• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

4. Metode kerja

a. Persiapan pakan dan adaptasi tikus dalam kandang

Sebelum percobaan dilakukan, semua tikus diadaptasi selama dua minggu. Setibanya di kandang, dua puluh ekor tikus yang digunakan dalam penelitian ini dimasukkan dalam kandang modifikasi berbentuk kotak terbuat dari plastik dengan bedding kawat ram. Kandang modifikasi ditutup dengan kawat di bagian atas. Satu kandang hanya berisi satu ekor tikus. Pergantian dan pencucian kandang modifikasi dilakukan setiap hari dengan memberikan alas kertas buram sebanyak tiga lembar untuk setiap kandang.

Pakan diberikan sesuai dengan tingkat kebutuhan tiap ekor tikus, yang diukur dengan cara menimbang pakan yang dapat dihabiskan oleh tikus tersebut. Setiap pagi hari sisa pakan tikus ditimbang kemudian tikus diberi pakan baru. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pajanan asap rokok terhadap nafsu makan tikus. Pakan tikus dibuat dalam bentuk pelet dengan komposisi: jagung 73,943%, bungkil 14,505%, dedak 6,8%, kapur 1,5%, tepung tulang 1,263%, minyak 1%, metionin 0,362%, lisin 0,31%, garam 0,213%, vitamin+mineral mix 0,106%. Bahan – bahan tersebut dicampur dan diaduk rata, kemudian dicetak menjadi pakan berbentuk pellet. Setelah proses pencetakan pakan berbentuk pellet selesai, pellet harus dijemur supaya bentuk pellet tidak hancur. Pakan dibuat di Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi dan diberikan ad libitum selama percobaan. Untuk mencegah terjadinya perubahan non spesifik pada alat pernapasan, diberikan antibiotika per oral golongan clarythromycin dengan dosis 7,5 mg/kgBB 2 kali sehari selama 10 hari.

Tempat minum menggunakan botol minuman suplemen (yang tutup botolnya dilubangi). Tempat minum diletakkan di bagian atas kandang dalam posisi terbalik (terdapat pengait dari kawat untuk menahan botol agar tidak jatuh). Pemberian minum dari air mineral komersil dilakukan 2-3 hari sekali sebanyak 150 ml. Air minum diberikan ad libitum.

b. Pajanan pengasapan rokok kretek pada tikus

Pajanan asap rokok kretek pada tikus dilakukan setiap hari. Satu batang rokok sejak awal dinyalakan hingga habis memerlukan waktu 10-12 menit. Pemberian asap rokok kretek dilakukan dengan dosis 8 batang setiap hari pada pagi hari, lama paparan 10-12 menit tiap batang, selama 5 hari per minggu.

Tahapan pemajanan asap rokok dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam pemajanan ini. Smoking chamber memiliki dua lubang penghubung di bagian depan, satu lubang untuk dihubungkan dengan pump, dan yang satu lagi digunakan untuk menghubungkan smoking chamber dengan tabung oksigen. Smoking chamber juga memiliki dua lubang di belakangnya sebagai ventilasi / memungkinkan pertukaran udara. Sebanyak 8 batang rokok kretek dipersiapkan setiap harinya untuk pemajanan asap rokok. Setelah semua peralatan disiapkan termasuk korek api, maka tikus dari kandang modifikasi dipindahkan ke dalam smoking chamber. Kelima tikus tersebut dimasukkan bersamaan dalam

smoking chamber melalui lubang di bagian atas smoking chamber, kemudian ditutup kembali. (Terdapat dua buah penutup smoking chamber yang ada di bagian atas sehingga keluar masuknya tikus hanya dapat dilakukan dari smoking chamber bagian atas). Satu batang rokok kretek dipasang pada pipa yang dihubungkan dengan pump. Rokok kretek yang telah dipasang tadi dibakar menggunakan korek api dan pump

dinyalakan, sehingga asap rokok masuk ke dalam smoking chamber. Tabung oksigen dibuka pada posisi 0,5 untuk mangalirkan oksigen ke dalam smoking chamber.

Stopwatch / penghitung waktu dipasang untuk mengetahui waktu yang digunakan untuk menghabiskan satu batang rokok kretek. Smoking chamber akan terisi asap rokok, apabila smoking chamber telah terisi banyak asap rokok maka pump harus diberhentikan dengan menghentikan arus listrik pada pump (mencabut dari stop kontak). Setelah asap rokok pada smoking chamber berkurang atau hilang, maka

pump dinyalakan kembali (hubungkan dengan stop kontak). Kegiatan ini dapat berulang 5 – 7 kali dalam pemaparan satu batang rokok. Abu rokok / sisa pembakaran yang menempel pada batang rokok yang sedang dibakar, harus dibersihkan. Selama proses pemaparan asap rokok, perilaku tikus dapat diamati dalam smoking chamber. Setelah satu batang rokok hanya tersisa ± 1,5 – 2 cm, maka pump dimatikan demikian

pula tabung oksigen harus dimatikan dengan memutar knop ke arah 0. Stopwatch

dimatikan, sehingga diperoleh waktu yang digunakan untuk pembakaran satu batang rokok. Sisa batang rokok yang terdapat pada pipa diambil dan dibuang. Setelah dua menit dan keadaan smoking chamber bersih dari asap rokok, pasang rokok ke-2 pada pipa yang sama dengan rokok ke-1.

Gambar 9. Pengasapan rokok kretek pada kelompok pajanan

Kemudian dilakukan tahapan yang sama seperti pada rokok ke-1. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan tahapan yang sama, untuk rokok ke-2 hingga rokok ke-8. Setelah kelompok pajanan selesai diberi pemaparan asap rokok kretek sebanyak 8 batang, tikus-tikus tersebut dikembalikan ke kandang modifikasi.

Setelah semua tikus kelompok pajanan mendapat pemaparan asap rokok kretek, seluruh peralatan yang digunakan dibersihkan dan disimpan untuk pemaparan selanjutnya. Pemaparan asap rokok dilakukan selama 5 hari dalam seminggu.

c.Penimbangan bobot badan

Bobot badan tikus ditimbang pada awal penelitian dan kemudian secara reguler satu minggu sekali sampai pada akhir penelitian.

uthanasia d. E

uthanasia diawali dengan pemberian anestetikum ether perinhalasi dalam wadah , yakni suatu anaerobic jar berisi kapas yang telah diberi eter. Beberapa

e. P

ampel darah diambil secara intrakardium sebanyak 2 cc untuk pemeriksaan serum ntuk setiap sampel. (Lihat Lampiran 12).

f. N

Setelah tikus dieuthanasi, tikus diletakkan diatas styrofoam yang sudah dilapisi n kaki tikus difiksasi menggunakan jarum pentul, dan

E

gelas tertutup

menit kemudian setelah tikus terlihat lemah, dilanjutkan dengan pemberian Ketalar®

10% (Ketamine HCl) dalam Natrium Klorida 0.9%. Anestesi Ketalar® diberikan secara injeksi intramuscular (pada otot semi tendinosa) dosis 0,1 cc/ 100 gram bobot badan dengan disposable syringe 1 cc.

engambilan sampel darah

S

GPx (glutathione peroxydase) u

ekropsi dan sampling jaringan

alumunium foil, bagian tangan da

tubuh tikus dibasahi menggunakan kapas yang sudah diberi alkohol. Nekropsi dilakukan dengan membuka lapisan kulit, fascia, rongga abdomen, dan rongga thoraks. Dilakukan sayatan ke arah atas untuk membuka saluran pernapasan bawah dan paru. Saluran pernapasan atas yang berada dalam tulang kepala diperoleh dengan menggergaji tulang kranium bagian anterior secara longitudinal. Pemotongan organ dapat dilakukan di atas talenan. Organ respirasi berupa trakhea, bronkhus, bronkhiolus, dan paru diambil, dibilas dengan aquades, kemudian disimpan dalam larutan fiksasi buffer netral formalin 10% dengan volume ½−¾ dari volume total botol spesimen. Pada bagian atas botol diberi kain kasa untuk memfiksasi bagian paru yang mengapung. Setiap botol spesimen diberi kode tanggal nekropsi, kode tikus, kode lain seperti kontrol dan pajanan. Spesimen disimpan dalam larutan fiksatif minimum 2x24 jam supaya proses fiksasi berlangsung sempurna. Bagian tengah lobus diafragmaticus paru kiri diiris kecil-kecil dengan ukuran 1 x 1 mm3, disimpan dalam larutan fiksasi glutaraldehyde 4% dingin untuk pembuatan sediaan elektron mikroskop. Pengamatan keadaan makroskopis dilakukan selama nekropsi

berlangsung dengan bantuan kaca pembesar untuk pengamatan lesi makroskopik. Lokasi pengambilan sampel jaringan sinus dilakukan dengan pemotongan menggunakan gergaji. Lokasi yang diamati adalah lokasi 2 (daerah hidung depan) dan lokasi 4 (daerah hidung belakang) seperti tampak pada Gambar 10.

.

1 2 3 4

Gambar 10. Pemotongan sediaan sinus hidung.

T = Trakhea, P = Paru, B = Bronkhus, # = Lokasi pengambilan sampel

A B

Gambar 11. (A) Nekropsi dan (B) Sampel jaringan trakhea, bronkhus, dan paru T P T B P

#

#

#

#

#

T B

#

#

#

#

#

P

g. Pembuatan sediaan histopatologi

agian n kan

impan dalam refrigerator (4−6ºC). Setiap blok parafin yang berisi jari

rmic 10% hingga tulang menjadi lunak dan

h. P

Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan video akukan terhadap: (1) Perhitungan jumlah dan tinggi epit

Setiap sampel organ diiris tipis / trimming dengan ukuran ± 0,5 cm. Setiap b saluran pernapasan (sinus hidung) dan setiap lobus paru (lobus apikalis kiri da

an, lobus medialis kiri dan kanan, lobus diafragmatikus kiri dan kanan, serta lobus assesorius) dimasukkan ke dalam cassette yang berbeda. Organ tersebut kemudian dimasukkan dalam automatic tissue processor otomatis dengan tujuan menghilangkan kandungan air dalam jaringan/sampel. Dalam alat tersebut secara otomatis jaringan akan didehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol 100%), setelah itu jaringan dimasukkan dalam xylol untuk melarutkan alkohol yang terdapat dalam jaringan/sampel agar mudah terjadi infiltrasi oleh parafin.

Embedding merupakan proses penanaman jaringan ke dalam blok parafin yang kemudian dis

ngan/sampel diiris menggunakan mikrotom dengan ketebalan 3-4 μm. Potongan jaringan yang sangat tipis diletakkan diatas permukaan air hangat supaya jaringan tidak mengerut, dan diletakkan diatas gelas objek untuk diinkubasi selama ± 24 jam supaya jaringan melekat di atas gelas objek.

Khusus jaringan sinus hidung yang berada diantara tulang kepala, dilakukan proses dekalsifikasi menggunakan Asam Fo

diproses bersama jaringan lainnya. Dalam pembuatan preparat histopatologi, pewarnaan yang dilakukan adalah pewarnaan Alcian Blue-Periodic Acid Schiff (AB-PAS) (Lihat Lampiran 3) dan hematoxylin-eosin (HE) (Lihat Lampiran 4). Beberapa potong jaringan paru diproses hingga tercetak di dalam resin, kemudian diiris menggunakan ultra-mikrotom dengan pisau khusus (diamond knife) setebal 200 nm (metode semi thin) dan diwarnai dengan toluidine blue.

engamatan Histopatologis

mikrometer. Pengamatan dil

el bersilia, serta perhitungan rasio sel epitelia bersilia dengan sel goblet. Pengamatan dilakukan pada 10 (=n) lapang pandang (LP) masing-masing pada

mukosa sepanjang 1000 μm dari jaringan sinus hidung, trakhea, bronkhus, dan bronkhiolus ; (2) Penilaian reaksi jaringan interstitium paru pada 10 (=n) LP masing-masing seluas 1,6x1,3 μm2. Analisis respon jaringan dinilai secara kualitatif dan kemudian dilakukan skoring terhadap perubahan tersebut sehingga memungkinkan dilakukan analisis kuantitatif statistika. Penilaian skor 1, 2, 3, dan 4 diberikan jika dalam LP terdapat 25%, 50%, 75% dan 100% jaringan paru mengalami pneumonia interstitialis ; (3) Penghitungan jumlah sel makrofag alveolaris serta pneumosit tipe I dan II pada 10 (=n) LP, masing-masing seluas 1,6x1,3 μm2.

buatan preparat semi-thin Pem

1. Sampel dalam blok resin dipotong menggunakan ultramicrotome dengan pisau gga ketebalan 200 nm

ang dipasang tidak terlalu panas, agar tidak terbentuk gelembung udara di

4.

ran pewarnanya dibiarkan menguap.

Pemer ltrastruktur Jaringan

ilakukan pemeriksaan ultrastruktur paru-paru tikus tanpa pajanan (kontrol) dan dengan n Transmission Electron Microscope (TEM) Jeol khusus (diamond knife) hin

2. Hasil potongan semi thin diletakkan di atas objek glass yang telah ditetesi akuades steril

3. Air pada potongan dibiarkan menguap (proses ini dapat dibantu menggunakan hot plate y

bawah helaian resin).

Setelah kering, potongan semi-thin kemudian ditetesi dengan pewarnaan toluidine blue 1%, kemudian cai

5. Hasil potongan ditutup dengan coverglass dan diamati menggunakan mikroskop cahaya.

iksaan U

D

pajanan asap rokok dengan menggunaka JM 1010.

Pembuatan Preparat untuk Pemeriksaan Ultrastruktur

Fiksasi

Jaringan yang berukuran 1x1x1 mm3 direndam ke dalam larutan campuran glutaraldehyde, buffer cacodylate 0,1 M dengan pH 7,4 dan 3% sukrosa selama 24 jam. Pencucian jaringan dilakukan dengan menggunakan buffer cacodylate 0,1 M dengan pH 7,4 selama 15 menit sebanyak 3 kali. Setelah fiksasi dilakukan, jaringan dimasukkan ke dalam larutan osmium tetroksida dan K3Fe(CN)6 selama dua jam. Kemudian jaringan dicuci kembali dengan menggunakan buffer cacodylate selama 15 menit sebanyak 2 kali. Semua tahapan fiksasi dilakukan pada suhu 4°C dan dalam kondisi teragitasi.

Dehidrasi dan Infiltrasi

Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan etanol secara bertingkat dari konsentrasi 10% sampai dengan absolut. Lama jaringan dalam larutan etanol berkisar antara 10 menit hingga 30 menit. Proses dehidrasi berjalan dalam kondisi teragitasi dan pada suhu 4°C.

Proses infiltrasi menggunakan perbandingan larutan etanol absolute dan propylene oxide secara bertingkat hingga hanya menggunakan larutan propylene murni. Infiltrasi dilakukan dalam kondisi teragitasi dan pada suhu ruang selama 30 menit untuk setiap tahapannya.

Embedding

Larutan yang digunakan dalam proses embedding adalah campuran Spurr. Sebelum jaringan direndam dengan menggunakan spurr terlebih dahulu direndam dalam campuran larutan propylene okside dengan spurr secara bertahap selama 30 menit per tahapannya. Dalam proses embedding diupayakan agar tidak terdapat gelembung udara karena dapat mengganggu proses selanjutnya (pemotongan blok) sehingga pada tahap jaringan direndam pada spurr dilakukan dalam kondisi tervakum selama satu malam. Proses polimerisasi spurr hingga menghasilkan blok dilakukan dalam inkubator vakum selama 16-18 jam pada suhu 70°C.

Pemotongan Blok Sampel

Blok sampel yang telah dibuat di trimming agar mendapatkan daerah jaringan yang diinginkan dengan ukuran kecil (sekitar 1x1 mm). Daerah jaringan berbentuk trapesium untuk memudahkan dalam proses pengumpulan potongan. Diusahakan jaringan yang diinginkan berada di tengah daerah trapesium agar pada saat pengamatan di mikroskop elektron daerah yang dikehendaki dapat terlihat secara keseluruhan.

Tebal potongan agar dapat diobservasi di bawah mikroskop elektron berkisar antara 50-60 nm. Proses pemotongan menggunakan glass knife yaitu pisau yang terbuat dari kaca. Untuk mendapatkan potongan yang tipis digunakan diamond knife.

Hasil potongan dengan ukuran tipis dikumpulkan dan diletakkan pada permukaan grid yang dilapisi oleh larutan 0,5% formvar (Sigma) dalam chloroform. Kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan uranil asetat dan lead sitrat. Setelah proses pewarnaan, grid yang telah tertempel oleh jaringan siap untuk diamati di mikroskop elektron transmisi (Bozzola 1991).

Dokumen terkait