• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel penelitiannya adalah tahu yang dijual di pasar-pasar tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung. Sampel penelitian diambil secara total sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, lokasi tempat pengambilan sampel adalah seluruh pasar tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung.

Di Kecamatan Medan Area terdapat 7 kelurahan dengan 5 kelurahan yang memiliki pasar yaitu Kelurahan Pandau Hulu, Kelurahan Sei Rengas II, Kelurahan Tegal Sari II, Kelurahan Sukaramai, dan Kelurahan Kota Matsum II sedangkan 2 kelurahan yang lain tidak memiliki pasar. Jumlah pasar dari ke lima kelurahan tersebut berjumlah 6 pasar dengan jumlah pedagang tahu yang bervariasi. Jumlah pedagang tahu terbanyak (9 pedagang) adalah di pasar Bakti di Kelurahan Tegal Sari II, sedangkan pasar dengan jumlah pedagang tahu yang paling sedikit adalah pasar Besi dan pasar Gajah di Kelurahan Pandau Hulu dengan masing-masing pasar ada 2 pedagang tahu. Selain itu, pasar Ramai di Kelurahan Rengas II terdapat 3 pedagang tahu, pasar Sukarame di Kelurahan Sukaramai terdapat 5 pedagang tahu dan pasar Halat di Kelurahan Kota Matsum II terdapat 6 padagang tahu. Daftar pasarnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

Table 5.1. Jumlah Pasar yang Dikelola Pemerintah, Swasta, dan Tanpa Pengelola di Kecamatan Medan Area

Kelurahan Pasar dikelola pemerintah Pasar dikelola swasta Pasar tanpa pengelola 1. Pandau Hulu 0 2 0 2. Sei Rengas I 0 0 0 3. Sei Rengas II 0 1 0 4. Tegal Sari I 0 0 0 5. Tegal Sari II 1 0 0 6. Sukaramai 1 0 0 7. Kota Matsum II 0 1 0 Medan Area 2 4 0

Di Kecamatan Medan Tembung terdapat 7 kelurahan. Akan tetapi, hanya 4 kelurahan yang memiliki pasar yaitu Kelurahan Bantan Timur, Kelurahan Bantan, Kelurahan Bandar Selamat dan Kelurahan Tembung sedangkan 3 kelurahan yang lain tidak memiliki pasar. Jumlah pasar di empat kelurahan ini berjumlah 6 pasar dengan jumlah pedagang tahu yang hampir sama yaitu 2 pedagang dan 3 pedagang. Pasar dengan 2 pedagang tahu yaitu pasar Tuasan di Kelurahan Bandar Selamat, pasar Firdaus di Kelurahan Bantan Timur dan pasar Letsu di Kelurahan Tembung. Pasar dengan 3 pedagang tahu yaitu pasar Perguruan di Kelurahan Bantan, pasar Bengkok dan pasar Bersama di Kelurahan Bantan Timur. Daftar pasarnya dapat dilihat pada tabel 5.2.

Table 5.2. Jumlah Pasar yang Dikelola Pemerintah, Swasta, dan Tanpa Pengelola di Kecamatan Medan Tembung Tahun 2009

Kelurahan Pasar dikelola pemerintah Pasar dikelola swasta Pasar tanpa pengelola 1. Indra Kasih 0 0 0 2. Sidorejo Hilir 0 0 0 3. Sidorejo 0 0 0 4. Bantan Timur 2 1 0 5. Bandar Selamat 0 0 1 6. Bantan 0 0 1 7. Tembung 0 1 0 Medan Tembung 2 2 2

Sumber: Kantor Lurah se Kecamatan Medan Tembung

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah tahu yang dijual di pasar-pasar tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung dimana jenis tahu yang dipilih adalah tahu putih.

5.1.3. Hasil Analisis Kualitatif Formalin

Berdasarkan hasil penelitian pada 42 tahu yang dijual di pasar-pasar tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung maka didapatkan hasil seperti yang terlihat pada tabel 5.3. dan tabel 5.4. berikut ini.

Tabel 5.3. Hasil Analisis Kualitatif Kandungan Formalin dalam Tahu yang dijual di Pasar-pasar Tradisional di Kecamatan Medan Area Tahun 2011

Kelurahan Tempat Pengambilan Sampel Hasil

Pandau Hulu Pasar Besi Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pasar Gajah Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Sei Rengas II Pasar Ramai Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pedagang tahu 3 −

Sukaramai Pasar Sukarame Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pedagang tahu 3 −

Pedagang tahu 4 −

Pedagang tahu 5 −

Tegal Sari II Pasar Bakti Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 − Pedagang tahu 3 − Pedagang tahu 4 − Pedagang tahu 5 − Pedagang tahu 6 − Pedagang tahu 7 − Pedagang tahu 8 − Pedagang tahu 9 −

Kota Matsum II Pasar Halat Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pedagang tahu 3 −

Pedagang tahu 4 −

Pedagang tahu 5 − −

Tabel 5.4. Hasil Analisis Kualitatif Kandungan Formalin dalam Tahu yang dijual di Pasar-pasar Tradisional di Kecamatan Medan Tembung Tahun 2011

Kelurahan Tempat Pengambilan Sampel Hasil

Bandar Selamat Pasar Tuasan Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Bantan Pasar Perguruan Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pedagang tahu 3 −

Bantan Timur Pasar Bengkok Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pedagang tahu 3 −

Pasar Bersama Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Pedagang tahu 3 −

Pasar Firdaus Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Tembung Pasar Letsu Pedagang tahu 1 −

Pedagang tahu 2 −

Keterangan: − : Tidak terdapat formalin + : Terdapat formalin

Hasil dari penelitian ini adalah tidak terjadinya perubahan warna setelah destilat direaksikan dengan reagensia Schiff. Berikut adalah gambar dari hasil penelitian ini (Gambar 5.1.).

Gambar 5.1. Hasil Penelitian pada Tahu yang Dijual di Pasar-pasar Tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung

Sebagai kontrol positif maka campuran dari tahu, asam fosfat dan aquadest diteteskan 1 tetes (35 μl) larutan formalin. Setelah itu, campuran tersebut didestilasi untuk mendapatkan destilat yang kemudian ditambahkan 1 ml reagensia Schiff. Hasilnya didapatkan perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi lembayung. Berikut adalah gambar dari kontrol positifnya (Gambar 5.2.).

5.2. Pembahasan

Tahu merupakan makanan yang yang populer di Indonesia karena memiliki rasa yang enak, mudah diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan harganya murah (Cahanar & Suhanda, 2006). Tahu terbuat dari kacang kedelai yang mengandung protein yang berkualitas tinggi. Akan tetapi, tahu memiliki kandungan air dalam jumlah yang tinggi. Hal ini mengakibatkan tahu mudah mengalami penyimpangan bau dan rasa (rusak) karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba (Khomsan dan Anwar, 2008). Untuk memperlambat kerusakan pada tahu biasanya dilakukan perendaman di dalam air bersih atau tahu direbus terlebih dahulu sebelum disimpan. Akan tetapi, saat ini telah diketahui bahwa produk tahu banyak yang ditambahkan pengawet yang berbahaya yaitu formalin. Kadar formalin yang dicampurkan mungkin tidak dalam jumlah yang besar sehingga konsumen tidak dapat membedakan tahu yang berformalin dengan tahu yang tidak berformalin. Walaupun demikian, mengingat formalin merupakan pengawet yang dilarang maka penggunaannya dalam jumlah sekecil apapun dalam tahu tidak dibenarkan (Khomsan & Anwar, 2008).

Pada penelitian ini diteliti 42 sampel tahu yang berasal dari 12 pasar di Kecamatan Medan Area dan Kecamatam Medan Tembung. Sampel diuji dengan reagensia Schiff untuk mengetahui apakah terdapat formalin dalam tahu yang dijual. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semua sampel memberikan hasil negatif terhadap reagensia Schiff. Artinya, tahu yang dijual di pasar-pasar tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung tidak ada satupun yang mengandung formalin.

Dari hasil peneliti lain, Aprilianti dkk (2007) dalam Program Kreativitas Mahasiswa yang berjudul “Studi Kasus Penggunaan Formalin pada Tahu Takwa di Kotamadya Kediri” menunjukkan bahwa 15 dari 24 tahu positif mengandung formalin. Hasil penelitian Zuraidah pada tahun yang sama yaitu 14 dari 21 tahu yang dijual di Pasar Flamboyan Kota Pontianak positif mengandung formalin.

Hasil penelitian Zazili (2008) pada sejumlah produk makanan yang dijual di pasar tradisional dan swalayan di Bandar Lampung menunjukkan bahwa sebanyak 59 (97%) dari 61 sampel ikan positif mengandung formalin, sebanyak 13 (81,3%) dari 16 sampel tahu positif mengandung formalin dan sebanyak 10 (77%) dari 13 sampel mie basah positif mengandung formalin.

Menurut Zuraidah (2007) terdapat beberapa alasan produsen menggunakan formalin dalam tahu. Pertama, karena alasan ekonomi yaitu agar tahu yang mereka jual tidak cepat rusak apabila tidak habis terjual dalam waktu sehari sehingga mereka tidak mengalami kerugian. Kedua, karena alasan pendidikan dan pengetahuan dimana pedagang mengetahui fungsi formalin untuk memperpanjang masa simpan tahu tetapi mereka tidak mengetahui dampak formalin terhadap kesehatan. Ketiga, karena kurangnya pembinaan (ketidaktegasan) dari petugas terhadap pedagang pengguna formalin sehingga mengakibatkan tidak ada efek jera bagi pelaku. Selain itu, karena harga formalin yang murah dan mudah didapat serta efektif sebagai pengawet walaupun dalam penggunaan yang sangat sedikit mengakibatkan produsen makanan menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan (Saparinto & Hidayati, 2006).

Sebaliknya, konsumen mau membeli makanan berformalin karena ketidaktahuan dan kecenderungan untuk membeli barang yang murah dan awet. Selain itu, konsumen belum dapat membedakan makanan yang berformalin dan yang tidak mengandung formalin (Saparinto & Hidayati, 2006).

Penggunaan formalin sebagai pengawet makanan jelas dilarang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/ Menkes/ Per/ X/ 1999 karena bila formalin masuk ke dalam tubuh manusia maka akan berbahaya bagi kesehatan tubuh (Khomsan dan Anwar, 2008). Efek samping dari formalin tidak dapat dilihat secara langsung. Efek ini hanya dapat terlihat bila formalin telah terakumulasi dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang lama. Efek akut dari penggunaan formalin adalah tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit saat menelan; mual, muntah dan diare; sakit kepala dan hipotensi; kejang, tidak sadar

sampai koma; dan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta sistem susunan saraf pusat dan ginjal. Sementara itu, efek kronis penggunaan formalin adlah iritasi pada saluran pernafasan; muntah-muntah dan kepala pusing; rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada; dan bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker. Bila seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan peredaran darah dan bermuara pada kematian (Saparinto & Hidayati, 2006). Jumlah formaldehida yang masih dapat diterima manusia per hari tanpa akibat negatif pada kesehatan (Acceptable Daily Intake/ ADI) adalah 0.2 mg perkilogram berat badan (Widmer & Frick, 2007). Dosis 30 ml formalin dapat menyebabkan kematian pada manusia (Khomsan & Anwar, 2008).

Menurut Mudjajanto (2005) dalam Aprilianti (2007), tahu yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformalin akan tercium bau protein kedelai yang khas;

2. Tahu yang berformalin mempunyai sifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tak berformalin jika ditekan akan hancur;

3. Tahu berformalin akan tahan lama, sedangkan yang tak berformalin paling hanya tahan satu dua hari.

4. Tahu yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika kita potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak homogen/seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih

Dokumen terkait