• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.5 Hasil Pemeriksaan Skor Indeks Gingiva

Tabel 13 menunjukkan rerata dan standar deviasi skor indeks gingiva untuk kelompok Perlakuan 1 dan kelompok Perlakuan 2 pada hari ke-0 dan hari ke-10. Secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok Perlakuan 1 dengan nilai p = 0,000 dan kelompok Perlakuan 2 dengan nilai p = 0,001.

37

Tabel 13. Hasil analisis statistik skor indeks gingiva hari ke-0 dan hari ke-10 kelompok Perlakuan 1 dan kelompok Perlakuan 2.

Kelompok N

Skor indeks gingiva pada hari ke-0 Skor indeks gingiva pada hari ke-10 Hasil Analisis Statistik X±SD X±SD Perlakuan 1 30 1,00±0,22 0,45±0,22 p = 0,000* Perlakuan 2 30 0,88±0.28 0,66±0,35 p = 0,001* Keterangan : X = rerata SD = standar deviasi

Tanda (*) menunjukkan uji t berpasangan bermakna, dengan nilai p < 0,05

Tabel 14 menunjukkan selisih rerata skor indeks gingiva kelompok Perlakuan 1 dan kelompok Perlakuan 2. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan skor indeks gingiva yang signifikan antara kelompok Perlakuan 1 dan kelompok Perlakuan 2. Hasil selisih rerata skor indeks gingiva pada kelompok Perlakuan 1 lebih tinggi dari selisih skor indeks gingiva pada kelompok Perlakuan 2.

Tabel 14. Hasil analisis statistik perbedaan selisih rerata skor indeks gingiva pada kelompok Perlakuan 1 dan kelompok Perlakuan 2.

Kelompok n Selisih Indeks Gingiva Hasil Analisis Statistik

X±SD Perlakuan 1 30 0,55±0,30 p = 0,002* Perlakuan 2 30 0,22±0,39 Keterangan :X = rerata SD = standar deviasi

Tanda (*) menunjukkan uji t tidak berpasangan bermakna, dengan nilai p < 0,05

38

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan di FKG USU dengan subjek penelitian sebanyak 60 orang mahasiswa/i FKG USU yang terdiri dari usia 17-25 tahun. Perbandingan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 46 orang (76,67%) dan laki-laki adalah sebanyak 14 orang (23,33%). Distribusi karakteristik menunjukkan subjek terbanyak berdasarkan rentang usia yaitu subjek berusia 20-22 tahun sebanyak 34 orang (56,67%), diikuti subjek dengan rentang usia 23-25 tahun sebanyak 18 orang (30%) dan 17-19 tahun sebanyak 8 orang (13,33%). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan efektivitas berkumur dengan metode oil pulling menggunakan minyak kelapa dibandingkan dengan Chlorhexidine 0,12% terhadap gingivitis pada mahasiswa FKG USU.

Hasil penelitian metode oil pulling dengan menggunakan minyak kelapa menunjukkan adanya penurunan rerata dan standar deviasi skor indeks gingiva yang signifikan sebelum berkumur minyak kelapa yaitu pada hari ke-0 dan sesudah berkumur minyak kelapa yaitu pada hari ke-10, begitu juga dengan skor indeks plak, OHIS dan IPPD. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Amith, dkk yang melakukan penelitian untuk mengevaluasi efek metode oil pulling menggunakan minyak matahari terhadap akumulasi plak dan gingivitis selama 45 hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat penurunan yang signifikan dari skor plak dan skor gingiva.13 Metode oil pulling dengan minyak matahari menunjukkan penurunan skor indeks plak sebesar 18-30% dan ada penurunan gingivitis sebesar 52-60%.15 Penelitian lain oleh Sharath, dkk menunjukkan bahwa metode oil pulling efektif menurunkan gingivitis diinduksi plak dari segi pemeriksaan klinis dan pemeriksaan mikrobiologis. Saravanan, dkk melakukan penelitian untuk menilai keefektifan metode oil pulling menggunakan minyak wijen dalam mengurangi akumulasi plak, inflamasi gingiva, dan total koloni bakteri. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan yang signifikan pada ketiga parameter yang diukur.

39

Hal ini mungkin disebabkan viskositas minyak kelapa menghambat adhesi bakteri pada permukaan gigi dan mencegah koagregasi plak.14 Selain itu, proses saponifikasi atau proses pembentukan lapisan seperti sabun akan memicu terjadinya hidrolisasi alkali dari lemak oleh bikarbonat dalam saliva.30 Sabun merupakan agen pembersih yang baik karena efektif sebagai agen pengemulsi yang akan memecah lemak tidak larut seperti yang terdapat pada minyak menjadi butir-butiran dan terdispersi di dalam air. Agen pengemulsi menambah luas permukaan minyak dengan demikian menambah aksi pembersihan.35

Minyak kelapa mengandung 92% asam lemak jenuh dan 50% dari asam lemak jenuh tersebut adalah asam laurat. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa monogliserida pada asam laurat yang berupa monolaurin mempunyai sifat antimikroba terhadap berbagai bakteri Gram positif dan Gram negatif seperti Escherichia vulneris, Enterobcater sp, Helicobacter pylori, Staphylococcus aureus, Candida sp, Candida albicans, Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida stellatoidea dan Candida krusei. Hipotesis terdahulu menyatakan bahwa monolaurin dan medium chain monoglycerides yang terdapat pada minyak kelapa memiliki kemampuan untuk mengubah dinding sel bakteri, berpenetrasi dan merusak membran sel, serta menghambat enzim yang terlibat pada produksi energi dan transfer nutrisi sehingga menyebabkan kematian sel bakteri.30

Hasil penelitian pada kelompok berkumur dengan Chlorhexidine 0,12% menunjukkan adanya penurunan rerata dan standar deviasi skor indeks gingiva yang signifikan sebelum berkumur Chlorhexidine 0,12% yaitu pada hari ke-0 dan sesudah berkumur Chlorhexidine 0,12% yaitu pada hari ke-10, begitu juga dengan skor indeks plak, OHIS dan IPPD. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Axelsson dan Lindhe telah membuktikan obat kumur Chlorhexidine efektif dalam mengurangi pembentukan plak dan gingivitis.11 Penelitian lain oleh Bae, dkk dan Santos menunjukkan Chlorhexidine sangat efektif mengurangi Streptococcus mutans yang terdapat pada plak.35 Hal ini sejalan dengan Leo dan Schiott yang menyatakan bahwa berkumur dengan Chlorhexidine 0,2% sebanyak 10 ml selama 1 menit mengurangi akumulasi plak. Penelitian dilakukan selama 22 hari. Penelitian yang sama dilakukan

40

oleh Flotra, dkk pada 50 tentara selama 4 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan akumulasi plak sebanyak 66% dan penurunan gingivitis sebesar 24%. Hal ini disebabkan Chlorhexidine mempunyai aktivitas antimikroba yang luas. Sebagai agen antimikroba, Chlorhexidine efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif.17 Chlorhexidine mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan luar membran sel bakteri dan menyebabkan perubahan intergritas membran sel bakteri. Chlorhexidine akan melekat pada membran fosfolipid lapisan dalam, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran lapisan dalam dan pelepasan komponen berat molekul rendah seperti ion kalium dari sel.25 Chlorhexidine memiliki kemampuan menghambat perlekatan Porphyromonas gingivalis pada sel epitel.17

Adapun penelitian Lang dan Raber, menunjukkan bahwa berkumur dengan Chlorhexidine 0,1% sebanyak 30 ml setiap hari tidak mengurangi akumulasi plak dan gingivitis tetapi ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa Chlorhexidine 0,12% efektif dalam beberapa kasus. Hal ini sejalan dengan penelitian Cumming dan Loe yang memberi saran bahwa Chlorhexidine 0,1% harus digunakan sebanyak 50ml untuk mendapatkan dosis yang efektif. Hal ini mungkin karena setiap pasien mempunyai efek yang berbeda terhadap konsentrasi Chlorhexidine. Dosis Chlorhexidine harus ditetapkan secara individu dan Chlorhexidine dengan konsentrasi yang rendah boleh dikompensasi dengan menambah volume yang digunakan.36 Hal ini mungkin menjadi penyebab hasil penelitian ini menunjukkan minyak kelapa lebih efektif dari Chlorhexidine 0,12%.

Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan selisih rerata skor indeks gingiva, skor indeks plak, OHIS dan IPPD yang signifikan antara sebelum dan sesudah pada kelompok berkumur berkumur minyak kelapa dan kelompok berkumur Chlorhexidine 0,12 %. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa oil pulling dengan minyak kelapa lebih efektif dari Chlorhexidine 0,12% dalam mengurangi skor indeks gingiva, skor indeks plak, OHIS dan indeks IPPD. Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian Asokan, dkk yang melakukan penelitian untuk mengevaluasi efek metode oil pulling menggunakan minyak wijen dibanding dengan Chlorhexidine 0,12%

41

terhadap gingivitis yang diinduksi plak dan total koloni bakteri Streptococcus mutans. Penelitian ini dilakukan selama 10 hari dan hasilnya menunjukkan adanya penurunan signifikan pada skor plak dan gingiva serta pada penurunan koloni bakteri Streptococcus mutans pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oil pulling dengan minyak wijen sama efektivitasnya dengan obat kumur Chlorhexidine dan direkomendasi untuk penggunaan kesehatan gigi dan mulut di India.11

42

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada perbedaan yang signifikan pada rerata skor indeks plak, OHIS, IPPD dan indeks gingiva pada mahasiswa/i FKG USU antara sebelum dan sesudah berkumur dengan metode oil pulling menggunakan minyak kelapa.

2. Ada perbedaan yang signifikan pada rerata skor indeks plak, OHIS, IPPD dan indeks gingiva pada mahasiswa/i FKG USU antara sebelum dan sesudah berkumur dengan Chlorhexidine 0,12%.

3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih rerata skor indeks plak, OHIS, IPPD dan indeks gingiva pada mahasiswa FKG USU sebelum dan sesudah berkumur dengan metode oil pulling menggunakan minyak kelapa dan kelompok berkumur dengan Chlorhexidine 0,12%.

4. Berkumur dengan metode oil pulling menggunakan minyak kelapa lebih efektif dalam menurunkan skor indeks plak, OHIS, IPPD dan indeks gingiva dibandingkan dengan berkumur dengan Chlorhexidine 0,12%.

43

6.2Saran

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan jangka waktu penelitian yang lebih panjang.

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh berkumur dengan metode oil pulling menggunakan minyak kelapa terhadap mikroorganisme spesifik secara in-vitro dalam hubungannya dengan penurunan akumulasi plak dan inflamasi gingiva.

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plak Dental

Plak dental adalah substansi yang berstruktur lunak, berwarna kuning ke abu-abuan dan melekat erat pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan saliva seperti mucin, sisa sel jaringan mulut, leukosit, limfosit dan sisa-sisa makanan serta bakteri.5,18

Pembentukan komunitas biofilm dimulai dengan interaksi bakteri dengan gigi, yang kemudian dilanjutkan oleh interaksi fisikal dan fisiologis antara berbagai spesies yang ada dalam massa mikroba.5 Populasi mikroba dalam plak sekitar 72-102 juta/mg setelah 24 jam dan meningkat menjadi 80-132 juta/mg setelah 3 hari.19 Bakteri yang menjadi pelopor dalam proses pembentukan plak antara lain Neisseria dan Streptococci yang didominasi oleh Streptococcus sanguis, Streptococcus oralis dan Streptococcus mitis. Ketiga Streptococcus tersebut termasuk dalam golongan Streptococcus alpha.18

Plak dental diklasifikasi atas plak supragingiva dan plak subgingiva berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi. Plak supragingiva berada pada koronal dan tepi gingiva. Plak subgingiva adalah plak yang lokasinya berada di apikal dari tepi gingiva, diantara gigi dengan jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Secara morfologis, plak supragingiva dapat dibedakan dengan plak subgingiva dimana plak supragingiva berkaitan dengan gigi dan plak subgingiva berkaitan dengan jaringan.5

2.1.1 Komposisi Plak Dental

Komposisi plak gigi bervariasi dari waktu ke waktu. Pelikel yang tersusun dari berbagai molekul yang berasal dari penjamu akan melapisi permukaan enamel dalam beberapa menit setelah pembersihan gigi, lapisan pelikel ini merupakan sumber reseptor yang akan dikenali oleh bakteri pembentuk koloni awal plak dan tiap

6

reseptor akan dikenali oleh organisme spesies tertentu dalam rongga mulut.20,21 Bakteri pertama yang melekat pada permukaan gigi adalah Streptococcus oralis,

Streptococcus Sanguinius, Neisseria dan Haemophilus sp serta Actinomyces

naeslundii. Bakteri ini terisolasi dari permukaan gigi dalam waktu 60 menit setelah pembersihan gigi.20

Komunitas bakteri subgingiva memiliki keragaman spesies yang paling besar dan merupakan kumpulan organisme patogenik yang paling banyak menyebabkan kerusakan jaringan periodontal sedangkan flora plak supragingiva bersifat anaerob dan umumnya berbentuk batang berpigmen seperti Prevotella sp. dan Fusobacterium

sp. yang semakin bertambah apabila akumulasi plak meningkat dan climax

community. 20,21

Salah satu bakteri utama dan paling interaktif dari semua bakteri yang terdapat dalam plak gigi adalah Fusobacterium nucleatum. Bakteri ini membentuk koloni dengan bakteri lain yang bertindak sebagai nukleus dalam pembentukan plak.20

Fusobacterium nucleatum bersama bakteri T.denticola dan P.gingivalis

berkoagregasi dengan bakteri pembentuk koloni awal maupun lanjut, dimana Fusobacterium nucleatum berperan sebagai jembatan penghubung antara bakteri pembentuk koloni awal dan lanjut. 21

2.1.2 Mekanisme Pembentukan Plak Dental

Proses pembentukan plak bermula dengan pembentukan satu lapisan tipis pada permukaan gigi yang disebut pelikel atau acquired pellicle. Pada 0-4 jam terbentuk kolonisasi bakteri pada pelikel tersebut. Spesies bakteri yang menjadi pionir pada tahap ini adalah Streptococcus oralis, Streptococcus mitis, Streptococcus sanguis, Actinomyces dan bakteri Gram negatif. Pada 4 hingga 24 jam seterusnya terjadi perkembangbiakan bakteri dan terbentuk microcolonies. Pada 1 hingga 14 hari plak yang didominasi oleh Streptococcus menjadi plak yang didominasi oleh Actinomyces. Hal ini dinamakan microbial succession. Kemudian terjadi kolonisasi sekunder akibat interaksi antara bakteri dalam pelikel dengan bakteri lain yang

7

terdapat pada rongga mulut, yang menyebabkan meningkatnya diversitas spesies bakteri dimana pada akhirnya terjadi maturasi plak pada gigi .8

2.2 Gingivitis

Gingivitis merupakan suatu peradangan pada gingiva. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran kemerahan di margin gingiva, pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan ringan dan perubahan bentuk gingiva.22

Gingivitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu lesi gingiva yang bukan diinduksi plak dan gingivitis diinduksi plak. Lesi gingiva yang bukan diinduksi plak terjadi apabila terjadi respon inflamasi terhadap beberapa bakteri spesifik, virus, jamur, manifestasi penyakit sistemik, reaksi alergi, lesi traumatik, dan reaksi terhadap benda asing. Gingivitis diinduksi plak merupakan gingivitis yang terjadi tanpa atau dengan kontribusi faktor lokal lain. The 1999 International Workshop for the Classification of Periodontal Disease and Conditions mengklasifikasikan penyakit gingiva menjadi 4 yaitu: 23

1. Gingivitis yang berhubungan hanya dengan plak dental a) Dengan atau tanpa faktor lokal

2. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh keadaan sistemik

a) Adanya perubahan endokrin yang berkaitan dengan masa puber, siklus menstruasi, kehamilan dan Diabetes Mellitus (DM)

b) Adanya perubahan diskrasia darah yang berkaitan dengan leukimia dan lain-lain

3. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh medikasi a) Pembesaran gingiva dipengaruhi oleh obat 4. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh malnutrisi

a) Gingivitis berkaitan dengan defisiensi ascorbic acid

8

2.2.1 Patogenesis Gingivitis

Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla interdental dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi. Hal ini disebabkan akumulasi plak dalam jumlah sangat besar di daerah interdental. Secara histopatologi gingivitis sampai periodontitis terjadi dalam beberapa tahap dimulai dengan tahap inisial, tahap dini, dan tahap mantap.24

2.2.1.1 Tahap Inisial

Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil disebelah apikal dari epitelium jungsional. Pembuluh darah ini mulai terputus dan kolagen perivaskuler mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit terutama limfosit T, cairan jaringan serta protein serum.

Secara klinis, respon awal gingiva terhadap bakteri plak ini tidak kelihatan. Namun, secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada jaringan ikat dibawah epitel jungsional yakni pelebaran pembuluh darah kapiler dan vena, perlekatan neutrofil terhadap dinding pembuluh yang terjadi dalam 1 minggu dan terkadang lebih cepat 2 hari setelah plak terakumulasi,kemudian leukosit PMN meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah.

Pada tahap awal perubahan juga dapat terdeteksi dalam epitel jungsional dan jaringan ikat, karena limfosit terakumulasi dan terjadi peningkatan pada migrasi leukosit serta akumulasi sampai pada sulkus gingiva sehingga terjadi peningkatan cairan sulkus gingiva.22,24

2.2.1.2 Tahap Dini

Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi Polymorphonuclear Neutrophils (PMN). Perubahan yang terjadi baik pada epitelium

9

jungsional maupun pada epitelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proliferasi dari sel basal.22,24

2.2.1.3 Tahap Mantap

Pada tahapan lanjut dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah, dimana perubahan mikroskopik terus berlanjut. Pada tahap ini sel-sel plasma terlihat lebih mendominasi, dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast dan limfosit masih dapat ditemukan. Secara klinis gingiva berwarna merah, bengkak, dan mudah berdarah.22,24

2.3 Gambaran Klinis Gingivitis 2.3.1 Perdarahan gingiva

Perdarahan saat probing merupakan tanda yang paling awal muncul untuk diagnosis gingivitis sebelum tanda – tanda lain. Selain itu, perdarahan saat probing lebih objektif untuk menegakkan diagnosis. Faktor etiologi pendarahan saat probing terbagi pada dua yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Perdarahan gingiva terjadi karena faktor lokal seperti retensi plak dan kalkulus pada gigi. Perdarahan juga dipengaruhi oleh trauma mekanik seperti menyikat gigi, impaksi makanan, atau dengan menggigit makanan yang keras seperti apel. Makanan yang panas dan mengandung bahan kimia juga dapat meningkatkan kemudahan gingiva untuk berdarah. Perdarahan gingiva karena faktor sistemik dapat disebabkan oleh pelbagai penyakit sistemik seperti penyakit hemoragik termasuk defisiensi vitamin C, defisiensi vitamin K, platelet disorder (thrombocytopenic purpura), hypoprothrombinemia, dan lain lain. Konsumsi obat obatan juga dapat memengaruhi perdarahan gingiva.22 Gambar 1 menunjukkan perdarahan waktu probing.4

10

Gambar 1. Perdarahan waktu probing. A. Gingivitis ringan, prob diletakkan pada sulkus gingiva.

B. Perdarahan terjadi seteleh beberapa detik.4

2.3.2 Perubahan Warna Gingiva

Gingiva normal berwarna pink koral yang dimunculkan oleh vaskularisasi dan dimodifikasi dengan lapisan epithel. Pada saat gingiva berwarna merah berarti ada peningkatan vaskularisasi atau terjadi penipisan lapisan keratin epitel, sebaliknya jika warnanya pucat, berarti terjadi penurunan vaskularisasi atau penebalan lapisan keratin epitel. Pada inflamasi kronis warna yang dimunculkan adalah merah atau merah kebiruan. Warna merah berasal dari peningkatan vaskularisasi dan penipisan lapisan keratin, sedangkan warna kebiruan berasal dari vena. Perubahan warna berawal dari papila interdental, menuju marginal gingiva dan sampai ke attached gingiva.22

2.3.3 Perubahan Konsistensi Gingiva

Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi gingivitis kronis terjadi perubahan destruktif atau edema dan reparatif atau fibrous secara bersamaan serta konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.22

2.3.4 Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva

Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut sebagai stippling. Tekstur permukaan gingiva ketika terjadi peradangan kronis adalah halus, mengkilap dan kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel.22

11

2.3.5 Perubahan Kontur Gingiva

Pada jaringan yang terinflamasi, gingiva bebas yang awalnya datar mengalami pembengkakan dikarenakan edema jaringan pada leher gigi. Selain itu, papilla interdental dapat berubah bentuk menjadi bulbous atau blunted.22

2.3.6 Perubahan Posisi Gingiva

Biasanya gingiva normal berlekatan pada cementoenamel junction. Perubahan posisi margin gingiva ke arah koronal dapat menjadi salah satu tanda klinis gingivitis.22

2.4 Obat kumur

Pemakaian obat kumur bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri karena berfungsi sebagai antiseptik.6 Obat kumur bermanfaat sebagai penyegar mulut dan pernafasan, membersihkan, penghilang bau mulut dan sebagai pengobatan untuk perawatan penyakit pada mukosa atau gingiva, pencegah karies gigi, penghambatan pembentukan plak dan gingivitis. Kelebihan dari pemakaian obat kumur adalah dapat menjangkau daerah yang paling sulit dibersihkan dengan sikat gigi. 25 Obat kumur memiliki efek mekanik yang didapat dari gerakan kumur. Saat berkumur, otot-otot pipi akan digerakkan sehingga bahan kumur tersebut secara mekanis melepaskan partikel-partikel debris yang banyak mengandung bakteri. 18

Obat kumur yang ideal harus dapat mengeliminasi mikroorganisme patogen, mencegah perkembangan resistensi bakteri, aman terhadap jaringan mulut pada konsentrasi yang direkomendasikan, mengurangi pembentukan plak dan gingivitis secara signifikan, tidak mempunyai stain, rasa yang dapat berubah, dan tidak mempunyai efek yang merugikan gigi.8,24

Berdasarkan bahan aktifnya, obat kumur dapat dikelompokkan menjadi Bisguanide Antiseptic, Quaternary Ammonium Compounds, Detergents, Essential Oil, Phenols, Metal Salts, Enzymes, Oxygenating Agents, Flourides, Amino Alcohol, Iodine, Chlorine Compounds, Natural Products dan lain-lain.6,25

12

2.4.1 Chlorhexidine

Chlorhexidine dikembangkan oleh Imperial Chemical Industry, Inggris pada tahun 1940-an dan dipasarkan pada tahun 1954 sebagai antiseptik untuk luka kulit. Daya penghambatan plak pertama kali diselidik oleh Schroeder pada tahun 1969, tetapi studi definitif dilakukan oleh Loe dan Schiott pada tahun 1970.26 Chlorhexidine merupakan antiseptik golongan bisguanida yang bersifat bakterisid dan menyerang bakteri-bakteri Gram positif, Gram negatif, bakteri ragi, jamur, protozoa, alga dan virus. 24 Chlorhexidine tersedia dalam tiga bentuk yaitu, diglukonat yang paling sering digunakan dan larut dalam air, asetat yang larut dalam air, dan garam hidroklorida yang dapat larut dalam air yang sedikit.Bila dibandingkan dengan obat kumur lain, Chlorhexidine ternyata lebih efektif untuk menurunkan terjadinya akumulasi plak.26 Selain itu, terbukti Chlorhexidine dapat mengurangi perlekatan Phorphyromonas gingivalis pada sel-sel epitel. Chlorhexidine lebih efektif menghambat pembentukan plak pada gigi yang bersih dari mengurangkan plak yang sudah terbentuk .24

Chlorhexidine juga tidak dilaporkan dapat membentuk substansi karsinogenik. Chlorhexidine sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh karena itu Chlorhexidine memiliki toksisitas yang rendah.24 Namun demikian, Chlorhexidine memberikan efek samping berupa rasa yang tidak enak, mengganggu sensasi rasa, dan menghasilkan warna coklat pada gigi yang susah untuk dihilangkan.23,24,25,26 Hal ini juga dapat terjadi pada mukosa membran dan lidah yang dihubungkan dengan pengendapan faktor diet chromogenic pada gigi dan membran mukosa. Efek negatif lain yang dikeluhkan oleh pasien pengguna Chlorhexidine adalah terjadi erosi pada mukosa dan inflamasi pada kelenjar parotid.24

Penggunaan jangka panjang dari Chlorhexidine sebaiknya dilarang pada pasien dengan keadaan periodontal yang normal. Chlorhexidine digunakan dalam jangka waktu yang pendek hingga dua minggu ketika prosedur oral hygiene sulit atau

Dokumen terkait