• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Uji komposisi dilakukan untuk mengetahui presentase unsure kimia yang terkandung pada bahan Stainless Steel 304. Hasil uji komposisi yang dilakukan di laboratorium PT. Itokoh Ceperindo disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Hasil Uji Komposisi Stainless Steel 304 No. Unsur Persentase (%)

1 Fe 70,7626 2 S 0,009 3 Al 0,0063 4 C 0,0528 5 Ni 7,7284 6 Nb 0,0394 7 Si 0,3229 8 Cr 18,1570 9 V 0,091 10 Mn 1,6729 11 Mo 0,3891 12 W 0,0364 13 P 0,0322 14 Cu 0,3950 15 Ti 0,0010 20 N 0,0706 21 B 0,0005 22 Pb 0,013 23 Sb 0,0191 24 Ca 0,0004 25 Mg 0,0103 26 Zn -0,037 27 Co 0,1524

2. Hasil Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro yang dilakukan di Laboratorium Metalurgi DIII Teknik Mesin UGM bertujuan untuk mengetahui struktur mikro yang terkandung pada HAZ, logam induk dan daerah lasan.

Gambar 4.1 Struktur Ferrite dan Pearlite pada Stainlees Steel 304 pembesaran 75x (Metals Handbook 8th Edition Vol.7 Atlas of Microstructures of Industrial

Alloys)

Gambar 4.2 Fase Austenit yang terdiri dari struktur Ferrite pembesaran 500x (Metals Handbook 8th Edition Vol.7 Atlas of Microstructures of Industrial Alloys)

Pada Gambar 4.1 terdapat struktur ferrite dan pearlite pada stainlees steel 304. Struktur ferrite pada bagian yang gelap dan pearlite pada bagian yang cerah. Struktur ferrite terbentuk akibat konsentrasi karbon dan panas yang tinggi pada HAZ akan mendorong difusinya karbon dari HAZ ke sisi stainless steel dan membentuk Cr Carbida pada HAZ.

Dikutip dari forum diskusi pada situs migas-indonesia.com, bahwa proses pembentukan ferrite mencakup hal berikut :

a. Driving force process difusi adalah panas (Heat input dari proses pengelasan) dan perbedaan konsentrasi (%wt atom). b. Heat input dari proses pengelasan mengakibatkan Cr

mengalami difusi.

c. Daerah yang kaya Cr bertransformasi dari austenite ke ferrite karena Cr adalah penyetabil ferrite.

Pearlite terbentuk diawali dengan tumbuhnya inti sementit pada batas butir austenit. Sementit tumbuh dengan kadar karbon 6.67% diperlukan sejumlah karbon yang diperoleh dari austenit disekitarnya, yang mengeluarkan karbon untuk dapat menjadi Ferrite. Karbon akan menyebar ke sekeliling dan membentuk lapisan-lapisan. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga akan diperoleh struktur yang berlapis-lapis (lamellar) yang terdiri dari ferrite dan sementit yang disebut pearlite.

Gambar 4.3 Fase Austenit yang terdiri dari Grain boundaries pembesaran 200x (Metals Handbook 8th Edition Vol.7 Atlas of Microstructures of Industrial Alloys)

Gambar 4.4 Fase Austenit yang terdiri dari Grain boundaries pembesaran 1000x (Metals Handbook 8th Edition Vol.7 Atlas of Microstructures of Industrial Alloys)

Gambar 4.5 Fase Austenit yang terdiri dari Grain boundaries (Metals Handbook 8th Edition Vol.7 Atlas of Microstructures of Industrial

Alloys)

Berikut ini hasil foto mikro yang dilakukan dengan pembesaran 500x memperoleh 3 jenis data pada setiap spesimennya, yaitu logam induk, HAZ dan logam las.

a. Logam Induk (pembesaran 200x)

Gambar 4.7 Foto Mikro Logam Induk preheating 100oC

Gambar 4.9 Foto Mikro Logam Induk preheating 300oC Pada struktur mikro logam induk tampak jelas terdiri dari ferrite, pearlite dan grain boundaries ferrite. Perbedaan pada setiap spesimen adalah susunan ferrite yang terdapat di dalamnya. Pada Gambar 4.6 tersusun oleh struktur ferrite halus dan grain boundaries ferrite. Struktur mikro logam induk pada Gambar 4.6 - 4.7 - 4.8 susunan ferrite yang terbentuk lebih kasar dan pekat. Gambar 4.9 menunjukkan struktur ferrite, ferrite halus dan austenite grain boundaries.

b. Logam Las

Gambar 4.10 Foto Mikro Logam Las tanpa preheating

Gambar 4.12 Foto Mikro Logam Las preheating 200oC

Foto mikro logam las pada Gambar 4.10-4.12-4.13 tersusun oleh dendritic dengan didominasi oleh delta ferrite pada austenite matrix. Pada Gambar 4.12 susunan austenite grain boudaries lebih rapat-rapat yang diisi oleh struktur ferrite. Gambar 4.11 menunjukkan struktur widmanstantten ferrite yang berbentuk garis-garis tidak beraturan. Gambar 4.13 menunjukkan adanya pengaruh panas yang tinggi yang mengakibatkan terjadinya sensitasi yang mengakibatkan daerah berwarna kecoklatan. Ferrite yang ditandai oleh garis-garis yang tebal menandakan semakin tinggi nilai kekerasan namun bahan semakin getas.

c. HAZ

Gambar 4.15 Foto Mikro HAZ preheating 100oC

Gambar 4.17 Foto Mikro HAZ preheating 300oC

Gambar 4.14-4.15-4.16-4.17 adalah hasil foto mikro HAZ. Pada Gambar 4.14-4.15–4.16-4.17 terdapat struktur mikro yang hampir sama yaitu Austenit grains dan ferrite. Perbedaannya adalah pada Gambar 4.17 terlihat pada susunan ferrite yang lebih kasar dengan austenite grains yang diakibatkan oleh sensitasi yang bersumber dari heat input yang terjadi pada saat proses pengelasan. Sensitasi adalah sebuah fenomena yang terjadi dalam stainless steel yaitu ketika stainless steel mencapai suhu 900 - 1400 ºF (482 - 760 ºC) terbentuk chromium carbides Cr23C6 sepanjang butiran austenit. Hal ini terjadi karena hilangnya chromium (Cr) dari butiran austenitic sehingga menurunkan ketahanan korosi dari lapisan pasif, sehingga

terjadi pengendapan krom karbida sepanjang batas butir Stainless Steel. (protective passive film). Kejadian ini disebut sensitisasi (sensitization) atau disebut juga kerusakan las (weld decay) karena biasanya terjadi selama proses pengelasan disekitar HAZ ketika dipanaskan. Oleh karena itu, dampak terbentuknya ada Gambar 4.17 terlihat corak kecoklatan pada sekitar austenite grains.

3. Hasil Uji Tarik

Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Salah satu cara untuk mengetahui besaran sifat mekanik dari logam adalah dengan uji tarik. Sifat mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan dan elastisitas dari logam tersebut. Pelaksanaan uji tarik dilakukan di Laboratorium Metalurgi DIII Teknik Mesin UGM dengan menggunakan alat uji Universal Testing Machine “Controlab”.

Data yang diperoleh dari hasil uji tarik disajikan berupa grafik kemudian dideskripsikan dan diambil kesimpulannya, berikut data hasil uji tarik :

Gambar 4.4 Grafik Tegangan Luluh

Gambar 4.4 menunjukkan nilai tegangan luluh pada suhu kamar, 100oC dan 200oC mempunyai selisih yang tidak terlalu signifikan, yaitu pada suhu kamar memiliki nilai 353.52 MPa, suhu 100oC memiliki nilai 36.11 MPa dan pada suhu 200oC memiliki nilai 347.63 MPa. Nilai tegangan luluh pada suhu tertinggi, yaitu suhu 300oC memiliki perbedaan nilai yang cukup signifikan, yaitu 346.74 MPa. 353,52 356,11 347,63 326,74 310 315 320 325 330 335 340 345 350 355 360 35 100 200 300 Tegan g an Lu lu h (M Pa) Suhu Preheating (C)

Tegangan Luluh

Tegangan Luluh Suhu Kamar

Gambar 4.5 Grafik Tegangan Maksimal

Berdasarkan grafik di atas nilai tegangan maksimal tertinggi pada suhu 100oC yaitu dengan nilai 606.87 MPa sedangkan nilai tegangan maksimal terendah yaitu pada suhu 300oC yaitu 568.92 MPa. Nilai tegangan maksimal pada suhu suhu kamar dan 200oC hanya selisih 8.75, yaitu 578.89 MPa pada suhu suhu kamar dan 587.64oC. 578,89 606,87 587,64 568,92 540 550 560 570 580 590 600 610 35 100 200 300 Tegan g an M aksi m al (M Pa) Suhu Preheating (C)

Tegangan Maksimal

Tegangan Maksimal Suhu Kamar

Gambar 4.6 Grafik Regangan

Berdasarkan grafik di atas yang mendapatkan nilai regangan paling tinggi adalah spesimen dengan suhu preheating 100oC, yaitu 41.87 %, sedangkan spesimen tanpa perlakuan preheating memiliki nilai reganga 36.63 %, hal tersebut berarti mengalami penaikan nilai regangan 5.25 %. Sebaliknya, pada suhu preheating 200oC nilai regangan yang dimiliki adalah 36.26 % menurun sekitar 5.61 % dari nilai tertinggi dan pada suhu 300oC nilai regangan menjadi 4.5 % mendapat penurunan drastis sekitar 37.37 %.

Dokumen terkait