• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk. Hasil pengolahan data pengaruh pola agroforestri terhadap parameter pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Lampiran 1. Rekapitulasi hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil sidik ragam pengaruh pola agroforestri terhadap parameter pertumbuhan tanaman

Parameter Pertumbuhan Perlakuan p-value

Diameter batang Tinggi total TBC Diameter tajuk * * * * < 0,0001 0,0027 < 0,0001 < 0,0001 *: berpengaruh nyata pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pola agroforestri yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan gmelina yakni diameter batang, tinggi, tinggi bebas cabang, dan diameter tajuk pada taraf 5%. Hal tersebut sesuai dengan nilai p-value yang lebih kecil dari taraf nyata 5%.

Tinggi total

Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 2 pola agroforestri satu (AgF1) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pola agroforestri tiga pada taraf 5% dan memberikan nilai rataan tinggi total tertinggi daripada pola agroforestri dua (AgF2) dan pola agroforestri tiga (AgF3). Pola agroforestri dua memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pola agroforestri satu dan tiga.

18

Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter tinggi gmelina

Pola agroforestri Tinggi gmelina

AgF1 3,6a*

AgF2 3,3ab

AgF3 2,9b*

*: huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina+ suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

Diameter batang

Berdasarkan Tabel 3 ketiga perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap variabel diameter batang gmelina. Pola agroforestri yang memberikan nilai rataan diameter batang tertinggi adalah pola agroforestri satu. Pola agroforestri tiga memberikan pengaruh nilai rataan diameter yang paling rendah.

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter diameter batang gmelina

Pola agroforestri Diameter batang gmelina (cm) AgF 1 AgF 2 AgF3 3,5* 3,0b* 2,3c*

*: huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina+ suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

Tinggi bebas cabang (TBC)

Berdasarkan Tabel 4 pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi bebas cabang gmelina. Selain itu, rataan tinggi bebas cabang tertinggi terdapat pada pola agroforestri satu. Rataan tinggi bebas cabang yang paling rendah terdapat pada pola agroforestri tiga.

19

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter TBC gmelina

Pola agroforestri Rata-rata TBC (m)

AgF 1 AgF 2 AgF 3 40,7a* 20,1 b 19,6 b

*: Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina+ suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

Diameter tajuk

Tabel 5 menunjukkan bahwa pola agroforestri satu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan diameter tajuk gmelina. Pola agroforestri dua dan tiga memberikan pengaruh yang saling tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan diamater tajuk yang hampir sama.

Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter diameter tajuk gmelina

Pola Agroforestri Diameter tajuk (m)

AgF 1 AgF 2 AgF 3 1,5 a* 0,8 b 0,7 b

*: huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina+ suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

Persentase penutupan tajuk

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa persen penutupan tajuk yang paling rendah terdapat pada pola agroforstri satu (16,5%). Persen penutupan tajuk yang paling besar terdapat pada pola agroforestri dua (51,3%).

Tabel 6 Rata-rata persentase penutupan tajuk pada setiap pola agroforestri

Pola agroforestri Penutupan tajuk (%)

AgF1 16,5

AgF2 51,3

AgF3 25,9

AgF1: gmelina+ suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

20

Suhu dan kelembaban

Berdasarkan Tabel 7, rataan suhu yang paling tinggi terdapat pada pola agroforestri satu. Berbeda halnya dengan suhu, nilai kelembaban terbesar terdapat pada pola agroforestri tiga.

Tabel 7 Rata-rata suhu dan kelembaban

Pola agroforestri Suhu rata-rata (oC) Kelembaban (%) AgF1 AgF2 AgF3 25,7 25,0 25,1 86 86 90

AgF1: gmelina+ suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

Sifat fisik dan kimia tanah

Tabel 8 Hasil analisis sifat kimia tanah

Tabel 9 Hasil analisis sifat fisik tanah

Parameter Hasil

Bulk density (g/cm3) 1,15

Porositas (%) 56,49

Kadar air (% volume) PF 2.54 PF 4.2 35,69 22,17 Air Tersedia (%) 13,52 Parameter Perlakuan AgF1 AgF2 AgF3

Tekstur Pasir (%) 11,08 7,62 4,54 Debu (%) 27,21 18,53 14,58 Liat (%) 61,71 73,85 80,85 pH H20 5,6 5,4 5,6 KCL 4,8 4,7 4,9 Bahan organik C (%) N (%) 2,07 0,21 2,0 0,2 1,67 0,17 Nilai Tukar Kation Ca (me/100g) Mg (me/100g) 6,64 3,01 5,34 2,18 8,15 2,01 K (me/100g) P pada HCl 25% (ppm) 1,56 123,1 0,76 136,1 0,67 72,9 Na (me/100g) 0,66 0,34 0,32 KTK (me/100g) 20,25 22,46 25,76 KB (%) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) 58,62 5,76 3,09 1,75 64,21 38,38 4,10 242 4,39 50,50 43,26 303,58 0,18 3,54 29,46

21

Sampel tanah yang diambil untuk analisis sifat fisik hanya diambil sebanyak satu sampel. Hal ini dikarenakan semua pola agroforestri terletak pada satu hamparan lahan yang sama dan dianggap homogen. Berdasarkan analisis sifat fisik tanah, sifat fisik tanah yang diperoleh merupakan sifat fisik yang tergolong baik untuk pertumbuhan gmelina. Sifat kimia dan fisik tanah pada setiap pola agroforestri disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9.

5.2 Pembahasan

Pola agroforestri dengan tanaman pokok gmelina yang diamati pada penelitian ini adalah sebanyak tiga pola. Pola agroforestri satu (AgF1) terdiri dari gmelina, suren (Toona sureni), mahoni (Swietenia macrophylla), sengon, dominansi cabai, dan jagung. Pola agroforestri dua (AgF2) terdiri dari gmelina, sengon, dominansi jagung, dan singkong. Pola agroforestri tiga (AgF3) terdiri dari gmelina, suren, dominansi kacang tanah, singkong, dan jagung. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap empat parameter pertumbuhan yakni diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata dan memberikan pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan gmelina dilihat dari nilai rataan yang tertinggi dari semua parameter pertumbuhan, yakni tinggi total, diameter, tinggi bebas cabang, dan diemeter tajuk.

Tinggi pohon merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang mudah diamati. Berdasarkan hasil uji Duncan yang disajikan pada Tabel 2, pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pola agroforestri tiga. Selain itu nilai rataan tinggi total gmelina pada pola agroforestri satu merupakan rataan tertinggi dibandingkan pola agroforestri dua dan tiga yakni sebesar 3,7 cm. Pola agroforestri satu dan pola agroforestri dua tidak saling berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan tinggi total yang selisihnya berdekatan.

Rataan tinggi total yang besar pada pola agroforestri satu diduga karena unsur hara yang cukup, suhu yang optimal, dan cahaya yang cukup. Hal tersebut mengakibatkan tingkat fotosintesis yang optimal sehingga pertumbuhan tinggi lebih pada pola ini lebih tinggi. Menurut Lewenussa (2009), pada usia muda,

22

tanaman cenderung melakukan pertumbuhan yang cepat ke arah vertikal (atas), pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, pergantian akar, dan tinggi telah terpenuhi.

Rataan tinggi total yang besar pada pola agroforestri dua diduga karena adanya faktor kekurangan cahaya. Intensitas cahaya yang masuk pada pola agroforestri dua lebih rendah dibandingkan dengan pola agroforestri satu dan tiga. Hal ini dilihat dari nilai persentase penutupan tajuk sebesar 51,3%. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman yang mengalami kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari tanaman yang mendapat cahaya cukup.

Diameter batang adalah salah satu parameter pertumbuhan yang diamati. Berdasarkan hasil uji Duncan yang disajikan pada Tabel 3, pengaruh ketiga pola agroforestri saling berbeda nyata pada taraf 5%. Akan tetapi berdasarkan nilai rataan diameter batang, pola agroforestri satu memberikan pengaruh yang paling baik terhadap parameter diameter batang gmelina. Hal tersebut terbukti dengan nilai rataan yang tertinggi pada pola agroforestri satu, yaitu sebesar 3,5 meter. Nilai rataan diameter batang yang tinggi pada pola agroforestri satu diduga karena unsur hara yang cukup. Selain itu pula pada pola agroforestri ini cahaya dan suhu optimal merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan diameter batang. Cahaya yang cukup dan suhu yang optimal memungkinkan optimalnya kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses fisiologis yang berfungsi dalam pertumbuhan.

Rataan diameter yang paling rendah pada pola agroforestri tiga diduga karena kombinasi tanaman yang beragam dengan tidak diiringi oleh sistem pengelolaan yang kurang optimal terutama dalam hal pemeliharaan tanaman pertanian seperti pemupukan. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan yang tinggi dalam hal mendapatkan unsur hara pada setiap tanaman. Pemupukan dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Sumarna 2012). Kombinasi tanaman yang banyak akan membutuhkan lebih banyak masukan unsur hara.

Tinggi bebas cabang merupakan parameter pertumbuhan tanaman yang diamati. Tinggi bebas cabang tanaman selain dipengaruhi oleh lingkungan dan

23

unsur hara juga dipengaruhi oleh sistem pengelolaan lahan terutama dalam hal pemeliharaan tanaman, yakni pemangkasan. Menurut Sumarna (2012), untuk mendapatkan tinggi bebas cabang yang optimal, maka pemangkasan cabang harus dilakukan dengan gergaji pangkas sehingga pembentukan mata kayu yang dapat menurunkan kualitas kayu dapat ditekan. Tabel 4 hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pola agroforestri dua dan tiga. Pola agroforestri dua dan tiga tidak saling berbeda nyata atau memberikan pengaruh yang sama. Pola agroforestri satu memberikan pengaruh paling baik dilihat dari nilai rataan tinggi bebas cabang yang tertinggi yakni sebesar 40,8%.

Tajuk merupakan aspek penting dalam pertumbuhan tanaman. Tajuk merupakan tempat berlangsungnya proses metabolisme yang menunjang terjadinya pertumbuhan. Aktivitas metabolisme tersebut salah satunya adalah fotosintesis. Semakin banyak dan semakin luas ukuran tajuk maka semakin besar kemampuannya dalam melakukan fotosintesis. Menurut Brown (1971), ukuran dan bentuk tajuk dikontrol oleh kombinasi genetis bawaan dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil uji Duncan yang disajikan pada Tabel 5, pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter pertumbuhan diameter tajuk gmelina. Pola agroforestri satu memberikan pengaruh paling baik dibandingkan dengan pola agroforestri dua dan tiga. Hal ini terlihat dengan nilai rataan diameter tajuk yang diperoleh yakni sebesar 1,5 meter.

Faktor-faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan gmelina paling baik di pola agroforestri satu adalah sistem pengelolaan lahan, intensitas penutupan tajuk, sifat fisik dan kimia tanah, iklim, dan komposisi tanaman. Menurut Hardjowigeno (1987), pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor di antaranya cahaya matahari, suhu, udara, air, dan unsur-unsur hara dalam tanah. Menurut Daniel et al. (1987), ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi tanaman antara lain: tempat tumbuh, iklim, penyebab fisiologis. Kombinasi tanaman pada setiap pola agroforestri akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman pokok maupun tanaman sela. Interaksi yang positif pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut dan sebaliknya (Hairiah et al. 2002).

24

Kandungan pH pada ketiga pola agroforestri menunjukkan nilai yang hampir sama yakni berkisar antara 5,40āˆ’5,60. Hal tersebut berarti tanah tersebut memiliki keasaman yang tidak tinggi dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H+ di dalam tanah. pH tanah sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman, di antaranya berfungsi dalam menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.

Pertumbuhan gmelina yang lebih rendah pada pola agroforestri dua dan tiga diduga karena adanya tanaman singkong yang dikombinasikan pada kedua pola tersebut. Salam et al. (1997) menyebutkan tanaman singkong dikenal sangat boros dalam penyerapan unsur hara khususnya unsur P dan K serta beberapa unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn). Sifat singkong yang boros akan beberapa unsur hara makro dan mikro dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi hara terutama pada tanaman pokok sehingga pertumbuhan tanaman pokok menjadi terhambat.

Pola agroforestri satu secara umum memiliki unsur makro yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua pola lainnya. Unsur N merupakan salah satu unsur makro tanah yang berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau. Selain itu, unsur N berfungsi untuk pembentukan protein. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, tanah pada pola agroforestri satu memiliki kadar unsur N paling tinggi daripada pola agroforestri dua dan tiga. Hal ini sesuai dengan hasil pertumbuhan gmelina yang lebih baik pada pola agroforestri satu. Unsur P berfungsi dalam pembelahan sel, pembentukan buah dan biji, serta mempercepat pematangan. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah unsur P tertinggi terdapat pada pola agroforestri dua. Unsur K berfungsi dalam pembentukan pati mengaktifkan enzim, pembukaan stomata, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, dan mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan.

Pertumbuhan gmelina yang lebih rendah pada pola agroforestri tiga diduga karena rendahnya unsur hara tanah. Unsur hara N, P, dan K diduga sebagai faktor pembatas pertumbuhan gmelina pada pola agroforestri tiga. Ketiga unsur hara

25

makro tersebut memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan pola agroforestri satu dan dua.

Sama halnya dengan unsur K, unsur Ca dan Mg tertinggi terdapat pada pola agroforestri satu. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan gmelina lebih cepat dibandingkan dengan dua pola lainnya. Unsur Ca berfungsi dalam penyusunan dinding-dinding sel tanaman dan pembelahan sel. Unsur Mg (magnesium) berfungsi dalam pembentukan klorofil, aktivasi sistem enzim, dan pembentukan minyak.

Menurut Indriyanto (2006), tanah adalah tubuh alam (bumi) yang berasal dari berbagai campuran hasil pelapukan oleh iklim dan terdiri atas komponen bahan organik dan anorganik yang menyelimuti bumi, sehingga mampu menyediakan air, udara, dan hara bagi tumbuhan, serta sebagai berdiri tegaknya tumbuh-tumbuhan. Sifat fisik tanah yang diamati adalah Bulk density, porositas, kadar air, dan air tersedia. Bulk density atau kerapatan lindak atau bobot isi menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin tinggi kepadatan tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar dari 1,1āˆ’1,6 g/ml (Hardjowigeno 1987). Nilai bulk density yang diperoleh di lahan agroforestri sebesar 1,15 g/ml. Hal ini berarti nilai kepadatan tanah tergolong sedang sehingga tanah mudah untuk ditembus oleh akar.

Porositas tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang diamati. Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Pori-pori tanah terdiri dari pori-pori kasar dan pori-pori halus. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Menurut Hardjowigeno (1987), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Nilai porositas tanah pada lahan agroforestri yang diamati sebesar 56,49%. Hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki porositas yang baik. Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada wilayah jenuh atau semua pori-pori dan ruang antar partikel tanah jenuh berisi air, yang terdapat pada bagian atas disebut water table dan bagian bawah disebut ground water (Asdak 2005, Winter et al. 2005).

26

Kemantapan agregat tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusaknya. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat-sifat tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, seperti porositas dan ketersediaan air lebih lama dibandingkan dengan agregat tanah tidak mantap (Hardjowigeno 1987). Tekstur tanah pada pola agroforestri satu tergolong ke dalam kelas tekstur berliat halus. Tekstur tanah pada pola agroforestri dua tergolong ke dalam kelas tekstur tanah liat. Tekstur tanah pada pola agroforestri tiga tergolong ke dalam kelas tekstur liat halus. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanah tersebut mengandung fraksi liat yang lebih banyak dibandingkan dengan debu dan pasir.

Tanah dengan ruang pori tinggi seperti tanah liat memiliki bobot isi yang rendah. Sebaliknya, tanah dengan tekstur kasar, walaupun ukuran porinya lebih besar, namun total ruang porinya lebih kecil mempunyai bobot isi yang lebih tinggi. Komposisi mineral tanah seperti dominannya mineral tanah dengan berat jenis partikel tinggi di dalam tanah menyebabkan bobot isi tanah menjadi lebih tinggi pula (Grossman dan Reinsch 2002).

Cahaya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena kaitannya dengan proses fotosintesis sebagai proses metabolisme yang menghasilkan karbohidrat untuk aktivitas tanaman. Berdasarkan pengukuran intensitas penutupan tajuk dengan menggunakan densiometer, persen penutupan tajuk yang paling rendah terdapat pada pola agroforestri satu yakni sebesar 16,5% sedangkan pada pola agroforestri dua dan tiga yakni sebesar 51,3% dan 25,9%. Persen penutupan tajuk yang rendah pada pola agroforestri satu menyebabkan optimalnya intensitas cahaya yang dapat diserap oleh gmelina maupun tanaman pertaniannya.

Suhu dan kelembaban merupakan salah satu unsur iklim yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap suhu di setiap pola agroforestri, rataan suhu pada ketiga pola agroforestri termasuk ke dalam kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan gmelina yakni 21oCāˆ’28o

C. Menurut Handoko (1995), suhu merupakan gambaran umum keadaan energi suatu benda. Variasi suhu menurut tempat dipengaruhi oleh posisi daerah terhadap daratan dan lautan serta keadaan unsur iklim seperti perawanan. Variasi

27

menurut tempat ini juga sangat ditentukan oleh waktu. Di daerah tropika, fluktuasi suhu rata-rata harian relatif konstan sepanjang tahun sedangkan fluktuasi suhu diurnal (variasi antara siang dan malam) lebih besar daripada fluktuasi suhu rata-rata harian.

Selain suhu, kelembaban merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Handoko (1995), kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara. Kelembaban udara yang diukur pada setiap pola agroforestri menunjukan nilai yang bervariasi. Akan tetapi nilai kelembaban terbesar diperoleh pada pola agroforestri tiga.

Pengelolaan lahan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan pertumbuhan tanaman pada lahan agroforestri. Pengelolaan lahan dalam konteks ini lebih menitikberatkan pada kegiatan pemeliharaan tanaman, baik itu tanaman pokok maupun tanaman sela. Berdasarkan hasil wawancara dengan penggarap lahan dari setiap pola agroforestri, kegiatan pemeliharaan untuk gmelina pada setiap pola agroforestri adalah sama. Hal tersebut dikarenakan sumber dana untuk pemeliharaan gmelina berasal dari pemerintah. Dana yang diberikan disesuaikan dengan luas dan jumlah tanaman gmelina pada setiap pola agroforestri. Kegiatan pemeliharaan tersebut meliputi pemupukan dasar dengan pupuk kandang, penyiangan, dan pemupukan setiap tiga bulan satu kali dengan menggunakan pupuk NPK.

Berbeda halnya dengan kegiatan pemeliharaan pada tanaman gmelina, kegiatan pemeliharaan untuk tanaman sela pada setiap pola agroforestri adalah berbeda. Hal tersebut mengingat jenis tanaman sela yang berbeda pada setiap pola agroforestri dan kebutuhan akan nutrisi yang berbeda pula. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada pola agroforestri satu lebih intensif dibandingkan dengan pola agroforestri dua dan tiga. Hal tersebut dikarenakan jenis tanaman sela yang ditanam adalah cabai. Cabai merupakan jenis tanaman pertanian yang waktu panennya lebih dari satu kali (bisa mencapai 20 kali panen) untuk setiap satu kali masa tanam. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya unsur hara yang dibutuhkan tanaman cabai sehingga intensitas pemupukan yang diberikan lebih besar daripada jenis tanaman sela lain pada pola dua dan tiga (dominansi jagung dan kacang tanah). Jagung dan kacang tanah adalah jeinis tanaman pertanian yang waktu

28

panennya hanya sekali, sehingga unsur hara yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan cabai. Tingkat pemeliharaan yang lebih intensif pada pola agroforestri satu mengakibatkan pertumbuhan gmelina pada setiap parameter lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada pola agroforestri dua dan tiga.

Dokumen terkait