• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pelaksanaan penelitian yang mengangakat judul Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi Di Kota Pekanbaru Pada Tahun 2007, peneliti mengambil data yang dibutuhkan dalam hal mengambil kesimpulan. Adapun data dan hasil wawancara informan yang dilakukan dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut :

Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi ( UMP ) di Kota Pekabaru Tahun 2007.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat (16) disebutkan bahwa : Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Seperti yang telah diatur dalam perundang-unangan, maka pemerintah Kota Pekanbaru dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru sebagai mediator dalam hubungan industrial juga telah berupaya melakukan pengawasan upah kerja di Kota Pekanbaru, bagi para pekerja di sektor formal. Untuk dapat mengetahui pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah tentang Upah Minimum Provinsi di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru untuk mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan penyimpangan terhadap penerapan kebijakan Upah Minimum Propinsi yang telah ditetapkan pemerintah sebagai hasil dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Menentukan Pelaksanaan Pengawasan Penerapan Kebijakan Pemerintah tentang UMP di Kota Pekanbaru.

1. Jenis pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah tentang UMP di Kota Pekanbaru tahun 2007.

Jenis pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru adalah pengawasan represif, yakni pengawasan yang dilakukan setelah Kebijakan Upah Minimum Kota di berlakukan pada tahun 2007 kepada pelaku dunia usaha di Kota Pekanbaru. Aspek teknis pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru meliputi pengawasan terhadap penerapan kebijakan upah minimum yang telah di tetapkan Pemerintah terhadap pelaku usaha yang beroperasi di Kota Pekanbaru, dengan melakukakn

kegiatan pemeriksaan dan pengendalian terhadap

kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dari para pelaku usaha di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 untuk menerapkan Upah Minimum yang telah di tetapkan pemerintah kepada para pekerja yang mereka pekerjakan, tujuannya adalah untuk mengetahui adanya pelanggaran pembayaran upah dan dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan penerapan Kebijakan Upah Minimum Kota Pekanbaru agar sesuai dengan apa yang diharapkan.

Dari wawancara yang dilakukan terhadap Kasi Pemantauan dan Pengawasan yakni Ibu Happy Yarlis diperoleh informasi bahwa pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Pekanbaru bersifat investigatif, yakni menekankan terhadap pemeriksaan yang mendalam terhadap pelanggaran upah minimum oleh objek pengawasan terhadap para pekerja. Pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Pekanbaru dilakukan dengan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian dari data yang dikumpulkan untuk mengambil keputusan. Hal ini terbukti dari pangawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru pada tahun 2007, pengawasan difokuskan untuk memeriksa pelanggaran-pelanggaran terhadap pembayaran upah kepada pekerja dengan melihat buku upah dan melihat keluhan karyawan diperusahaan, dan hasilnya pada tahun 2007 dari 120 objek perusahaan yang diawasi oleh Disnaker Kota Pekanbaru setelah dilakuakan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian dari data yang dikumpulkan, terdapat 28 ( dua puluh delapan ) perusahaan yang tidak membayarkan upah sesuai upah

minimum yang telah ditetapkan pada tahun 2007. 28 ( dua puluh delapan ) perusahaan yang didapati tidak mengindahkan upah minimum yang telah ditetapkan setelah dilakukan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian

Terdapat perusahaan yang masih melanggar pembayaran upah minimum yang telah ditetapkan pada tahun 2007 yakni sebanyak 28 perusahaan yang terdiri dari 11 perusahaan kecil, 15 perusahaan besar dan 2 perusahaan besar. Hal ini dibenarkan oleh Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO) Kota Pekanbaru, menurut hasil wawancara yang dilakukan kepada Wakil Ketua I (satu) APINDO Kota Pekanbaru yakni Bapak Leonardy Halim, bahwa pada tahun 2007 masih terdapat perusahaan yang kedapatan oleh Disnaker Kota Pekanbaru tidak membayarkan upah minimum yang telah ditetapkan kepada para pekerjanya. APINDO menilai jenis pengawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru merupakan pengawasan yang langsung turun kelapangan dengan melakukakan investigasi kepada perusahaan yang terawasi. Akan tetapi disayangkan Dinas tenaga Kerja Kota Pekanbaru tidak melakukan pengawasan menyeluruh terhadap semua objek pengawasan sehingga Disnaker Kota Pekanbaru terkesan tebang pilih dalam melakukan pengawasan. Menurut Beliau, APINDO memiliki tanggung jawab moral untuk memberitahukan kepada perusahaan-perusahaan agar mematuhi pembayaran upah minimum sesuai aturan karena itu merupakan kesepakatan bersama dewan pengupahan antara unsur pengusaha, buruh dan pemerintah yang harus dipatuhi. 2. Objek pengawasan terhadap penerapan Kebijakan

Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanbaru tahun 2007. Yang menjadi objek pengawasan dari ruang lingkup pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007 sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 adalah semua para pelaku usaha yang beroperasi di kota Pekanbaru yang berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik persekutuan, atau milik

swasta yang mempekerjakan pekerja/ buruh dengan membayar upah atau imbalan. Pada Tahun 2007 jumlah perusahaan yang menjadi objek pengawasan berjumlah 3.366 perusahaan yang terdiri dari 334 perusahaan besar, 1.072 perusahaan kecil, dan 1690 perusahaan kecil.

Namun dari hasil pengamatan dilapangan dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah seorang personel pengawas Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru yakni Bapak M. Sihite, SmHk dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa pada tahun 2007 yang menjadi objek pengawasan di Kota Pekanbaru dibatasi sebanyak 120 perusahaan yang terdiri dari 20 perusahaan kecil, 45 perusahaan sedang dan 55 perusahaan besar. Kecilnya jumlah objek pengawasan yang dapat diawasi pada tahun 2007 yang berjumlah 120 perusahaan jika dibandingkan dengan jumlah objek pengawasan yang ada di Kota Pekanbaru yakni berjumlah 3.366 perusahaan dikarenakan karena faktor keterbatasan seperti jumlah personel pengawas yang berjumlah 4 orang, tidak adanya sarana dan prasarana pendukung pengawasan seperti kendaraan operasional yang dimiliki Disnaker Kota Pekanbaru, pembatasan anggaran biaya kegiatan pengawasan, dan belum ditemukannya sistem yang efektif untuk menyampaikan data keberadaan dan pelanggaran pembayaran upah secara berkala dan terkini, hal ini mengakibatkan pengawasan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan terhadap objek pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru.

Pada tahun 2007 terdapat 120 perusahaan yang begerak dari berbagai sektor dengan jumlah 20 perusahaan kecil, 45 perusahaan sedang dan 55 perusahaan besar yang berhasil diawasi sebagai objek pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru pada tahun 2007. Dari 120 perusahaan tersebut dikualifikasikan menjadi dua bagian karena biaya penyelenggaraan pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dibiayai oleh dana Tugas Pembantuan APBN Tahun 2007 sebanyak 64 Perusahaan dan 56 perusahaan dibiayai oleh dana APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2007. Hal ini disesalkan oleh serikat pekerja Kota Pekanbaru,

dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Ketua Bidang Humas Serikat Kerja Kota Pekanbaru, Terbatasnya anggaran kegiatan pengawasan ini menyebabkan terbatasnya objek pengawasan sehingga masih banyak perusahaan yang belum terawasi dan secara langsung masih dijumpai pekerja yang mendapatkan upah dibawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah Kota Pekanbaru. Hal ini menunjukkan pemerintah Kota Pekanbaru tidak serius mengatasi permasalahan ketenaga kerjaan di Kota Pekanbaru, karena anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pada tahun 2007 saja hanya bisa digunakan untuk 120 perusahaan sebagai objek pengawasan, oleh karena itu harapan Serikat Kerja kepada Pemerintah Kota Pekanbaru agar lebih memperhatikan masalah ketenaga kerjaan di Kota Pekanbaru.

3. Metode Pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007.

Metode Pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007 adalah cara pelaksanaan pengawasan di lapangan terhadap penerapan Kebijakan Upah Minimum Provinsi Di Kota Pekanbaru tahun 2007. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan kapada personel pengawas yakni Bapak Suyono, SH dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pengawasan yang dilakukakan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru terhadap penerapan kebijakan UMP di Kota Pekanbaru dilakukan dengan frekuensi setiap bulan oleh personel pengawas yang telah ditujuk oleh Mentri Tenaga Kerja berdasarkan UU No. 03 Tahun 1951. Berikut metode pelaksanaan pengawasan terhadap Penerapan Kebijakan UMP di Kota Pekanbaru yang dilaksanakan setiap bulannya oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru :

1. Personel pengawasan adalah pegawai pengawas Disnaker Kota Pekanbaru yang memiliki hak Independen yang di tunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja yang telah disekolahkan atau dilatih selama 6 (enam) bulan untuk melaksanakan

fungsi mengawasi penerapan Upah Minimum yang telah di tetapkan pemerintah ( Diatur dalam UU No. 03 Tahun 1951 ). Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru memiliki 4 (empat ) orang personel pengawas yang masing-masing telah mengikuti pelatihan selama 6 (enam) bulan untuk melaksanakan fungsi pengawasan penerapan Upah Minimum di Kota Pekanbaru (Data pelatihan pada tabel III 2), diantaranya :

a. Masrio. HS b. M. Sihite, SmHk

c. Suyono

d. Julnaidi, ST

2. Setiap bulan personel pengawas membuat rancana kerja dalam rangka kegiatan pengawasan pelanggaran pembayaran Upah Minimum Kota di Kota Pekanbaru sebagai tahap persiapan, yang meliputi :

a. Membuat SK penyelanggaraan, SK

penyelenggaraan diserahkan kepada Kepala Dinas untuk mendapatkan rekomendasi surat perintah

tugas dilapangan. Setelah mendapatkan

rekomendasi perintah tugas dilapangan barulah personel pengawas memiliki hak dan wewenang untuk melakukan pengawasan di lapangan.

b. Membuat jadwal rencana pelaksanaan.

Dari wawancara yang dilakukan kepada Kasi Pemantauan dan Kasi Pengawasan yakni Ibu Hj. Happy Yarlis diperoleh informasi bahwa pengawasan dilakukan dengan penjadwalan secara bertahap setiap bulannya. Pembuatan jadwal meliputi penentuan topik kegiatan, pada tahun 2007 topik kegiatan adalah pemetaan status kerawanan terhadap objek pengawasan. Setiap bulannya personel pengawas memeriksa minimal 1 (satu) orang mengawasi 2 (dua) atau 3 (tiga) perusahaan. Sehingga dengan 4 (empat) orang personel pengawas yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dalam sebulan Disnaker

memeriksa 8 atau 10 perusahaan dan pada tahun 2007 perusahaan yang berhasil diawasi berjumlah 120 perusahaan. Penjadwalan kegiatan ini malihat faktor anggaran yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan. Jika anggaran terbatas maka setiap bulannya objek yang diawasi juga terbatas.

c. Melakukan Koordinasi penyelenggaraan.

Personel pengawas melakukan koordinasi kepada Kasi Pemantauan dan pengawasan yakni Ibu Hj. Happy Yarlis untuk mendapatkan pembagian tugas kepada 4 orang personel pengawas. Koordinasi

penyelenggaraan ini dimaksudkan agar

pelaksanaan pengawasan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Masing-masing personel mendapatkan tugas sesuai keperluan pengawasan. d. Menyiapkan Administrasi Kegiatan.

Menurut Ibu Hj. Happy Yarlis, administrasi kegiatan meliputi SK dari Kepala Dinas untuk turun kelapangan, data-data penunjang berupa dokumentasi peraturan perundang-undangan ketenaga kerjaan dan surat nota pemeriksaan yang ditujukan kepada perusahaan untuk mengakses data sekunder sebagai dokumen ketenaga kerjaan pada objek pengawasan berupa data umum perusahaan yang meliputi, jenis usaha, alamat perusahaan, pemilik perusahaan dan jumlah pekerja. Setelah itu barulah personel pengawasan turun kelapangan untuk mengumpulkan data primer, data primer berupa bukti buku upah perusahaan. Data primer merupakan dokumen rahasia personel pengawasan yang diperoleh dari perusahaan. Karena personel pengawasan memiliki hak independen dalam melakukan kegiatan pengawasan.

Setelah rencana kerja selesai tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pangawasan di lapangan berdasarkan rencana kerja di atas dengan melakukan penilaian terhadap objek pengawasan. Akan dibahas pada bagian berikut ini.

Penilaian terhadap hasil pengawasan Kebijakan Pemerintah tentang Upah Minimum Provinsi di Kota Pekanbaru.

Ciri dari suatu program ialah adanya masukan awal (input), proses pelaksanaan pencapaian tujuan program, dan hasil yang diperoleh. ( Depdiknas, 2000:4) Sesuai dengan landasan teori di atas, penilaian terhadap penerapan Kebijakan UMP merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah diterapkan cukup berhasil apa tidak di terapkan pada pelaku usaha di Kota Pekanbaru. Apakah program pemerintah yang telah direncanakan untuk mewujudkan hubungan industrial yang berjalan baik terutama dalam masalah upah minimum kerja melalui kebijakan permerintah menetapkan besar upah minimum yang harus dibayarkan pelaku usaha kepada para pekerjanya dapat diterapkan oleh pelaku usaha di Kota Pekanbaru. Dalam penelitian ini aspek penilaian dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan kebijakan Upah Minimum di Kota Pekanbaru adalah menilai tingkat keberhasilan penerapan upah minimum yang telah ditetapkan kepada para pelaku usaha dan menilai tingkat efesiensi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan personel pengawas. Penilaian terhadap penerapan Kebijakan UMP di Kota Pekanbaru dapat digambarkan sebagai berikut :

Tingkat Keberhasilan Penerapan Kebijakan UMP di Kota Pekanbaru tahun 2007.

Untuk menentukan tingkat keberhasilan penerapan kebijakan UMP di Kota Pekanbaru tentunya harus terlebih dahulu dilakukan pengawasan di lapangan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru. Sebelum melihat penilaian tingkat keberhasilan penerapan Upah Minimum yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru, telebih dahulu peneliti menyajikan jawaban hasil Quissioner dilapangan terhadap 60 karyawan sebagai responden dari 6 sampel perusahaan yang beroperasi di

Kota Pekanbaru yakni 2 perusahaan kecil, 2 perusahaan sedang dan 2 perusahaan besar. Berikut jawaban responden dari pekerja yang dipilih secara survei untuk mewakili seluruh populasi pelaku usaha yang beroperasi di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 terhadap usaha berskala besar kecil, sedang, dan skala besar, masing-masing usaha :

Tabel 3. Jawaban Reponden Terhadap Upah Yang Diterima. No Kategori Jawaban Usaha kecil Usaha sedang Usaha Besar Jumlah 1 Upah Sesuai UMP Tahun 2007 3 ( 15 % ) 5 ( 25 % ) 18 ( 90 % ) 26 ( 43,3 % ) 2 Upah Tidak Sesuai Tahun 2007 17 ( 85 % ) 15 ( 75 % ) 2 ( 10 % ) 34 ( 56,6 %) Jumlah 20 ( 100 % ) 20 ( 100 % ) 20 ( 100 % ) 60 ( 100 % ) Sumber : Data olahan tahun 2008.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mendapatkan upah minimum yang sesuai dengan UMP Kota Pekanbaru tahun 2007 sebesar Rp.710.000,- / bulan, lebih banyak responden yang menerima UM tidak sesuai dengan UM yang telah ditetapkan. Pada responden yang bekerja di usaha kecil berjumlah 17 orang atau sekitar 85% yang mendapatkan UM tidak sesuai UMP Kota Pekanbaru dan 3 orang atau 15% yang mendapatkan UM sesuai UMP. Pada responden yang bekerja di usaha sedang berjumlah 15 orang atau sekitar 75 % yang mendapatkan UM tidak sesuai UMP Kota Pekanbaru dan 5 orang atau 25 % yang mendapatkan UM sesuai UMP. Sedangkan pada responden yang bekerja pada sektor usaha berskala besar jumlah yang mendapatkan upah sesuai dengan UMP Kota Pekanbaru 18 orang atau sekitar 90% dan jumlah yang tidak mendapat UM yang sesuai berjumlah 2 orang atau berkisar 10%. Hal ini menunjukkan pada umumnya para pekerja disektor usaha yang berskala besar sudah mendapatkan UM yang telah di tetapkan akan tetapi pada

pekerja disektor usaha kecil dan menengah umumnya menerima UM tidak sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah sebasar Rp. 710.000,/ bulan.

Penyajian jawaban hasil Quissioner yang dilakukan terhadap responden sebanyak 60 pekerja di atas digunakan sebagai penunjang untuk mengetahui secara langsung di lapangan tentang penerapan Upah Minimum Kota Pekanbaru bagi para pengusaha terhadap karyawannya. Dan hasilnya 56,6 % dari 60 pekerja masih mendapatkan upah belum sesuai dengan UMK yang telah ditetapkan. Masih adanya buruh yang mendapatkan upah dibawah UMK yang telah ditetapkan dibenarkan oleh serikat pekerja Kota Pekanbaru, menurut Ketua Bidang Humas Serikat Buruh Kota Pekanbaru yaitu Bapak Mulyadi (FP Merpati) jumlah buruh yang menerima Upah di bawah Upah Minimum Kota Pekanbaru masih sekitar 45 %, serikat pekerja terus memperjuangkan permasalahan ini agar seluruh pekerja menerima upah sesuai dengan upah minimum yang ditetapkan. Selain masih adanya pekerja yang mendapatkan upah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, serikat pekerja juga masih memperjuangkan kecilnya UMK Pekanbaru pada tahun 2007 ini karena Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru terlalu didikte oleh perusahaan-perusahaan yang ada. Dengan berbagai alasan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menguraikan semuanya. Namun pertanyaannya apakah bisa hidup dengan UMK sebesar Rp. 710.000. apalagi hidup di Kota.

Berangkat dari penyajian di atas penulis melihat fenomena dilapangan bagaimana penilaian tingkat keberhasilan penerapan UMK yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Kasi Pemantauan dan Pengawasan yakni Ibu Hj. Happy Yarlis dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa tingkat keberhasilan penerapan upah minimum di Kota Pekanbaru belum dikatakan berhasil secara keseluruhan. Secara umum hal ini dikarenakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru belum dilaksanakan secara menyeluruh terhadap pelaku usaha di Kota Pekanbaru dan hanya sebagian kecil usaha yang di awasi oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru yakni berjumlah 120 perusahaan dari 3.366 perusahaan yang menjadi objek

pengawasan pada tahun 2007. Hal ini mengakibatkan tidak seluruh pengusaha yang menerapkan upah minimum yang ditetapkan pemerintah, kemudian dari hasil pengawasan yang dilakukan terhadap 120 perusahaan pada tahun 2007 masih dijumpai perusahaan yang membayar upah minimum kota yang tidak sesuai dengan UMK yang telah ditetapkan.

Berikut pengawasan yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja terhadap 120 objek pengawasan. Dalam melakukan penilaian terhadap pelanggaran upah minimum yang diterapkan kepada pekerja, personel pengawasan melakukan pembobotan. Pembobotan diberikan atas jenis pelanggaran kebijakan Upah Minimum dengan pembobotan maksimal adalah 100, dengan akumulasi pembobotan apabila :

Nilai : 0 s / d < 10 = Hijau ( Tidak Rawan )

Nilai : 10 s / d < 50 = Kuning ( Potensi Rawan ) Nilai : 50 s / d < 100 = Merah ( Sangat Rawan )

Pada tahun 2007 pengawasan dibatasi pada 120 perusahaan di lingkup Kota Pekanbaru. Dari 120 perusahaan yang diperiksa oleh personel pengawas Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru menunjukkan terjadi pelanggaran upah minimum kepada pekerja sebanyak 23 % yakni 28 perusahaan yang melanggar dengan status kuning, yang terdiri dari 11 (Sebelas) perusahaan kecil, 15 (Lima Belas) perusahaan sedang, 2 (Dua) perusahaan besar, dan terdapat 77 % yakni 92 perusahaan yang mematuhi UMK yang telah ditetapkan dengan status hijau, yang terdiri dari 9 (Sembilan) perusahaan kecil, 31 (Tiga puluh satu) perusahaan sedang, dan 52 (Lima puluh dua) perusahaan besar. Perusahaan yang termasuk dalam zona hijau artinya perusahaan tersebut tidak termasuk dalam kategori rawan, sedangkan perusahaan yang termasuk dalam Zona Kuning artinya perusahaan tersebut diketegorikan potensi rawan dan hal ini perlu menjadi perhatian pegawai pengawas Disnaker Kota Pekanbaru untuk melakukan pembinaan lebih intensif dan berkesinambungan kepada perusahaan yang berada pada zona kuning tersebut, sementara itu dari hasi pemeriksaan tidak ditemukan perusahaan yang berstastus merah ( sangat rawan ). Dengan demikian dapat

dilihat bahwa tingkat keberhasilan penerapan Kebijakan Pemerintah tentang UMP Kota Pekanbaru tahun 2007 belum berhasil secara menyeluruh karena masih dijumpai pelanggaran terhadap pembayaran upah minimum sesuai dengan UMK yang telah ditetapkan pada tahun 2007 dari objek pengawasan yang telah ditentukan sebanyak 120 perusahaan dan ditunjang oleh penelitian langsung dilapangan terhadap informan sebagai pekerja yang menerima upah dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Tingkat Efisiensi Pelaksanaan Pengawasan Penerapan Kebijakan UMP di Kota Pekanbaru Tahun 2007.

Untuk mendapatkan pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi memenuhi 2 prinsip pengawasan diantaranya mempunyai rencana kerja dan memberikan wewenang kepada bawahan (Menurut Manullang 2006 : 173 ). Dari hasil wawancara kepada personel pengawas yakni Bapak Julnaidi. ST dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa pangawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru pada tahun 2007 secara normatif sudah memenuhi prinsip pengawasan yang efektif, akan tetapi pada penerapannya di lapangan pengawasan yang dilakukakan masih belum efektif.

Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dalam hal ini personel pengawas yang telah memiliki wewenang berdiri secara independen berdasarkan UU No 3 tahun 1951. Dalam melakukan pengawasan terlebih dahulu personel pengawas membuat rencana kerja setiap bulannya secara rutin untuk di beritahukan kepada atasan dalam hal ini adalah Kepala Dinas untuk mendapatkan surat perintah tugas di lapangan. Dalam membuat rencana kerja personel pengawas mengajukan perusahaan-perusahaan yang akan diperiksa minimal 5 perusahaan, akan tetapi pada kenyataannya personel pengawas dalam sebulan hanya memeriksa 3 atau 4 perusahaan, hal ini dikarena waktu untuk memeriksa sebuah perusahaan personel pengawas memerlukan waktu yang tidak singkat yakni selama 1 bulan karena harus melihat dan mecocokkan temuan di lapangan dengan peraturan yang berlaku berupa bukti buku upah, keluhan pekerja, dan hah-hak pekerja. Apalagi terjadi kelemahan struktural dengan

terbatasnya jumlah personel pengawas yang hanya berjumlah 4 orang mengakibatkan pengawasan tidak efektif karena untuk memeriksa sebuah perusahaan memerlukan waktu yang lama sehingga dalam sebulan jumlah perusahaan yang dapat diperiksa oleh 4 orang personel pengawas sekitar 4 atau 5 perusahaan, dengan perbandingan satu personel memeriksa satu perusahaan. Sehingga pada tahun 2007 dengan objek pengawasan yang berjumlah 120 perusahaan, satu orang personel setahun mengawasi 30 perusahaan yang dapat diperiksa.

Dari hasil wawancara terhadap Serikat Pekerja Kota Pekanbaru, yakni Bapak Mulyadi sebagai Ketua Bidang Humas Serikat Pekerja Kota Pekanbaru menilai pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru berjalan tidak efektif, hal ini dapat dilihat dari jumah perusahaan yang terawasi pada tahun 2007 hanya berjumlah 120 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru berjumlah 3.366 perusahaan, sehingga Disnaker Kota Pekanbaru terkesan tebang pilih dalam melakukan pengawasan. Serikat pekerja tidak menerima alasan Disnaker Kota Pekanbaru yang beralasan terbatasnya personel pengawas ataupun terbatasnya anggaran pelaksanaan kegiatan pengawasan. Menurut Beliau, permasalahan kelemahan struktural ini akan dapat diatasi jika Disnaker kota Pekanbaru berkoordinasi dengan Serikat Kerja dalam melakukan kegiatan pengawasan. Serikat kerja bisa membantu dengan memberikan data-data seperti jumlah keluhan pekerja, perusahaan yang tidak membayarkan upah dan berbagai data mengenai permasalahan ketenaga kerjaan. Karena serikat kerja merupakan organisasi pekerja yang memperjuangkkan hak-hak pekerja

Dokumen terkait