Grafik Pengamatan Pertambahan Bobot Badan
HASIL PEMERIKSAAN ULTRASTRUKTUR
Pemeriksaan ultrastruktur dilakukan pada jaringan parenkim paru meliputi komponen dinding alveolar yaitu pneumosit I dan pneumosit II, sel Clara, lapisan air-blood barrier, dan alveolar makrofag.
Pengamatan ultrastruktur pada lapisan air-blood barrier dari kelompok tikus yang mendapat pajanan asap rokok menunjukkan dinding alveolar yang dilapisi oleh pneumosit I mengalami perubahan pada membran sel dan pembengkakan inti sel. Membran sel pneumosit I terlihat tidak lurus atau licin melainkan bergelombang atau tidak rata (gambar 20 dan 21). Jika dibandingkan dengan pneumosit tipe I pada tikus betina, pada tikus jantan sel pneumosit tipe I terlihat lebih iregular tetapi tidak telihat adanya kerusakan yang berarti pada membran sel.
Pengamatan ultrastruktur pada pneumosit tipe II tikus kontrol memperlihatkan badan-badan lamelar dengan densitas tinggi pada sitoplasmanya. Badan lamelar adalah badan yang disekresi oleh pneumosit tipe II ke dalam lumen alveolus. Pajanan asap rokok
menyebabkan badan lamelar pneumosit tipe II membengkak dan kehilangan densitasnya. Jika dibandingkan dengan badan lamelar pada tikus jantan kelompok pajanan maka densitas badan lamelar pada tikus betina kelompok pajanan terlihat densitasnya lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa dilatasi badan lamelar pada tikus betina kelompok pajanan lebih parah dibandingkan dengan tikus jantan kelompok pajanan (Gambar 22 dan 23). Badan lamelar adalah suatu organel unik bagian dari sel pneumosit tipe II yang mengandung lapisan fosfolipid, mukopolisakarida, Surfactant Protein A-B-C-D yang disintesis oleh sel Pneumosit tipe II. Mulugeta et al. (2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa pada keadaan gagal nafas di mana terjadi penurunan kadar O2 dan peningkatan kadar CO2, terdapat pengurangan jumlah dan destruksi badan lamelar. Perubahan pada pneumosit II merupakan perubahan yang mengarah pada nekrosa. Adanya kerusakan mitokondria menyebabkan kematian sel.
Gangguan pada pneumosit II berkaitan erat dengan perubahan surfaktan paru, yang mengganggu fungsi air-blood barrier (Stripp 2002). Pada penelitian ini juga didapatkan adanya penurunan jumlah pneumosit I dan proliferasi dari pneumosit tipe II yang akan dapat mengganggu fungsi air-blood barrier karena pneumosit tipe I adalah sel yang bertanggung jawab untuk pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida) dalam alveolus. Pajanan asap rokok menyebabkan destruksi pneumosit I dan II. Selain itu terjadi denaturasi surfaktan yang berfungsi mempertahankan tegangan permukaan alveolus sehingga dengan tidak adanya surfaktan maka alveolus cenderung kolaps. Pajanan asap rokok juga menyebabkan penumpukan eksudat dan edema pada alveolus, serta dalam jangka panjang menyebabkan dinding alveolus menjadi fibrotik dan rusak. Semua faktor ini akan mengakibatkan remodeling struktur alveolus dan fibrosis, sehingga alveolus tampak ireguler (De Souza et al. 2003).
Surfaktan adalah suatu substansi yang kompleks, yang mengandung fosfolipid dan sejumlah apoprotein. Surfaktan dihasilkan oleh sel pneumosit tipe II, dan melapisi alveolus dan bronkhiolus respiratorius. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan paru, sehingga berperan dalam compliance paru dan menstabilkan alveolus. Hukum Laplace menyatakan bahwa tekanan pada suatu struktur berbentuk sferis yang memiliki tegangan permukaan, seperti halnya alveolus, berbanding terbalik dengan radius sferis tersebut (P=4T/r untuk sferis dengan dua permukaan cairan-gas seperti gelembung sabun, dan
P=2T/r untuk sferis dengan satu permukaan cairan-gas seperti halnya alveolus. P = tekanan, T = tegangan permukaan, r = radius atau jari-jari). Oleh karena itu dalam keadaan kekurangan surfaktan, tegangan permukaan alveolus tidak dapat dipertahankan dan akan terlihat iregular. (Johns Hopkins School of Medicine Interactive Respiratory Physiology, 1995).
Gambar 19. Surfaktan mempertahankan tegangan permukaan alveolus (Sumber: Johns Hopkins School of Medicine 1995)
Perubahan ultrastruktur juga terlihat pada organel mitokondria pada pneumosit tipe II dari tikus kelompok pajanan. Mitokondria pneumosit tipe II dari tikus kelompok pajanan terlihat mengalami peluasan atau dilatasi krista sehingga densitas matriks mitokondria menurun (Gambar 24). Mitokondria berperan pada proses pembentukan ATP sel. Jika dilihat dari kerusakan ultrastruktur mitokondria kemungkinan proses pembentukan ATP pada mitokondria terganggu sehingga menyebabkan berkurangnya produksi energi pada sel (Koolman dan Röhm 2000). Adanya radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan struktur mitokondria.
Ahmad et al. (2001) menemukan bahwa paparan radikal bebas menyebabkan mitokondria paru, jantung, dan otak membesar, serta menyebabkan gangguan pada fungsi membran mitokondria, bahkan sampai terjadi ruptur.
Pada penelitian ini didapatkan jumlah granul pada kelompok pajanan lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sel Clara merupakan sel sekretorik terbanyak di saluran nafas distal pada mamalia, dan tidak bersilia. Jumlahnya yang terbanyak terdapat dalam bronkhiolus. Salah satu fungsi utama sel Clara adalah untuk melindungi epitel bronkhiolus dengan cara mensekresikan Clara Cell Secretory Protein (CCSP) dan sebagian komponen surfaktan paru. Sel ini juga berfungsi untuk detoksifikasi zat yang berbahaya yang diinhalasi ke dalam paru. (Stripp et al. 2002) Polutan inhalasi seperti ozon, obat kolinergik, berbagai mikroorganisme atau produknya, serta asap rokok dapat menyebabkan degranulasi dan berkurangnya atau pecahnya granul. Sekresi sel Clara dipengaruhi oleh berbagai penyakit kronis seperti asma, merokok, dan COPD. Pada penelitian ini kami mendapatkan bahwa jumlah granul pada kelompok pajanan lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol (lihat gambar 25), yang sesuai dengan penelitian Pinkerton (1995). Witschi et al (1998) dan Stripp et al. (2002). pada penelitian yang berbeda menemukan bahwa pada perokok pasif terjadi penurunan jumlah granul sel Clara.
Pengamatan ultrastruktur dari alveolar makrofag menunjukkan bagian sitoplasma dari makrofag tikus kelompok pajanan berisi banyak globula lipid dan debris yang diduga berasal dari partikel asap rokok. Globula lipid yang terlihat merupakan bentuk material surfaktan yang difagosit oleh makrofag. Selain itu terjadi perubahan pada sitoplasma, dan inti sel makrofag tikus kelompok pajanan mengalami kondensasi kromatid di daerah tepi inti sel. Jika dibandingkan pada tikus betina yang terpajan, lipid dan debris yang terdapat pada makrofag tikus jantan lebih sedikit (Gambar 26 dan 27).
Kondensasi kromatin pada makrofag merupakan bagian dari proses apoptosis. Apoptosis ditandai dengan pengkerutan sel, kondensasi kromatin, dan fragmentasi DNA internukleosom. Proses apoptosis dapat muncul secara spontan maupun sebagai respon terhadap rangsangan spesifik (heat stress, radiasi, steroid, oxidative stress). Stres oksidatif adalah suatu gangguan keseimbangan antara oksidan dan antioksidan yang menyebabkan rusaknya sel potensial. Kejadian ini berkaitan dengan proses biologi dan
patologi (inflamasi, karsinogenesis, dll). Moodie et al. (2004) menemukan adanya perubahan transkripsi gen akibat kondensasi kromatin setelah pajanan asap rokok.
Pn 1
Er
C
E
A
Pn 1
Er
C
E
A
A
Pn1
E
Er
C
B
Pn1
*
Gambar 20. Lapisan air-blood barrier pada dinding alveolar dengan pewarnaan Lead Nitrat dan Uranil Asetat. pada tikus betina kontrol (A) dan pajanan (B). Terlihat ultrastruktur dari membran sel Pneumosit tipe I pada tikus betina kontrol tampak rata dan halus sedangkan dengan pajanan asap rokok sel membran sel Pneumosit tipe 1 terlihat tidak rata dan bergelombang (Æ) dan pembengkakan pada inti sel (*). E: Endotel, C: Kapiler, Er: Eritrosit, Pn1: Pneumosit tipe 1
A
E
Pn1
Er
C
Er
Pn1
E
*
Pn1
B
Er
Pn1
Pn1
E
*
Pn1
*
Pn1
B
B
Gambar 21. Lapisan air-blood barrier pada dinding alveolar. pada tikus jantan kontrol (A) dan pajanan (B). Terlihat ultrastruktur dari membran sel pneumosit tipe I pada tikus kontrol tampak rata dan halus sedangkan dengan pajanan asap rokok sel membran sel pneumosit tipe 1 terlihat tidak rata dan bergelombang (Æ) dan pembengkakan pada inti sel (*). Jika dibandingkan dengan pneumosit tipe I pada tikus betina, pada tikus jantan sel pneumosit tipe I terlihat lebih irregular tetapi tidak telihat adanya kerusakan pada membran sel. Pembesaran 15.000x. E: Endotel, C: Kapiler, Er: Eritrosit, Pn1: Pneumosit tipe I
Pn2
L
N
A
N L
L
B
Gambar 22. Pneumosit tipe II tikus betina kontrol (A) dan pajanan (B). Terlihat badan lamelar pada pajanan mengalami dilatasi atau pembengkakan, hal ini terlihat dengan berkurangnya densitas badan lamelar pada pajanan dibandingkan dengan kontrol. Pembesaran 6000x. Pn2: Pneumosit tipe II, N: Inti sel, L: Badan Lamelar
N
L
L
m
Pn2
N
L
L
Gambar 23. Pneumosit tipe II tikus jantan kontrol (A) dan pajanan (B). Terlihat badan lamelar pada pajanan mengalami dilatasi atau pembengkakan, hal ini terlihat dengan berkurangnya densitas badan lamelar pada pajanan dibandingkan dengan kontrol. Jika dibandingkan dengan tikus betina, densitas badan lamelar pada jantan lebih pekat, berarti dilatasi badan lamelar pada tikus betina lebih parah dibandingkan dengan jantan. Pembesaran 6000x. Pn2: pneumosit tipe II, N: inti sel, L: badan lamelar, m: mitokondria
A
B
Gambar 24. Mitokondria Pneumosit tipe II pada kontrol (A) dan pajanan (B). Mitokondria kontrol terlihat kristanya tersusun dengan rapi sedangkan pada pajanan terjadi pelebaran/dilatasi krista dan matriks pada mitokondria tampak terang. N: Inti sel, m: mitokondria, mv: mikrovili, L: badan lamelar. Pembesaran 12.000x (A) dan 6000x (B).
N N MB N mv mv CC CC g g A B MB N N N CC g mv E
Gambar 25. Ultrastruktur sel Clara pada bronkhiolus tikus (A) kontrol dan (B) pajanan. Jumlah granul pada kelompok pajanan lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol. Pembesaran 1500x. CC: sel Clara, g: granul, N: nukleus, MB: membran basalis, mv: mikrovili
A
N
Nu
B
g
N
g
g
Gambar 26. Makrofag tikus betina kontrol (A) dan pajanan (B). Terlihat inti sel (N) makrofag pada pajanan mengalami kondensasi kromatid di daerah tepi inti sel (Æ). Makrofag pada tikus yang telah diberi asap rokok mengandung lipid dan banyak terdapat partikel-partikel asap rokok. Selain itu tampak globule (g) yang merupakan bentuk material surfaktan yang difagosit oleh makrofag. Pembesaran 6000x.
A
N
B
N
N
g
g
Gambar 27. Makrofag tikus jantan kontrol (A) dan pajanan (B). Makrofag pada tikus pajanan mengandung banyak lipid dan terdapat partikel-partikel asap rokok. Selain itu tampak juga globule (g) yang merupakan bentuk material surfaktan yang difagosit oleh makrofag. Jika dibandingkan pada tikus betina yang terpajan maka lipid dan debris yang terdapat pada makrofag tikus jantan lebih sedikit. Pembesaran 6000x. N: inti sel.
RANGKUMAN
Pajanan asap rokok kretek 8 batang perhari selama 6 minggu menyebabkan terjadinya perubahan histopatologi dan ultrastruktur pada organ sistem pernapasan. Kelainan tersebut berupa :
1. Hiperplasia dan hipertrofi sel epitel pada daerah sinus, bronkhus, dan bronkhiolus.
2. Kecenderungan peningkatan jumlah sel goblet secara numerik.
3. Peningkatan jumlah makrofag alveolaris dan pneumosit tipe II, sementara pneumosit tipe I mengalami penurunan.
4. Penurunan kadar serum glutation peroksidase (GPx) pada kelompok pajanan jantan dan betina.
5. Penurunan pertambahan bobot badan.
6. Pada pneumosit tipe I terjadi perubahan membran sel menjadi tidak rata dan bergelombang, serta ditemukan pembengkakan inti sel.
7. Pada pneumosit tipe II terlihat badan lamelar mengalami dilatasi dan berkurangnya densitas yang lebih signifikan pada tikus betina. Mitokondria pneumosit II mengalami pelebaran/dilatasi krista dan matriks mitokondria tampak terang, hal ini akibat gangguan proses pembentukan ATP.
8. Pada makrofag terlihat inti sel mengalami kondensasi kromatid di daerah tepi inti sel. Makrofag banyak mengandung lipid dan partikel asap rokok. Tampak globule yang merupakan bentuk material surfaktan yang difagosit oleh makrofag. Lipid dan debris pada tikus jantan lebih sedikit dibandingkan tikus betina.
9. Pada Sel Clara terdapat penurunan jumlah granul penghasil Clara Cell Secretory Protein pada kelompok pajanan.
KESIMPULAN
1. Pajanan asap rokok menimbulkan perubahan histopatologi dan ultrastruktur saluran napas (hipotesis diterima).
2. Pajanan asap rokok menimbulkan penyempitan saluran napas
3. Pajanan asap rokok menyebabkan turunnya tegangan permukaan alveolus akibat berkurangnya produksi surfaktan, sehingga fungsi air-blood barrier menurun. 4. Perubahan yang terjadi pada ultrastruktur pneumosit tipe I, pneumosit tipe II, dan
Saran
1. Bagi pemerintah:
a. Larangan merokok di tempat umum diperluas jangkauannya, misalnya di terminal bus, kendaraan umum, kantor pemerintahan dsb.
b. Membatasi iklan rokok yang dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat c. Melarang penjualan rokok di dekat sekolah, terutama SD dan SMP
d. Membuat klinik berhenti merokok, termasuk hotline service
2. Bagi praktisi kesehatan: menghimbau orang tua dari anak yang mempunyai masalah saluran pernapasan agar tidak merokok saat bersama keluarga.
3. Bagi peneliti:
a. Membuat penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh rokok kretek terhadap organ vital lain seperti otak, jantung, ginjal, dan sebagainya b. Meneliti lebih mendalam kecenderungan terjadinya kanker akibat asap
rokok.
c. Menganalisa reaksi jaringan dengan pelacakan bahan metabolit tubuh sehingga dapat dipelajari perilaku perubahan sel dalam organ paru
d. Meneliti kemungkinan penggunaan antioksidan atau pemanfaatan tanaman herba untuk memperbaiki kondisi paru yang rusak akibat merokok, sehingga dapat digunakan oleh perokok dan masyarakat.