• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

b. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menambah referensi dan masukan pada penelitian selanjutnya.

c. Sebagai suatu sarana dalam menambah informasi bagi para pembaca terkait dengan perlindungan hukum terhadap pekerja atas pemutusan hubungan kerja.

E. Metode Penelitian

Penelitian hokum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten untuk memperoleh bahan hukum yang lengkap, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2011:35).

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan penelitian hukum doctrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Menurut Peter Mahmud Marzuki, kembali pada fungsi penelitian, adapun penelitian hukum (legal research) berusaha menentukan kebenaran koherensi, yaitu aturan hukum sesuai dengan norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai dengan aturan hukum ) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:47).

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian hukum ini adalah bersifat preskriptif. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif yaitu dimaksudkan untuk memberi argumentasi atau hasil penelitian yang telah

dilakukan. Argumentasi ini dilakukan untuk memberikan preskriptif mengenai benar atau salah menurut hukum dihubungkan hasil penelitian. karena konsep dalam ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan-aturan hukum serta koherensi antara tingkah laku (act) bukan perilaku individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:41).

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan histroris (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014:133).

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Menurut Peter Mahmud Marzuki, dalam pendekatan undang-undang perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:134).

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Secara umum, di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 2015: 51). Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan jenis data sekunder. Data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap

literature atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum.

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, berupa peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketanagakerjaan c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Penyelesaian

perselisihan Hubungan Industrial.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dapat berupa rancangan jurnal hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan umum, dan buku-buku mengenai ketenagakerjaan.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan merupakan kegiatan penelusuran bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan atau bahan non hukum. Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan peundang-undangan, dokumen laporan, arsipan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014:21).

Penelitian ini didukung dengan data yang dimintakan klarifikasi kepada Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Surakarta. Klarifikasi dilakukan dengan wawancara. Wawancara dimaksudkan melakukan Tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk mendapatkan informasi.

6. Teknik analisis Data

Dalam hal teknik Analisis Data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah teknik analisis data dengan logika deduktif. Penelitian hukum normative yang mengkaji system norma sebagai objek kajiannya dapat menggunakan logika deduktif dengan alat silogisme untuk membangun preskriptif kebenaran hukum. Proses penalaran ini akan selalu menempatkan kaidah hukum dalam peraturan perundangan, prinsip-prinsip hukum, dan ajaran atau doktrin hukum sebagai premis mayor atau fakta peristiwa hukum sebagai premis minor.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Guna memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penelitian hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini Penulis memberikan uraian mengenai : A. Latar Belakang;

B. Rumusan Masalah; C. Tujuan Penelitian; D. Manfaat Penelitian; E. Metode Penelitian; dan

F. Sistematika Penulisan Hukum.

Pada bab ini Penulis memberikan uraian tentang pengertian-pengertian hukum dari berbagai teori baik dalam tataran yuridis maupun doktrin dari berbagai ahli hukum. Teori-teori hukum yang Penulis uraikan bersumber dari derivative judul dan permasalahan hukum serta beberapa variable yang akan dijabarkan pada bab-bab berikutnya. Penderivatifan tersebut dibagi dalam dua (2) jenis yaitu sebagai berikut :

A. Kerangka Teori, meliputi tinjauan tentang : i. Perlindungan Hukum;

ii. Tenaga Kerja;

iii. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja; iv. Pemutusan Hubungan Kerja;

v. Perselisihan Hubungan Industrial. B. Kerangka Pemikiran

Dalam pemaparan ini, penulis mendeskripsikan logika dan paradigma berpikir (mindset) yang telah dikonstruksi dalam bentuk bagan. Hal ini dimaksudkan agar mudah memberikan pemahaman yang rasional terhadap masalah dan out put akhir dalam penelitian ini. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlidungan pekerja atas pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Surakarta

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan pekerja atas pemutusan hubungan kerja oleh Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Surakarta

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini Penulis memberikan uraian secara global mengenai :

A. Simpulan; dan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum a. Teori Perlindungan Hukum

Terdapat beberapa ahli yang menjelaskan mengenai perlindungan hukum, antara lain Satjipto Raharjo dan Fitzgerald. Menurut Satjipto Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi masnusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan pada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum (Satjipto Rahardjo, 2000: 53).

Sedangkan Fitzgerald menyatakan bahwa hukum bertujuan untuk mengkoordinasikan kepentingan masyarakat atau kepentingan tertentu dengan cara membatasi kepentingan lain pihak. Dimana hukum mempunyai otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan mana yang perlu dilindungi. Perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat untuk mengatur hubungan perilaku antar anggota masyarakat maupun antara prorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

Dari uraian para ahli diatas dapat dipahami bahwa perlindungan hukum merupakan gambaran bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Perlindungan hukum diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum baik secara preventif maupun represif, baik yang tertulis maputun tidak tertulis, dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditentukan dalam UUD NRI 1945, untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan

mampu menangkapa aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang dimasyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, setiap produk yang dihasilkan oleh badan legislatif harus mapu memberikan jaminan perlindungan hukum dan mampu menangkap aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut disesuaikan dengan ketentuan mengenai persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara.

Philipus M. Hadjon juga mengatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia karena lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia menjadi sumber pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah (Malahayati, 2015:1-28). Perlindungan hukum bagi rakyat berupa tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Bersifat preventif artinya pemerintah lebih bersikap hati-hati dalam pengambilan dan pembuatan keputusan karena masih dalam bentuk tindakan pencegahan. Sedangkan bersifat represif artinya pemerintah harus lebih bersikap tegas dalam pengambilan dan pembuatan keputusanatas pelanggaran yang telah terjadi (M.Husein Marupey, 2017).

Hukum hadir dalam masyarakat untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang dapat bersinggungan satu sama lain. Pengkoordinasian tersebut dilakukan dengan cara membatasi serta melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Sedangkan cara hukum melindungi kepentingan seseorang yaitu dengan memberikan kekuasaan untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan tersebut dilakukan secara terukur keluasannya (Satjipto Rahardjo, 2000: 53).

Suatu kepentingan merupakan sasaran hak, bukan hanya karena ia dilindungi oleh hukum namun juga karena ada pengakuan terhadap itu.

Hak yang dimaksud tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur kehendak. Barkaitan dengan fungsi hukum dalam memberikan perlindungan, hukum dibutuhkan manusia berdasarkan produk penilaian manusia dalam menciptakan kondisi yang melindungi dan memajukan martabat manusia agar dapat menjalani kehidupan sesuai dengan harkat dan martabatnya (Lili & B., 1994: 64). b. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja

Menurut Alexander (Alexander S. Madinda, 2014:766): Most employees are still in battle fighting for their own rights to management. Their hope is to get a greater bargaining position to bid for their low salary increases, to minimize discrimination in promotion, transfer, payment, or unfairly dismissed, to win participation in discussing matters that affect their interests. But instead all efforts and hopes end in vain. Employee rights are still violated, they have obtained very low collective bargaining power, their freedom of expression has been taken and they are left with their complaints and complaints.

Imam Soepomo menyebutkan bahwa perlindungan hukum terhadap pekerja dikelompokkan menjadi tiga jenis perlindungan (Imam Soepomo, 2003: 164):

1) Perlindungan ekonomis

Perlindungan ekonomis yaitu perlindungan terhadap tenaga kerja yang berkaitan dengan penghasilan. Perlindungan ini meliputi usaha yang dilakukan untuk memberikan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya. Hal yang menjadi dasar yaitu mengenai imbalan kerja/upah yang didapat oleh pekerja. Dalam rangka memberikan perlindungan ekonomis, maka kebutuhan terhadap aturan tentang pengupahan menjadi penting.

Pemerintah dalam hal ini berkepentingan menyelaraskan bentuk upah yang layak dengan menetapkan aturan tentang pengupahan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tentang Pengupahan. Selain itu dalam Pasal 1 ayat (30) UU Ketenagakerjaan

juga telah menegaskan bahwa upah merupakan hak pekerja. Salah satu tanggung jawab negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada pekerja diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Program jaminan terkait bidang ketenagakerjaan yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan meliputi; Jaminan kecelakaan kerja; Jaminan hari tua; Jaminan pensiun; dan Jaminan kematian.

2) Perlindungan sosial

Perlindungan sosial yaitu perlindungan pekerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan berserikat, dan hak untuk berorganisasi. Dalam Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Kesehatan kerja merupakan perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat serta perlindungan hak untuk berorganisasi.

Kesehatan kerja termasuk jenis perlindungan sosial karena berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bertujuan mengadakan pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk melakukan pekerja tanpa memperhatikan norma yang berlaku. Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Karena upaya penyembuhan memerlukan dana memberatkan jika dibebankan kepada perorangan

maka diupayakan penanggulangannya melalui program jaminan sosial tenaga kerja.

3) Perlindungan teknis

Perlindungan teknis yaitu perlindungan pekerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan segala upaya yang bertujuan untuk menyediakan perlindungan teknis bagi pekerja dari resiko kerja terkait penggunaan alat/mesin, material, jenis kerja, lokasi, waktu, dan kondisi tempat kerja selama masa kerja berlangsung. Perlindungan ini juga termasuk dalam ketersediaan sarana dan prasarana penunjang sebagai langkah antisipasi jika terjadi kecelakaan kerja. Cakupan perlindungan teknis sangat luas sebab sangat berkaitan dengan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.

Tujuan utama dari adanya perlindungan teknis yaitu terwujudnya keselamatan sepanjang hubungan kerja yang selanjutnya akan menciptakan perasaan aman dan nyaman bagi para pekerja untuk melaksanakan tugat dan pekerjaannya secara optimal tanpa perlu merasa takut ataupun khawatir akan terjadinya kecelakaan. Serta meskipun hal tersebut terlanjur terjadi, maka penanganannya dapat segera dilakukan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja,tetapi kepada pengusaha dan pemerintah (Abdul Kahfi, 2016).

a) Bagi pekerja, dengan adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang aman sehingga pekerja dapat memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu mengalami kecelakaan kerja.

b) Bagi pengusaha, dengan adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.

c) Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan tentang keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.

2. Tinjauan tentang Penegakan Hukum a. Pengertian Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, Penegakan hukum merupakan suatu kegiatan kegiatan meyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsep yang mempunyai dasar filisofis tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga akan tampak lebih konkrit. (Soekanto, 1983:7). Dalam pergaulannya manusia pada dasarnya mempunyai pandangan mengenai hal yang baik dan hal yang buruk. Penjabaran secara konkret diwujudkan dalam bentuk kaidah hukum yang berisi perintah maupun larangan. Kaidah tersebut yang menjadi dasar dan pedoman bagi perilaku yang dianggap pantas atau yang seharusnya.

Menurut Satjipto Rahardjo, Penegakan hukum merupakan suatu proses penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan. (Satjipto Rahardjo, 2009:25). Pada hakekatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa penegakan hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum di Indonesia memiliki faktor yang menunjang tujuan dari penegakan hukum tersebut. Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan huku, di Indonesia yaitu (Soerjono Soekanto, 1983:42):

1) Faktor Hukum

Hukum yang telah dibuat memiliki fungsi guna membantu peranan berjalannya Undang-Undang tersebut kemasyarakat, seperti penerbitan peraturan, penyelesaian pertikaian dan sebagainya sehingga dapat mengiring masyarakat berkembang. Dalam penyelenggaraan hukum ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Maka penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2) Faktor Penegak Hukum

Fungsi hukum, sikap, dan kepribadian aparat serta petugas penegak hukum memiliki peranan yang penting. Jika suatu peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, maka akan menimbulkan masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah sikap atau kepribadian penegak hukum.

3) Faktor Sarana dan Fasilitas

Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak tepenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

4) Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi kepatuhan hukumnya. Masyarakat Indonesia pada khususnya mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Masyarakat sebagai warga Negara yang memerlukan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum dan perundang-undangan. Undang-Undang yang bagus tidak memberikan garansi terlaksananya hukum apabila kesadaran dan kepatuhan hukum warga Negara tidak mendukung pelaksanaan Undang-Undang tersebut.

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang. Kebudayaan sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).

3. Tinjauan tentang Tenaga Kerja a. Pengertian Pekerja

Pada awalanya sejak diadakan seminar Hubungan Perburuhan Pancasila pada tahun 1974, istilah buruh direkomendasikan untuk di ganti dengan istilah pekerja. Usulan penggantian ini didasari pertimbangan istilah buruh yang sebenarnya merupakan istilah teknis biasa saja, telah berkembang menjadi istilah yang kurang menguntungkan. Mendengar kata buruh orang akan membayangkan sekelompok tenaga kerja dari golongan bawah yang mengandalkan otot. Pekerjaan administrasi tentu saja tidak mau disebut buruh, disamping itu dengan dipengaruhi oleh paham marxisme, buruh dianggap satu kelas yang selalu menghancurkan pengusaha/majikan dalam perjuangan. Oleh karena itu, penggunaan kata buruh telah mempunyai motivasi yang kurang baik, hal ini tidak mendorong tumbuh dan berkembangnya suasana kekeluargaan, kegotongroyongan dan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam perusahaan sehingga dirasakan perlu diganti dengan istilah baru.

Untuk mendapatkan istilah baru yang sesuai dengan keinginan memang tidak mudah. Oleh karena itu, kita harus kembali dalam UUD NRI 1945 yang pada dasarnya Pasal 2 disebutkan, bahwa “yang disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif”. Jelas disini UUD 1945 menggunakan istilah “pekerja” untuk pengertian buruh. Oleh karena itu, disepakati penggunaan kata “pekerja” sebagai pengganti kata “buruh” karena mempunyai dasar hukum yang kuat (Hartono & Judiantoro, 2013:39).

Berdasarkan ketentuang UU Ketenagakerjaan Pasal 1 angka (3) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atu imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No 19 tahun 2012 tentang Syarat – Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan

Lain Pasal 1 angka (6) pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. b. Pengertian Tenaga Kerja

UU Ketenagakerjaam juga memberikan pengertian tentang tenaga kerja yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 bahwa tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tenaga kerja dalam UU Ketenagakerjaan tersebut telah menyempurnakan pengertian tentang tenaga kerja dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok

Dokumen terkait