• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.2 Hasil Penelitian

Berikut ini akan disajikan mengenai hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti mengenai Strategi Bisnis pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Taman Bungkul, Surabaya.

A. Pedagang Kaki Lima yang Menjual Makanan 1. Pedagang Nasi Goreng (Bapak Heri)

Bapak Heri adalah salah satu pedagang kaki lima yang berjualan nasi goreng di Taman Bungkul, Surabaya. Bapak Heri memulai bisnisnya untuk berjualan nasi goreng sejak 2002. Beliau memilih bisnis ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan agar bisa membantu untuk mencukupi perekonomian sehari – hari yang dibantu juga oleh istri Bapak Heri sendiri. Bapak Heri pernah memiliki pengalaman membuka bisnis es oyen pada tahun 1999 tapi bisnis es

oyen ini bangkrut pada tahun 2001 karena minimnya konsumen. Kemampuan Bapak Heri membuat nasi goreng itu diperoleh ketika Bapak Heri membantu ayahnya yang juga berjualan nasi goreng di desanya di Bojonegoro semasa Bapak Heri belum menikah atau masih bujangan saat itu.

Lokasi yang ditempatinya cukup strategis karena di keramaian orang – orang yang berkunjung di Taman Bungkul, Surabaya dengan adanya stan buat berdagangnya. Jadi orang dapat mencari makanan dengan mudah dan dapat menghemat waktu pada saat pulang kerja bisa mampir di stan yang sangat startegis di Taman Bungkul, Surabaya. Tidak hanya itu alasan memilih lokasi disini juga dikarenakan dekat dengan tempat tinggalnya. Untuk menempati tempat pada saat ini Bapak Riski tidak membayar stan yang di lokasi Taman Bungkul dikarenakan sudah disediakan oleh pihak Pemkot Surabaya, Bapak Heri juga membayar listrik Rp. 60.000,00 per bulan untuk biaya lisktrik dan airnya membawa dari rumah sendiri.

Bapak Heri mengaku bahwa sumber modal untuk berjualan nasi goreng ini awalnya dari tabungan pada saat berjualan es oyen dengan dibantu istrinya tidak lebih modal awal Rp. 5.000.000,00 dalam menentukan harga Bapak Heri menyesuaikan dengan pedagang nasi goreng pada umumnya dan menambahkan sedikit mahal per porsinya karena produk yang dijual Bapak Heri lebih banyak bumbu yang digunakan dari pada para pesaingnya misalnya bawang putih jika

penggunaan bawang putih pesaingnya menggunakan 1 siung bawang putih Bapak Heri menggunakan 3 siung bawang putih, untuk itu harga jual produk dari Bapak Heri sedikit lebih mahal akan tetapi memiliki rasa yang lebih enak. Dalam penjualan Bapak Heri masih belum mengetahui berapa keuntungan yang didapat per harinya. Bapak Heri tidak mengetahui berapa keuntungan perhari dan kebutuhan bahan baku per harinya akan tetapi Bapak Heri selalu berusaha untuk menjual barang dagangannya hingga habis terjual, meskipun kadang – kadang juga tidak sampai habis terjual agar memperoleh hasil maksimal. Harga jual saat ini per porsi nasi goreng dijual dengan harga Rp. 10.000,00. Bapak heri memperoleh keuntungan setiap harinya antara Rp. 250.000,00 – Rp. 300.000,00.

Selain itu, Bapak Heri tidak dapat memisahkan antara uang penghasilan dan kepentingan pribadi, uang terseebut langsung digunakan kebutuhan sehari – hari, misalnya untuk kebutuhan belanja buat nakan setiap hari, uang saku anak dan untuk keperluan berjualan setiap harinya. Bapak Heri mengelola keuangannya sendiri karena jika ada campur tangan dari orang ain akan lebih membingungkan. Dalam berjualan, Bapak Heri memiliki keunggulan produk dari pedagang yang lainnya yaitu : nasinya lebih banyak, bumbu nasi goreng lebih terasa nikmat, ayam dan telurnya lebih banyak bungkusnya lebih rapi.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan nasi goreng yang di buat Bapak Heri yaitu : 3 siung bawang putih, 2 siung bawang merah

dihaluskan, panaskan wajan dengan menambahkan minyak empat sendok makan, setelah panas bawang merah dan bawang putih yang telah dihaluskan digoreng sampai tercium aroma yang harum lalu masukkan nasi satu piring, satu sendok teh garam, ¼ (seperempat sendok teh micin, dua batang sayur sawi dipotong kecil – kecil, saus tomat dua sendok makan, saus sambel dua sendok makan, setelah satu menit digoreng lalu masukkan 20 (dua puluh) potongan ayam tipis ukuran sendok makan, telur empat sendok makan, dan satu buah udang, setelah itu lalu diberi minyak wijen, raja rasa, kecap manis dan kecap asin satu sendok teh. Kemudian digoreng selama dua menit lalu hidangan siap di sajikan. Untuk membeli bahan baku tersebut Bapak Heri memperolehnya dari pasar tradisional yang dekat dengan rumahnya. Bapak Heri selain itu, setiap hari berjualan mulai jam 6 sore sampai jam 12 malam.

Bapak Heri dalam menjalankan bisnis ini belum pernah menggunakan karyawan, karena fisik beliau masih mampu untuk menjalankan semuanya dengan sendiri dan alasan lain Bapak Heri tidak menggunakan karyawan karena menurut beliau dalam menjalankan usaha berjualan nasi goreng tidak seberapa menguras tenaga apalagi masa berjualan hanya dari jam 6 sore sampai jam 12 malam saja.

Untuk strategi pemasarannya Bapak Heri untuk menjual nasi gorengnya hanya mengandalkan dengan cara sangat sederhana yaitu dengan promosi dari mulut ke mulut saja.

2. Pedagang Ayam Goreng (Ibu Yuni)

Ibu Yuni adalah salah satu pengusaha yang memiliki usaha di Taman Bungkul, Surabaya. Ibu Yuni memulai bisnisnya untuk berjualan ayam goreng sejak tahun 2008. Ia memilih bisnis ini untuk mendapatkan keuntungan dan untuk mencukupi perekonomian sehari – hari. Pada awal memulai usaha Ibu Yuni tidak pernah memiliki pengalaman berdagang. Kemauannya untuk berdagang ayam goreng itu diperoleh berawal dari coba – coba dan desakan ekonomi guna memenuhi kebutuhan sehari – hari, maka beliau memberanikan diri dan membulatkan tekad untuk memulai usaha ayam goreng tersebut.

Ibu Yuni berjualan ayam goreng ini karena saudara berjualan yang sama. Selain itu lokasi yang ditempatinya dipilih di Taman Bungkul, Surabaya karena menurt beliau di Taman Bungkul, Surabaya sanagt ramai pedagang ini membuat Ibu Yuni tertarik memilih lokasi disini. Karena lokasinya berada di keramaian orang – orang yang berkunjung di Taman Bungkul, Surabaya dengan adanya stan buat berdagangnya. Jadi orang dapat mencari makanan dengan mudah dan dapat menghemat waktu pada saat pulang kerja bisa mampir di stan Taman Bungkul, Surabaya. Tidak hanya itu alasan memilih lokasi

disini juga dikarenakan dekat dengan tempat tinggalnya. Untuk menempati tempat pada saat ini Ibu Yuni membayar uang sewa stan sebesar Rp. 3.000,00, dimana setiap bulannya dikenakan biaya air dan listriknya sebesar Rp. 80.000,00.

Ibu Yuni mengaku bahwa sumber modal untuk berjualan ayam goreng ini awalnya dari uang pribadinya dengan modal Rp. 3.000.000,00 dalam menentukan harga Ibu Yuni menyesuaikan dengan pikirannya sendiri sesuai denga harga bahan bakunya, Ibu Yuni mengaku bahwa ayam goreng yang dijual ini dibelinya dari saudara sendiri yang berbeda lokasi kemudian Ibu Yuni tinggal menjualnya kembali. Dalam penjualan Ibu Sumiyati mengaku memperoleh keuntungan antara Rp. 110.000,00 hingga Rp. 200.000,00. Akan tetapi juga pernah mendaptkan kerugian jika sepi pelanggannya. Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa Ibu Yuni selalu berusaha untuk menjual barang dagangannya hingga habis terjual, meskipun kadang – kadang juga tidak sampai habis terjual.

Selain itu, Ibu Yuni mengaku tidak dapat memisahkan antara uang penghasilan dan kepentingan pribadi, uang tersebut langsung kebutuhan sehari – hari, jika anak – anak sakit dan utuk keperluan berjualan setiap harinya. Dalam berjualan, Ibu Yuni memiliki keunggulan produk dari pedagang yang lainnya yaitu : banyak yang suka, daging ayam yang empuk, tidak bau, rasanya enak, bumbunya nikmat dan sedap. Sehingga rasa daging yang empuk lebih terasa dari

bumbunya dan tidak adanya bau dari dagingnya yang disajikan dengan campuran bumbu – bumbu yang lainnya.

Dalam mencari tenaga kerja, Ibu Yuni mendapatkan tenaga kerja tersebut dengan menawarkan atau mengajak suaminya sendiri dan Ibu Yuni dapat mengontrolnya dan mudah untuk mengendalikannya. Ibu Yuni mengaku bahwa ia tidak memberikan upah pada suaminya.

Dalam strategi pemasaran Ibu Yuni memiliki cara sendiri yaitu konsumen datang langsung ke tempet Ibu Yuni berjualan. Selama itu Ibu Yuni dalam menarik pelanggan yaitu : dengan cara menjaga perasaan, bercanda, ketawa maupun tidak menyinggung perasaan orang lain dan bersih tempatnya.

Perkembangan usaha yang dimiliki oleh Ibu Yuni sudah cukup baik dimana Ibu Yuni bisa mengidupi keluarganya dan dapat lancar dan sukses. Sedangkan kiat – kiat yang dimiliki oleh Ibu Yuni adalah jangan menyerah, lancar dan selalu sukses, dan selalu berdoa dan berusaha.

3. Pedagang Soto Ayam (Bapak Toni)

Bapak Toni merupakan salah satu pedagang kaki lima yang berjualan soto ayam dengan menggunakan rombong untuk berjualan di Taman Bungkul, Surabaya. Bapak Toni memulai bisnis berdagang soto ayam sejak tahun 2004. Bapak Toni memilih bisnis ini karena ingin memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari dan ide untuk berjualan soto

ayam datang dengan sendirinya dari benak pikirannya karena pada saat itu di desa Bapak Toni juga pernah berjualan Soto Ayam keliling dengan menggunakan rombong, dan ternyata dari bisnis berjualan soto ayam ini cukup menguntungkan dan dapat membatu perekonomian di kehidupan sehari – harinya hingga saat ini. Bapak Toni mempunyai ketekunan, keyakinannya dan kesabaran yang kuat untuk memulai bisnis ini karena desakan ekonomi, maka Bapak Toni tidak mensia – siakan dengan menjalankan usaha soto ayam dengan sebaik mungkin.

Memilih di lokasi Taman Bungkul karena dekat dengan rumah dan tempatnya lebih tertata rapi dalam berdagangnya dan waktu berjualan mulai pukul 09.00 pagi sampai jam 15.00 malam. Bapak Toni tidak membayar uang sewa tempat karena tempat sudah tersedia oleh pihak pengurus Taman Bungkul. Bapak Toni tidak memakai listrik dan airnya dia membawa senddiri dari rumahnya.

Bapak Toni modal awalnya dulu menjalankan usaha kira – kira tak lebih dari Rp 2.500.000,00. Bapak Toni juga tidak tahu pastinya dan kurang lebih segitu, modal itu didapat dari jual ternak di desa dan tabungannya sendiri. Untuk menentukan harga jual pada soto ayam tergantung dengan harga bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan soto ayam tersebut dan survei di lokasi lain yang juga berjualan soto ayam. Laba yang diterima setiap harinya tak menentu antara Rp 200.000,00 – Rp 500.000,00 beliau hanya mengelola dan

menghitung keuangan dengan membeli bahan baku untuk produksi setiap hari lalu dikurangi dengan penghasilan setiap harinya.

Strategi Produksi yang dilakukan oleh Bapak Toni dalam menghadapi pesaing yang ada mengaku tidak akan mengubah rasa yang ada, karena membedakan produk yang dibuat Bapak Toni dan yang lainnya adalah dari segi rasa yang khas, ke khasan rasa didapat dari bumbu yang benar – benar alami.

Dengan memilih bahan baku yang baik seperti daging ayam yang baik dan masih segar dan bahan lainnya seperti : Ayam 2 ½ kg, ceker 1 ½ kg, 500 gram kol, 200 gram mie su’un, 1 kg telur rebus, 4 liter air, 6 – 9 daun jeruk, 5 batang serai, 5 lembar daun salam, 3 batang daun bawang, 30 gram lengkuas, minyak goreng, 10 gram kunyit, 8 buah kemiri, 25 gram jahe, 9 buah bawang merah, 5 siung bawang putih, 1 sdt merica dan 5 gram garam. Bapak Toni mendapatkan bahan baku dari pasar yang dekat dengan tempat usaha yang ada di Taman Bungkul, Surabaya. Cara membuat soto ayam pertama : tumis bumbu yang dihaluskan dengan api kecil hingga harum, rebus ayam di dalam panci bersama dengan bumbu yang sudah ditumis, lengkuas, daun jeruk, daun salam dan daun serai selama paling sedikit 40 menit sampai daging ayam menjadi empuk dan bumbunya meresap. Waktu memasak bisa disingkat dengan menggunakan panci. Bila kuah masih kurang enak boleh ditambah garam atau merica secukupnya, pisahkan daging dari tulang dengan menggunakan garpu dan pisau, masukan

kembali tulang ke dalam kuah panci, masukan potongan daun bawang lalu kuah perlu dididihkan kembali sebelum dihidangkan. Harga jual saat ini per porsi soto ayam dan nasi sebesar Rp 10.000,00.

Bapak Toni sejak awal menjalankan bisnis ini tidak pernah menggunakan karyawan, karena fisik beliau masih mampu untuk menjalankan semuanya sendiri.

Strategi pemasaran yang dilakukan oleh Bapak Toni bukan dengan memakai media cetak seperti kalender, kartu nama, spanduk akan tetapi Bapak Toni hanya menggunakan promosi dari mulut ke mulut saja. Bapak Toni hanya berharap jika usahanya dapat maju dan berjalan dengan lancar untuk tahun – tahun kedepannya. Kemudian untuk startegi yang digunakan untuk mengembangnya usaha ini adalah hanya menjaga kualitas rasa, pelayanan yg ramah, dan harga soto ayam.

4. Pedagang Martabak dan Terang Bulan (Ibu War sih)

Ibu Warsih merupakan salah satu pedagang yang berjualan martabak dan terang bulan yang berlokasi di Taman Bungkul, Surabaya. Ibu Warsih memulai bisnis ini karena pernah berjualan martabak dan terang bulan di tempat asalnya dan cukup membantu perekonomian di kehidupannya sehari – harinya. Memilih lokasi disini karena dekat dengan tempat tinggalnya dan area banyak berkumpulnya orang yang mulai muda dan tua untuk refreshing disana atau

berbincang ria dengan sanak saudara atau temannya. Ibu Wwarsih memulai bisnisnya berjualan martabak dan terang bulan sejak tahun 1980 yang dulu masih berjualan di pinggir jalan Taman Bungkul Surabaya. Semenjak Taman Bungkul diresmikan pada tahun 2007 lebih tertata rapi untuk berdagang yang sudah disediakan oleh pihak pemkot surabaya.

Ibu Warsih mengaku bahwa sumber modalnya yang didapatkan dari kakak iparnya dan dari hasil tabungannya sendiri sekitar Rp. 300.000,00. Ibu Warsih meneruskan usaha kakak iparnya yang telah meninggal dunia. Ibu Warsih dalam menentukan harga jual martabak dan terang bulan ini tergantung dengan harga berpa tiap hari Ibu Warsih membeli bahan – bahan baku pembuatan martabak dan terang bulan. Ibu Warsih menyatakan bahwa dalam sehari hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 500.000,00 setiap harinya. Dengan memisahkan secara sebagian kebutuhan sehari – hari dan setengahnya untuk kebutuhan berjualan setiap harinya.

Dalam hal tenaga kerja Ibu Warsih mengaku dia tidak mengambil tenaga kerja dan dia hanya dibantu dengan suaminya. Karena Ibu Warsih dalam berjualan martabak dan terang bulan sangat membutuhkan bantuan suaminya dalam berjualan.

Strategi produksi yang dilakukan oleh Ibu Warsih dalam menghadapi pesaing yang ada mengaku sangat mempengaruhi

berjualan martabak dan terang bulan karena dia harus menjaga kualitas rasa dan pelayanan yang baik.

Ibu Warsih hanya berharap jika usahanya bisa dapat maju dan berjalan dengan lancar untuk tahun – tahun kedepannya. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh Ibu Warsih hanya dari mulut ke mulut saja dengan pelayanan yang baik. Kemudian untuk strategi yang digunakan untuk mengembangkn usaha ini adalah hanya menjaga kualaitas rasa, kebersihan rombongnya dan pelayanan yang baik.

Dari hasil wawancara setiap pedagang kaki lima bisa diambil kesimpulan bahwa pada setiap pedagang mempunyai cara strategi bisnis yang meliputi stratei produksi, msdm, keuangan dan pemasarannya berbeda – beda sehingga tidak semua pedagang kaki lima bisa memaksimalkan strategi bisnis produk penjualannya. Hal ini menjadikan tolak ukur sebagai kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang bagi pedagang kaki lima agar bisa berkembang dalam memasarkan startegi bisnisnya.

B. Pedagang Kaki Lima yang Menjual Minuman 1. Pedagang Es Puter (Bapak Min)

Bapak Min adalah salah satu pedagang kaki lima yang berjualan es puter di Taman Bungkul, Surabaya. Bapak Min memulai bisnisnya untuk berjualan es puter ini tahun 1996. Ia memilih bisnis itu untuk mendapatkan keuntungan agar bisa membantu untuk mencukupi

perekonomian sehari – hari yang dibantu juga oleh istri Bapak Min sendiri dan meneruskan dari generasi keluarganya.

Lokasi yang ditempatinya sangat strategis karena lokasi di Taman Bungkul itu sudah banyak orang yang mengetahui dan terkadang bisa dibuat ngobrol bareng dengan rekan kerja atau teman. Tidak hanyaa itu alasan memilih lokasi disini juga dikarena dekat dengan rumah. Untuk menempati tempat pada saat ini Bapak Min tidak membayar uang sewa karena lokasinya sudah disediakan oleh pihak pegurus di Taman Bungkul agar lebih tertata dalam berdagangnya. Bapak Min hanya membayar listrik sebesar Rp 40.000,00 per bulan dan untuk airnya sudah membawa dari rumah sendiri.

Bapak Min mengaku bahwa sumber modal untuk menjalankan usaha ini awalnya dari modal pinjaman bank sebesar Rp 8.000.000,00 dalam menentukan harga Bapak Min menyesuaikan banyaknya bahan baku yang dipakai. Dalam penjualan Bapak Min tidak bisa menyebutkan berapa keuntungan yang didapat per harinya, dan menurut beliau keuntungan tidak menentu secara pasti tergantung konsumen yang datang untuk membeli produknya yang penting bisa mencukupi kebutuhan sehari –hari. Bapak Min mengelola keuangannya dilakukan oleh istrinya karena Bapak Min merasa bingung bila semua dikerjakan dengan sendiri. Tetapi Bapak Min selalu berusaha untuk menjual barang dagangannya hingga habis terjual, meskipun kadang – kadang juga tidak sampai habis terjual

agar memperoleh hasil maksimal. Harga jual saat ini untuk tempat es puter yang kecil sebesar Rp 4.000,00, untuk tempat es puter yang sedang sebesar Rp 7.000,00, untuk tempat es puter yang besar sebesar Rp 11.000,00.

Selain itu, Bapak Min dapat membatasi antara uang penghasilan dan kepentingan pribadi, uang terseebut langsung dipusahkan antara kebutuhan sehari – hari, misalnya untuk kebutuhan belanja buat makan setiap hari, uang saku anak dan untuk membeli keperluan bahan baku setiap harinya. Dalam berjualan Bapak Min memiliki keunggulan produk dari pedagang kaki lima yang lainnya yaitu : dengan kualitas rasanya dan pelayanannya lebih ramah kepada konsumen.

Untuk membeli bahan baku tersebut Bapak Min memperolehnya dari pasar tradisional yang dekat dengan rumahnya. Bapak Min berjualan mulai dari jam 5 sore sampai jam 9 malam.

Bapak Min dalam menjalankan bisnisnya ini untuk masalah tenaga kerja dibantu oleh anaknya sendiri dan saudaranya sendiri setiap harinya dari pada harus memperkerjakan orang lain, karena menurut beliau untuk mengurangi beban pengeluaran untuk tenaga kerja maka Bapak Min sementara dibantu anaknya sendiri dan saudaranya sendiri.

Untuk strategi pemasarannya Bapak Min untuk menjual es puter hanya mengandalkan konsumennya yang datang sendiri dengan cara sangat sederhana yaitu dengan promosi dari mulut ke mulut saja, harga lebih murah dan cita rasanya yang sangat menarik konsumen untuk kembali lagi.

2. Pedagang Warung Kopi (Ibu Endang)

Ibu Endang merupakan salah satu pengusaha lama yang memiliki bisnis di Taman Bungkul, Surabaya. Ibu Endang memulai bisnisnya untuk membuka warung kopi sejak tahun 2006. Ibu Endang memilih untuk membuka warung kopi pada waktu dulu untuk mencukupi biaya kehidupan sehari – hari dan karena memang sejak dulu masyarakat di Surabaya dari yang muda sampai yang tua suka sekali cangkruk untuk sekedar ngobrol atau yang lebih umunya dikatakan “ Ngopi”. Ibu Endang membuka usaha ini dan terbukti cukup menguntungkan dan dapat embantu perekonomian sehari – harinya hingga anak – anaknya sekarang berkeluarga sendiri. Untuk menempati tempat pada saat ini Ibu Edang membayar uang sewa stan sebesar Rp. 2.000,00 per hari untuk kebersihan. Ibu Endang membayar listrik dan air menjadi satu dengan kebutuhan listrik dan air dirumahnya dengan biaya tidak lebih dari Rp. 50.000,00 per bulan. Ibu Endang tidak tau modal passti pertamanya dulu, menurut beliau kira- kira tak sampai Rp 500.000,00 yang di dapat dari uang pribadinya sendiri.

Untuk menentukan harga jual minimum dan makanan kecil yang dijual di warung kopi tergantung dengan harga bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan minimum dan makanan yang dijual Ibu Endang. Ibu Endang tidak mengetahui berapa keuntungan berjualan setiap harinya, yang penting ada buat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu Endang sendiri. Ibu Endang mengelolah keuangan dengan dikelola sendiri.

Strategi produksi yang dilakukan oleh Ibu Endang dalam menghadapi pesaing yang ada mengaku tidak terlalu dipikirkannya, Ibu Endang untuk produk kopinya dengan membeli biji kopi yang nantinya dimasak sendiri dan untuk bahan – bahan yang lainnya juga dibeli di pasar tradisional dekat rumahnya.

Dalam hal tenaga kerja Ibu Endang dibantu anaknya sendiri yang juga bekerja di salah satu pabrik di Surabaya untuk untuk berjualan dan mengambil tenaga kerja lagi, apabila anaknya lagi kerja Ibu Endang sendiri yang menjaga warung kopi dan apabila anaknya sudah pulang bekerja maka berganti anaknya yang menjaga warung kopi terseebut.

Ibu Endang tidak pernah mempromosikan usahanya, menurut Ibu Endang sejak adanya warung kopi ini pelanggan itu datang dengan sendiri yang rata – rata adalah warga sekitar Taman Bungkul, tukang ojek, dll.

3. Pedagang J us Buah (Bapak Gatot)

Bapak Gatot adalah merupakan salah satu pedagang jus buah di Taman Bungkul, Surabaya. Bapak Gatot memulai bisnis berdagang sejak tahun 2005. Bapak Gatot memilih bisnis ini karena ingin meneruskan bisnis dari generasi keluarganya yang seelanjutnya dan mendapatkan keuntungan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Ternyata dari bisnis berjualan jus buah ini cukup menguntungkan dan dapat membantu perekonomian di kehidupan sehari – hari hingga

Dokumen terkait