BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
A. Hakikat Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup
Pengertian kebermaknaan adalah proses mencapai kebebasan
kehendak dalam diri setiap orang yang dianggap penting dan berharga
(Frankl 2007). Menurut KBBI (2008) kebermaknaan adalah proses untuk
menjadikan sesuatu hal itu berarti dan bernilai.
Pengertian hidup menurut KBBI (2008) adalah masih terus ada,
bergerak dan bekerja sebagaimana mestinya. Bastaman (2007),
memaparkan bahwa hidup merupakan suatu yang dianggap penting,
benar dan didambakan oleh setiap mahluk hidup sebagai sebuah
anugerah. Makna hidup merupakan sesuatu yang unik dan khusus,
artinya ia hanya bisa dipenuhi oleh orang yang bersangkutan Frankl
(2004). Selanjutnya Frankl juga memaparkan bahwa hidup dapat
ditemukan dalam setiap keadaan, tidak saja dalam keadaan normal dan
menyenangkan, tetapi juga dalam penderitaan, seperti dalam keadaan
sakit, bersalah, dan kematian.
Kebermaknaan hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting
dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga
menjelaskan bahwa, kebermaknaan hidup tidak dapat ditemukan dalam
rumusan-rumusan yang diberikan oleh orang lain akan tetapi hidup akan
mempunyai arti jika orang tersebut mampu menghayati hidupnya sendiri.
Berdasarkan teori yang dipaparkan tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebermaknaan hidup merupakan suatu hasrat yang terdiri dari
sekelumit harapan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dengan demikian terdapat aspek nilai atau komponen-komponen yang
perlu diperhatikan oleh manusia untuk mencapai hidup yang bermakna.
2. Aspek-aspek Kebermaknaan Hidup
Menurut Crumbaugh & Mahollick (dalam Koeswara, 1992)
terdapat enam aspek dalam kebermakanaan hidup.
a. Makna Hidup
Makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan
berharga bagi seseorang, dan memberi nilai khusus, serta dapat
dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut. Bastaman
(2007:45), menguraikan bahwa makna hidup adalah hal-hal yang
dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus
bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan
(the purpose in life). Orang akan merasa bahagia bila hal ini dapat
dipenuhi. Menemukan makna hidup dan menetapkan tujuan hidup
merupakan upaya untuk mengembangkan hidup yang bermakna.
orang yang selalu mendambakan kehidupan yang bahagia dan
bermakna.
b. Kepuasan Hidup
Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang
dijalaninya, sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan
kepuasan dalam hidup dan segala aktivitas yang dilakukannya.
c. Kebebasan Hidup
Kebebasan hidup adalah sikap bebas dalam berkehendak atas
kondisi-kondisi yang terjadi dalam kehidupan, Kebebasan ini adalah
kebebasan berkehendak yang senantiasa harus dilakukan dengan
penuh tanggung jawab (responsibility)
d. Sikap terhadap Kematian
Sikap terhadap kematian adalah pandangan dan kesiapan seseorang
terhadap kematian yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
e. Kepantasan Hidup
Kepantasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidupnya,
sejauh mana ia merasa bahwa apa yang telah ia alami dalam hidup
adalah sebagai sesuatu yang wajar.
f. Pikiran tentang Cara Hidup yang Baik.
Nietzsche (dalam Bastaman 2007:60), mengatakan bahwa dasar dari
pentingnya kesadaran seseorang terhadap makna dan tujuan
hidupnya adalah pikirannya. Selanjutnya Frankl (2004) memaparkan
1) Manusia merupakan kesatuan utuh dimensi-dimensi ragawi,
kejiwaan, dan spiritual. Unitas bio-psikospiritual atau lebih
lengkap lagi Frankl menyebutnya sebagai “Unitas bio-psiko-sosiokultural-spiritual,” mengingat bahwa manusia senantiasa hidup dalam lingkungan sosial budaya tertentu (keluarga,
kerabat, lingkungan kerja, dan pendidikan, masyarakat) yang
juga sangat manjadi pengaruh mempengaruhi dalam
perkembangan hidup. Dalam diri seseorang terdapat roh dan
jiwa yang senantiasa menggerakkan orang untuk hidup bersama
dengan orang lain dalam lingkungan sosial sekitarnya dengan
baik.
2) Frankl mengajarkan juga bahwa selain dimensi spiritual,
disamping dimensi ragawi dan kejiwaan yang satu sama lainnya
terintegrasi dan tak terpisahkan, Frankl melihat bahwa betapa
pentingnya dimensi spiritual dan menganggap bahwa eksistensi
manusia ditandai oleh tiga hal yaitu kerohanian (spirituality),
kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility).
Artinya, bahwa manusia itu memiliki sumber daya rohaniah
yang luhur di atas kesadaran akal, memiliki kebebasan untuk
melakukan hal-hal yang terbaik bagi dirinya, dan bertanggung
jawab sepenuhnya atas apa yang telah dilakukannya.
3) Dimensi noetik membuat manusia mampu melakukan
diri dengan kelemahan dan kelebihan yang ada dalam dirinya
dan mampu merefleksikannya, dan melihat baik buruknya diri.
Dengan melihat kelemahan dan kelebihannya, diharapkan
manusia mampu bangkit untuk keluar dari dirinya dan dengan
demikian mampu juga melihat makna hidup dalam peristiwa
hidupnya. Inilah yang membedakan antara manusia dengan
hewan. Hanya manusia yang memiliki hati nurani, kesadaran
diri dan penyesalan serta perbaikan diri.
4) Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta
senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam
lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan
fisik sekitarnya. Inilah yang membedakan manusia dengan
hewan, sekalipun hewan dapat terbuka dan berinteraksi dengan
lingkungan, tetapi tidak dapat mengolahnya.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam diri
manusia ada dimensi rohani, yaitu spiritual, kejiwaan, dan kerohanian.
Ketiga hal itu tidak dapat dipisahkan dan hal inilah yang mendorong
setiap orang untuk hidup baik merefleksikan diri, melihat kelemahan dan
kelebihan diri, dan terbuka terhadap kehidupan orang lain. Pada akhirnya
setiap pribadi mampu berkembang dan memiliki hidup yang bermakna.
Dengan demikian semakin nyata bahwa setiap pribadi manusia
membutuhkan hidup yang bermakna, bahagia, puas dan mendambakan
tersebut tergantung pada penghayatan iman dan hidup setiap pribadi
tersebut. Setiap pribadi memiliki hasrat untuk hidup bahagia, namun itu
semua kembali pada bagaimana masing-masing pribadi memaknai dan
memandang segala peristiwa hidupnya agar menjadi lebih bermakna.
3. Karakteristik Individu yang Memiliki Kebermaknaan Hidup
Bastaman (2007) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas, perlu dipahami beberapa sifat khusus dari makna hidup
sebagai berikut.
a. Makna hidup itu sifatnya unik, pribadi-pribadi dan temporer, artinya
apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu juga berarti
bagi orang lain. Mungkin pula apa yang dianggap penting dan
bermakna pada saat ini bagi seseorang, belum tentu sama
bermaknanya bagi orang itu pada saat lain.
b. Makna hidup adalah spesifik dan nyata, dalam arti makna hidup
dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari.
c. Mengingat keunikan dan kekhususannya itu, maka makna hidup
tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari, dijaga,
dan ditemukan oleh diri sendiri.
d. Makna hidup adalah memberi pedoman dan arah terhadap
kegiatan-kegiatan kita, sehingga makna hidup itu seakan-akan “menantang”
kita untuk memenuhinya. Dalam hal ini begitu makna hidup
untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta kegiatan-kegiatan kita
pun menjadi lebih terarah kepada pemenuhan itu.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup
Bastaman (1997) menyebutkan beberapa faktor pengaruh kebermaknaan
hidup yang terdiri dari:
a. Faktor Eksternal
1) Sarana dan prasarana
Berbagai macam fasilitas yang ada yang lebih bersifat fisik yang
nantinya dapat membantu dalam proses pelaksanaan pekerjaan
yang dapat menunjang kelancarannya.
2) Aturan dan norma
Adanya aturan dan norma yang baku yang telah disepakati
bersama dapat memberikan ikatan secara hukum yang sah dan
dapat memberikan arahan yang lebih jelas tentang perilaku
kehidupan.
3) Suasana dan kondisi lingkungan
Keadaan lingkungan tempat individu tinggal yang nantinya juga
dapat memberikan dukungan pada pemenuhan makna kehidupan
individu.
b. Faktor Internal.
Bastaman (2007:47) makna hidup tidak hanya diperoleh ketika
mengalami suasana yang menyenangkan namun makna hidup itu
melihat makna dibalik penderitaan itu. Hal ini dapat dilihat dari
ketiga nilai yaitu sebagai berikut :
1) Nilai-nilai kreatif (Creative values)
Bekerja dan berkarya serta melaksanakan tugas dengan
keterlibatan dan tanggung jawab penuh pada pekerjaan.
Sebenarnya pekerjaan hanyalah sarana yang dapat memberikan
kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna
hidup. Makna hidup bukan terletak pada pekerjaan melainkan
pada sikap dan cara kerja yang mencerminkan keterlibatan
pribadi pada pekerjaannya.
2) Nilai-nilai penghayatan (Experiential values)
Meyakini dan menghayati akan kebenaran, kebajikan,
keindahan, keadilan, keimanan, dan nilai-nilai lain yang
dianggap berharga. Dalam hal ini cinta kasih merupakan nilai
yang sangat penting dalam mengembangkan hidup yang
bermakna. Mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya
keadaan seseorang yang dicintai seperti apa adanya serta
sungguh-sungguh memahami kepribadiannya dengan penuh
pengertian. Melalui jalan mengasihi dan dikasihi, seseorang
akan merasakan hidupnya sarat akan pengalaman bermakna.
3) Nilai-nilai bersikap (Attitudional values)
Menerima dengan tabah dan mengambil sikap yang tetap
berbagai upaya dilakukan secara optimal tetapi tak berhasil
mengatasinya. Mengingat peristiwa yang tragis tak dapat
dielakkan lagi, maka sikap menghadapinyalah yang perlu
diubah. Dengan mengubah sikap diharapkan beban mental
akibat musibah menjadi berkurang. Penderitaan dapat
memberikan makna apabila penderita mampu mengatasinya
dengan baik. Optimisme dalam menghadapi musibah ini tersirat
dalam ungkapan-ungkapan seperti "makna dalam derita
"(meaning in suffering) dan " hikmah dalam musibah" (blessing
in disguise). Manusia secara hakiki mampu menemukan makna
hidup melalui penghayatan agama. Bastaman (2007:45)
mengatakan bahwa makna hidup terdapat dalam kehidupan itu
sendiri.
5. Tantangan Mengembangkan Kebermaknaan Hidup
Bastaman (2007:106), memaparkan bahwa makna hidup terdapat dalam
hidup itu sendiri, baik dalam kondisi susah maupun senang, lebih-lebih
manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan mana
yang baik bagi dirinya dan mana yang tidak baik atau sesuai dengan
dirinya. Pada kenyataannya banyak hal yang sulit diraih dalam
memperoleh kehidupan yang bermakna, karena seringkali mengalami
penderitaan. Penderitaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
yang bersumber dari sakit dan penyakit, salah dan dosa, serta kematian
dan ditinggal mati.
6. Upaya-upaya Membangun Kebermaknaan Hidup
Menurut Bastaman (2007: 106) Logoterapi adalah salah satu upaya yang
merupakn corak dalam ilmu psikologi/ psikiatri yang dapat digunakan
sebagai upaya penyembuhan. Lebih dalam Frankl (2004) menjelaskan
beberapa teknik pratikal sebagai berikut yang juga merupakn upaya
membangun kebermaknaan hidup.
a. Paradoxical Intention
Teknik ini pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil
jarak (self detachment) dan kemampuan mengambil sikap (to take a
stand) terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan.
b. Dereflection
Teknik ini digunakan untuk memanfaatkan kemampuan trasendensi
diri pada setiap manusia dewasa. Artinya kemampuan untuk
membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak
nyaman untuk kemudian memperhatikan hal lain yang lebih postif
dan bermanfaat.
c. Medical Ministry
Pendekatan ini memanfatakan kemampuan yang digunakan untuk
mengambil sikap terhadap kondisi diri dan lingkungan yang tidak
dari nilai-nilai bersikap (attudinal values) sebagai salah satu makna
hidup.
d. Existential Analysis/ Logoterapi
Metode ini digunakan untuk noogenik (konflik yang muncul bukan
karena dorongan dan naluri manusia, tetapi muncul karena
masalah-masalah kehidupan) dan mengalami kehampaan hidup untuk
menemukan sendiri makna hidupnya dan menemukan tujuan
hidupnya.
Peneliti juga mengutip upaya dari NMHA (National Mental Health
Assosiation) yang dijelaskan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Upaya Membantu Seseorang yang Telah Kehilangan Orang Tercinta
Saran dari profesional kesehatan mental ini memungkinkan kamu untuk membantu seseorang yang kamu tahu melalui proses berduka:
Berbagi Kesedihan.
Membiarkan atau mendorong orang yang berduka untuk berbicara tentang perasaan kehilangan dan berbagi kenangan dari orang yang telah meninggal.
Jangan menawarkan kenyamanan yang palsu.
Mengatakan hal-hal seperti “itu semua untuk yang terbaik” atau “kamu akan dapat mengatasinya dengan berjalannya waktu”itu tidak menolong. Sebaliknya, ekspresikanlah turut berduka---dan menyediakan waktu untuk mendengarkan.
Menawarkan bantuan praktis.
Menjaga bayi, memasak, dan menjalankan tugas sehari-hari adalah cara untuk membantu seseorang yang berduka.
Bersabarlah.
Makan waktu lama untuk pulih dari kehilangan orang yang dicintai. Jadilah orang yang ada untuk diajak bicara dan mendengarkan.
Sarankan bantuan Profesional bila diperlukan.
Jangan ragu untuk merekomendasikan bantuan professional ketika tampak seseorang mengalami duka terlalu banyak untuk diatasi senidiri.
Dari berbagai teori yang dijelaskan di atas dapat disimpulka oleh
peneliti bahwa kunci utama dalam memperoleh kebermaknaan hidup
upaya-upaya yang ada hanya membantu tuntuk memampukan pribadi
tersebut menyadari, menerima, hingga sampai pada tujuan hidup yang
bermakna.
B. Hakikat Kehidupan Menjanda 1. Pengertian Janda
Retnoningsih (dalam KBBI; 2006) mengatakan bahwa janda adalah
wanita yang telah bercerai atau ditinggal mati suaminya. Selanjutnya
Munir (2009) menjelaskan bahwa janda berarti wanita yang tidak
bersuami lagi baik karena cerai maupun karena ditinggal mati oleh
suaminya. Menurut Ruth (dalam Berk 2007: 618) menjadi janda artinya
menjadi seseorang yang kehilangan peran dalam mengidentifikasi
keberadaannya semula sebagai seorang istri dan orang tua.
Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa janda
berarti seorang wanita yang telah lama hidup bersama dalam perkawinan
dan kemudian ditinggal mati suami atau karena cerai. Artinya, terjadi
suatu perubahan peran dalam kehidupan seorang istri.
2. Faktor-faktor penyebab suami lebih cepat meninggal
Kirkwood (2001) menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan suami
atau pria cenderung meninggal terlebih dahulu. Berikut faktor-faktor
penyebabnya:
a. Perilaku agresif dan membahayakan
Sudah banyak kasus pria yang mati muda di usia 12-30 tahun karena
lebih sering kebut-kebutan ketimbang wanita yang cari aman dengan
menyetir pelan. Pria juga berkenalan dengan rokok dan
minum-minuman keras di usia yang lebih muda. Belum lagi pemakaian
dopping berupa narkoba karena pria tak mampu menghalau stres
ketimbang wanita. Perilaku bunuh diri juga lebih banyak ditemukan
pada pria ketimbang wanita karena alasan depresi.
b. Pria susah hidup sehat
Pria cenderung memanjakan diri dalam kebiasaan merusak seperti
merokok, minum-minum dan dopping di usia masih muda
dibandingkan wanita. Kebiasaan seperti ini memberikan berbagai
risiko kesehatan dan penyakit ke tubuh.
c. Makan berlebihan
Fakta mengungkap pria makan lebih banyak ketimbang wanita. Pria
juga lebih banyak makan daging yang berkontribusi pada tingginya
kolesterol. Dampak kolesterol yang tinggi adalah terkena penyakit
kardiovaskular seperti jantung dan stroke di kemudian hari.
d. Hormon seks
Wanita mengalami menopause dan berhentinya produksi hormon
estrogen dan menurunnya hormon seks lainnya. Sebaliknya pria terus
memproduksi hormon testosteron sepanjang hidupnya yang tidak
menguntungkan saat mereka tua. Perubahan genetik wanita ini
dipercaya ilmuwan memberikan perlindungan kematian pada kaum
e. Malas tes kesehatan
Sebagian besar pria pasti menolak jika diminta untuk melakukan tes
kesehatan. Selain karena masalah ego atau percaya diri yang
berlebihan, pria selalu enggan ke dokter jika tidak ada sesuatu yang
besar terjadi dalam tubuhnya.
Selain beberapa fator di atas Berk (2012) juga menjelaskan bahwa janda
merasa tidak siap menerima peristiwa suami meninggal secara mendadak
karena peperangan, kecelakaan, sakit jantung dan bencana alam hal ini
dapat menimbulkan traumatis pada janda yang merasa tidak siap
menerima kejadian ini. Dengan demikian seorang janda membutuhkan
waktu lama dalam proses pemulihan.
3. Perubahan yang dialami para janda
Hurlock (1996) mengungkapkan bahwa janda akan mengalami
berbagai persoalan yang muncul ketika suami meninggal yang secara
umum di gambarkan sebagi berikut:
a. Perubahan Psikologis
Janda cenderung tidak stabil serta mengalamai unidentify (identitas
yang kabur). Selanjutnya dinyatakan bahwa seorang istri yang
menjadi janda memiliki kondisi psikologis yang memprihatinkan
akibat ketergantungannya kepada identitas suaminya.
b. Perubahan Ekonomi
Beberapa janda mempunyai situasi keuangan yang lebih baik dari
terjadi tidak pada semua janda. Kenyataan di luar secara umum
menjelaskan bahwa janda justru selalu berada dalam lingkungan
ekonomi yang jauh lebih buruk. Artinya, kehidupan ekonomi para
janda lebih baik ketika ada peran suami dalam hidupnya, kecuali
suaminya telah mempersiapkan konsekuensi hidup dengan berbagai
upaya, seperti asuransi atau tabungan masa depan. Perubahan yang
cukup memprihatinkan ini tentu menjadi bukti keterpurukan seorang
janda dala berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya, terlebih
kebutuhan keluarga atau anak-anak mereka.
c. Perubahan Sosial
Seorang janda akan segera menemukan peristiwa dimana tidak ada
tempat untuknya ketika berada di antara pasangan yang menikah.
Namun, sudah cukup banyak komunitas-komunitas yang menangani
masalah perubahan sosial bagi seorang janda. Beberapa kasus
perubahan sosial muncul karena kemampuan ekonomi yang rendah,
yang mengakibatkan seorang janda tidak dapat berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan sosial di masyarakat.
d. Perubahan dalam Keluarga
Setelah suaminya meninggal dengan sendirinya seorang janda harus
menjalankan peran ganda bagi anak-anaknya, baik itu sebagai ayah
maupun sebagai seorang ibu. Selain itu, janda juga dibebankan
sebagai kepala keluarga, yakni posisi yang semula dijalankan oleh
yang berhubungan dengan keluarga dari besar dari suami, khususnya
bagi anggota keluarga yang tidak menyukai atau menyetujui
hubungan antara janda dan almarhum suaminya semasa hidup.
e. Perubahan Praktis
Janda secara otomatis akan menjalankan atau mengelola rutinitas
rumah tangga sendiri. Artinya, rutinitas bersama suami, berubah
menjadi rutinitas yang harus dikerjakan seorang diri. Contoh praktis
yang mudah kita jumpai di lapangan ialah seorang janda yang rela
naik kea tap rumah untuk memperbaiki genteng yang bocor.
f. Perubahan Seksual
Perubahan seksual, biasanya dikaitkan dengan kebutuhan biologis
manusia. Janda dalam statusnya yang masih memiliki tanggung
jawab seorang anak, mengalami kesulitan-kesulitan dalam
menghadapi situasi diri untuk memenuhi kebutuhan seksualnya.
Secara khusus mereka yang menjadi janda di usia yang masih
produktif.
g. Perubahan Papan atau Tempat Tinggal
Tempat tinggal menjadi sesuatu yang crusial jika status ekonomi
seorang janda masuk dalam kategori menengah ke bawah. Artinya,
kebanyakan janda akan memilih untuk menjual atau pindah dari
huniannya ke rumah yang lebih kecil.
4. Tantangan Kehidupan Menjanda
Suardiman (2010) menjelaskan kesulitan yang dialami oleh para
janda yang ditemui di lapangan pada umumnya ada pada kesedihan,
kesepian dan banyak juga yang mengatakan bahwa dengan hidup
menjanda yang dialami, ia harus bekerja sendiri untuk mencukupi
kebutuhan hidup keluarga. Selanjutnya Papalia (2001) menegaskan
hambatan yang dialami oleh para janda pada umumnya terkait pada rasa
sedih yang mendalam akan sepeninggalan suaminya.
Tantangan lain yang harus dilalui janda ada pada proses
menyesuaikan diri untuk menjadi orangtua tunggal, dimana ia harus
menjadi penentu dalam setiap keputusan di keluarga kecilnya.
Tantangan besar selanjutnya yang biasanya sulit dan selalu dialami oleh
janda adalah untuk menghadapi kenyataan bahwa ia harus menjadi tulang
punggung bagi keluarganya, namun jika mereka menghadapi peristiwa
traumatis ini dengan optimis dan keyakinan diri untuk mampu melewati
setiap kesulitannya (Lund, Caserta, 2001)
5. Dampak Sosial, Psikologis, Emosional, Ekonomis, Spiritual Hidup Menjanda
a. Dampak Sosial
Janda akan mengalami ketimpangan sosial, keluarga dan
teman-teman biasanya selalu berada di dekatnya hanya pada awal setelah
kematian suami, namun setelah itu mereka akan kembali ke
sosial yang sering muncul juga terjadi pada hubungan antar teman
maupun kenalannya. Seorang janda sering merasa dilupakan dalan
satu kegiatan sosial karena statusnya yang dianggap sebagai
ancamana oleh para istri yang takut suaminya direbut oleh janda i
(Freeman, 2004).
b. Dampak Psikologis
Suardiman (2011) menjelaskan bahwa dampak psikologis seorang
janda muncul pada reaksi yang sangat kuat dari awal rasa dukacita
yang secara berangsur-angsur dialami. Contohnya adalah sikap apatis
atau tanpa gairah, kekesalan, dan depresi. Ketidakstabilan ini
menimbulkan perasaan yang didominasi oleh citra kegagalan atau
kesia-siaan. Keadaan lain yang merupakan dampak psikologis juga
dialami oleh seorang janda yang masih sering berbicara kepada
suaminya yang telah meninggal, terkadang hal ini dianggap sebagai
hal yang tidak masuk akal oleh sebagian orang. Artinya janda
tersebut dianggap terganggu jiwanya secara emosional.
c. Dampak Emosional
Barrow (1996) mengungkapkan dampak emosional janda setelah
kehilangan suaminya adalah kehilangan dukungan dan pelayanan dari
orang yang dekat secara intim dengannya. Selain itu, ada beberapa
janda yang merasakan simtom atau gejala terakhir dari penyakit
suaminya, ada yang mengenakan pakaian suaminya agar merasa
laiinya masih ada yang tetap memasak dan mengatur meja makan
untuk suaminya (Heinemann dalam Nock, 1987).
d. Dampak Ekonomis
Hungerford (2001) menjelaskan bahwa masalah praktis yang
kemudian menimbulkan problematika adalah masalah finansial. Janda
yang suaminya merupakan pencari nafkah utama atau tulang
punggung keluarga mungkin akan mengalami kesulitan ekonomi atau
jatuh dalam kemiskinan. Janda sepeninggal suaminya akan
dihadapkan oleh masalah keuangan, masalah ini biasanya terjadi