• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dalam bab ini disajikan mengenai .

1. Tentang pengaturan perizinan dalam mempekerjakan pekerja wanita pada malam hari, dimana peraturan ketenagakerjaan yang ada tidak mengatur masalah perizinan dalam mempekerjakan wanita pada malam hari, hal tersebut sangat merugikan para pekerja. Dan di PT. Kusuma Mulia tidak ada perjanjian kerja yang mengatur pekerja wanita pada malam hari.

2. Pemenuhan Hak-hak wanita yang bekerja pada malam hari di PT Kusuma Mulia yang sebagian besar belum terpenuhi oleh perusahanan, dan Kewajiban PT. Kusuma Mulia dalam mempekerjakan pekerja wanita pada malam hari juga belum melaksanakan kewajibannya karena masih banyak hak-hak yang tidak didapat para pekerja wanita pada malam hari.

BAB IV : PENUTUP

Simpulan secara singkat dan jelas untuk menjawab permasalahan berdasarkan pembahasan dimana PT. Kusuma Mulia Karanganyar belum sepenuhnya memberikan hak-hak pada pekerja wanita yang bekerja malam hari dan peraturan masalah ketenagakerjaan belum melindungi para pekerja wanita malam hari karena tidak diaturnya masalah perizinan. dalam bab ini juga penulis mencoba untuk memberikan saran dan upaya pemecahan yang harus dilakukan terhadap permasalahan yang diteliti.

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang pengaturan pekerja atau buruh perempuan

a. Pengertian tenaga kerja atau buruh perempuan

Dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat beberapa peristilahan mengenai pekerja. Misalnya ada yang menyebutkan buruh, karyawan atau pegawai. Namun sesungguhnya dapat dipahami , bahwa maksud dari semua peristilahan tersebut adalah sama yaitu orang yang bekerja pada orang lain dan dengan mendapat upah sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah dilakukannya. ( Darwan Prinst, 2000 : 34)

Pada pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

1) Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

3) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengertian tenaga kerja dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok ketenagakerjaan yang memberikan pengertian, tenaga kerja adalah “ setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat “. Dari pengertian tersebut tampak perbedaan yakni dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak lagi memuat kata-kata baik didalam maupun diluar hubungan kerja dan adanya penambahan kata sendiri pada kalimat memenuhi kebutuhan sendiri dan masyarakat.

commit to user

Pengurangan kata didalam maupun diluar hubungan kerja tersebut sangat beralasan karena dapat mengacaukan makna tenaga itu sendiri seakan-akan ada yang didalam dan ada pula diluar hubungan kerja serta tidak sesuai dengan konsep tenaga kerja dalam pengertian yang umum. Sedangkan penambahan kata sendiri karena barang dan jasa yang dihasilkan tidak hanya digunakan masyarakat saja tetapi juga dirinya sendiri. ( Lalu Husni , 2005 : 16)

Dapat dilihat dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Selanjutnya Pasal 1 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah menetukan bahwa buruh adalah tenaga kerja yang bekerja peda pengusaha dengan menerima upah.

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja perempuan yang dimaksud adalah perempuan dewasa, perempuan dianggap sudah dewasa adalah perempuan yang sudah berumur delapan belas atau lebih. Sedangkan perempuan yang berumur kurang dari delapan belas tahun termasuk orang yang belum dewasa atau anak-anak.

Pengertian tentang tenaga kerja wanita dikemukakan oleh Soedijoprapto (1982:73), yang menyatakan bahwa “Tenaga kerja wanita adalah tiap-tiap wanita yang melakukan pekerjaan di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Dalam hal ini yang dimaksudkan bukan hanya buruh wanita, karyawati atau pegawai wanita yang merupakan tenaga kerja, tetapi juga diperuntukan bagi wanita yang bekerja mandiri.

commit to user

b. Pekerjaan perempuan

Pekerja atau buruh perempuan merupakan pekerja yang membutuhkan perhatian dan penanganan khusus dan tersendiri, karena memang pada kenyatannya dalam beberapa segi terdapat beberapa perbedaan antara pekerja laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dipersamakan. Menurut G Kartasapoetra (1994 : 44) Pihak pekerja yang akan mempekerjakan pekerja perempuan dalam perusahannya hendaknya mempertimbangkan dengan bijak hal-hal sebagai berikut:

1) Kaum perempuan pada umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun. 2) Norma-norma susila harus diutamakan agar pekerja perempuan

tersebut tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari pekerja lawan jenisnya, terutama jika dipekerjakan malam hari.

3) Para pekerja perempuan pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus sesuai dengan sifat dan tenaganya.

4) Para pekerja perempuan itu ada yang masih gadis dan ada pula yang sudah bersuami atau berkeluarga dengan sendirinya mempunyai beban rumah tangga yang harus ditanggung.

Di Internasional dalam Komisi Eropatelah mengeluarkan sebuah Kode Etik pada penerapan Kesamaan pengupahan bagi Pekerjaan yang Bernilai Setara atas Laki-laki dan Perempuan. Kode etik ini menyatakan bahwa, sebagai langkah pertama informasi perlu dikumpulkan untuk menetapkan suatu gambaran umum tentang gender dan pembayaran. Brussels (1996: 8) Kode etik tersebut menyusun daftar indikator-indikator penting mengenai kemungkinan diskriminasi jenis kelamin, yaitu:

1) Perempuan memiliki pendapatan rata-rata lebih rendah daripada laki-laki dengan pekerjaan yang sama.

2) Perempuan memiliki pendapatan rata-rata lebih rendah daripada laki-laki pada peringkat yang sama.

commit to user

3) Perempuan pada pekerjaan-pekerjaan tak terlatih yang didominasi kaum perempuan dibayar lebih rendah daripada dalam pekerjaan tak terlatih terendah yang didominasi laki-laki.

4) Pekerjaan-pekerjaan yang sebagian besar ditempati perempuan diberi peringkat atau dievaluasi lebih rendah daripada pekerjaan-pekerjaan yang sebagian besar ditempati laki-laki pada tingkatan usaha, keahlian atau tanggung jawab serupa.

5) Perempuan dibayar lebih rendah daripada laki-laki dengan kualifikasi masuk dan lama bekerja yang setara.

6) Di saat pengaturan perundingan terpisah diharuskan berada dalam satu organisasi, perundingan-perundingan itu akan didominasi oleh laki-laki yang menerima pembayaran lebih tinggi daripada kelompok perunding lain yang didominasi oleh perempuan.

7) Sebagian besar laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh pemberian peringkat, klasifikasi, dan sistem evaluasi yang berbeda.

8) Pekerja-pekerja paruh-waktu atau temporer, yang sebagian besar adalah perempuan,memiliki pendapatan per jam rata-rata lebih rendah daripada pekerja penuh atau tetap dalam pekerjaan atau peringkat yang sama.

9) Pekerja-pekerja paruh-waktu atau temporer, yang sebagian besar adalah perempuan, memiliki akses pada pembayaran dan tunjangan kontrak lain yang lebih rendah.

10) Pengaturan bonus yang berlainan, rata-rata bagian dan sistem “pembayaran berdasar hasil” lainnya, diterapkan pada wilayah produksi berbeda, berpengaruh secara tidak seimbang pada salah satu gender.

11) Rata-rata lembur yang berlainan diterapkan di departemen yang berbeda, berpengaruh secara tidak seimbang pada salah satu gender. 12) Pemberian izin berlibur bervariasi antara pekerjaan-pekerjaan di

tingkat yang sama berpengaruh secara tidak seimbang pada salah satu gender.

commit to user

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka pada umumnya perem-puan serasi dengan pekerjaan-pekerjaan ringan yang tidak memerlukan kerja otot dan dibutuhkan suatu perlindungan yang benar-benar evektif untuk melindungi kaum wanita yang lemah yang sering kali banyak dirampas hak-haknya.

c. Waktu kerja

Pada Paragraf 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan masalah Waktu Kerja, dalam Pasal 77 disebutkan “

1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. 2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

c) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

d) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Apabila pengusaha akan mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 77, harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 78 yaitu :

1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :

a) ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan.

b) waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

commit to user

2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Selain Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, penyimpangan waktu kerja dapat dilakukan dengan memperhatikan Ke-putusan Menteri Tanaga Kerja Nomor Kep.608/MEN/1989 tentang pemberian ijin penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengusaha-pengusaha yang mempekerjakan pekerja 9 jam sehari dan 54 jam seminggu.

Di tahun 1990 Konferensi Perburuhan Internasional mengadopsi sebuah protokol dari Konvensi (Revisi) Kerja Malam (Perempuan) tahun 1948, yang menyatakan pelarangan kerja malam terhadap perempuan bisa dicabut di mana organisasi pengusaha dan serikat pekerja mencapai persetujuan yang sesuai menghadapi masalah ini. Di tahun yang sama, Konferensi juga mengadopsi Konvensi Kerja Malam (No. 171) untuk menjaga para pekerja malam secara umum. Konvensi ini menyatakan bahwa perempuan diberi alternatif untuk bekerja malam sebelum dan sesudah melahirkan, tetapi untuk hal ini Indonesia tidak meratifikasi.( ILO .2004 : 21)

2. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Perempuan

Masalah yang sering dialami para pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari seperti yang dikutip dari jurnal Internasional yang berjudul When there is “No Respect”at Work: Job Quality Issues for Women in Egypt’s Private Sector (2009.Hal 4 dan 10) adalah bentuk ke-amanan kerja, serta masalahyang nyata kurang terjaminnya keke-amanan,

kebe-commit to user

basan, dan martabat manusia" (ILO, 1999).selanjutnya, ILO mengidentifika-sikan pekerjaan yang layak sebagai keterlibatan dalam produktif kerja dimana hak dilindungi, penghasilan yang dihasilkan memadai, dan dengan perlindungan sosial yang memadai. Selain itu Perempuan takut mereka pelecehan seksual dan asosiasi dengan pekerjaan kesesuaian tempat, dan pengertian tentang kesucian, moralitas, dan reputasi yang terhormat. Yang bermasalah efek dari jam kerja yang panjang untuk wanita, tidak hanya secara hukum, tetapi dalam rangka beban ganda yang dilakukan o-leh perempuan di wilayah ini, adalah penting untuk kesesuaian tempat kerja perempuan. Kami juga memeriksa kondisi perempuan yang beker-ja untuk upah rendah, kesenbeker-jangan gender dalam upah tempat kerbeker-ja, dan masalah keamanan sosial dalam konteks manfaat, dan adanya perjanjian antara karyawan dan majikan.

Pada jurnal Internasional yang berjudul Working the Night Shift: Gender and the Global Economy (2006 : 10) salah satu bentuk yang diberikan negara pada para pekerja wanita yang bekerja pada malam hari dengan perempuan harus tetap mencerminkan kerangka pikir yang didasarkan pada keamanan dan perlindungan dari tubuh perempuan (tentang kesusilaan yang lebih diutamakan), serta bentuk-bentuk baru temporal yang terkait dengan tuntutan ekonomi global bagi para pekerja selama bekerja pada waktu malam , misalnya harus menyerahkan bukti kerja untuk komunitasnya asosiasi perumahan karena tetangga mempertanyakan mengapa ia akan keluar pada malam hari.Pihak keamanan juga dikirim kerumahnya untuk memberitahu dan menjamin keamanannya .

Perlindungan bagi seorang pekerja dapat dilakukan dengan jalan memberikan sebuah tuntunan atau arahan dan dengan peningkatan pada hak-hak asasi manusia selain itu juga dilakukan dengan perlindungan fisik , teknis dan ekomoni melalui norma-norma yang ada dalam lingkungan kerja tersebut. Menurut G. Kartasapoetra dan Rience Indraningsih yang dikutip dari buku H. Zainal Asikin dkk (2008 : 96) perlindungan kerja mencakup :

commit to user

a. Norma keselamatan kerja yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan mesin, alat-alat kerja, pesawat dan proses pekerjaannya, serta keadaan tempat kerjadan lingkungan serta cara melakukan pekerjaan. b. Norma kesehatan kerja dan Heigiene kesehatan perusahaan yang meliputi

: pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja, dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan perawat bagi tenaga kerja yang sakit. Mengatur persediaan tempat cara dan syarat kerja memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan pekerja untuk mencegah penyakit.

c. Norma kerja yang meliputi : perlindungan tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahan, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut kesusilaan masing-masing yang telah diakui oleh pemerintah.

d. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan atau menderita penyakit karena kuman yang diakibatkan dari sebuah pekerjaan, ia berhak mendapat ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli waris juga berhak mendapat ganti rugi.

Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Soepomo yang dikutip dalam bukunya H. Zainal Asikin dkk (2008 : 97) membagi perlindungan pekerja mejadi tiga macam:

a. Perlindungan ekomonis merupakan perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bagi kehidupannya dan keluarganya, termasuk dalam hak pekerja pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena suatu alasan tertentu. Disebut juga dengan perlindungan dengan jaminan sosial.

b. Perlindungan sosial yaitu perlindungan ini berkaitan dengan usaha kemasyarakatan yang bertujuan memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagai manusia pada umumnya. c. Perlindungan teknis yaitu perlindungan yang berkaitan dengan

usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang timbul dari alat-alat kerja, bahan yang diolah, pesawat.

commit to user

Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perUndang-undangan yang berlaku.

Menurut jurnal Nasional yang berjudul Pekerja Wanita diperusahaan dalam Perspektif Hukum dan Jender (Sinta uli ,2005:7), Aspek perlindungan hukum ketenagakerjaan mengatur perlindungan sejak sebelum dalam hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja dan setelah hubungan kerja berakhir. Perlindungan sebelum kerja misalnya jaminan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi, untuk memperoleh pekerjaan, pelanggaran dalam hal itu dapat dikenai sanksi. Perlindungan setelah hubungan kerja misalnya adanya kewajiban pengusaha untuk membayar pesangon agar dapat menjamin hidupnya dalam waktu tertentu .

Secara yuridis dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, mewajibkan para pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

a. Kebijakan perlindungan tenaga kerja wanita

Upaya perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita didasar pada peraturan perundang-undangan nasional juga standard ketenagakerjaan internasional yang telah diadopsi menjadi peraturan perundang-undangan nasional, tujuannya adalah untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja wanita.

Pada dasarnya sifat kebijakan perlindungan tenaga kerja wanita dapat dikategorikan menjadi tiga hal (Sulistyowati Irianto, 2006:449) :

commit to user

1) Protektif

Kebijakan perlindungan ini diarahkan pada perlindungan fungsi reproduksi bagi tenaga kerja wanita, seperti pemberian istirahan haid, cuti melahirkan atau gugur kandung.

2) Korektif

Kebijakan perlindungan ini diarahkan pada peningkatan kedudukan tenaga kerja wanita seperti larangan pemutusan hubungan tenaga kerja bagi tenaga kerja wanita karena menikah, hamil atau melahirkan. Selain itu juga menjamin tenaga kerja wanita agar dilibatkan dalam penyusuna peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

3) Non-diskriminasi

Kebijakan perlindungan ini diarahkan pada tidak adanya perlakuan yang bersifat diskriminatif terhadap tenaga wanita dengan tenaga kerja laki-laki ditempat kerjanya.

b. Penerapan operasional

1) Perlindungan yang bersifat protektif

Tenaga kerja wanita merupakan kelompok yang karena kodratnya mempunyai karakteristik tertentu yang perlu mendapat perhatian. Oleh sebab itu dalam beberapa hal terhadap tenaga kerja wanita ini diberlakukan peraturan khusus terutama yang menyangkut perlindungan tenaga kerja wanita, perlindungan tersebut mencakup : larangan melakukan pekerjaan yang mem-bahayakan kesehatan kesusilaan perempuan ( misal, tidak boleh bekerja dibidang tambang dibawah tanah), cuti haid, dan kesempatan menyusui anak pada waktu jam kerja.

Untuk melihat sampai seberapa jauh peraturan perundang-undangan telah memperhatikan ekssistensi tenaga kerja wanita, berikut ini disajikan ketentuan-ketentuan atau perturan yang mengatur masalah-masalah tenaga kerja wanita yang bekerja pada malam hari yaitu :

commit to user

Dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 76 diatur hal-hal berikut :

a) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

b) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. c) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan

antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib : (1) Memberikan makanan dan minuman bergizi dan

(2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. d). Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi

pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

Pengaturan pekerja wanita dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah banyak mengalami perubahan dari ketentuan sebelumnya yang melarang perempuan dipekerjakan pada malam hari, kecuali karena sifat pekerjaan tersebut harus dikerjakan oleh perempuan dengan meminta izin instansi yang bertanggungjawab pada bidang ketenagakerjaan dalam undang-undang tersebut sudah tidak mengatur masalah perizinan lagi.

Selain Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dikeluarkan Kepmenakertrans Nomor Kep.224/MEN/2003 yang mengatur tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh perempuan antara pukul 23.00 sempai dengan 07.00, dalam keputusan tersebut diterangkan kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita pada malam hari ini antara lain :

commit to user

a) Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja atau buruh perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dengan :

(1) Menyediakan petugas keamanan ditempat kerja. (2) Menyediakan kamar mandi /WC yang layak dengan

penerangan yang memadahi sarta terpisah antara pekerja/ buruh perempuan dan laki-laki.

b) Makanan dan minuman yang diberikan harus sekurang-kurangnya 1400 kalori yang diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja dan tidak dapat diganti dengan uang.

c) Penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruangan makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi. Penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja/buruh harus secara bervariasi.

d) Pengusaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya, Penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

e) Pengusaha harus menetapkan tempat penjemputan dan pengantaran pada lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan, Kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus terdaftar di perusahaan 2) Perlindungan yang bersifat korektif

Pelaksanaan perlindungan yang bersifat koreksi terhadap hal-hal yang normatif dilakukan melalui pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. Pengertian pengawasan dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan untuk melihat, melakukan pengawasan. sedangkan pengawasan ketenagakerjaan adalah lembaga yang penting dalam penyelenggarakan undang-undang dan peraturan lain

commit to user

yang terkait masalah ketenagakerjaan ( Purwono Sungkowo, Wida Astuti dan Pius Triwahyudi , 2007: 16).

Tujuan pengawasan untuk mengawasi berlakunya peraturan perundang-undangan yang ada masalah ketenagakerjaan, memghimpun bahan dan keterangan masalah hubungan kerja dan keadaan tenaga kerja serta menjalankan pekerjaan lain yang menjadi kewajibannya ( Purwono Sungkowo, Wida Astuti dan Pius Triwahyudi , 2007: 16).

Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Tugasnya Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sedangkan fungsinya

a) perumusan kebijakan di bidang pembinaan pengawasan norma ketenagakerjaan, norma kerja perempuan dan anak, keselamatan kerja dan kesehatan kerja.

b) pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan norma ketenagakerjaan, norma kerja perempuan dan anak, keselamatan kerja dan kesehatan kerja. c) perumusan pedoman, standar, norma, kriteria, prosedur, dan

evaluasidi bidang pembinaan pengawasan norma ketenagakerjaan, norma kerja perempuan dan anak, keselamatan kerja dan kesehatan kerja.

d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan pengawasan norma ketenagakerjaan ,norma kerja perempuan dan anak, keselamatan kerja dan kesehatan kerja. e) pelaksanaan administrasi Direktorat Jendral.

commit to user

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 176. Pelaksanaan pengawasan terdiri dari beberapa rangkaian

Dokumen terkait