• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian

Dalam dokumen Skripsi Malaria (Halaman 29-45)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

VI.1. Hasil Penelitian

Pengambilan data ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Jayapura sejak tanggal 16 Agustus – 27 Agusutus 2010 dengan menggunakan data sekunder laporan bulanan penderita malaria klinis dari sembilan puskesmas yang ada di kota Jayapura.

Berdasarkan data sekunder yang telah diolah dengan menggunakan bantuan komputer ( program excel ) maka akan disajikan hasilnya sebagai berikut:

a. Distribusi Malaria Klinis Menurut Golongan Umur

Tabel 6.1 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Kelompok Umur di Kota Jayapura Tahun 2009

Jan, Feb, Mar Apr, Mei, Jun Jul, Agu, Sep Okt, Nov, Des

Umur n % n % n % n % 0-11 bln 98 2.46 118 3.17 103 2.93 95 2.39 1-4 th 721 18.16 648 17.40 640 18.20 635 16.02 5-9 th 679 17.10 588 15.79 579 16.47 697 17.59 10-14 th 431 10.85 358 9.61 331 9.41 404 10.19 15-54 th 1938 48.82 1894 50.88 1765 50.21 2017 50.90 >54 th 102 2.56 116 3.11 97 2.75 114 2.87 3969 100 3722 100 3515 100 3962 100

30 Grafik 6.1 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Kelompok Umur di Kota

Jayaputa Tahun 2009

Dari tabel 6.1 dan grafik 6.1 di atas dapat dilihat bahwa kasus malaria klinis lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat berumur 15 – 54 tahun yaitu pada triwulan pertama dengan jumlah kasus 1938 ( 48,82% ), triwulan kedua sebanyak 1894 ( 50,88% ), triwulan ketiga sebanyak 1765 ( 50,21% ), triwulan keempat sebanyak 2017 ( 50,90 % ). Sedangkan kelompok umur terendah yaitu pada bayi 0 – 11 bulan dan umur 54 tahun ke atas. Dengan komposisi pada triwulan pertama sebanyak 98 bayi ( 2,46% ), triwulan kedua 54 tahun keatas 116 orang ( 3,11% ), triwulan ketiga 97 orang ( 2,75% ), dan triwulan keempat 95 bayi ( 2,39% ).

0 10 20 30 40 50 60

Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des

0-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15-54 th >54 th

31 b. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin

Distribusi penderita malaria klinis menurut jenis kelamin di triwulan pertama, kedua, ketiga, dan keempat pada tahun 2009.

Tabel 6.2 Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin di Kota Jayapura tahun 2009

Sumber : Data Sekunder ( Dinas Kesehatan Kota Jayapura )

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des jumlah

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki % Perempuan % Jan-Mar 2101 25.77 2126 29.19 Apr-Jun 1981 24.29 1760 24.17 Jul-Sep 1886 23.13 1626 22.33 Okt-Des 2186 26,81 1771 24,32 Jumlah 8154 100 7283 100

32 Grafik 6.2 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin di Kota

Jayapura tahun 2009

Dari tabel 6.2 dan grafik 6.2 diatas, dapat dilihat bahwa dari triwulan pertama sampai terakhir jumlah kasus malaria klinis di kota Jayapura tahun 2009 lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan perempuan namun perbedaannya tidak terlalu besar, dengan perbandingan sebagai berikut, yaitu triwulan pertama laki-laki sebanyak 2101 ( 25,77% ) dan perempuan sebanyak 2126 ( 29,19% ), triwulan kedua laki-laki sebanyak 1981 ( 24,29% ) dan perempuan sebanyak 1760 ( 24,17% ), triwulan ketiga laki-laki sebanyak 1886 (23,13% ) dan perempuan sebanyak 1626 ( 22,33% ), triwulan keempat laki-laki sebanyak 2186 ( 26,81% ) dan perempuan sebanyak 1771 ( 24,32% ).

c. Distribusi Malaria Klinis Menurut Tempat Tinggal

Distribusi penderita malaria klinis menurut tempat tinggal yaitu di tiap wilayah puskesmas di Kota Jayapura pada tahun 2009 ( triwulan pertama,triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ).

Tabel 6.3 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Wilayah Puskesmas di Kota Jayapura tahun 2009 Jan-Mar % Apr-Jun % Jul-Sep % Okt-Des % Tj. Ria 386 9.73 223 5.99 249 7.08 283 7.14 Imbi 143 3.60 153 4.11 153 4.35 230 5.81 Japut' 235 5.92 182 4.89 197 5.60 184 4.64 Elly 372 9.37 191 5.13 184 5.23 203 5.12 Hamadi 441 11.11 344 9.24 340 9.67 303 7.65 Kotaraja 621 15.65 549 14.75 675 19.20 684 17.26 Abepura 263 6.63 229 6.15 190 5.41 279 7.04

33 Grafik 6.3 Distribusi Kasus Malaria Klinis Pada 9 Wilayah Puskesmas di Kota

Jayapura tahun 2009

Sumber : Data Sekunder Dinas Kesehatan Kota Jayapura

Dari tabel 6.3 dan grafik 6.3 di atas dapat terlihat bahwa pada tahun 2009 triwulan pertama kasus malaria klinis yang tertinggi adalah pada wilayah Puskesmas Koya dengan 1009 kasus ( 25,42% ), triwulan kedua 1458 kasus (39,17%), triwulan ketiga 1187 kasus ( 33,77% ), dan triwulan keempat 1252 kasus ( 31,60% ) sedangkan kasus malaria klinis yang terendah pada triwulan pertama, kedua dan ketiga adalah wilayah Puskesmas Imbi dengan urutan 143

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des

Tj. Ria Imbi Japut' Elly Hamadi Kotaraja Abepura Waena Koya Waena 499 12.57 393 10.56 340 9.67 544 13.73 Koya 1009 25.42 1458 39.17 1187 33.77 1252 31.60 3969 100 3722 100 3515 100 3962 100

34 kasus ( 3,60% ), 153 kasus ( 4,11% ), dan 153 kasus ( 4,35% ). Sedangkan pada triwulan keempat kasus malaria klinis wilayah Puskesmas Jayapura Utara lebih rendah yaitu 184 kasus ( 4,64% ), namun perbedaannya tidak terlalu jauh.

d. Distribusi Malaria Klinis Menurut Waktu Kejadian

Distribusi penderita malaria klinis menurut waktu kejadian pada tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ). Tabel 6.4 Distribusi kasus malaria klinis menurut waktu kejadian ( triwulan

pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) di kota Jayapura tahun 2009

n % Jan-Mar 3969 26.16693 Apr-Jun 3722 24.5385 Jul-Sep 3515 23.17379 Okt-Des 3962 26.12078 15168 100

Sumber : Data sekunder ( Dinas Kesehatan Kota jayapura )

22.5 23 23.5 24 24.5 25 25.5 26 26.5

Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des

35 Grafik 6.4 Distribusi kasus malaria klinis menurut waktu kejadian ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) di kota Jayapura tahun 2009

Bila dilihat dari tabel 6.4 dan grafik 6.4 di atas, kasus malaria klinis di kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada awal dan akhir tahun 2009. Pada triwulan pertama kasus malaria klinis meningkat 3969 kasus ( 26,16% ), triwulan kedua menjadi 3722 kasus ( 24,53% ), triwulan ketiga mengalami penurunan menjadi 3515 kasus ( 23,17% ), dan triwulan keempat mengalami peningkatan hingga 3962 kasus ( 26,12% ).

e. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Plasmodium

Distribusi penderita malaria klinis menurut jenis plasmodium pada tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) Tabel 6.5 Distribusi Kasus Malaria Menurut Jenis Plasmodium di Kota Jayapura

tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) n Jan-Mar % n Apr-Jun % n Jul-Sep % n Okt-Des % Pf 2683 25.37 2602 24.61 2515 23.78 2775 26.24 Pv 1142 26.99 1051 24.84 908 21.46 1130 26.71 Mix 95 26.84 72 20.34 91 25.71 96 27.12

Sumber : Data Sekunder ( Dinas Kesehatan Kota Jayapura

Grafik 6.5 Distribusi Kasus Malaria Menurut Jenis Plasmodium di Kota Jayapura tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat )

36 Dari tabel 6.5 dan grafik 6.5 nampak bahwa pada triwulan pertama dan kedua, infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium vivax lebih banyak dari plasmodium falciparum yaitu sebanyak 26,99% dan 24,84% sedangkan di triwulan ketiga dan keempat didominasi oleh infeksi campuran ( Mix ) yaitu 25,71% dan 27,12%.

VI.2. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi penderita malaria klinis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Jayapura per triwulan tahun 2009, maka berikut akan dibahas variabel-variabel yang diteliti, sebagai berikut :

a. Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Golongan Umur

Secara politis, orang dilahirkan sama dan sederajat, tetapi secara biologis hal ini tidak benar. Perbedaan atau variabilitas atas dasar aktor biologis ini menentukan sekali terjadinya penyakit. Kedalam klasifikasi ini, yang terpenting termasuk unsur usia, jenis kelamin, bangsa, urutan kelahiran keluarga, dll. 15,16,17 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des

Pf Pv Mix

37 Sudah banyak diketahui, bahwa ada penyakit yang disebut penyakit anak, penyakit orang tua, dan penyakit akil balik, dan seterusnya. Hal ini disebabkan karena penyakit tertentu hanya menyerang kelompok usia tertentu pula, seperti penyakit morbili, pertusis, polio, cacar air, dan lain-lain disebut penyakit anak. Penyakit juga didapat pada populasi tua. Penyakit ini tergolong penyakit degeneratif, seperti reumatik, tulang keropos ( osteoporosis ), kardio-vaskuler, syaraf, dan lain-lain. Tetapi ada juga penyakit yang menyerang semua kelompok umur seperti penyakit malaria, DBD, dan lain-lain. 15,16,17

Manusia merupakan satu-satunya reservoir malaria yang penting, walaupun kera simpanse bias diinfeksi oleh P. malariae. Beberapa jenis primata ditulari oleh P. knowlesi, P. cynomology, P. brasilianum, P. schewtzi, dan P. simium, yang secara eksperimental bisa menginfeksi manusia, tetapi infeksinya secara alami sangat jarang. 3,8

Penyakit Malaria menyerang semua kalangan dan semua kelompok umur baik bayi, balita, anak-anak maupun orang dewasa dan lanjut usia. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura menunjukkan bahwa kasus malaria klinis lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat berumur 15-54 tahun yaitu pada triwulan pertama dengan jumlah kasus 1938 (48,82%), triwulan kedua sebanyak 1894 ( 50,88% ), triwulan ketiga sebanyak 1765 (50,21%), triwulan keempat sebanyak 2017 ( 50,90 % ), dan yang menduduki urutan kedua adalah kelompok umur 1-4 tahun dengan jumlah kasus triwulan pertama 721 ( 18,16% ), triwulan kedua sebanyak 648 ( 17,40% ), triwulan ketiga sebanyak 640 ( 18,20% ), triwulan keempat sebanyak 635 ( 16,02 % ). Sedangkan kelompok umur terendah yaitu pada bayi 0 – 11 bulan dan umur 54 tahun ke atas. Dengan komposisi pada triwulan pertama sebanyak 98 bayi (2,46%), triwulan kedua 54 tahun keatas 116 orang ( 3,11% ), triwulan ketiga 97 orang ( 2,75% ), dan triwulan keempat 95 bayi ( 2,39% ).

Pada triwulan pertama hingga triwulan terakhir di tahun 2009, kasus malaria lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat yang berumur di atas

38 15-54 tahun bila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya dan paling sedikit terjadi pada bayi yang berumur 0-11 bulan dan umur >54 tahun. Orang dewasa lebih sering beraktifitas di waktu malam dan melakukan mobilitas keluar masuk ke daerah-daerah yang endemisitas malarianya tinggi dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini juga cukup sesuai dengan penelitian (Hadzmawaty,dkk) di Mamuju pada 2008 yang mendapatkan jumlah penderita malaria terbanyak pada orang dewasa usia 23-30 tahun (29,5%) dan juga sesuai dengan penelitian (Anshory) di Makassar 2007 yang mendapatkan jumlah terbanyak pada orang dewasa usia 30-39 tahun (29,7%).

Jika diamati secara keseluruhan kasus malaria klinis per triwulan selama tahun 2009, maka dapat dilihat grafik 6.1 di atas terlihat kasus malaria klinis di Kota Jayapura terjadi paling banyak pada kelompok umur 15-54 tahun ke atas yang mana mereka ini sudah bisa bekerja dan produktif secara ekonomi sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi karena hilangnya hari kerja saat sakit dan untuk masa penyembuhan yang disebabkan oleh penyakit malaria.

Kemudian pada kelompok anak usia wajib belajar Sembilan Tahun yaitu 5-14 tahun. Hal ini sangat berpengaruh pada angka absensi anak sekolah yang dapat berdampak pada penurunan kualitas kemampuan anak didik.

Sedangkan pada bayi dan balita yaitu bayi yang berumur 0-11 bulan dan balita yang berumur 1-4 tahun. Hal ini memberikan indikasi akan adanya transmisi penularan lokal yang terjadi di dalam wilayah setempat karena bayi cenderung lebih banyak berada di dalam rumah pada malam hari. Situasi ini juga memberikan indikasi kejadian Malaria Konginetal dari ibu ke janin melalui plasenta saat hamil karena masa inkubasi terpanjang pada infeksi yang disebabkan oleh P. falciparum adalah 14 hari dan P.vivax adalah 17 hari sehingga apabila bayi tersebut didiagnosa positif malaria pada umur sama atau kurang dari masa inkubasi maka dapat dicurigai bahwa penularan tersebut terjadi lewat plasenta dari ibu yang hamil ke janinnya.

39 Tingginya kasus malaria pada bayi dan balita ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi masa depan bangsa. Hal ini disebakan karena plasmodium dapat merusak sel darah merah dan pada P. falciparum dapat terjadi sekuestrasi yang mengganggu proses tumbuh kembang anak karena adanya penymbatan pada pembuluh darah dan juga dapat mengakibatkan stroke dan gagal organ pada orang dewasa yang menjurus pada kematian. b. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin

Insidensi berbagai penyakit diantara jenis kelamin kebanyakan berbeda. Hal ini disebabkan oleh karena paparan terhadap agent setiap jenis kelamin berbeda. Misalnya laki-laki lebih suka aktifitas fisik dari pada perempuan, maka penyakit yang diderita akan berbeda sesuai akibat perilaku dan fungsi sosial yang berbeda. Jenis pekerjaan antara pria dan wanita berbeda. Pembagian kerja sosial antara laki-laki dan perempuan menyebabkan perbedaan paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Misalnya resiko terhadap penyakit anak akan lebih tinggi diantara perempuan dari laki-laki, karena perempuan terutama ibu rumah tangga berfungsi juga sebagai pengasuh dan perawat anak ketika sakit. Selain itu juga paparan terhadapnya akan lebih besar karena berfungsi sebagai perawat anak ketika sakit di rumah. 15,16,17

Aktifitas dan rutinitas seseorang di malam hari sangat berpengaruh pada kejadian malaria hal ini dikarenakan bahwa penularan malaria melalui gigitan nyamuk Anopheles hanya terjadi pada malam hari.

Pada kasus malaria, perbedaan anatomi dan fisiologi antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu berpengaruh. Akan tetapi pada wanita yang sedang hamil, malaria dapat mengakibatkan keguguran, anemia berat, bayi lahir premature, dan BBLR bahkan pengobatan pada ibu hamil berbeda dengan pengobatan malaria pada umumnya karena ada beberapa jenis obat yang tidak dapat diberikan pada ibu hamil seperti Primaquin dan ACT pada kehamilan trimester pertama karena dapat mengakibatkan keguguran.

40 Data yang diperoleh dari Dinas Kota Jayapura menunjukkan bahwa kejadian kasus malaria klinis per triwulan pada tahun 2009 adalah pria lebih banyak dibandingkan dengan kasus yang terjadi pada kaum perempuan namun perbedaannya tidak terlalu besar, dengan perbandingan sebagai berikut, yaitu triwulan pertama laki-laki sebanyak 2101 ( 25,77% ) dan perempuan sebanyak 2126 ( 29,19% ), triwulan kedua laki-laki sebanyak 1981 ( 24,29% ) dan perempuan sebanyak 1760 ( 24,17% ), triwulan ketiga laki-laki sebanyak 1886 (23,13% ) dan perempuan sebanyak 1626 ( 22,33% ), triwulan keempat laki-laki sebanyak 2186 ( 26,81% ) dan perempuan sebanyak 1771 ( 24,32% ). Hal ini cukup sesuai dengan penelitian (Anshory) di Makassar pada 2007 yang mendapatkan jumlah penderita malaria klinis lebih banyak pada laki-laki (84,72%).

c. Distribusi Malaria Klinis Menurut Tempat Tinggal

Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses interaksi antara penjamu dengan penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. 15

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host / manusia, baik benda mati, nyata, atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain. 15

Distribusi penderita malaria berdasarkan tempat sangat bermanfaat untuk melihat tempat mana yang menunjukkan kasus malaria yang paling tinggi maupun rendah. Distribusi penderita malaria dapat dibedakan menurut batas administrasi wilayah dan bentuk atau keadaan geografi. Dengan keadaan geografi yang berbeda maka proses dan kejadian penyakit malaria akan berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Hal ini sesuai dengan perindukan dari setiap jenis vector nyamuk. Misalnya kasus malaria sering terjadi pada daerah dataran rendah berair (rawa) dan pantai. Hal ini erat

41 hubungannya dengan suhu habitat vektor nyamuk dimana semakin rendah suatu tempat makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, selain itu air merupakan habitat utama untuk perkembangbiakan vektor nyamuk serta jenis pekerjaan penduduk yang lebih banyak di luar rumah pada malam hari sehingga waktu kontak dengan vektor nyamuk lebih banyak.

Di Kota Jayapura, Daerah yang sangat endemis dapat dilihat pada tabel 6.3 dan grafik 6.3 bahwa pada tahun 2009 triwulan pertama kasus malaria klinis yang tertinggi adalah pada wilayah Puskesmas Koya dengan 1009 kasus ( 25,42% ), triwulan kedua 1458 kasus (39,17%), triwulan ketiga 1187 kasus ( 33,77% ), dan triwulan keempat 1252 kasus ( 31,60% ) sedangkan kasus malaria klinis yang terendah pada triwulan pertama, kedua dan ketiga adalah wilayah Puskesmas Imbi dengan urutan 143 kasus (3,60%), 153 kasus ( 4,11% ), dan 153 kasus ( 4,35% ). Sedangkan pada triwulan keempat kasus malaria klinis wilayah Puskesmas Jayapura Utara lebih rendah yaitu 184 kasus ( 4,64% ), namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Daerah yang endemis tersebut di atas dikarenakan banyaknya tempat perindukan nyamuk ( breeding place ) yang terjadi pada saat musim hujan yaitu beberapa kali mati yang bersifat sementara, terdapat juga danau, rawa, dan hutan yang lebat juga merupakan tempat yang baik untuk perindukan nyamuk Anopheles. Dengan begitu maka upaya promosi dan preventif harus lebih digiatkan lagi agar angka kejadian malaria dapat lebih ditekan.

d. Distribusi Malaria Klinis Menurut Waktu Kejadian

Variabel waktu merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis dalam studi epidemiologi karena pencatatan dan pelaporan insidensi dan prevalensi penyakit selalu didasarkan pada waktu, apakah mingguan, bulanan, atau tahunan.

Laporan morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam epidemiologi karena didasarkan pada kejadian yang nyata dan bukan berdasarkan perkiraan atau estimasi. Selain itu, dengan pencatatan dan laporan

42 morbiditas dapat diketahui adanya perubahan-perubahan insidensi dan prevalensi penyakit hingga hasilnya dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan penanggulangan masalah kesehatan. Mempelajari morbiditas berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui hubungan antar waktu dan insidensi penyakit atau fenomena lain. 17

Waktu kejadian penularan malaria sangat erat kaitannya dengan cuaca dan iklim serta morbilitas penduduk dari daerah yang endemis malaria.

Suhu sangat mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar 200 dan 300 C, makin tinggi suhu ( sampai batas tertentu ) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik ( sporogoni ) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

Selain suhu, kelembaban dan curah hujan pun turut mempengaruhi kejadian malaria di suatu tempat pada waktu tertentu.

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria.

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biak nyamuk Anopheles.

Kasus malaria di Kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada awal dan akhir tahun 2009. Pada triwulan pertama kasus malaria klinis meningkat 3969 kasus ( 26,16% ), triwulan kedua menjadi 3722 kasus (24,53%), triwulan ketiga mengalami penurunan menjadi 3515 kasus (23,17%), dan triwulan keempat mengalami peningkatan hingga 3962 kasus (26,12%).

43 Dengan melihat tren yang terjadi maka upaya pencegahan harus lebih ditingkatkan pada awal dan akhir tahun yaitu sebulan sebelumnya dengan pertimbangan bahwa plasmodium memerlukan waktu 10 hari di dalam tubuh nyamuk sampai sporozoit dan menginfeksi manusia ditambah dengan masa inkubasi terpanjang P. vivax yaitu 17 hari sehingga sampai munculnya gejala klinis membutuhkan waktu kurang lebih 27 hari.

e. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Plasmodium

Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Secara keseluruhan ada lebih 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata). Dalam klasifikasi binatang, parasit malaria berada dalam filum apicomplexa; kelas sporozoa; ordo haemosporodia; family plasmodiae; dan genus plasmodium. 3

Ada empat jenis plasmodium yang menyerang manusia, yaitu :

- P. falciparum. Spesies ini menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna (malaria tropica), disebut pula malaria subtertiana, “estivoatumnal”, atau lebih tepat malaria falciparum, yang sering menjadi malaria yang berat / malaria cerebralis, dengan angka kematian yang tinggi. Infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain dan merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala umur (baik muda maupun tua).

- P. vivax. Menyebabkan malaria tertiana benigna, disebut juga malaria vivax atau “tertian ague”. Spesies ini memiliki kecenderungan menginfeksi sel-sel darah merah yang muda (retikulosit).

- P. ovale. Spesies yang paling jarang dijumpai ini menyebabkan malaria tertiana benigna atau lebih tepat disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap sel-sel darah merah mirip dengan P. vivax ( menginfeksi sel darah merah muda ).

44 - P. malariae. Spesies ini adalah penyebab malaria kuartana ( tidak lazim disebut malaria malariae ), yang ditandai dengan serangan panas yang berulang setiap 72 jam. Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel-sel darah yang tua. Biasanya, tingkat parasitemia rendah karena spesies ini lebih rendah dibandingkan spesies lain. Plasmodium jenis ini satu-satunya yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar lainnya.

Selain infeksi salah satu dari spesies yang telah disebutkan di atas ada kemungkinan seorang penderita diinfeksi oleh lebih dari satu spesies plasmodium secara bersamaan. Hal tersebut disebut infeksi campuran atau mixed infection. Infeksi campuran paling banyak disebabkan oleh dua spesies, terutama P. falciparum dan P. vivax, atau P. falciparum dan P.malariae. Jarang terjadi infeksi campuran oleh P. vivax dan P. malariae. Lebih jarang lagi infeksi campuran tiga spesies sekaligus. Infeksi campuran biasanya dijumpai di wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat penularan malaria yang tinggi. 3

Di kota Jayapura hanya ditemukan kasus malaria yang positif terinfeksi P. falciparum, P. vivax, dan mix. Sampai akhir tahun 2009 belum ada laporan mengenai adanya infeksi yang disebabkan oleh P. malariae maupun P. ovale. Di triwulan pertama dan triwulan kedua P. vivax masih lebih banyak jumlahnya dibandingkan plasmodium lainnya. Namun pada triwulan ketiga dan keempat kasus malaria lebih dominan disebabkan oleh mix ( campuran ) dibandingkan dengan P. falciparum, dan P. vivax. Dengan persentasi Plasmodium vivax lebih banyak dari plasmodium falciparum yaitu sebanyak 26,99% dan 24,84% sedangkan di triwulan ketiga dan keempat didominasi oleh infeksi campuran (Mix) yaitu 25,71% dan 27,12%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian (Anshory) di Makassar pada tahun 2007 dimana plasmodium yang paling banyak ditemukan adalah P. falciparum ( 41,67 % ). Selain itu dari penelitian secara survey (Samuel Mabunda, dkk 2003) pada anak-anak di Mozambik di dapatkan 52,4% sampel yang diteliti positif P. falciparum.

45

BAB VII

Dalam dokumen Skripsi Malaria (Halaman 29-45)

Dokumen terkait