• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Penderita Yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) Berdasarkan Komplikasi Operasi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.2.5. Distribusi Penderita Yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) Berdasarkan Komplikasi Operasi

5.1.2.5. Distribusi Penderita Yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) Berdasarkan Komplikasi Operasi.

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) Berdasarkan Komplikasi Operasi.

Komplikasi Frekuensi(n) Persentase (%) Nyeri wajah 4 5,8 Perdarahan minimal 23 33,3 Tidak ada 42 60,9 JUMLAH 69 100,0

Dari tabel 5.5, dapat dilihat bahwa mayoritas yaitu sebanyak 42 penderita (60,9%) tidak ada komplikasi operasi BSEF sedangkan sebanyak 4 penderita (5,8%) mengalami nyeri wajah setelah operasi BSEF.

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008-2012, diperoleh data mengenai karakteristik penderita yang menjalani Bedah Sinus Eendoskopik Fungsional (BSEF). Data-data tersebut akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut. Dari tabel 5.1, dapat dilihat bahwa Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) lebih sering dilakukan pada laki-laki yaitu sebanyak 40 penderita (58%) sedangkan perempuan sebanyak 29 penderita (42%). Hal yang sama dilaporkan oleh Bajaj et al., (2009) dalam penelitiannya di mana dari 105 penderita yang menjalani BSEF, 44 (41.9%) adalah perempuan dan 61 (58.1%) merupakan laki-laki.

Jika ditinjau lebih lanjut, dalam penelitian ini banyak penderita yang menjalani operasi BSEF adalah penderita rinosinusitis kronik. Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (2012), perokok cenderung lebih mudah terkena rinosinusitis kronik daripada yang tidak perokok sehingga diduga laki-laki lebih banyak merokok daripada perempuan (Fokkens et al., 2012).

Selain itu, jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan mungkin disebabkan aktifitas harian laki-laki, di mana mereka lebih sering berada di luar rumah sehingga mudah terpapar polusi udara, debu, udara dingin dan kering yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia. Penelitin Busquets et al., (2006) yang dikutip oleh Dewi (2013) mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia.

Dari tabel 5.2, didapati bahwa penderita dari kelompok umur 31-45 tahun telah paling banyak menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) yaitu sebanyak 27 penderita (39,1%). Hasil yang didapat dalam penelitian ini sama dengan penetilian sebelumnya yang dilaporkan oleh Chopra et al., (2006). Dalam penelitiannya, sampel yang diambil adalah dari umur 5-65 tahun dan yang paling banyak menjalani BSEF adalah penderita yang berumur 35 tahun.

Penderita pada kelompok umur 31-45 tahun paling banyak menjalani BSEF mungkin karena perilaku mereka di mana aktivitas harian lebih sering di rumah sehingga mereka mudah terpapar dengan polutan seperti asap rokok, debu dan asap kenderaan bermotor yang mengakibatkan penyakit seperti sinusitis, polip nasal, tumor sinonasal dan sebagainya.

Dalam penelitian ini, penderita pada kelompok umur 0-15 tahun dan >60 tahun menjalani BSEF merupakan frekuensi yang terendah dibandingkan kelompok umur yang lain. Operasi BSEF tidak sering dilakukan pada anak-anak karena perkembangan sinus paranasal anak-anak umumnya mencapai ukuran maksimal pada usia antara 15-18 tahun (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007). Dalam penelitian ini indikasi terbanyak dilakukan operasi BSEF adalah rinosinusitis kronik, di mana hal ini telah mempengaruhi hasil distribusi penderita berdasarkan kelompok umur. Penelitian di Kanada dijumpai penderita rinosinusitis kronik terbanyak dijumpai pada kelompok umur 20-29 tahun dan menurun setelah usia 60 tahun (Fokkens et al., 2012). Sebagai tambahan, pada penelitian Hellgren (2008) yang dikutip oleh Dewi (2013) didapati meningkatnya kejadian rinosinusitis kronik pada usia muda dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan, perubahan gaya hidup, pola makan dan infeksi.

Dari tabel 5.3, dapat dilihat bahwa mayoritas pekerjaan penderita yang menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) adalah wiraswasta yaitu sebanyak 25 penderita (36,2%). Sedangkan, penderita yang paling sedikit menjalani BSEF adalah pensiunan yaitu sebanyak 1 penderita (1,4%). Pekerjaan yang dilakukan oleh penderita dapat mempengaruhi aktivitas sosial sehingga mereka lebih beresiko tinggi untuk terinfeksi oleh jamur, virus ataupun bakteri. Pada penelitian Dewi (2013) dilaporkan bahwa wiraswata lebih banyak menderita sinusitis (28,8%) dan pensiunan lebih sedikit menderita sinusitis (0,9%).

Penderita juga mungkin sibuk dalam melakukan pekerjaan seharian mereka sehingga tidak mempunyai waktu untuk berobat ke dokter. Hal ini dapat menyebabkan penyakit mereka semakin parah dan mengalami kondisi di mana pengobatan yang optimal tidak berespons sehingga mereka diindikasikan untuk menjalani operasi BSEF.

Dari tabel 5.4, didapati bahwa indikasi operasi BSEF terbanyak adalah rinosinusitis kronik yaitu sebanyak 41 penderita (59,4%). Hal ini sama dengan teori yang disampaikan oleh Patel (2012), Stammberger (2004), David (2005) dan Slack dan Bates (1998), di mana Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) secara mayoritas dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang tidak mengalami perbaikan setelah diberi pengobatan yang optimal berbanding dengan indikasi-indikasi yang lain.

Namun, dalam penelitian oleh Chopra et al., (2006) dilaporkan bahwa dari 50 penderita, yang terbanyak menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) adalah atas indikasi polip nasal yaitu sebanyak 31 penderita. Yang selebihnya adalah penderita rinosinusitis kronik yaitu sebanyak 19 orang. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini karena polip nasal merupakan indikasi terbanyak kedua yaitu sebanyak 23 penderita (33,3%). Ketidaksesuian ini terjadi mungkin karena dalam kedua penelitian ini sampel telah diambil secara randomisasi.

Dari tabel 5.5, didapati bahwa mayoritas yaitu sebanyak 42 penderita (60,9%) tidak mengalami komplikasi Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Hal ini sama dengan teori yang dikemukakan oleh Slack dan Bates (1998) dan David (2005) di mana sangat jarang terjadinya komplikasi akibat BSEF.

Pada penelitian ini juga didapati bahwa sebanyak 23 penderita (33,3%) mengalami perdarahan minimal dan sebanyak 4 penderita (5,8%) mengalami nyeri wajah setelah operasi BSEF. Hal ini menunjukkan bahwa komplikasi yang terjadi merupakan komplikasi minor di mana tidak ada penderita yang mengalami komplikasi mayor seperti perdarahan berat, hilang penglihatan, dan trauma intracranial.

Pada penelitian Chopra et al., (2006) dilaporkan bahwa tidak ada komplikasi mayor pada penderita yang menjalani BSEF dan terjadi perdarahan yang minimal pada 6 penderita (12%). Selain itu, pada penelitian Khalil dan Nunez (2009) juga dilaporkan bahwa dari 212 penderita yang menjalani BSEF, tidak ada yang mengalami komplikasi mayor.

BAB 6

Dokumen terkait