penjatah pupuk karena nilai torsi yang paling rendah.

Gambar 37 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 50%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM

Secara teoritis, terdapat pengaruh lebar bukaan selubung rotor terhadap kebutuhan torsi seperti yang dilampirkan pada persamaan 13, dimana semakin besar bukaan selubung rotor, semakin besar gaya geser antara butiran pupuk sehingga menyebabkan torsi pendugaan pada bukaan selubung rotor 100% lebih besar daripada torsi pendugaan pada selubung rotor 50 dan 75%. Meskipun demikian, pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian menunjukkan kebutuhan torsi putar paling tinggi terdapat pada bukaan selubung 50% di ketiga tingkat kecepatan putar rotor. Diduga penyebabnya adalah ada bagian selubung yang tidak rata sehingga menyebabkan adanya gesekan dengan butiran pupuk dan mengakibatkan terjadinya peningkatan torsi putar rotor penjatah. Perbandingan hasil kebutuhan torsi penjatahan prototipe-2 dan prototipe-3 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Adapun data pengujian kebutuhan torsi untuk jenis pupuk TSP disajikan pada Gambar 38. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP pada prototipe-2 jauh lebih tinggi daripada prototipe-3, dimana semakin meningkatnya kecepatan putar rotor penjatah menyebabkan selisih kebutuhan torsi antara kedua tipe penjatah pupuk semakin besar. Pada prototipe-3, perubahan kecepatan putar rotor penjatah dan volume pupuk dalam hopper tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi pupuk.

Perubahan volume pupuk dalam hopper dan kecepatan putar pada prototipe-3 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebutuhan torsi. Kebutuhan torsi yang paling minimum terdapat pada kecepatan putar rotor penjatah 35 RPM sehingga untuk keperluan penjatahan pupuk TSP, kecepatan

putar inilah yang disarankan untuk kecepatan putar rotor penjatah pada penjatahan pupuk TSP.

Gambar 38 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM

Adapun besarnya penurunan kebutuhan torsi yang diperoleh menggunakan penjatah tipe edge-cell dapat mencapai hingga 80%. Hal ini disebabkan oleh sempitnya ruang penjatah prototipe-2 sehingga pupuk TSP yang butirannya besar dan kasar bergesekan langsung dengan dinding ruang penjatah. Karena ruang penjatah terbuat dari bahan akrilik, ruang penjatah mudah retak/pecah saat menjatahkan pupuk TSP (Gambar 39).

Validasi Model Pendugaan Torsi Putar Penjatah Pupuk

Validasi model ini dilakukan untuk membandingkan torsi penjatahan pupuk antara model dan pengujian. Pendugaan nilai torsi penjatahan pupuk dibangun dengan menggunakan Persamaan 1-28. Melalui validasi ini, ketepatan model torsi yang dibangun akan dibandingkan dengan hasil pengujian torsi penjatahan pupuk. Hasil validasi model penjatahan pupuk urea prototipe-2 dapat dilihat pada Gambar 40 berikut ini.

Gambar 40 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-2; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM

Pengujian tersebut dilakukan pada tiga kondisi volume pupuk dalam hopper. Titik-titik yang mengumpul pada bagian kiri grafik adalah saat volume hopper 25 %. Sedangkan titik-titik yang berada pada bagian tengah adalah saat volume

hopper 50% dan titik-titik yang mengumpul pada bagian kanan adalah saat

volume hopper 100%.

Hasil pengujian validasi model prototipe-2 untuk penjatahan pupuk urea pada Gambar 40 menunjukkan bahwa saat volume hopper 25%, hasil pengukuran torsi hampir sesuai dengan hasil pendugaan torsi. Akan tetapi, adanya pertambahan volume hopper menunjukkan semakin jauh hasil pendugaan dan

pengujian yang diperoleh. Pada saat volume hopper 50%, torsi pendugaan berada pada kisaran dua kali hasil torsi pengukuran. Sedangkan pada saat volume hopper 100%, torsi pendugaan berada pada kisaran nilai lima kali hasil torsi pengukuran. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kebutuhan torsi penjatahan pupuk.

Hasil validasi model penjatahan pupuk urea prototipe-3 disajikan pada Gambar 41.

Gambar 41 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-3; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM

Hasil validasi model prototipe-3 tersebut menunjukkan bahwa hasil pengukuran kebutuhan torsi pada volume pupuk dalam hopper 25% cukup mendekati hasil pendugaan torsi. Namun, semakin meningkatnya volume pupuk dalam hopper menyebabkan perbedaan nilai kebutuhan torsi antara hasil pendugaan dan pengukuran yang semakin jauh. Pada saat volume pupuk dalam

hopper 100%, nilai torsi pendugaan sekitar tiga kali nilai torsi pengukuran. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan volume hopper tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kebutuhan torsi.

Terdapat dua dugaan yang menyebabkan torsi hasil pengukuran lebih kecil daripada torsi pendugaan pada tingkat volume pupuk dalam hopper tertentu. Pertama, besarnya berat pupuk diperoleh melalui pendugaan gaya berat pupuk yang terdapat pada seluruh ruang hopper seperti yang dicantumkan pada

persamaan 1-5. Melalui hasil pengukuran torsi diperoleh hasil bahwa berat pupuk yang memberi pengaruh signifikan dalam perhitungan torsi pendugaan adalah berat pupuk dalam hopper yang akan masuk ruang penjatah (volume pupuk 25% dalam hopper). Sehingga, komponen gaya berat pupuk dalam hopper yang dihitung cukup pada daerah hopper hingga ketinggian t2 seperti yang diilustrasikan pada Gambar 42 berikut.

Gambar 42 Koreksi perhitungan pendugaan gaya berat pupuk dalam hopper Kedua, diduga terjadi gesekan (Fs) antar pupuk sepanjang daerah Wp3 yang

bekerja terhadap pupuk pada sisi hopper (F1 dan F2) seperti yang disajikan pada Gambar 42 di atas dan sebelumnya tidak dimasukkan dalam perhitungan. Hal ini menyebabkan pada kondisi riil besar gaya berat pupuk Wp3 lebih kecil daripada hasil perhitungan berdasarkan model yang dibangun karena terhambat oleh gaya gesek tersebut. Pada saat volume pupuk dalam hopper penuh (100%), gaya gesek yang terjadi antara pupuk di daerah Wp3 dengan pupuk pada sisi hopper lebih besar daripada saat volume pupuk 25%. Penyebabnya adalah saat hopper penuh diisi pupuk, gaya gesek antar pupuk lebih besar karena lebih banyak jumlah pupuk yang bergesekan daripada saat volume pupuk hanya 25% dalam hopper (Balevič 8 Kedua pendugaan yang telah dikemukakan di atas juga berlaku pada model yang dibangun untuk prototipe-3.

Hasil validasi model panjatah pupuk TSP dapat dilihat pada Gambar 43. Hasil pendugaan torsi jauh lebih besar daripada hasil pengukuran torsi penjatahan pupuk TSP. Salah satu penyebabnya adalah karena tingginya nilai kohesi pupuk yang diperoleh melalui hasil pengujian karakteristik teknik pupuk TSP. Hal ini mempengaruhi nilai gaya geser (Fs1) pada model yang dibangun sehingga menyebabkan tingginya torsi pendugaan. Sejauh ini, belum dapat disimpulkan penyebab besarnya nilai kohesi TSP ini. Oleh karena itu, kedepannya perlu ada pengkajian ulang pada hal-hal yang berkenaan dengan karakteristik teknik pupuk TSP.

Gambar 43 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3

Seperti halnya pada validasi model pendugaan pupuk urea, parameter perubahan volume pupuk dalam hopper tidak perlu dimasukkan ke dalam perhitungan. Volume pupuk dalam hopper yang perlu dimasukkan dalam perhitungan adalah volume pupuk yang akan masuk ke dalam ruang penjatahan seperti yang disajikan pada Gambar 42. Selain itu, diduga terjadi gaya geser antar butiran pupuk pada daerah Wp3 terhadap pupuk pada sisi hopper sehingga kemungkinan secara riil gaya berat pupuk (Wp3) yang mengalir ke ruang penjatah memiliki nilai yang lebih kecil daripada hasil pendugaan berdasarkan model yang dibangun.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait