• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Hasil Penelitian akan dijabarkan mulai dari deskripsi karakteristik responden, deskripsi pengetahuan dan pelaksanaan perawat dan bidan dalam hal perawatan luka episiotomi di RSUD dr.Pirngadi, serta hubungan pengetahuan perawat dan bidan dengan pelaksanaan perawatan luka episiotomi di ruang nifas RSUD dr.Pirngadi Medan.

5.1.1 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden yang disajikan mencakup umur, jenjang pendidikan, dan lama bekerja perawat dan bidan di ruang nifas RSUD dr.Pirngadi Medan. Data ini disajikan berguna untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor eksternal dan internal mempengaruhi pengetahuan dan pelaksanaan responden dalam merawat luka episiotomi. Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden di Ruang Nifas RSUD dr.Pirngadi Medan

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Umur 20 tahun- 29 tahun 12 36,4 30 tahun- 39 tahun 9 27,3 40 tahun- 49 tahun 11 33,3 50 tahun- 60 tahun 1 3,0 Jenjang Pendidikan D1 2 6,1 D3 20 60,6 D4 10 30,3 S1 1 3,0 Lama Bekerja <1 tahun 2 6,1 3 tahun 1 3,0 >3 tahun 30 90,9 Total 33 100

Dari tabel diatas 33 orang responden yang seluruhnya adalah perempuan adalah perawat dan bidan dari dua ruangan nifas di RSUD dr. Pirngadi Medan. Hasil yang terkumpul untuk data umur, mayoritas pada rentang 20-29 tahun (36,4%), untuk data pendidikan mayoritas D3 (60,6%), dan lama bekerja mayoritas >3 tahun (90,9%).

5.1.2 Pengetahuan Perawat dan Bidan Tentang Episiotomi dan Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan

Pengetahuan diukur berdasarkan kemampuan responden menjawab kuesioner yang diberikan peneliti. Pengukuran pengetahuan dikategorikan baik, cukup, kurang dengan ketentuan seperti yang sudah dibahas di bab sebelumnya. hasil penelitian untuk pengetahuan perawat dan bidan dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Distribusi dan frekuensi Pengetahuan Perawat dan Bidan tentang Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan (N=33).

Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase(%)

Baik 20 60,6

Cukup 13 39,4

Kurang 0 0

Total 33 100

Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa 20 responden (60,6%) memiliki pengetahuan yang baik, 13 responden (39,4%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan untuk pengetahuan yang kurang tidak ada.

5.1.3 Pelaksanaan Perawat dan Bidan dalam Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan

Pengukuran kemampuan responden dalam merawat luka episiotomi menggunakan panduan lembar SOP. Pelaksanaan perawatan luka episiotomi ini dinilai dengan metode observasi sehingga di peroleh hasil seperti pada tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3 Distribusi dan frekuensi Pelaksanaan Perawat dan Bidan dalam Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan (N=33).

Pelaksanaan Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 28 84,8

Tidak Baik 5 15,2

Total 33 100

Berdasarkan hasil tabel diatas menunjukkan bahwa 28 responden (84,8%) melaksanakan perawatan luka episiotomi dengan baik, dan 5 responden (15,2%) melaksanakan perawatan luka episiotomi dengan tidak baik.

5.1.4 Hubungan Pengetahuan Perawat dan Bidan dengan Pelaksanaan Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan.

Penentuan nilai hubungan dalam penelitian ini dilakukan secara komputerisasi dengan uji korelasi Spearman Rho. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Perawat dan Bidan dengan Pelaksanaan Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan.

Variabel 1 Variabel 2 p r Pengetahuan perawat Pelaksanaan perawat- 0,045 0,351 dan bidan -an luka episiotomi

Dari tabel 5.4 maka di peroleh hasil nilai p sebesar 0,045. Angka ini lebih kecil dari taraf signifikan (α) sebesar 0,05. Maka dapat di ketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pelaksanaan perawatan luka episiotomi oleh perawat dan bidan yang bertugas di ruang nifas RSUD dr. Pirngadi Medan sehingga dalam hal ini hipotesa dapat diterima. Nilai koefisien yang di peroleh ialah r = 0,351 dimana korelasi antara 2 variabel dalam penelitian ini memiliki interpretasi kekuatan hubungan yang lemah dengan arah positif. Hubungan dengan arah positif menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan perawat dan bidan maka semakin baik pelaksanaan perawat dan bidan dalam perawatan luka episiotomi.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan Perawat dan Bidan dalam Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian diperoleh responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 20 orang (60,6%), pengetahuan dengan kategori cukup sebanyak 13 orang (39,4%) dan kategori rendah tidak ada. Responden dengan yang

berpengetahuan baik ialah responden yang secara kognitif telah memahami hal-hal yang berkaitan dengan luka episiotomi dan perawatannya. Peneliti mengasumsikan hal ini berkaitan dengan mayoritas responden memiliki jenjang pendidikan D3 sebanyak 60,6%, dimana perawat dan bidan dengan jenjang pendidikan D3 telah memiliki kemampuan kognitif dalam mengenal suatu permasalahan dalam layanan kesehatan maternitas, terutama keadaan ibu nifas yang memiliki jahitan perineum. Didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bakara (2007) di RSUD dr. Pirngadi yang mana bidan dengan jenjang pendidikan D3 telah mampu mengidentifkasi suatu masalah dan menemukan cara untuk mengatasinya dengan memberi asuhan yang tepat. Sesuai dengan pendapat Notoadmojo (2005), yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mampu seseorang berfikir logis dan memahami informasi yang didapat.

Kemampuan seseorang untuk berfikir logis dalam memahami suatu informasi didukung oleh usia responden yang mayoritas berada pada rentang 20-29 tahun (36,4%) dan 30-39 tahun (33,3%) dimana pada rentang usia tersebut memungkinkan responden dapat berfikir secara rasional dalam menjawab pertanyaan kuesioner. Menurut Hurlock (1999), usia 20-29 merupakan rentang usia dewasa muda yang mana seseorang telah menunjukkan kematangan jiwa dan kematangan intelektual dalam menganalisis dan mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan. Usia 30-39 tahun juga merupakan rentang usia yang cukup dewasa dan matang dalam berpikir dimana seperti yang dijelaskan Schaie (2000 dalam Papalia, Olds & Feldman 2001), bahwa perkembangan kognitif yang

berhubungan dengan pengetahuan akan berada pada tahap achieving stage dimana orang dewasa menggunakan pengetahuan untuk mencapai tujuan.

Faktor lain yang berkaitan dengan pengetahuan responden ialah pengalaman bekerja responden yang mayoritas >3 tahun (90,9%), dimana hal ini memungkinkan responden memperoleh pengetahuan tentang episiotomi dan cara perawatannya dari pengalaman selama ia bekerja. Pernyataan tentang pengalaman ini sejalan dengan Penelitian Eriawan dkk (2013) yang menyatakan bahwa masa kerja menentukan pengalaman dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, dan menurut Swansburg (2000) semakin bertambah masa kerja maka semakin bertambah juga pengalaman kliniknya. Sesuai dengan pendapat Notoadmojo (2005) yang mengatakan bahwa pengalaman menjadi suatu cara untuk memperoleh kebenaran dari suatu pengetahuan yang diupayakan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Hasil penelitian juga menunjukkan ada 39,4% responden berpengetahuan cukup. Hal ini diasumsikan ada faktor-faktor lain yang memungkinkan responden kurang mendapat informasi-informasi tentang luka episiotomi dan cara perawatannya misalnya jarang atau belum pernah mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar dari luar yang terkait dengan luka episiotomi. Informasi dari luar lingkungan kerja berguna untuk menambah wawasan perawat dan bidan dalam mendukung layanan kesehatan kepada pasien. Menurut Jaringan Pelatihan Klinis Kesehatan Reproduksi (2008), fungsi pelatihan bagi tenaga kesehatan adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pelayanan kesehatan reproduksi terutama kesehatan ibu. Didukung oleh penelitian yang dilakukan

Lumbanraja (2010) yang menyatakan bahwa dengan pelatihan yang didapat, berbagai kekurangan perawat dan bidan dalam menerapkan praktek-praktek keperawatan dan kebidanan dapat semakin ditingkatkan, sehingga dengan demikian prestasi kerja mereka akan semakin meningkat.

5.2.2 Pelaksanaan Perawat dan Bidan dalam Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD Dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian yang diperoleh dari responden dalam pelaksanaan perawatan luka episiotomi ialah mayoritas melakukan perawatan luka episiotomi dengan baik sebesar 84,8%, dan responden yang melakukan perawatan luka episiotomi dengan tidak baik sebesar 15,2%. Pelaksanaan responden yang baik memungkinkan responden mengetahui dan memahami langkah-langkah perawatan luka epsiotomi sesuai dengan standar perawatan yang berlaku. Sesuai dengan pendapat Notoadmojo (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang bila sudah berada pada tahap mengetahui dan memahami permasalahan yang dihadapi maka akan semakin mudah dalam mengaplikasikan tindakan untuk mengatasi permasalahannya. Pengetahuan responden yang baik akan membantu mempermudah responden untuk mengaplikasikan tindakan perawatan dengan tepat dan cepat. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Elita (2005) tentang peran perawat bidan dalam pelayanan perawatan nifas yang secara keseluruhan dikategorikan baik (78,6%) oleh karena perawat melakukan dengan cepat dan tepat sesuai standar prosedur.

Hasil penelitian juga menunjukkan pelaksanaan perawatan luka episiotomi, ada 15,2% responden melaksanakan perawatan luka episiotomi

dengan tidak baik. Responden dengan kategori tidak baik tersebut merupakan responden yang melakukan <80% tindakan perawatan luka episiotomi pada lembar observasi yang telah disesuaikan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Menurut pengamatan peneliti, hal ini diasumsikan perawatan luka episiotomi dilaksanakan pada saat yang bersamaan dengan waktu melakukan personal hygine pada seluruh pasien nifas sebelum pergantian sift kerja. Dengan bertambahnya kesibukan responden, membuat perawatan yang dilakukan dalam beberapa hal menjadi tidak tepat seperti prinsip tindakan menjadi nonsteril, kurang teliti, dan komunikasi yang tidak terapeutik.

Data menunjukan dari keseluruhan responden, ditemukan 39,4% responden melakukan perawatan dengan prinsip tidak aseptik, dan ketelitian yang kurang 30,3%. Hal ini diasumsikan karena kebiasaan responden melakukannya berulang-ulang tanpa harus disertai dengan proses pikir yang panjang dan tidak lagi berdasarkan evidenbased ataupun kesadaran merawat luka. Sesuai dengan pendapat Rubenfeld dan Scheffer (1999) yang menyatakan bahwa kebiasaan memungkinkan seseorang melakukan suatu tindakan tanpa harus memikirkan sebuah metode dari setiap kali ia akan bertindak (Rubenfeld & Scheffer, 1999). Didukung oleh penelitian Hafizurrachman (2011), yang menyatakan kebiasaan mempengaruhi kinerja perawat dalam menjalankan kebijakan keperawatan untuk mendukung kepuasan pasien terhadap pelayananan. Prinsip tindakan perawatan perlu diperhatikan karena hal tersebut sangat penting dalam penentuan keadaan luka baik atau tidaknya dikemudian hari. Sebab Potter dan Perry (2005)

menyatakan bahwa Proses pengerjaan yang tidak baik akan berkenaan dengan outcome yang tidak baik.

Menurut pendapat Steen (2007) luka episiotomi merupakan luka akut yang memiliki banyak faktor pencetus terjadinya penundaan penyembuhan luka selain perawatan luka yang tidak baik seperti nutrisi kurang, kebersihan yang buruk, dan gaya hidup yang tidak sehat. Hal tersebut masih perlu diperhatikan mengingat kepmenkes no.129 tahun 2008 menyatakan standar pelayanan minimal rumah sakit dalam upaya meminimalkan kejadian infeksi sebesar ≤1,5%.

5.2.3 Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan Perawatan Luka Episiotomi di Ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan.

Berdasarkan hasil analisa statistik hubungan pengetahuan perawat dan bidan dengan pelaksanaan perawatan luka episiotomi di ruang Nifas RSUD dr. Pirngadi Medan didapatkan nilai korelasi spearman rho sebesar 0,351. Ini berarti terdapat hubungan yang lemah dengan arah korelasi positif. Arah korelasi positif menandakan semakin baik pengetahuan responden maka semakin baik juga pelaksanaan perawatan luka episiotomi yang dilakukan. Dan dari hasil analisa statistik diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0,045. Nilai ini lebih kecil dari taraf signifikan (α) sebesar 0,05 (p< 0,05), yang berarti terdapat korelasi bermakna antara dua variabel, yakni ada hubungan pengetahuan perawat dan bidan dengan pelaksanaan perawatan luka episiotomi di ruang nifas RSUD dr. Pirngadi Medan. Sesuai dengan pendapat Notoadmojo (2003) yang menyatakan bahwa seseorang akan mengaplikasikan suatu prinsip yang sudah diketahui dan dipahami pada

suatu situasi. Lebih mudah mengaplikasikan tindakan bila memiliki pengetahuan dibandingkan dengan yang tidak memiliki pengetahuan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnomo dkk (2012) tentang hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan universal precaution di RSUD Majenang yang menyatakan ada hubungan dengan arah korelasi positif antara pengetahuan dengan pelaksanaan. Namun hal yang membedakan ialah penelitian Purnomo memiliki kemaknaan hubungan dengan kekuatan sedang yaitu nilai r sebesar 0,456. Menurut asumsi peneliti, hal ini terjadi karena penentuan sikap perawat dan bidan dalam melakukan tindakannya berbeda-beda. Sikap positif ataupun negatif perawat dan bidan dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan perawatan. Hal ini didukung oleh penelitian Septiyanti dkk (2014) yang menyatakan bahwa perawat perlu memiliki sikap yang positif dalam melakukan perawatan luka untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka yang dimanifestasikan dalam bentuk tanggapan atau respon positif perawat terhadap tindakan-tindakan perawatan luka. Ia berpendapat bahwa sikap terbentuk karena dipengaruhi oleh kebijakan dukungan pemimpin, sarana dan prasarana, pendapatan, lingkungan kerja rumah sakit tempat ia bekerja serta keterampilan yang saling berpengaruh dan bersama-sama mewujudkan pelaksanaan yang baik.

Dokumen terkait