• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici buah cabai merah, menunjukkan hasil terbentuknya zona hambat di sekitar paper disk yang telah diberi perlakuan ekstrak daun sirih 5%, 10%, 15%, dan 20%, dimana hasil dari pengukuran zona hambat disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Diameter zona hambat terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici.

Perlakuan

Diameter Zona bening

(mm) Jumlah Rata-Rata I II III A0B1 0 0 0 0 0 A0B2 0 0 0 0 0 A0B3 0 0 0 0 0 A0B4 0 0 0 0 0 A1B1 1,05 1,05 0,42 2,52 * 0,84 A1B2 0,48 0,48 0,22 1,18 * 0,39 A1B3 0,22 0,22 0 0,44 *0,14 A1B4 0 0 0 0 0

59 Keterangan:

A0B1, A0B2, A0B3, A0B4 = Dimetil Sulfoksida (DMSO) (Kontrol negatif) A1B1 : Ekstrak daun sirih konsentrasi 20%

A1B2 : Ekstrak daun sirih konsentrasi 15% A1B3 : Ekstrak daun sirih konsentrasi 10% A1B4 : Ekstrak daun sirih konsentrasi 5% 0 : Resisten (tidak ada zona bening) * : Lemah

Jika ditampilkan dalam gambar, hasil yang diperoleh dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.1. Hasil uji daya hambat ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici.

60

Berdasarkan tabel di atas, Apabila perbandingan rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici dengan masa inkubasi 3 hari dan 5 hari dibuat dalam bentuk diagram batang hasilnya seperti pada gambar 4.2. dibawah ini:

Gambar 4.2. Grafik perbandingan rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici.

Selanjutnya dilakukan uji One-Way Anova untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici dimana hasil uji One-Way Anova disajkan pada tabel 4.2. dibawah ini. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 2 3 4 D iam et er Z on a B en in g (m m ) Konsentrasi

20% 15% 10% 5%

61

Tabel 4.2. Hasil Uji One-Way Anova Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum capsici.

JK Db RK F Sig Beetween Group 13,583 4 3,396 16,779 ,001 Within Group 1,417 7 ,202 Total 15,000 11 Keterangan: JK : Jumlah Kuadrat Db : Derajat Bebas Sig : Nilai signifikansi

Nilai signifikansi > 0,05 maka H1 diterima. Nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak.

Hasil uji One-Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 16,779 dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05), maka H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap rata-rata diameter pertumbuhan Colletotrichum capsici.

Kemudian dilakukan uji LSD (Lest Significance Different) atau yang lebih dikenal sebagai uji BNt (Beda Nyata terkecil) dengan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) for Microsoft Windows Release 20 dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui kemaknaan pada setiap kelompok perlakuan. Signifikansi perbedaan hambatan pertumbuhan Colletotrichum capsici ditunjukkan

62

pada masing-masing zona hambat antara konsentrasi ekstrak daun sirih 5%, 10%, 15%, dan 20% disajikan pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3. Hasil Uji LSD Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum capsici.

(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi Perbedaan rerata (I-J) Std. Error Sig. Kesimpulan 20% 15% ,4500* ,16729 ,027 Bermakna 10% ,6917* ,16729 ,003 Bermakna 5% ,8417* ,16729 ,001 Bermakna Sangat 15% 20% -,4500* ,16729 ,027 Bermakna 10% ,2417 ,16729 ,187 Bermakna 5% ,3917* ,16729 ,047 Bermakna 10% 20% -,6917* ,16729 ,003 Bermakna 15% -,2417 ,16729 ,187 Bermakna 5% ,1500 ,16729 ,396 Bermakna 5% 20% -,8417* ,16729 ,001 Bermakna Sangat 15% -,3917* ,16729 ,047 Bermakna 10% -,1500 ,16729 ,396 Bermakna Keterangan:

20%, 15%, 10%, dan 5% : Konsentrasi ekstrak daun sirih

* : Bermakna (0,02 – 0,049)

63

Hasil uji LSD dengan nilai sig 0,000 (sig < 0,05) pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perbedaan yang sangat bermakna lebih dominan antara kelompok perlakuan konsentrasi 20% dengan konsentrasi 15% dan 10%, dan 5%.

B. Pembahasan

Pada umumnya tanaman seringkali terserang berbagai penyakit, begitupun juga dengan tanaman cabai merah yang salah satu bagiannya yaitu buah juga seringkali terserang penyakit. Penyakit pada buah cabai merah ini biasanya disebut dengan penyakit antraknosa atau biasa juga dikenal dengan istilah “patek”.

Penyakit tersebut disebabkan oleh adanya jenis cendawan Colletotrichum capsici. Cendawan ini menyebabkan kerusakan dan kerugian pada buah cabai merah saat pra dan pasca panen. Lebih dari 50% hasil panen buah cabai merah mengalami kerugian. Cendawan ini merusak benih buah cabai merah baik secara internal dan eksternal. Buah cabai merah yang terinfeksi mula-mula berbentuk bercak kehitaman yang kemudian meluas menjadi busuk lunak bahkan busuk kering. Bercak kehitaman tersebut akan berkembang sangat cepat bila kondisi memungkinkan seperti kelembaban yang tinggi (Rahman et al, 2011).

Umumnya dalam mengatasi cendawan yang bersifat patogen dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan kimia. Selama bertahun-tahun bahan kimia digunakan sebagai agen antifungi, namun penggunaannya dinilai tidak efektif karena banyak pakar menilai bahwa cendawan tersebut sudah kebal dan menggunakan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan. Dengan demikian, banyak para peneliti yang

64

berminat melakukan penelitian tentang penggunaan produk alami seperti minyak nabati dan ekstrak tanaman yang dapat mengatasi penyakit yang disebabkan cendawan. Penggunaan ekstrak tanaman dalam mengendalikan cendawan, saat ini sedang intensif dilakukan karena ekstrak tanaman lebih ramah lingkungan dan kaya akan zat bioaktif (Bajpai et al, 2012).

Pada penelitian ini juga menggunakan aplikasi ekstrak tanaman yaitu daun sirih dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen buah cabai merah yang berasal dari Desa Manimbahoi Kabupaten Gowa.

Jenis cendawan patogen yang terdapat pada buah cabai merah adalah Colletotrichum capsici. Untuk mengetahui penghambatan Colletotrichum capsici maka yang dilihat adalah zona bening yang terbentuk pada medium disekitar paper disk.

Adapun pembahasan yang diperoleh dari penghambatan pertumbuhan Colletotrichum capsici pada buah cabai merah dengan menggunakan ekstrak daun sirih yaitu:

Pada tabel 4.1 menunjukkan diameter zona bening pada setiap perlakuan berbeda-beda, dimana dapat dilihat bahwa pada perlakuan A0B1, A0B2, A0B3, dan A0B4 tidak terbentuknya zona bening, hal ini disebabkan DMSO yang digunakan sebagai kontrol negatif (-) tidak bersifat microbicidal (membunuh mikroorganisme) ataupun microbiostatik (menghambat pertumbuhan mikroorganisme). Kontrol negatif (-) digunakan untuk membuktikan bahwa zona bening yang terbentuk bukan

65

disebabkan oleh pelarut, melainkan disebabkan oleh senyawa-senyawa antifungi pada daun sirih.

Sedangkan pada perlakuan A1B1 (Ekstrak daun sirih konsentrasi 20%), A1B2

(Ekstrak daun sirih konsentrasi 15%), A1B3 (Ekstrak daun sirih konsentrasi 10%), dan A1B4 (Ekstrak daun sirih konsentrasi 5%) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan diameter zona bening pada setiap kelompok perlakuan. Rata-rata diameter zona bening setelah perlakuan pada kelompok ekstrak daun sirih konsentrasi 20% memiliki nilai terbesar yaitu 0,84 mm jika dibandingkan dengan kelompok ekstrak daun sirih konsentrasi 15%, 10%, dan 5% yang memiliki rata-rata diameter zona bening masing-masing secara berurutan sebesar 0,39 mm, 0,14 mm, dan 0 mm.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan rata-rata diameter zona bening antara perlakuan pada kelompok ekstrak daun sirih 5%, 10%, 15%, dan 20%. Peningkatan rata-rata diameter zona bening disebabkan karena adanya peningkatan konsentrasi ekstrak daun sirih dan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi, semakin besar kadar bahan aktif yang berfungsi sebagai antifungi yang mengakibatkan semakin besar pula zona bening yang terbentuk.

Menurut Wasilah (2010) semakin besar konsentrasi ekstrak daun sirih yang terdapat dalam medium, maka jumlah ekstrak yang berdifusi ke dalam sel cendawan semakin meningkat yang menyebabkan sel cendawan menjadi hipertonik dan terjadi berbagai mekanisme gangguan di dalam sel cendawan yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan cendawan bahkan dapat menyebabkan kematian.

66

Hasil analisis data dengan menggunakan One-Way Anova menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,005. Dengan demikian H0 ditolak artinya ekstrak daun sirih memiliki aktivitas antifungi untuk menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici. Jika dilihat dari rata-rata (RK) dari hasil uji One-Way Anova dapat dijelaskan bahwa setiap adanya penambahan konsentrasi ekstrak memperlihatkan adanya penambahan daya hambat.

Hasil yang diperoleh yakni ekstrak daun sirih memiliki aktivitas antifungi untuk menghambat pertumbuhan cendawan patogen, sesuai dengan pendapat Jhonny (2010) dalam penelitiannya mengenai “efek ekstrak tanaman herbal dalam menghambat pertumbuhan Colletotrichum”, dimana ekstrak tanaman herbal yang digunakan adalah ekstrak daun sirih. Hasilnya menunjukkan ekstrak daun sirih memberikan penghambatan yang terbaik terhadap pertumbuhan Colletotrichum. Jenis daun sirih telah banyak diteliti kandungan kimianya, dimana sejumlah senyawa fisiologis aktif ditemukan seperti alkaloid/amina, fenol berupa kavikol, eugonel, kavibekol, estragol, terpinen, dan karvakol mempunyai daya antifungi yang tinggi. Menurut Lee et al (2004), kandungan kimia daun sirih sangat berpotensi digunakan sebagai obat-obatan dan pestisida dan lebih dari 90% kandungan senyawa pada daun sirih bersifat sebagai sitotoksin, antifungi, antitumor atau digunakan manusia.

Kandungan ekstrak daun sirih dapat merusak membran sel pada cendawan sehingga menyebabkan terganggungnya pertumbuhan cendawan bahkan menyebabkan kematian. Membran sel kaya akan lipida, terutama fosfolipida. Membran mencakup hanya 8-15% dari massa kering sel dan mengandung sampai

70-67

90% lipida sel. Dengan adanya senyawan yang bersifat sebagai antifungi, maka senyawa ini akan melarutkan lipid yang terdapat pada membran sel cendawan, sehingga dapat merusak struktur membran sel itu sendiri. Membran merupakan penahan osmosis dari sel dan mengendalikan masuk keluarnya berbagai zat, serta tempat terjadinya sistem transpor aktif. Melihat begitu banyak dan pentingnya fungsi membran bagi keberlangsungan suatu sel, maka rusaknya membran sel akan mengganggu mekanisme kerja yang terdapat di dalam sel (Wasilah, 2010).

Hasil analisis data dengan uji LSD, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna dan bermakna antara kelompok ekstrak daun sirih konsentrasi 20%, 15%, 10%, dan 5%. Dimana perbedaan bermakna lebih dominan dibandingkan dengan sangat bermakna. Bermakna maksudnya adalah konsentrasi berpengaruh antara konsentrasi lain. Sedangkan sangat bermakna artinya konsentrasi yang satu sangat berpengaruh terhadap konsentrasi lainnya.

Konsentrasi ekstrak yang digunakan pada saat uji zona hambat tidak akan bercampur ataupun mengganggu konsentrasi satu dengan yang lainnya walaupun ditempatkan dalam satu cawan petri. Menurut Hudzicki (2013), ketika sebuah filter paper disk yang telah dicelupkan pada senyawa antimikroba (dengan konsentrasi yang diketahui), diletakkan pada medium agar dan senyawa antimikroba tersebut akan mulai keluar dari paper disk dan berdifusi ke medium disekitarnya. Ada dua hal yang terjadi: 1. Difusi senyawa antimikroba keluar dari paper disk, 2. Difusi senyawa antimikroba ke medium agar. Kecepatan difusi senyawa antimikroba melalui medium agar tidak secepat kecepatan difusi senyawa antimikroba keluar dari paper disk

68

sehingga senyawa antimikroba akan terakumulasi di sekeliling area terdekat paper disk. Konsentrasi paling tinggi dari senyawa tersebut akan berada paling dekat dengan paper disk dan konsentrasi senyawa terendah berada pada jarak difusi terjauh. Kecepatan difusi senyawa antimikroba melalui medium agar tergantung pada sifat difusi dan kelarutan dari senyawa tersebut di dalam medium yang bersengkutan. Juga tergantung pada berat molekul (BM) senyawa antimikroba tersebut. Semakin besar BM, semakin rendah kecepatan difusi. Faktor-faktor tersebut menyebabkan setiap senyawa antimikroba akan memiliki zona bening yang unik terhadap mikroba uji.

Meskipun dalam penelitian ini, ekstrak daun sirih dapat menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici, namun zona bening atau daya hambat yang dihasilkan sangatlah rendah, hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti (2008) yang menguji ekstrak sirih (Piper betle) sebagai biofungisida dalam menekan penyakit antraknosa pada buah cabai merah (Capsicum annum) dimana ekstrak sirih konsentrasi 4% sudah efektif dalam menghambat penyakit tersebut.

Adanya perbedaan hasil penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, disebabkan karena adanya senyawa polar yang terdapat dalam daun sirih, misalnya mineral, karbohidrat, dan protein sederhana yang tertarik atau terlarut dalam etanol selama proses maserasi sehingga mengakibatkan ekstrak daun sirih tidak terlalu efektif dalam menghambat Colletotrichum capsici (Hidayati, 2002: 44).

69 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ekstrak daun sirih pada konsentrasi 10%, 15%, dan 20% dapat menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici pada buah cabai merah. Sedangkan Ekstrak daun sirih pada konsentrasi 5% tidak dapat menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici pada buah cabai merah.

2. Konsentrasi yang dapat memberikan penghambatan yang baik terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici pada buah cabai merah adalah 20% dengan rata-rata diameter zona hambat 0,84 mm dibandingkan dengan konsentrasi lain dan kontrol.

B. Saran

Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle) terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici pada buah cabai merah (Capsicum annum L.), maka disarankan bila akan dilakukan penelitian selanjutnya perlu ditingkatkankan lagi konsentrasi ekstrak yang digunakan.

70

Dokumen terkait