• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian pendugaan pola aliran sungai bawah tanah pada kawasan karst yang dilakukan di Dusun Samanggi Desa Samangki Kec. Simbang Kab. Maros Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data lapangan dengan metode geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger memiliki variabel terukur yaitu berupa nilai arus (I) dan tegangan (V). Metode ini mampu menunjukkan kontras nilai resistivitas yang sangat baik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi air bawah permukaan tanah yang pada daerah yang berbukit atau kawasan karst. Daerah pengambilan data memiliki struktur batuan Formasi Tonasa yaitu batu gamping dan struktur batuan Diorit serta endapan alluvium berupa kerikil, pasir, lempung dan batu gamping koral jika dilihat dari peta geologi regional yang diterbitkan oleh Sukamto, 1985.

Pengambilan data dilakukan sebanyak 5 lintasan dengan panjang lintasan 150 meter dan masing-masing lintasan menggunakan spasi 5 meter antar elektroda. data mapping yang diperoleh dapat diolah untuk dapat memberikan informasi secara vertikal dan horizontal bawah permukaan tanah. Data dari hasil pengukuran di lapangan berbentuk .dat file, data tersebut kemudian diinversi dengan menggunakan software Res2dinv untuk memperoleh penampang 2D, penampang 2D hasil inversi memberikan informasi mengenai distribusi nilai resistivitas lapisan bawah permukaan

pada setiap lintasan kemudian menggabungkan data 2D kedalam software Design grafis untuk Menunjukkan kesesuaian nilai resistivitas yang dihasilkan dan memberikan gambaran arah aliran air dibawah permukaan tanah berdasarkan nilai resistivitas batuan dan material. Data-data hasil pengolahan setiap lintasan selanjutnya diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Lintasan I (pertama)

Lintasan I (pertama) terletak pada koordinat 5°2’15.9” LS dan 119°41’54.5” BT sampai dengan 5°2’16.2” LS dan 119°41’52.2” BT. Pengambilan data pada lintasan ini dimulai dari arah timur menuju arah barat. Hasil inversi pengolahan data diperoleh kedalaman hingga 28,7 meter dan hasil resisivitas yang didapatkan pada pengolahan lintasan pertama memiliki nilai resistivitas dengan rentang 23,1 – 673 Ωm, berikut gambar penampang hasil inversi tanpa topografi menggunakan software Res2dinv terlihat pada gambar 4.1 sebagai berikut:

Gambar 4.2 Penampang hasil inversi dengan topografi

Hasil penampang yang didapatkan kemudian diinterpretasikan nilai resistivitasnya seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Nilai resistivitas lintasan I (pertama)

No Material Nilai Resistivity (Ωm) Kedalaman (m) Jarak (m) Warna

1 Aluvium

jenuh air 23,1 - 159

1,25 – 9,0 0 - 55 Biru muda hingga biru tua 1,25 – 6,38 60 – 145 3 Batu gamping 416 – 673 12,4 – 28,7 20 – 120 Merah hingga ungu 2. Lintasan II (kedua)

Lintasan II (kedua) terletak pada koordinat 5°2'20.52" LS dan 119°41'52.06" BT sampai dengan 5°2'16.24" LS dan 119°41'50.26" BT. Pengambilan data pada lintasan ini dimulai dari arah selatan menuju arah utara. Hasil inversi pengolahan data menunjukkan nilai resistivitas dengan rentang 14,4 – 661 Ωm,

berikut gambar penampang hasil inversi tanpa topografi menggunakan software Res2dinv terlihat pada gambar 4.3 sebagai berikut:

Gambar 4.3 Penampang hasil inversi tanpa topografi

Gambar 4.4 Penampang hasil inversi dengan topografi

Hasil penampang diatas kemudian nilai resistivitas yang didapatkan diinterpretasikan seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Nilai resistivitas lintasan II (kedua) No Material Nilai Resistivity (Ωm) Kedalaman (m) Jarak (m) Warna 1 Aluvium jenuh air 14,4 - 128

1,25 – 6,38 0 - 75 Warna biru tua hingga biru muda 6,38 – 24,0 25 - 130 2 Batu gamping 221 - 661 6,38 – 28,7 15 - 65 Merah hingga ungu 1,25 – 6,38 85 - 140

3. Lintasan III (ketiga)

Lintasan III (ketiga) terletak pada koordinat 5°2'16.24" LS dan 119°41'50.26" BT sampai dengan 5°2'18.36" LS dan 119°41'56.07" BT. Pengambilan data pada lintasan ini dimulai dari arah barat menuju arah timur. Hasil inversi pengolahan data menunjukkan nilai resistivitas dengan rentang 9,42 – 7153 Ωm, berikut gambar penampang hasil inversi tanpa topografi menggunakan software Res2dinv terlihat pada gambar 4.5 sebagai berikut:

Gambar 4.6 Penampang hasil inversi dengan topografi

Nilai resistivitas yang didapatkan pada lintasan ini diinterpretasikan seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Nilai resistivitas lintasan III (ketiga)

No Material Nilai Resistivity (Ωm) Kedalaman (m) Jarak (m) Warna 1 Aluvium jenuh air 9,4 – 62,5 1,25 – 19,8 0 – 130

Warna biru tua hingga biru muda 2 Batu gamping 1039 – 7153 6,38 – 28,7 50 – 90 Merah hingga ungu 4, Lintasan IV (keempat)

Lintasan IV (keempat) terletak pada koordinat 5°2'18.36" LS dan 119°41'56.07" BT sampai dengan 5° 2'15.57" LS 119°41'53.60" LS. Pengambilan data pada lintasan ini dimulai dari arah selatan menuju arah utara. Hasil inversi pengolahan data menunjukkan nilai resistivitas dengan rentang 7,15 – 933 Ωm,

berikut gambar penampang hasil inversi tanpa topografi menggunakan software Res2dinv terlihat pada gambar 4.7 sebagai berikut:

Gambar 4.7 Penampang hasil inversi tanpa topografi

Gambar 4.8 Penampang hasil inversi dengan topografi

Pada lintasan keempat, Hasil penampang nilai resistivitas yang didapatkan diinterpretasikan seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Nilai resistivitas lintasan IV (keempat) No Material Nilai Resistivity (Ωm) Kedalaman (m) Jarak (m) Warna 1 Alluvium

Jenuh Air 7,15 – 28,7 1,25 – 15,9 100 – 140 Warna biru tua hingga biru muda 2 Batu

gamping 392 – 933 1,25 – 12,4 0 – 20 Coklat hingga ungu 5. Lintasan V (Kelima)

Lintasan V (Lima) terletak pada koordinat 5°2'17.60" LS dan 119°41'50.94" BT sampai dengan 5°2'16.77" LS dan 119°41'55.58" BT. Pengambilan data pada lintasan ini dimulai dari arah barat menuju arah timur. Hasil inversi pengolahan data menunjukkan nilai resistivitas dengan rentang 5,02 – 808 Ωm, berikut gambar penampang hasil inversi tanpa topografi menggunakan software Res2dinv terlihat pada gambar 4.9 sebagai berikut:

Gambar 4.5.0 Penampang hasil inversi dengan topografi

Hasil penampang nilai resistivitas yang didapatkan diinterpretasikan menjadi tiga bagian seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Nilai resistivitas lintasan V (kelima)

No Material Nilai Resistivity (Ωm) Kedalaman (m) Jarak (m) Warna 1 Aluvium

jenuh air 3,5 – 21,4 3,0 – 9,0 7,5 – 30 Warna biru tua hingga biru muda 6,38 – 15,9 45 – 65 2 Batu gamping 391 – 825 24,0 – 28,7 55 – 90 Coklat hingga ungu 6,38 – 15,9 110 – 140 6. Lintasan Pengukuran 3D

Hasil penampang 2D kemudian diolah membentuk lintasan pengukuran 3D seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 4.5.1 Dugaan pola aliran sungai bawah tanah

Pendugaan pola aliran sungai bawah tanah yang dilakukan dengan berdasarkan pendugaan dari hasil dan penyesuaian nilai resistivitas yang didapatkan dengan titik acuan yang diduga sebagai lorong sungai bawah tanah yang berada pada lintasan 5 dan mata air yang berada dekat dengan lintasan pertama yang membentuk sungai permukaan dengan arah aliran sungainya mengalir menuju sungai induk yang berada jauh dari lintasan pengukuran tersebut sesuai hasil pengolahan data.

Dari gambar 4.5.1 nilai rentang resistivitas antara lintasan pertama dengan yang lain di pilih dengan rentang berkisar 3,5 – 825 Ωm. Berikut tabel dugaan pola

aliran sungai bawah tanah berdasarkan karakteristik dari nilai resistivitas yang didapatkan berikut ini:

Tabel 4.6 Dugaan keberadaan dan pola aliran sungai bawah tanah berdasarkan karakteristik dari nilai resistivitas dan struktur batuan tiap lintasan

Lintasan Material Nilai Resistivity (Ωm) Jarak (m) Jenis Pola Aliran

I Alluvium Jenuh Air 23,1 – 159 0 – 55 dan 130 – 145 Bercabang atau Dendritik II 14.4 – 128 0 – 20 dan 110 – 125 III 9,4 – 62,5 20 – 40 , 60 – 75 dan 100 – 110 IV 7,15 – 28,,7 120 – 130 V 3,5 – 21,4 40 – 60 dan 80 - 90

Pada hasil pengolahan data, hal ini dipilih karena memiliki kecenderungan pola kontur lorong, diduga sebagai batuan yang dapat mengalirkan air atau sebagai struktur penyusun sungai bawah tanah. Sungai bawah tanah diduga memiliki aliran yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Hanya saja dari semua lintasan diduga aliran sungai bawah tanah ditemukan mengalir dalam sebuah rongga yang berbentuk lorong dan juga mengalir melalui celah-celah batuan hingga keluar sebagai mata air yang membentuk sungai permukaan. Pendugaan ini muncul berdasarkan pola aliran air yang mengalir dari tempat tinggi ketempat yang lebih rendah maka air bergerak melewati celah bebatuan maupun lorong-lorong bawah permukaan tanah yang saling

berhubungan yang dipengaruhi gaya gravitasi dan aliran nya bersifat turbulen (Hani,2009).

Metode geolistrik konfigurasi wenner-schlumberger pada penelitian ini dapat digunakan sebagai survey awal untuk menambah referensi untuk mencari sumber-sumber mata air melalui pengeboran yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan masyarakat sekitar dan melalui survey awal ini juga dapat menambah referensi kemungkinan letak atau posisi keberadaan akuifer sebagai tempat mengalirnya air pada daerah ini.

Dokumen terkait