• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap 1) Evaluasi Kualitas Nutrisi Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau pada Ternak Domba

Konsumsi bahan kering

Rataan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan efisiensi penggunaan ransum serta kecernaan bahan kering dan bahan organik disajikan pada Tabel 3. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 454,81-848,68 g/ekor/hari. Angka yang tertinggi ditunjukkan oleh domba yang mengkonsumsi pelet (R3). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar konsumsi bahan kering. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, maka diperoleh bahwa konsumsi tertinggi terjadi pada domba yang mendapat ransum komplit berbentuk pelet (R3). Konsumsi bahan kering dalam bentuk segar nyata lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk pelet (R3) dan wafer (R4) namun tidak berbeda nyata dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk mash.

Tabel 3 Performa domba yang mengkonsumsi ransum komplit mengandung limbah taoge kacang hijau

R1 R2 R3 R4 Konsumsi bahan kering (g/ekor/hari) 454,81±99,92c 589,34±93,21bc 848,68±65,08a 683,81±70,36b Kecernaan: Bahan Kering (%) 57,95±3,85 54,55±7,29 51,87±1,85 53,27±1,82 Bahan Organik (%) 60,02±3,61 59,29±7,15 54,76±1,10 58,35±4,14 PBBH (g/ekor/hari) 71,11±34,70bc 58,89±20,09c 145,37±12,30a 106,33±9,03b Efisiensi Penggunaan Rakan (%) 15,06±4,02 a 9,82±1,93b 17,13±0,67 a 15,74±2,89 a Keterangan: R1 = Ransum mengandung limbah taoge kacang hijau segar; R2 =

Ransum komplit berbentuk mash; R3 = Ransum komplit berbentuk pelet; R4 = Ransum komplit berbentuk wafer;

a,b,c

pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Kecernaan bahan kering dan bahan organik

Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Ransum yang diberikan dalam bentuk segar memiliki nilai

kecernaan bahan kering yang paling tinggi sedangkan yang terendah diperlihatkan oleh domba yang mendapatkan pakan berbentuk pelet. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan. Kecernaan bahan organik juga tidak berbeda nyata antar perlakuan. Berbagai bentuk pakan yang diujikan pada ternak domba memberikan pengaruh yang sama terhadap kecernaan bahan organik. Nilai kecernaan yang tidak berbeda mengindikasikan bahwa berbagai bentuk pakan sama baiknya dicerna oleh ternak.

Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan harian secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Pertambahan bobot badan harian tertinggi terdapat pada domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet (R3) yaitu sebesar 145,37 ± 12,30 g/ekor/hari. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada percobaan ini terjadi perbedaan nyata (P<0,05) antar perlakuan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, maka diperoleh bahwa pertambahan bobot badan harian domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet (R3) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ransum segar (R1) dan ransum berbentuk mash (R2) dan ransum berbentuk wafer (R4). Ransum berbentuk mash (R2) memiliki pertambahan bobot badan harian paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan ransum berbentuk segar (R1).

Efisiensi penggunaan ransum

Efisiensi penggunaan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau disajikan pada Tabel 3. Nilai efisiensi ransum sangat erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan dan tingkat konsumsi ransum. Semakin tinggi nilai efisiensi pakan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan memiliki kualitas yang baik sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang maksimal. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada ternak menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap efisiensi pakan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, maka diperoleh hasil bahwa ransum berbentuk mash (R2) memiliki efisiensi penggunaan pakan paling rendah (P<0,05) dibandingkan dengan bentuk pakan lainnya yaitu sebesar 9,82% (Tabel 3). Efisiensi pakan yang tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat ransum komplit

berbentuk pelet (R3) dengan nilai sebesar 17,13% diikuti oleh ransum komplit berbentuk wafer (15,74%) dan ransum komplit berbentuk segar (15,06%) dan ketiganya tidak berbeda nyata.

Tahap 2) Pengaruh Lama Penyimpanan Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau dalam Berbagai Bentuk Pakan

Karakteristik Umum Ransum Komplit Penelitian

Ransum komplit berbetuk mash (tepung) memiliki bentuk lebih halus dibandingkan dengan bentuk pakan lainnya dan tanpa proses setelahnya. Ransum komplit berbentuk mash pada lama penyimpanan 0 bulan memiliki warna hijau kecoklatan dan berbau segar hijauan (Gambar 5). Lama penyimpanan selama 1 bulan menyebabkan bau segar hijauan pada ransum komplit berbentuk mash hilang, namun tidak merubah warna ransum komplit tersebut. Bau tengik mulai muncul pada penyimpanan 2 bulan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa ketengikan yang sering terjadi selama penyimpanan adalah ketengikan oksidatif, yaitu ketengikan yang terjadi karena adanya interaksi antara ransum dan temperature. Lama penyimpanan 1 bulan menyebabkan ransum komplit berbentuk mash mengalami penggumpalan dan bertambah banyak pada penyimpanan 2 bulan.

Ransum komplit berbentuk pelet yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran diameter 4 mm dengan panjang 1-1,5 cm. Mesin pelet yang digunakan adalah mesin pelet tipe basah dimana bahan pakan yang telah dicampur ditambahkan air terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam mesin pelet. Pelet yang dicetak menggunakan mesin ini harus dikeringkan dengan cara diangin- anginkan paling kurang 1 hari sebelum dikemas kedalam karung penyimpanan. Lama penyimpanan 2 bulan menyebabkan ransum komplit berbentuk pelet ditumbuhi kapang berwarna abu-abu.

Wafer ransum komplit merupakan suatu bentuk pakan yang memiliki bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga diharapkan dapat memudahkan dalam penanganan dan transportasi, disamping itu memiliki kandungan nutrisi yang langkap dan menggunakan teknologi yang relatif sederhana sehingga mudah diterapkan (Trisyulianti et al. 2003). Bentuk fisik wafer ransum komplit pada perlakuan ini adalah memiliki ukuran 20 x 20 x 1cm dan berwarna coklat tua.

Gambar 5 (a) Ransum komplit berbentuk mash lama penyimpanan 0 bulan (b) Ransum komplit berbentuk pelet lama penyimpanan 0 bulan (c) Ransum komplit berbentuk wafer lama penyimpanan 0 bulan

Ransum komplit berbentuk wafer memiliki wangi segar hijauan dan molases yang mendapat tekanan panas juga tercium. Lama penyimpanan 2 bulan menyebabkan bau segar pada wafer menjadi hilang. Penyimpanan ransum komplit selama dua bulan menyebabkan tumbuhnya kapang pada wafer yang terlihat dari adanya muncul cendawan berwarna abu-abu tua hingga kehitaman pada permukaan dan pinggiran wafer. Kapang pada bahan pakan meyebabkan ransum tidak aman untuk dikonsumsi ternak.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air

Kadar air ransum komplit penelitian ini sebelum disimpan adalah 14,93% - 15,79%. terhadap kadar air. Kadar air ransum komplit pada lama penyimpanan 0 bulan lebih tinggi dari standar dimana kadar air untuk pakan yang akan disimpan adalah dibawah 14 % (SNI 2006). Tingginya kadar air ransum komplit penelitian ini dibandingkan dengan nilai standar nasional Indonesia untuk ransum menyebabkan ransum komplit penelitian ini tidak dapat disimpan lama.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antar lama penyimpanan dan bentuk pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai kadar air ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk mash dan wafer pada lama penyimpanan 0 bulan memiliki kadar air yang paling rendah. Kadar air paling tinggi adalah pada ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet pada lama penyimpanan 2 bulan, namun tidak berbeda nyata

dengan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk mash dan wafer pada lama penyimpanan 2 bulan.

Tabel 4 Rataan kadar air dan aktivitas air ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam berbagai bentuk pakan

Perlakuan Peubah

Kadar Air (%) Aktivitas Air

Bentuk Pakan

Mash 16,10 0,79

Pelet 16,19 0,81

Wafer 15,90 0,80

Lama Penyimpanan (Bulan)

0 15,30 0,80a 1 16,11 0,80a 2 16,78 0,81b Pengaruh: Bentuk Pakan (B) TN TN Lama Penyimpanan (L) ** * B x L * TN SEM 0,159 0,006

Hasil analisis uji lanjut ( Tabel 4) terlihat bahwa tidak terjadi peningkatan (P>0,05) kadar air pada ransum komplit berbentuk pelet pada lama penimpanan 0 dan 1 bulan. Sedangkan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk mash dan wafer pada lama penyimpanan 0 dan 1 bulan mengalami peningkatan kadar air.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas air

Aktivitas air (Aw) ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam berbagai bentuk pakan pada lama penyimpanan hingga dua bulan ditunjukkan dalam Tabel 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas air yang paling tinggi terdapat pada ransum komplit berbentuk pelet setelah disimpan selama dua bulan (0,82 ±0,006) dan yang paling rendah terdapat pada ransum komplit berbentuk mash dengan lama penyimpanan 0 bulan (0,79±0,000). Semakin lama waktu penyimpanan akan menyebabkan peningkatan aktivitas air. Aktivitas air ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada

lama penyimpanan satu bulan lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada lama penyimpanan dua bulan.

Tabel 5 Aktivitas air (Aw) ransum komplit mengandung limbah taoge kacang hijau selama penyimpanan

Bentuk Pakan Lama Penyimpanan (Bulan Ke-) Rataan

0 1 2

Mash 0,79±0,000 0,79±0,005 0,81±0,006* 0,79±0,008 Pelet 0,80±0,012 0,79±0,020 0,82±0,006** 0,81±0,010 Wafer 0,80±0,012 0,80±0,006 0,81±0,000** 0,80±0,009 Rataan 0,80±0,007a 0,80±0,007a 0,81±0,005b

Keterangan : * terlihat penggumpalan

** terlihat adanya kapang yang tumbuh dan berwarna abu-abu tua a,b,c

pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air, artinya semakin lama disimpan maka nilai aktivitas air makin meningkat sehingga mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada lama penympanan 2 bulan memiliki nilai aktivitas air yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan yang disimpan pada lama penyimpanan 1 bulan. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada lama penyimpanan 0 dan 1 bulan tidak mengalami kenaikan nilai aktivitas air.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap serangan serangga

Jumlah serangga pada ransum komplit dalam berbagai bentuk selama penelitian diperlihatkan pada Tabel 6. Serangan serangan mulai telihat pada penyimpanan pakan selama satu bulan. Ransum komplit berbentuk mash dan pelet memiliki jumlah serangga dengan tingkat serangan ringan, dimana terlihat serangga dengan jumlah 1-2 ekor dalam 1 kg bahan pakan pada lama penyimpanan 1 bulan. Jumlah serangan pada ransum komplit berbentuk wafer berada pada tingkat medium yaitu sebanyak 3 ekor per kg bahan pakan.

Tabel 6 Jumlah serangga selama penyimpanan (ekor)

Bentuk Pakan Lama Penyimpanan (Bulan Ke-) Rataan

0 1 2

Mash 0 2 7 3

Pelet 0 1 2 1

Wafer 0 3 4 2

Rataan 0 2 4

Lama penyimpanan 2 bulan menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah serangga. Jumlah serangga pada ransum komplit berbentuk mash menjadi tingkat serangan berat (7 ekor per kg bahan). Ransum komplit berbentuk pelet relatif tidak terjadi peningkatan serangan serangga dimana jumlah serangga adalah 2 ekor per kg bahan dan ransum komplit berbentuk wafer mendapat serangan serangga medium (4 ekor per kg bahan).

PEMBAHASAN

Tahap 1) Evaluasi Kualitas Nutrisi Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau pada Ternak Domba

Konsumsi bahan kering dalam bentuk segar nyata lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk pelet (R3) dan wafer (R4) namun tidak berbeda nyata dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk mash. Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto et al. (2011) bahwa domba yang mengkonsumsi rumput lapang berbentuk pelet memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang mengkonsumsi rumput lapang segar. Peningkatan konsumsi dapat terjadi karena proses penggilingan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk serat menjadi partikel berukuran kecil sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan laju aliran digesta (Zebeli et al. 2007). Fisher (2002); Heinrichs et al. (2002) menyatakan bahwa penggilingan terhadap bahan pakan sumber serat yang memiliki kualitas nutrisi rendah dapat meningkatkan konsumsi secara signifikan.

Proses pencetakan ransum menjadi bentuk pelet membuat bahan pakan penyusun ransum komplit menjadi halus. Ransum yang halus akan menyebabkan laju alir digesta didalam rumen menjadi cepat sehingga waktu retensi dalam rumen menjadi pendek dan mempercepat proses pengosongan isi rumen dan akhirnya akan meningkatkan konsumsi ransum. Bahan pakan yang telah halus juga mudah masuk ke usus halus dan kemudian diserap oleh tubuh dan jika sulit dicerna oleh enzim di usus akan dibuang melalui feses. Van soest (1994) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi bahan kering sebagai akibat dari proses penggilingan sebelum pelleting adalah disebabkan oleh meningkatnya kepadatan pakan karena penurunan ukuran partikel dan pecahnya struktur dinding sel.

Konsumsi bahan kering pakan perlakuan R1-R4 terhadap bobot badan secara berturut adalah 3,3%, 4,6%, 6,1% dan 4,6%. Hal ini sudah sesuai dengan kebutuhan konsumsi domba sebesar 3% dari bobot badan NRC (1985). Ransum yang telah dicetak menjadi bentuk yang kompak akan mengurangi kemungkinan ternak hanya memakan pakan yang disukai saja. Ransum yang telah dicetak mengandung nutrisi yang lengkap dan menyebar secara rata sehingga yang

disajikan pada ternak dapat memenuhi kebutuhan ternak. Hijauan yang digiling akan meningkatkan luas permukaan pakan sehingga menyediakan media bagi mikroba rumen lebih banyak dan degradasi pakan akan meningkat (Rappet & Bava 2008).

Ransum komplit berbentuk mash (R2), walaupun telah mengalami proses penggilingan terlebih dahulu namun memberikan nilai konsumsi yang tidak berbeda nyata dengan domba yang mengkonsumsi ransum segar (R1). Hal ini diduga karena pengaruh bentuk pakan yang mudah ditiup angin sehingga banyak pakan yang hilang bukan karena dikonsumsi. Kesulitan ternak dalam mengkonsumsi pakan berbentuk mash juga diindikasikan dengan bersin. Bentuk mash juga akan menyebabkan pakan yang dikonsumsi akan lebih cepat melewati dan meninggalkan saluran pencernaan sehingga menyebabkan banyak zat nutrisi yang terbuang melalui feses. Ternak yang mengkonsumsi ransum komplit dalam bentuk mash tidak menunjukkan peningkatan bobot badan harian seiring dengan penambahan ransum yang dikonsumsi. Pertambahan bobot badan harian domba pada penelitian ini umumnya sebanding dengan kenaikan konsumsi bahan kering ransum, kecuali pada ternak yang mendapat ransum komplit berbentuk mash (R2). Hal ini mungkin disebabkan karena bentuk mash yang terlalu halus sehingga menyebabkan banyak pakan tebuang tertiup angin ataupun yang tidak dapat diserap usus sehingga terbuang kembali melalui usus.

Pertambahan bobot badan harian tertinggi terdapat pada domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet. Ransum berbentuk mash (R2) memiliki pertambahan bobot badan harian paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan ransum berbentuk segar (R1). Kondisi ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto et al. (2011) bahwa domba yang mendapat ransum berupa rumput lapang berbentuk pelet memberikan pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang mengkonsumsi rumput lapang segar.

Pertambahan bobot badan yang paling tinggi pada domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet (R3) diduga disebabkan oleh bentuk pelet memungkinkan semua bahan pakan penyusun ransum dapat dimakan ternak secara sempurna dan mengurangi resiko pakan ditiup angin. Curch dan

Pond (1988) juga menyatakan bahwa proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif lebih besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi tenak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi.

Efisiensi penggunaan pakan diperoleh dengan jalan membandingkan antara pertambahan berat badan dan konsumsi bahan kering ransum. Efisiensi penggunaan pakan yang baik ditentukan dari berapa besar pakan yang dikonsumsi dan dapat memberikan kontribusi terhadap pertambahan bobot badan yang terbaik. Efisiensi pakan yang tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat ransum komplit berbentuk pelet (R3) dengan nilai sebesar 17,13% diikuti oleh ransum komplit berbentuk wafer (15,74%) dan ransum komplit berbentuk segar (15,06%) dan ketiganya tidak berbeda nyata. Ransum komplit berbentuk mash (R2) memiliki nilai efisiensi penggunaan pakan paling rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa ransum berbentuk pelet, wafer dan segar berturut-turut nyata lebih efisien dimanfaatkan domba menjadi daging dibandingkan dengan ransum komplit berbentuk mash (R2). Pond et al 2005 menyatakan bahwa semakin baik kualitas pakan maka akan semakin baik pula efisiensi pembentukan energi dan produksi ternak.

Efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan (Campbell et al. 2006). Ransum komplit berbentuk mash memiliki ukuran partikel sangat kecil membuat ternak yang mengkonsumsinya terganggu. Butiran halus dari ransum komplit berbentuk mash menyebabkan ransum berbentuk mash ini mudah terbang dan tertiup angin sehingga apabila sampai di hidung ternak akan menyebabkan ternak bersin. Kondisi yang tidak nyaman ini lah yang mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan mengakibatkan nilai efisiensi ransum yang juga rendah.

Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah zat makanan dari bahan makanan yang diserap dalam saluran pencernaan (tractus gastrointestinalis). Pengukuran jumlah zat makanan yang dapat dicerna oleh

ternak dapat dilakukan dengan mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organik. Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik menunjukan derajat cerna pakan pada alat pencernaan dan besarnya sumbangan suatu pakan bagi ternak, serta merupakan indikator kesanggupan ternak untuk memanfaatkan suatu jenis pakan tertentu. Kecernaan bahan makanan yang tinggi menunjukkan sebagian besar dari zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh hewan.

Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet memiliki nilai kecernaan bahan kering yang paling rendah dibandingkan bentuk pakan lainnya. Hal ini berkaitan dengan tingginya jumlah konsumsi ransum bentuk ini. Tingginya konsumsi ransum domba menyebabkan kontak antara zat makanan dengan mikroba rumen menjadi sedikit, hal ini lah yang menyebabkan kecernaannya menjadi rendah. Namun, berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar bentuk pakan dengan kecernaan bahan kering.

Kecernaan adalah zat-zat makanan dari konsumsi pakan yang tidak diekskresikan ke dalam feses, selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dieksresikan dalam feses merupakan jumlah zat makanan yang dapat dicerna. Jadi kecernaan merupakan pencerminan dari kemampuan suatu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan memberikan arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicernakan ke dalam saluran pencernaan.

Tahap 2) Pengaruh Lama Penyimpanan Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau dalam Berbagai Bentuk Pakan

Perbedaan kadar air awal (lama penyimpanan 0 bulan) pada masing-masing bentuk pakan ini kemungkinan diakibatkan oleh proses pencetakan menjadi berbagai bentuk pakan. Ransum komplit berbentuk wafer mengalami proses pemanasan dan mendapat tekanan yang bertujuan untuk memadatkan bahan pakan penyusun ransum, hal ini menyebabkan kandungan air awal ransum komplit berbentuk wafer menjadi paling rendah. Sedangkan ransum komplit berbentuk pelet mengalami penambahan air dalam proses pembuatannya sesuai dengan

prosedur penggunaan alat sehingga menyebabkan kadar airnya lebih tinggi dibanding ransum komplit dalam bentuk lainnya.

Tingginya kadar air pakan selama penyimpanan dapat mengakibatkan mudahnya mikroorganisme berkembang biak. Peningkatan kadar air selama penyimpanan juga merupakan indikator kerusakan ransum. Kadar air menentukan daya simpan ransum, pada ransum dengan kadar air tinggi maka daya simpannya lebih singkat dibanding ransum yang memiliki kadar air lebih rendah (Hall 1970). Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet pada lama peyimpanan 0 dan 1 bulan tidak mengalami kenaikan kadar air (P<0,05).Hal ini memperlihatkan bahwa ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet dapat disimpan hingga satu bulan.

Aktivitas air (Aw) bukan merupakan komponen kadar air bahan, namun keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari nilai air bahan tersebut. Aktivitas air digunakan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan bahan yang disebabkan oleh jamur, khamir, bakteri, enzim dan kerusakan kimia lainnya. Ransum komplit pada penelitian ini masih baik jika langsung dikonsumsi ternak namun apabila disimpan dalam jangka waktu lebih lama, perlu dilakukan penanganan pengeringan terlebih dahulu serta menjaga kelembaban ruang penyimpanan (Winarno et al. 1980).

Purnomo (1995) menyebutkan bahwa khamir dapat tumbuh dan berkembang biak pada nilai Aw 0,87-0,91, sedangkan kebanyakan kapang pada nilai Aw 0,80-0,87. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa pakan kompilt berbentuk mash, pelet dan wafer dengan lama penyimpanan 2 bulan telah memperlihatkan adanya jamur berwarna abu-abu tua. Ransum komplit berbentuk mash terdapat beberapa gumpalan kecil dan pada ransum komplit bentuk pelet dan wafer terlihat perubahan warna pada permukaan ransum komplit menjadi warna abu-abu tua. Hal ini mengindikasikan bahwa ransum komplit tidak dapat disimpan hingga 2 bulan dan hanya dapat disimpan hingga satu bulan.

Semakin tinggi nilai aktivitas air suatu bahan makan akan semakin tinggi pula kemungkinan tumbuh dan berkembangnya mikroba dalam bahan tersebut (Syarief & Halid 1993). Ransum komplit berbentuk mash, pelet, wafer masih

memungkinkan untuk disimpan dengan cara menjaga kondisi ruang (gudang penyimpanan) agar tidak mempercepat pertumbuhan kapang.

Serangga menyebabkan kehilangan kandungan nutrisi bahan karena serangga menggunakan bahan pakan sebagai sumber makanannya dan merusak lapisan kulit pelindung bahan pakan tersebut. Aktivitas metabolik serangga dan kutu menyebabkan peningkatan kadar air dan suhu bahan pakan yang dirusak. Serangga juga dapat bertindak sebagai pembawa spora jamur dan kotorannya digunakan sebagai sumber makanan oleh jamur.

Aktivitas makan yang dilakukan oleh serangga menyebabkan bahan pakan kehilangan berat. Kerusakan secara kimiawi menyebabkan penurunan kualitas bahan, merubah rasa dan nilai nutrisi. Kerusakan secara fisik terjadi akibat kontaminasi bahan pakan oleh kotoran, jaring, bagian tubuh dan bau kotoran. Serangga juga memicu pertumbuhan mikroorganisme lain.

Dokumen terkait